SUJUD TERAKHIR
Oleh: Saskia Anggun Khairun Nissa
Cahaya redup
remang-remang menatap sebuah tangisan berhujanan.Dinginya menusuk sukmaku yang
teriris perih walaupun air mata berhasil aku kengkang.Do’a-do’a ikhlas
semuanya. Kau tampak berseri mesti mesti
kain-kain putih suci yang kau pakai terbelut didirimu bahagianya”PULANG
KAMPUNG’’ tempat dirimu asal.
Duka
terselimuti dengan suara tangisan orang terdekatmu,kerabat dekatmu,Bau anyir
yang semakin tersamar-samar akan
kepergianmu. Sejak saat itu kau menyadarkan sebuah sajadah biru kepadaku,disaat
aku mengambil air untuk suciku. Kau tersenyum mengatakan “jangan pernah
menangis karena sebuah musibah,karena
tangis lelaki adalah lemah. Kuatkanlah tangismu hanya kepada tuhanmu’’.
Sejak itu akankah terakhir dirimu kau katakan rasa sejuk dihatiku. Tersamar
akan kenangmu,Seiring tak terasa kau terkubur dan malaikat munkar dan nakir
mungkin menunggu akan kedatanganmu. Ya allah meski diriku tak sedarah akankah
aku mengikhlaskan dan mengenangnya?. Serasa ikhlas dan pedih tercampur
dibenakku.
Entah mengapa sejak
kepergianmuku menatap lama pada mushola itu. Sejak pertama diriku menginjak
kaki dimushola itu. Saat itulah aku mengenal akan artinya islam. Entah mengapa
duduk smp ku menggebu-gebu meraih impianku tapi sayang, impian hanya mimpi yang
tak dapat aku capai lagi. Ibu dan ayah berseteru akan kemiskinan keluargaku.
Hingga adik kecilku dan aku solah anak belantara yang tak ada saying dan cinta
semestinya aku rasakan. Hingga ayah pergi entah kemana. Akan berbuat apa aku tidak tahu. Tapi entah apa yang
terjadi hingga aku keliling menjajahkan hasil kue buatan ibuku, ada gerombolan
orang-orang itu. Dan sejenak sedetak jantungku berdetak cepat, tangisan apa
yang aku rasakan. Tapi aku melihat itu adalah ayah terbujur tak bernyawa.
Dihiasi darah disekitarnya, sejenak aku histeris. Ayah telah meninggalkan aku
bersama ibuku dan adik kecilku. Segera aku lari meninggalkan ayahku.
Untuk mengabarkan
ibuku ,Aku berlari dengan telanjang kaki, tak peduli bajuku kumal kusam. Tak
peduli aku dianggap pelari atau lari marathon. Yang penting ibu tau hai ini.
Jalan aspal yang penuh lubang. Panas pun menyengat kulitku,Aspal yang
mengelilingi jalan raya tak aku hiraukan. Aku tetap berlari meski
kerikil-kerikil tajam yang aku injak ini. Seolah tak akan bias aku rasakan
sakit ditelapakku . Nafas tersenggal-snggal setiap langkahku. Langkah dan
langkah cepatku seolah rumahku semakin mendekat. Sejenak terpikir aku tak sabar
akan kabar ini. Tiba-tiba kaki ini diam dengan mendadak., Orang-orang berlari
kesana kemari. Aku binggung kenapa ada asap hitam dari kejauhan. Sempat tak aku
hiraukan tapi kenapa itu menujuarah rumahku. Jalanku mempelan sempat saja tak
terpikirkan akan kedaan ayah,Karena orang-orang berlari sepertiku. Semakin bingung
seolah aku tak mengerti dengan keadaan. Hingga aku menemukan asap itu, yang
asalnya dari rumah reyot itu. Berkayu dekat halaman yang selalu aku bermain
bola di situ, disana juga pohon yang
sering tertidur diranting itu tepat pada depan pintu rumahku, dan kebakaran itu
adalah ‘’RUMAHKU’’!!!. Aku segera
menanyakan orang yang tepat pada di depanku. Bagaimana dengan ibu dan adikku.
Orang itu menjawab seolah tidak terhiraukan pertanyaanku. Api semakin marah dan
melahap rumahku. Bagaikan layunnya daun dipucuk karena patahnya batang yang
menyeret diriku dalam sebuah tangisan. TUHAN !!!!, Cukupkah kau beri aku cobaan
ini? CITA-CITAKU!!! ,HARAPANKU!!!,KELUARGAKU!!!
”KENAPA!!!” dengan histerisku layu. Layu
lutut tertekuk menyentuh tanah. Hancur sudah kepingan hidupku.
Berjalan
menelusuri jalanan pinggiran aspal. Melihat sekeliling kota yang tak punya
lelah. Tapi sekarang aku lelah dengan batinku. Berjalan seolah apa yang terjadi
pada diriku yang sebatang kara ini. Cuaca sore pun masih terlihat sejuk dengan
angin. Tapi hati tetap hati, sesejuk sore ini,
luka yang perih ini tak lagi terobati. Sejak aku merenungkan apa yang
aku lakukan sekarang. Terbayang akan sekolahku, karena sekolah menghiburku
setiap aku meratapi keluargaku. Karena sekolah adalah sumberku untuk
menumbuhkan semangat ini. Akan tetapi semua hancur dalam sekejap mata. Akankah
hidup dijalan ini teringat aku tidak melahap sesuap nasi. Aku mulai merasakan
lapar dengan apa yang aku makan. Terlihat mobil berjajar antri, terpikir
akankah aku meminta mereka. Tidak!!!! Aku tidak mau meminta!!!! Tapi tidak
mungkin?, perutku sudah kosong tak berisi tidak ! Aku harus bertahan.
Hingga menjelang malam aku terus menahan lapar ini
berjalan bertatih-tatih. Ketika aku melihat mushola aku ingin sekali kesana.
Meski tidak berkeinginan sholat,karena aku tak paham dan saat itu aku nyaman
dan hatiku seolah menjadi dingin, aku melihat tulisan kaligrafi di setiap sudut
jendela dan ruang imam. Tak terasa aku tertidur diteras hingga laparku tak
sempat aku rasakan lagi.
Terkaget saat
kakek yang tidak begitu tua membangunkanku. Di sinilah aku menemukan kau,
memberikan kata lembutmu membuat hati ini seolah terobati. Sejak itulah kau
menawarkan aku untuk ikut denganmu, dengan syarat mematuhi apa yang kau
perintahkan . Seolah semangat sedikit terbakar, mulailah aku dan kau hidup
bersma meski kau memberikan berita tentangmu yang ditinggal istri disurga sejak
melahirkan anakmu. Kau hidup sendiri dekat mushola iu. Anakmu telah berumah
tangga jauh disana, hingga kau tak merasakan kesepian begitu tegarnya dirimu,
dan terlihat wajah ramahmu. Sebegitukah dirimu menganggap diriku sebagai anakmu
sendiri,dan kau merawatku hingga diriku berhasil menampak jalan tikungan hingga
saatnya usiaku menanjak dalam hati terasa di permukan dataran terjal menikung
tajam sangat mengiris hati. Hingga saat ini air mataku tumpah pada sujud
terakhirmu waktu diriku bersama menghadap kepada allah. Teringat kata terakhir
yang kau ucapkan saat itu. Aku coba untuk menahan air mataku untuk tidak
terlihat olehmu di alam beda. Cukupkah diriku belajar dari hidupmu,sekian lama
hidup bersama denganmu. Semua telah terukir indah dalam hati dan tersimpan di
lukisan indah di kehidupanku.
Dari mushola itu kau
telah menatap ramah dan hidupmu seolah tidak ada resah di setiap hembusanmu.
Nasehat-nasehat itu sku simpan di buku kehidupanku. Saat yang terindah membuat
rasa kenangku yang aku jadikan pengalaman terindah. Kau membenarkan saat
mensucikan diri sebelum sembayang. Waktu itu aku yang lugu tidak mengerti apa
yang kau lalkukan hingga kau menuntunku dengan sabar, mengarahkan di kehidupan
yang sebenarnya. Di dirimulah aku terbentuk manusia yang sepantasnya, aku
menemukan jati diriku semenjak hidup bersamamu indah bagiku. Hingga kau memberikan
ilmu yang terdapat apa yang kau miliki.
Saat jam 5 pagi
aku berniat memberikan sesuatu hal yang membahagiakan, bahwa aku akan membalas
semua apa yang telah kau berikan padaku. Waktu itu ada berita yang mengejutkan
bagiku menyatakan bahwa aku diterima disebuah angkatan. Kelak aku bercita-cita
sebagai khalifa yang kau berikan cerita padaku. Materi kehidupan yang kau
ucapkan sehingga di dalam anganku terbangun dan mimpiku terbayang kelak aku
menjadi khalifa ,aku menjalankan apa yang kau berikan materi padaku.
Tapi entah waktu
menjadi saksi bisu dengan perjuanganku. Untuk menyatakan hal yang membahagiakan
ini,tapi sejalan waktu kau memberikan sujud terakhirmu waktu jamaah denganku.
Teringat terus pikiran ini mengembang seolah apa yang terjadi tidak bias
terpikirkan lagi tapi karena kata terakhir itu menggema dan terus teringat. Aku
harus mampu untuk tegar meski kita tak sedarah. Begitupun diriku dahulu semua
aku keluarkan dan aku harus memikirkan jalan kedepan . Ya allah terima kasih
atas kebesaran kekuasaanmu allah huakbar aku tempuh jalan tanpamu di sujud
terakhirmu.
download file doc nya disini "GREENTHREE"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya