Hikayat
Pandawa Lima
Tokoh Mahabarata Raden Puntadewa adalah putra sulung dari Prabu Pandudewanata dan Dewi Kuntinalibrata. Sesungguhnya Puntadewa merupakan
putra kedua dari Dewi Kuntinalibrata. Akibat
Ajian Adityaredhaya ajaran Resi Druwasa, Kunti
sempat hamil, sesaat sebelum
terjadinya sayembara pilih. Lalu putranya yang
di keluarkan dari telingga yang dinamai Karna dibuang
dan kemudian diasuh oleh seorang sais kereta bernama
Adirata. Secara resmi memang Puntadewa adalah
putra Prabu Pandu dan Dewi
Kunti namun sesungguhnya ia adalah putra
Dewi Kunti dan Batara Darma, dewa keadilan. Hal tersebut
diakibatkan oleh kutukan yang diucapkan oleh Resi
Kimindama yang dibunuh Pandu
saat bercinta dalam wujud
kijang. Tapi akibat dari ajian Adityaredhaya, Dewi
Kunti dan Prabu Pandu masih dapat memiliki keturunan
untuk menghasilkan penerus takhta kerajaan.
Puntadewa bersaudarakan empat
orang, dua saudara seibu
dan 2 saudara berlainan ibu. Mereka adalah Bima atau
Werkudara, Arjuna atau Janaka, Nakula atau Pinten, dan Sadewa atau Tangsen. Puntadewa memiliki dasanama (nama-nama
lain) yaitu Raden
Dwijakangka sebagai nama samaran saat menjadi buangan
selama 13 tahung di kerajaan Wirata, Raden Darmaputra
karena merupakan putra dari Batara Darma, Darmakusuma,
Darmawangsa, Darmaraja, Gunatalikrama, Sang
Ajatasatru, Kantakapura, Yudistira, dan Sami Aji, julukan
dari Prabu Kresna.
Raden Puntadewa memiliki watak sadu (suci, ambeg brahmana), suka mengalah, tenang, sabar,
cinta perdamaian, tidak suka marah meskipun
hargadirinya diinjak-injak
dan disakiti hatinya. Oleh para dalang ia digolongkan
dalam tokoh berdarah putih dalam pewayangan
bersama Begawan Bagaspati, Antasena dan Resi
Subali sebagai perlambang kesucian hati dan dapat membunuh
nafsu-nafsu buruknya. Konon,
Puntadewa dilahirkan melelui ubun-ubun Dewi Kunti.
Sejak kecil para putra putra Pandu
selalu ada dalam kesulitan.
Mereka selalu bermusuhan dengan saudara
sepupu mereka, Kurawa, yang didalangi oleh paman
dari para Kurawa yang juga merupakan patih dari Kerajaan
Astinapura, Patih Harya Sengkuni.
Meskipun Pandawa memiliki hak atas kerajaan
Astinapura, namun karena
saat Prabu Pandu meninggal usia pandawa masih sangat
muda maka kerajaan dititipkan pada kakaknya, Adipati
Destarastra dengan disaksikan oleh tetua-tetua kerajaan
seperti, Dang Hyang Dorna, Patih Sengkuni, Resi
Bisma, Begawan Abiyasa, dan Yamawidura dengan perjanjian
tertulis agar kerajaan Astina diserahkan kepada
Pandawa setelah dewasa, dan Destarastra mendapatkan
separuh dari wilayah Astina. Namun atas hasutan
Patih Sengkuni maka kemudian Kurawalah yang menduduki
takhta kerajaan. Segala cara dihalalkan untuk menyingkirkan
pandawa, dimulai dengan Pandawa Timbang
(lih. Bima), Bale Sigala-gala, Pandawa Dadu sampai
pada perang besar Baratayuda Jayabinangun.
Meskipun Puntadewa adalah manusia
berbudi luhur namun ia
memiliki kebiasaan buruk yaitu suka berjudi. Kelak
kebiasaan buruk dari Puntadewa ini menyebabkan para
Pandawa berada dalam kesulitan besar. Hal tersebut dikisahkan sebagai berikut: Saat terjadi
konflik antara Pandawa dan
Kurawa tentang perebutan kekuasaan Kerajaan
Astinapura, Kurawa yang didalangi oleh Sengkuni
menantang Pandawa untuk main judi dadu. Pada
permainan tersebut, para Pandawa mulanya hanya bertaruh
uang, namun lama kelamaan, Puntadewa mempertaruhkan
kerajaan, istri, dan pada akhirnya pandawa
sendiri sudah menjadi hak milik kurawa (Sebelumnya
Puntadewa bersama adik-adiknya berhasil mendirikan
kerajaan yang berasal dari Hutan Mertani, sebuah
hutan angker yang ditempati oleh raja jin yang
bernama Prabu Yudistira dan adik-adiknya).
Saat Pandawa beranjak dewasa,
mereka selalu dimusuhi oleh
para Kurawa, akibatnya para tetua Astinapura turun tangan dan memberi solusi dengan
menghadiahi Pandawa sebuah
hutan angker bernama Wanamarta untuk
mengindari perang saudara memperebutkan takhta Astinapura.
Setelah itu, hutan yang tadinya terkenal angker,
berubah menjadi kerajaan yang megah, dan Prabu
Yudistira serta putrinya, Dewi Ratri atau para dalang
juga sering menyebutnya Dewi Kuntulwilanten menyatu
di dalam tubuh Puntadewa yang berdarah putih.
Sejak saat itu pulalah Puntadewa bernama Yudistira.
Sebelumnya, setelah Pandawa
berhasil lolos dari peristiwa
Bale Sigala-gala, dimana mereka dijebak disuatu purocana
(semacam istana dari kayu) dengan alasan Kurawa
akan menyerahkan setengah dari Astina, namun ternyata
hal tersebut hanyalah tipu muslihat kurawa yang membuat
para Pandawa mabuk dan tertidur, sehingga pada
malamnya mereka dapat leluasa membakar pesanggrahan
Pandawa.
Bima yang menyadari hal itu dengan cepat membawa saudara-saudara dan
ibunya lari menuju terowngan
yang diiringi oleh garangan putih sampai
pada Kayangan Saptapertala, tempat Sang Hyang Antaboga,
dari sana Pandawa lalu melanjutkan perjalanan
ke Pancala, dimana sedang diadakan sayembara
adu jago memperebutkan Dewi Drupadi. Barang
siapa berhasil mengalahkan Gandamana, akan berhak
atas Dewi Drupadi, dan yang berhasil dalam sayembara
tersebut adalah Bima. Bima lalu menyerahkan Dewi
Drupadi untuk diperisri kakaknya. Sumber yang lain menyebutkan bahwa setelah mengalahkan
Gandamana Pandawa masih
harus membunuh naga yang tinggal di bawah
pohon beringin. Kemudian Arjunalah yang dengan panahnya
berhasil membunuh naga tersebut. Dari Dewi Drupadi
Puntadewa memilki seorang putra yang diberi nama
Pancawala. Dalam masa buangan
tersebut ada sebuah kisah yang menggambarkan
kebijaksanaan dari Raden Puntadewa.
Pada suatu hari Puntadewa
memerintahkan Sadewa untuk
mengambil air di sungai. Setelah menunggu lama, Sadewa
tidak kunjung datang, lalu diutuslah Nakula, hal yang
sama kembali terjadi, Nakula pun tak kembali. Lalu Arjuna dan akhirnya Bima. Semuanya tak
ada yang kembali. Akhirnya menyusulah Puntadewa.
Sesampainya di telaga ia
melihat ada raksasa besar dan juga adik-adiknya yang mati di tepi telaga. Sang
Raksasa kemudian berkata
pada Puntadewa bahwa barang siapa mau meminum
air dari telaga tersebut harus sanggup menjawab
teka-tekinya. Pertanyaannya adalah apakah yang
saat kecil berkaki empat dewasa berkaki dua dan setelah
tua berkaki tiga? Punta dewa menjawab, itu adalah
manusia, saat kecil manusia belum sanggup berjalan,
maka merangkaklah manusia (bayi), setelah dewasa
manusia sanggup berjalan dengan kedua kakinya dan
setelah tua manusia yang mulai bungkuk membutuhkan
tongkat untuk penyangga tubuhnya. Sang raksasa
lalu menanyakan pada Puntadewa, jika ia dapat menghidupkan
satu dari keempat saudaranya yang manakah
yang akan di minta untuk dihidupkan? Puntadewa
menjawab, Nakula lah yang ia minta untuk dihidupkan
karena jika keempatnya meninggal maka yang
tersisa adalah seorang putra dari Dewi Kunti, maka sebagai putra sulung dari Dewi Kunti ia
meminta Nakula, putra
sulung dari Dewi Madrim.
Dengan demikian keturuanan Pandu dari Dewi Madrim dan
Dewi Kunti tetap ada. Sang
Raksasa sangat puas dengan jawaban tersebut
lalu menghidupkan keempat pandawa dan lalu berubah
menjadi Batara Darma. Puntadewa bisa saja meminta
Arjuna atau Bima untuk dihidupkan sebagai saudara
kandung namun secara bijaksana ia memilih Nakula.
Suatu ajaran yang baik diterapkan dalam kehidupan
yaitu keadilan dan tidak pilih kasih. Akibat
kalah bermain dadu, Pandawa harus menerima hukuman
menjadi buangan selama 13 tahun. Dan sebelumnya
Drupadi pun sempat dilecehkan oleh Dursasana
yang berusaha menelanjanginya sampai sampai
terucaplah sumpah Dewi Drupadi yang tidak akan
mengeramas rambutnya sebelum dicuci oleh darah Dursasana, untunglah Batara Darma
menolong Drupadi sehingga
ia tidak dapat ditelanjangi. Pada tahun terakhir
sebagai buangan, Pandawa menyamar sebagai rakyat biasa di suatu kerajaan bernama Wirata.
Disana Puntadewa lalu menjadi ahli politik dan
bekerja sebagai
penasehat tak resmi raja yang bernama Lurah Dwijakangka.
Puntadewa memiliki jimat
peninggalan dari Prabu Pandu berupa
Payung Kyai Tunggulnaga dan Tombak Kyai Karawelang,
Keris Kyai Kopek, dari Prabu Yudistira berupa
Sumping prabangayun, dan Sangsangan robyong yang
berupa kalung. Jika puntadewa marah dan tangannya
menyentuh kalung ini makan seketika itu pulalah,
ia dapat berubah menjadi raksasa bernama Brahala
atau Dewa Mambang sebesar gunung anakan dan
yang dapat meredakannya hanyalah titisan Batara Wisnu
yang juga dapat merubah diri menjadi Dewa Amral.
Selain itu Puntadewa juga memiliki pusaka bernama
Serat Jamus Kalimasada. Kemudian
atas bantuan dari Werkudara, adiknya, akhirnya
Puntadewa menjadi raja besar setelah mengadakan
Sesaji Raja Suya yang dihadiri oleh 100 raja dari
mancanegara. Dengan demikian Puntadewa menjadi seorang
raja besar yang akan menjadi anutan bagi raja-raja di dunia.
Pada Perang besar Baratayuda
Jayabinangun, Puntadewa menjadi
senapati perang pihak pandawa menghadapi raja dari
kerajaan Mandraka, Prabu Salya. Puntadewa pun akhirnya
behasil membunuh Salya meskipun sebenaranya
ia maju kemedan perang dengan berat hati. Saat
perang Baratayuda terjadi pun, Puntadewa pernah melakukan
tindakan tercela yang mengakibatkan senapati perang
Kurawa yang juga gurunya, Dang Hyang Dorna terbunuh.
Dikisahkan sebagai berikut, saat para pandawa berhasil
membunuh gajah Estitama, seekor gajah milik Astina.
Drona yang samar-samar mendengar
“….tama mati!” menjadi bigung, mungkin saja
Aswatama, putranya telah
mati, dan lari menuju pesanggrahan Pandawa,
Drona tahu benar siapa yang harus ditanyai, Puntadewa,
seorang raja yang selama hidupnya tak pernah
berbohong. Saat itu Puntadewa atas anjuran Kresna
menyebutkan bahwa Hesti (dengan nada lemah) dan
tama (dikeraskan) memang telah mati, Drona yang mendengar
hal itu menjadi tambah panik karena menurut pendengarannya
yang telah kabur, putra tunggalnya telah
tewas. Drona pun kemudian tewas oleh Drestajumena
yang mamanggal lehernya saat Drona dalam
keaadaan ling-lung. Dalam hal ini dapat di petik sebuah
pelajaran bahwa dalam hidup ini sebuah kejujuran
pun tidak dapat dilakukan secara setengah-setengah, memang Puntadewa tidak
pernah berbohong, namun
sikap setengah-setengah tersebut pulalah yang mangakibatkan
kematian guru besar Astina tersebut.
Setelah selesai Baratayuda, Puntadewa menjadi raja
di Astina sebentar dengan gelar Prabu
Kalimataya. Lalu di gantikan
oleh cucu dari Arjuna yang bernama Parikesit dengan
gelar Prabu Kresnadwipayana. Setelah tua, Puntadewa
lalu memimpin adik-adiknya untuk naik ke Puncak
Himalaya untuk mencapai nirwana. Disana satu persatu
istri dan adik-adiknya meninggal, lalu hanya ia dan
anjingnya lah yang sampai di pintu nirwana, di sana Batara Indra menolak membawa masuk
anjing tersebut, namun
puntadewa bersikeras membawanya masuk. Lalu setelah
perdebatan panjang anjing tersebut berubah menjadi
Batara Darma dan ikut ke nirwana bersama Puntadewa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya