PROGRAM STUDI
ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA)
FAKULTAS TARBIYAH DAN TADRIS IAIN BENGKULU
TINJAUAN PEMIKIRAN ISLAM IBNU-KHOLDUN
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 10
DONDA LIANA SARI
SUSAN APRILIA
DWISARI
VEGITA ELGRICE
DOSEN PENGAMPUH
ADAM NASUTION,
M.Pd.I
FAKULTAS
TARBIYAH DAN TADRIS
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam diskursus
Islam kontemporer dewasa ini persoalan epistemologi menempati tema sentral,
karena menyangkut persoalan pandangan (world view) masyarakat muslim terhadap
dunianya. Pandangan dunia yang dimaksud adalah pandangan terhadap realitas
internal masyarakat muslim berupa kemunduran dan ketertinggalannya selama ini
di berbagai aspek, baik ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan sains dan
realitas eksternal berupa perubahan-perubahan, kemajuan kebudayaan dan
peradaban (global-modern) yang diciptakan oleh bangsa barat.
Berdasarkan
pada realitas dunia semacam ini, secara sederhana muncul berbagai kelompok
dalam masyarakat muslim (intelektual) yang berbeda dalam merespon dan memandang
dunianya. Paling tidak respon itu berupa usaha pembaharuan pemikiran Islam yang
dilakukan oleh kalangan intelektual muslim, yang masing-masing memiliki
kecenderungan berbeda.
Untuk bisa
memahami secara utuh pemikiran seorang filsuf atau ilmuwan diperlukan kajian
mendalam terlebih dahulu terhadap autobiografinya, realitas sosial-politik yang
mewarnai corak pemikirannya, perkembangan kehidupan pribadi dan pendidikannya.
Ibnu Khaldun
hidup dalam suatu masyarakat yang kebudayaannya berbeda dengan kebudayaan kita
saat ini. Hal pokok agar bisa memahami pemikirannya adalah dengan cara mengkaji
fenomena sosial yang mengelilingi kehidupan pribadinya. Dilihat dari perspektif
sosiologi pengetahuan, setiap pemikiran manusia bukanlah suatu cerminan
sempurna yang mutlak, tetapi sebagai alat untuk survival. Biasanya manusia
dalam melihat realitas sangat dipengaruhi oleh situasi kultural, sosial dan
fisiknya. Teori ini juga berlaku memahami sosok Ibnu Khaldun. Ia selama ini
dianggap sebagai perintis dan orang pertama yang mengkaji ilmu sosial dan
mereumuskan hukum-hukum kemasyarakatan.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut perlu kiranya perlu merumuskan masalah sebagai pijakan
untuk terfokuskan kajian makalah ini. Adapun rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
riwayat hidup Ibnu Khaldun?
2.
Apa saja
karya-karya pemikiran dari Ibnu Khaldun?
3.
Bagaimana corak
pemikiran Ibnu Khaldun?
4.
Bagaimana
tujuan kitab Ibnu Khaldun “Muqaddimah”?
5.
Bagaimana
epistemologi Ibnu Khaldun paradigma dengan sosiologi modern?
C. Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah yang
dilakukan melalui studi leteratur/metode kajian pustaka, yaitu dengan
menggunakan beberapa referensi buku atau daari referensi lainnya yang merujuk
pada permaslahan yang dibahas. Langkah-langkah pemecahan masalahnya dimulai
dengan menentukan masalah yang akan dibahas dengan melakukan perumusan masalah.
D. Sistematika Penulisan Makalah
Makalah ini ditulis dalam tiga
bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang
masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan sistematika penulisan
makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup yang terdiri dari
simpulan dan daftar pustaka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Riwayat Hidup Ibnu Khaldun
Pendiri ilmu sosial dan ahli sejarah Muslim
terbesar, Abdur Rahman Wali’ud-din Muhammad ibnu Khaldun. Lahir di Tunisia pada tanggal 1 Ramadhan tahun 723. Nama
lengkap Ibnu Khaldun al-Hardami. Banyak gelar yang melekat adanya sebagai
bentuk prestasi dan kekuasaan yang pernah di raih dan di gelutinya, selanjutnya
Waliudin, al-Malik, al-Rais, al-Hija, al-sadrur al- kabir, al-Faqih al-Jalil,
“Allamat al-Ummah, Imam al-Aminah, Jamlalu al-Islam wal Muslimin. Nenek moyangnya
berimigrasi dari Handramat ke Seville (di Spanyol) pada abad ke-9 M dan bekerja
sebagai ahli kenegaraan dan penjabat selama hampir empat abat. Pada abat ke-13,
keluarganya termasuk keluarga berpengaruh di Seville. Sebelum akhir abad
seville di duduki kaum keristen, dan keluarganya harus berimigrasi ke Tunisia
seperti keluarga – keluarga bangsawan lainya.
Ayahnya adalah cendekiawan islam terkemukaka
sehingga dia mendapat pendidikan dasar dari ayahnya dan dari
cedekiawan-cedikiawan islam yang berkualitas nama gurunya dan meneliti
kedudukan mereka dalam dunia ilmu dan karya-karyanya di antara mereka adalah
Muhammad bin sa’ad bin Butral al-Anshari, Muhammad bin al al-Arabi al-Husyairi,
Muhammad bin al-Syawazz al-Zarzali, Ahmad bin Al-Qashar, Muhammad bin Bahar,
Muhammad bin Jabir al- Qaisi, Muhammad bin Abdllah al-Faqih, Abdul-Qasim
uhammad al-Qasir, Muhammad bin Abdissalam, dan lain-lain. Sejak kecil
kecerdasannya yang tinggi dan ide-ide filosofisnya telah menarik perhatian.
Ketika berusia 20 tahun, dia di tunjuk oleh Sultan Fez sebagai sekertaris
peribadinya. Akan tetapi, ide-ide filosofisnya menjauhkanya dari kelas ulama,
maka dia meninggalkan Fez. Dia kemudian menjadi sekertaris Sultan Marindi, Abu
Ivan. Berkat jasa, posisi dan statusnya di istana Sultan, dia menjadi sangat
kaya dan terkenal dalam waktu singkat, tetapi akibat perseketaan dia berakhir
di penjara.
Ibnu Khaldun terkenal sebagai Bapak Ilmu
Sosial, Bukunya The History of The World, khususnya Muqoddimah, tidak hanya
kontribusinya yang unik dalam bidang sejarah tetapi merupakan babak baru dan
cahaya bagi dunia tulis-menulis secara umum. Kombinasi dari pengalaman praktis
dan pengetahuan yang luas buku yang menjadi inspirasi semua ahli sejarah dan
penulisan di seluruh duia buku ini berjudul Kitab al-I’bar.
Ibnu Khaldun juga yang
membawa perubahan dalam perilaku
manusia terhadap sejarah, penguasa, terhadap aturan, dan terhadap Tuhannya. Dia
mengatakan bahwa negara dan peradaban berjalan menurut aturan dasar yang pasti,
dan aturan warna kulit mereka. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa sejarah tidak
hanya cerita bangsa-bangsa dan agama. Sejarah adalah narasi seluruh aktivitas
manusia. Ini adalah cerita perkembangan peradaban manusia. Tugas ahli sejarah
adalah mencatat masalah dan perubahan manusia dari hari ke hari.
Penemuan mendasar dari perkembangan masyarakat
secara bertahap dan perkembangan masyarakat secara bertahap dan menilai seluruh
peristiwa dalam sejarah sesuai dengan penemuan teersebut adalah filosofis
sejarah yang di kemukakan Ibnu Khaldun. Dan menurut Toynbee, ini adalah
sumbangan terbesar Ibnu Khaldun.
He was
outstanding in his knowledge of Arabic and had an understanding of poetry in
its different forms and I can well remember how the men of letters sought his
opinion in matters of dispute and submitted their works to him.
Dalam dunia
ekonomi, ilmu pengetahuan dan sains dia memiliki pengaruh yang belum ada
sebelumnya. Dia menempatkan yang di atas filsafat. Apa yang tak bisa di pahami
dengan keyakinan pada Allah. Dia membaha hal ini juga dibahas dalam muqaddimah.
Ketika mengevaluasi Ibnu Khaldun kita harus
mengingat, bahwa ketika duduk di istana di Afrika Utara lima ratus tahun yang
lalu yang luas, dia memberikan sumbangan di bidang sejarah dan dunia pada
umumnya, sebuah pengetahuan dan arah yang menjadi dasar bagi ahli sejarah
generasi selanjutnya. Jadi Bapak Ilmu sejarah sejati.
B.
Karya-Karya Ibnu Khaldun
Di bawah ini
karya – karya Ibnu Khaldun :
Untuk buku pertamnya adalah Lubab al-muhassal
yang telah dia selesaikan dibawah pengawasan guru favoritnya al-Alibi. Ketika
Ibnu Khaldun masih berusia 19 tahun dan masih tinggal di Tunis. Sebelum menulis kitab al-I’bar, ada satu
karyanya yaitu Shifa’ al-sa’il yang ia tulis selama singgah di Fez.
1.
Kitab
Muqaddimah yang merupakan buku pertama dari kitab al-I’bar yang terdiri dari
bagian muqaddimah. Buku pengantar yang panjang inilah yang merupakan inti dari
seluruh persoalan dan buku tersebut pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun
menjadi begitu harum. Adapun tema muqaddimah ini adalah gejala-gejala sosial
dan sejarahnya.
2.
Kitab al-I’bar
Wa Diwan al-Mubtada’ Wa al-Khabar Fi Ayyam al-‘Arab Wa al-‘Ajam Wa al-Barbar Wa
Man Asharuhum Min Dzawi as;Sulthani al-Akbar (kitab pelajaran dan arsip sejarah
zaman permulaan dan zaman akhir yang mencakup peristiwa politik mengenai
orang-orang arab, non arab dan Barbar, serta raja-raja besar yang semasa dengan
mereka) yang kemudian terkenal dengan kitab I’bar yang terdiri dari tiga buku.
Buku pertama adalah sebagai kitab Muqaddimah atau jilid pertama yang berisi
tentang masyarakat dan ciri-cirinya yang hakiki, yaitu pemerintahan, kekuasaan,
pencaharian, penghidupan, keahlian-keahlian dan ilmu pengetahuan dengan segala
sebab dan alasan-alasannya. Buku kedua terdiri dari empat jilid yaitu jilid kedua,
ketiga, keempat dan kelima yang menguraikan tentang sejarah bangsa arab,
generasi-generasi mereka serta dinasti-dinasti mereka. Disamping itu juga
mengandung ulasan tentang bangsa-bangsa terkenal dan negara yang sezaman dengan
mereka, seperti bangsa Persia, Syiria, Yahudi, Yunani, Romawi, Turki dan Eropa.
Kemudian buku ketiga terdiri dari dua jilid yaitu jilid ke enam dan ketujuh
yang berisi tentang sejarah bahasa Barbar dan Zanata yang merupakan bagian dari
mereka khususnya kerajaan dan negara-negara Maghribi (Afrika-Utara).
3.
Kitab al-Ta’rif
bi Ibnu Khaldun Wa Rihlatuhu Syarqon Wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif, dan
oleh orang-orang barat disebut dengan Autobiografi. Merupakan bagian terakhir
dari kitab al-I’bar yang berisi tentang beberapa bab mengenai kehidupan Ibnu
Khaldun. Dia menulis autobiografinya secara sistematis dengan menggunakan
metode ilmiah, karena terpisah dalam bab-bab, tapi saling berhubungan antara
satu dengan yang lain.
C. Corak dan Sistem Pemikiran Ibnu Khaldun (Realisme yang Religious)
Pola pemikiran
intelrektual sebelum ibnu khaldun, telah menyadarkan sikap kritis Ibnu Khaldun
untuk bisa menjelaskan realitas sosial politik. Perbedaan mendasar dari
pemikiranya dapat di lihat dari konteks memahami fenomena kemasyarakatan yang
nuansanya realis, bermaksud mengungkap fenomena dengan apa adanya. Ibnu Khaldun
tidak berpegang dan menciptakan nilai normative sistem kekuasaan, melainkan
meletakan sistem sosial politik berjalan sesuai dengan watak alamiyahnya.
Ibnu Khaldun memang seorang
realis, tetapi tidak mengesampingkan sesuatu yang religius. Apa yang harus
terjadi sama benarnya dengan dengan yang terjadi, masing – masing harus di
tempatkan pada posisi yang sebenarnya. Ibnu Khaldun menolak pemikiran –
pemikiran konvesional, yang cenderung mencampur adukan keduanya. Ibnu Khaldun
menyerang sejarawan seperti menulis al-Hadist. Para penulis al-Hadits selalu
menyibukkan diri dengan mempertanyakan apakah nabi benar–benar mengucapkan
suatu hadits tertentu. Metode al-Hadits tidak bisa di gunakan dalam penulisan
sejarah. Sejarah berhubungan dengan masalalu dan untuk mempelajarinya perlu
memahami hukum–hukum sosial yang berlaku pada masyarakat.
Realisme Ibnu Khaldun
di samping bersumber realitas pengalaman empiris, lalu membangung suatu teori,
hukum, premis atas fakta–fakta yang di lihatnya, Ibnu Khaldun berupaya
mendialokkan dengan teks–teks al–Qur’an dan al-Hadits. Dalam seluruh
pembicaraannya di Muqqodimah, selalu menghubungkan dasar argumentasi dengan
teks al–Qur’an dan Hadits, sekaligus memberi interprestasirtas teks–teks
tersebut.
D.
Tujuan Ibnu Khaldun Menulis Muqoddimah.
Muqodidimah
adalah karya kritis historis. Ulasan singkat tentang Muqoddimah sebelum
mengupas lebih dalam tentang teori pengetahuan Ibnu Khalduun. Kiranya perlu dipaparkan
sebuah uraian singkat mengenai karya Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun dengan
pengetahuan yang luas dan pengalaman yang kaya telah melihat bahwa ia perlu
membangun ilmu pengetahuan baru yang membedakannya dari ilmuan–ilmuan yang
selama ini cenderung menggeluti pemikiran filsafat yang nuansanya
metafisik–idealitik. Menurut Ibnu Khaldun ada salah satu karakter yang tidak
dapat di bantah dalam pemkiran genial, yaitu menunjukkan kepekaan terhadap rasa
heran, terkejut dan mengajukan pertanyaan–pertanyaan mengenai hal–hal biasa
yang oleh orang–orang umum secara otomatis dianggap sebagai dasar bagi
kebiasaan–kebiasaan sekuler, seperti halnya hukum newton pada apel. Demikian
eksistensi dinasti–dinasti, maupun kehidupan orang–orang nomade dan orang–orang
kota tentu saja bukan hal baru, tetapi Ibnu Khaldun tidak puas dengan
pernyataan–pernyataan ini. Dari rasa ingin tahunya itulah kemudian lahir
muqoddimah, kajian tentang sejarah universal yang di lihat melalui suk–dukan
Afrika Utara. Faktor – faktor yang menyebabkan bukunya berbeda dari karya–karya
terdahulu yang mirip. Ia mengatakan bahwa karya–karya sejarawan selama ini
hanya sampai pada rincian–rincian yang tidak memperkaya semangat. Ilmu pengetahuan yang di maksud adalah ilmu
pengetahuan yang menggali persoalan–persoalan kemasyarakatan dan untuk
menemukan dasar–dasar hukum bagi perubahan dan perkembangan masyarakat.
Isi Muqoddimah Ibnu Khaldun menyusun muqoddimah
dalam berbagai bagian penting sebagai berikut :
1.
Sebuah
pengantar pendek.
2.
Pendahuluan
berupa ulasan singkat manfaat histrogafi dan kritik terhadap kesalahan yang di
lakukan sejarawan.
3.
Buku pertama
dari al-Ibar berupa uraian kritik terhadap penulisan sejarah yang dilakukan
sebelum Ibnu Khaldun.
4.
Bab pertama
dari buku pertama berbicara tentang peradaban manusia secara umum.
5.
Bab kedua
berupa uraian tentang peradaban.
6.
Bab ketiga dari
buku pertama berisi penjelasan.
7.
Bab ke empat
dari buku pertama berisi tentang peradaban.
8.
Bab kelima dari
buku pertama berisi penjelasan.
9.
Bab keenam dari
buku pertama berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan.
Hal pokok yang menjadi pembahasan Ibnu Khaldun
dalam muqodimah adalah masalah fenomena sosial, yang disebutkan dengan istilah
Waqi’at al-Umroni al-Basyari atau al-Ahwal al-Ijtima’ al-Insani. Walau begitu,
Ibnu Khaldun tidak memberikan definisi yang baku tentang apa yang di maksud
fenomena sosial. Ibnu Khaldun hanya memberikan contoh sebagai berikut :
Hakikat sejarah adalah catatan tentang
masyarakat umat manusia (al-Ijtima’al-Insani). Sejarah itu identik dengan
peradaban dunia (Umron al-Alam) tentang perubahan–perubahan yang terjadi pada
watak peradaban itu (Tawahsyu) keramah–tamahan (Ta’anuts) berdasarkan pada
beberapa contoh fenomena sosial yang di kemukakan ibnu Khaldun di atas, dapat
disimpulkan bahwa fenomena sosial adalah kaidah–kaidah atau hukum–hukum dan
kecenderungan–kecenderungan umum yang dibentuk oleh individu–individu sebagai
dasar dalam mengatur masalah–masalah sosial yang terjadi, memper erat hubungan
mereka satu sama lain.
Proses penarikan kesimpulan model Ibnu Khaldun
berpijak pada realitas. Hal ini akan memeberikan pemahaman awal bahwa Ibnu
Khaldun tidak menggunakan model logika
Aristoteles sebagaimana banyak di yakini dan di gunakan oleh filosuf sebelumnya
dalam menganalisis berbagai persoalan. Menurut Fakhry Ali, Ibnu Khaldun tidak
menafikan bahwa logika bermanfaat untuk
menyusun dasar argumentasi yang sistematis, tetapi logika tidak banyak
menghasilkan ilmu pengetahuan. Tampaknya Ibnu Khaldun bermaksud menampilkan
suatu bentuk logika yang berdasar pada realitas untuk mencari hukum–hukum
yang terjadi dalam masyarakat.
E. Epistemologi Ibnu Khaldun Paradigma dengan
Sosiologi Modern
Dilihat dari sisi episitimologi, pemikiran
model Ibnu khaldun mengalami perkembangan pesat pada dunia modern. Ibnu Khaldun
berusaha keras untuk membangun ilmu pengetahuan tentang manusia. Berbeda dengan
kalangan ilmuan klasik sebelum Ibnu Khaldun yang menekankan dimensi moral
manusia. Ibnu Khaldun berupaya untuk mengambil jarak dari fenomena manusia yang
mendasari kebenaran, yang kemudian menjadi tujuan yang berkelanjutan dari ilmu
pengetahuan modern. Anehnya penemuan ibnu Khaldun tentang ilmu pengetahuan
sosial tidak mendapat tempat dikalangan intelektual Islam. Pasca Ibnu Khaldun,
tidak di temukan lagi sosiolog–sosiolog muslim yang terus mengembangkan ilmu
pengetahuan baru ini.
Bangunan model Ibnu Khaldun justru subur dan
berkembang pesat di dunia Barat. Para sosiolog Barat bermunculan untuk mengkuji
secara serius fenomena kemasyarakatan ini, mulai dari Machiavelli, Vico, Hobes,
Locke, Comte, terus mengusung pemikiran terkait dengan perkembangan masyarakat.
Dalam pandangan Abdel Wahab al-Affedi, upaya pengambilan jarak ini mencapai
puncak dalam ajaran Marxisme yang mengklaim telah membebaskan manusia.
Memang para sosiolog Barat hampir memiliki
kemiripan dengan pemikiran Ibnu Khaldun. Machevelli memberi cerita buruk pada
politik kekuasaan yang mana seluruh kekuasaan Negara memiliki logikanya
sendiri, yang cenderung bertarung untuk mempeributkan realitas sosial politik.
Menurut Thomas Hobbes berpandangan bahwa setiap manusia cenderung ingin
berkuasa dan tidak pernah puas, sehingga untuk mencapai stabilitas sosial perlu
di buat peraturan yang di paksakan kepada manusia oleh superior tertinggi yaitu
Negara.
Kemiripan sosiolog Barat dengan Ibnu Khaldun
dilihat dari aspek pemahaman bahwa realitas sosial bergerak secara alamiah.
Ibnu Khaldun melihat bahwa banyak masyarakat di perlakukan secara atas nama
idealitas, padahal masyarakat bergerak karena sebab-sebab alamiyah, mulai dari
tatanan sosial dari unit terkecil seperti keluarga, suku, sehingga terbentuknya
negara. Ibnu Khaldun menolak para filosuf klasik yang menempatkan agama sebagai
basis tatanan sosial. Namun pemikiran Ibnu Khaldun yang seperti ini di pandang
oleh al-Affendi sebagai sebuah pemikiran yang ambivibel.
Kritik dan
penjelasan tentang ilmu pengetahuan.
Sejak
awal ibnu Khaldun telah membagi ilmu pengetahuan dalam dua bentuk, ilmu akal
(al-‘aqliah, filsafat) dan ilmu tradisional (al- naqliah, syaria’t) ilmu
filsafat bersumber pada pemikiran, sedangkan syariat bersunber pada al-Qur’an
dan al-Hadits. Dari kedua ilmu tersebut Ibnu Khaldun memberi penjelasan dengan
melihat dari sisih sejarah. Ibnu Khaldun menjelaskan latar historisnya dan
perkembangan pemikiranya. Maka untuk kepentingan penulisan ini, sekilas akan di
sampaikan beberapa pokok penjelasan dan kritik Ibnu Khaldun terhadap ilmu
tersebut.
1.
Kritik dan penjelasan
tentang ilmu syariat
Ibnu
Khaldun menjelaskan bahwa ilmu syari’at bersumber dari al-Qur’an dan
al-Hadits yang kebenaranya mutlak. Pada
masa Ibnu Khaldun, ilmu syari’at telah berkembang pesat dengan kajian yang
mendalam terhadap berbagai objek sehingga melahirkan berbagai disiplin ilmu.
Beberapa
disiplin ilmu yang tergolong ilmu syari’at di antaranya adalah ilmu tafsir,
yaitu ilmu yang berupaya melakukan terjemahan dan penafsiran terhadap teks
al-Qur’an, ilmu Qiro’at, ilmu Hadits adalah ilmu yang meneliti tentang hadits
dengan sanat-sanatnya, ilmu fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum
islam, ilmu ushul fiqh adalah ilmu yang membahas tentang metode penggalian
hukum islam, ilmu kalam adalah ilmu yang membahas tentang keimanan, ilmu nahwu
adalah ilmu yang membahas bahasa al-Qur’an.
2.
Kritik Ibnu
Khaldun tentang ilmu akal
Menurut Ibnu Khaldun ilmu akal di bagi dalam
empat :
a.
Ilmu logika
adalah ilmu untuk menghindarkan diri dari kesalahan berfikir dalam proses
penyusunan kata-kata.
b.
Fisika adalah
ilmu yang mempelajari subtansi elmen benda-benda yang di rasa oleh indra.
c.
Metafisika
adalalh ilmu yang mempelajari hal-hal sepiritual.
d.
Matematika
adalah ilmu yang mempelajari tentang ukuran.
3.
Penolakan Ibnu
Khaldun terhadap filsafat
Dalam
Muqoddimah, Ibnu Khaldun menjelaskan tentang sikap penolakanya terhadap
filsafat. Ada beberapa poin yang di tolak oleh Ibnu Khaldun dalam pemikiran
filsafat :
a.
Para filosof
berpendapat bahwa keyakinan keimanan dapat di buktikan kebenarannya melalui
spekulasi intelektual, sebab akidah termasuk bagian dari presepsi intelektual.
b.
Para filusuf
berpendapat bahwa kebahagiaan terletak pada pencarian presepsi sensual maupun
pemikiran.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ibnu
Khaldun (1332-1406 M) adalah seorang cendekiawan Muslim yang hidup pada masa
kegelapan Islam. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah
adalah salah satu disiplin ilmu yang dipelajari secara luas oleh bangsa-bangsa
dan generasi-generasi. Karya- karyanya antara lain yaitu: Kitab Muqaddimah, yang merupakan buku pertama dari kitab
al-‘Ibar, yang terdiri dari bagian muqaddimah (pengantar). Buku pengantar yang
panjang inilah yang merupakan inti dari seluruh persoalan, dan buku tersebut
pulalah yang mengangkat nama Ibnu Khaldun menjadi begitu harum. Kitab al-‘Ibar,
wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar, fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar,
wa man Asharuhum min dzawi as-Sulthani al-‘Akbar. Kitab al-Ta’rif bi Ibnu
Khaldun wa Rihlatuhu Syarqon wa Ghorban atau disebut al-Ta’rif.
DAFTAR PUSTAKA
Athique, Haque.
2011. Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia. Jogjakarta. Diglossia
http://rangkumanmakalah.com/pemikiran-ibnu-khaldun-ttg-pendidikan.html,
di akses 16 November 2015
Hasyim, Hafidz.
2012. Watak Peradaban dalam Epistemologi Ibnu Khaldun. Yogyakarta.
Pustaka Pelajar
Gaston,
Bouthoul. 1998. Teori – Teori Filsafat Ibnu Khaldun. Yogyakatra. Titian
Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya