HIKAYAT SULTAN ACEH ISKANDAR MUDA
RINGKASAN CERITA
Sultan
Iskandar Muda terkenal arif dan bijaksana. Di bawah pemerintahannya negeri Aceh
aman dan makmur. Suatu waktu Sultan mengirim sejumlah barang kepada Raja Rom di
Mekah sebagai tanda persahabatan. Dengan tiga buah kapal sebuah perutusan. Aceh
menuju Mekah. Dalam perjalanan ketiga kapal itu tesesat. Perbekalan sudah
habis. Negeri yang dituju belum kelihatan. Barang-barang bawaan sebagai
persembahan kepada Raja habis dijual dalam perjalanan untuk keperluan anak buah
kapal. Sesudah tiga tahun barulah perutusan Aceh sampai di Mekah. Mereka
gelisah karena barang-barang yang dibawa sudah dijual.
Dengan
membawa hanya secupak lada, perutusan Aceh menghadap Raja Rom serta menyerahkan
sepucuk surat dari Sultan Iskandar Muda sambil menceritakan apa yang mereka alami
dalam perjalanan. Raja Rom sangat gembira menerima surat dari Aceh. Dengan
segala senang hati baginda menerima kiriman secupak lada. Sebagai balasan Raja
Rom menyerahkan sepucuk meriam kepada Raja Aceh. Meriam itu kemudian terkenal
dengan nama Lada Sicupak. Selain itu dikirim pula ke Aceh dua belas orang
pahlawan yang ahli dalam pembuatan alat senjata.
Sesudah
tiga bulan berlayar ketiga kapal sultan tiba kembali di Aceh. Sultan menerima
dengan segala senang hati kedua belas orang pahlawan hadiah Raja Rom. Dengan
bantuan sejumlah rakyat kedua belas orang tenaga ahli dari Mekah itu membangun
istana raja dan benteng pertahanan. Didirikan pula sebuah bangunan yang
kemudian terkenal dengan nama Gunongan. Disebelahnya dibangun sebuah balai
pertemuan tempat sultan mengadakan pertemuan tiap hari Senin dan Kemis.
Kemudian dibangun pula sebuah mesjid yang diberi nama Mesjid Raya.
Setahun
lamanya rakyat Aceh bekerja di bawah pimpinan dua belas orang pahlawan dari
Mekah. Istana dan benteng pertahanan lengkap dengan alat-alat perang selesai
dibangun. Dalam surat rahasia yang dikirim oleh Raja Rom dijelaskan bahwa
sesudah selesai melakukan tugas, kedua belas orang pahlawan itu harus dibunuh
karena sebenarnya mereka adalah orang-orang jahat. Sultan Aceh sangat sayang
kepada mereka karena jasa membangun negeri. Tiada berapa lama kemudian apa yang
tertulis dalam surat Raja Rom ternyata benar. Tiap hari mereka membuat gaduh di
pasar. Membeli tanpa membayar adalah perbuatan mereka sehari-hari. Akhirnya
kejahatan mereka makin meningkat. Sultan dan menteri-menteripun tidak dihormati
lagi oleh mereka. Barulah Sultan mencari jalan untuk melenyapkan mereka. Ketika
sedang menggali sebuah lobang yang dalam, mereka dilempari dengan batu oleh
orang banyak hingga tewas. Rakyat merasa aman kembali.
Tersebutlah dua orang raja bersaudara di Johor bernama Raja Raden dan Raja Si Ujut. Raja Raden dikenal baik budi, sedangkan Si Ujut termasyhur karena perangainya yang jahat. Mereka merencanakan menyerang negeri Pahang dengan janji apabila berhasil, Putri Pahang akan menjadi isteri Raja Raden.
Tersebutlah dua orang raja bersaudara di Johor bernama Raja Raden dan Raja Si Ujut. Raja Raden dikenal baik budi, sedangkan Si Ujut termasyhur karena perangainya yang jahat. Mereka merencanakan menyerang negeri Pahang dengan janji apabila berhasil, Putri Pahang akan menjadi isteri Raja Raden.
Angkatan perang Johor sudah berada di tepi pantai.
Negeri Pahang tidak mau menyerah. Pecahlah perang seru antara Johor dan Pahang.
Perang laut berlanjut di darat. Tentara Pahang akhirnya kalah. Putri Pahang
ditawan dan dibawa ke kapal. Sampai di Johor Si Ujut memungkiri janjinya. la
ingin memiliki Putri Pahang. Raja Raden tetap memegang janjinya. Karena tidak
ada yang mau mengalah keduanya sepakat untuk pergi ke Aceh alias Pulo Ruja,
untuk meminta pendapat Sultan Iskandar Muda yang terkenal adil itu.
Dengan membawa Putri Pahang dan diiringi sejumlah pasukan, Raja Raden dan Si Ujut berlayar menuju Aceh. Disana mereka diterima dengan baik oleh Sultan. Sesudah menerima keterangan dari kedua pihak Sultan meminta waktu selama tiga hari sebelum memberikan pendapatnya. Sementara itu seorang menteri mengajak kedua raja dari Johor itu memeluk agama Islam. Si Ujut menolak mentah-mentah sedang Raja Raden berpikir-pikir dahulu. Tiga hari berselang Sultan menjatuhkan keputusannya yaitu Putri Pahang adalah milik Raja Raden. Si Ujut amat marah mendengar keputusan itu. Raja Raden dan Putri Pahang atas kemauan sendiri memeluk agama Islam. Si Ujut pulang ke Johor.
Dengan membawa Putri Pahang dan diiringi sejumlah pasukan, Raja Raden dan Si Ujut berlayar menuju Aceh. Disana mereka diterima dengan baik oleh Sultan. Sesudah menerima keterangan dari kedua pihak Sultan meminta waktu selama tiga hari sebelum memberikan pendapatnya. Sementara itu seorang menteri mengajak kedua raja dari Johor itu memeluk agama Islam. Si Ujut menolak mentah-mentah sedang Raja Raden berpikir-pikir dahulu. Tiga hari berselang Sultan menjatuhkan keputusannya yaitu Putri Pahang adalah milik Raja Raden. Si Ujut amat marah mendengar keputusan itu. Raja Raden dan Putri Pahang atas kemauan sendiri memeluk agama Islam. Si Ujut pulang ke Johor.
Oleh
karena ancaman Si Ujut selalu membayanginya maka Raja Raden menyerahkan Putri
Pahang menjadi permaisuri Sultan Aceh. Raja Raden tidak bermaksud pulang ke
Johor lagi. la dinikahkan dengan adik kandung Sultan Aceh bernama Putri Ti
Jeumpa.
Si
Ujut masih menaruh dendam kepada Sultan Aceh. Dengan armadanya yang besar ia
berlayar menuju Pulo Ruja. Di sana ia diterima dengan baik oleh Sultan Aceh,
namun dendamnya tidak dapat dikendalikan. Ia mulai mencari gara-gara.
Perampokan dilakukan dimana-mana tetapi Sultan tetap sabar. Ia membujuk Raja
Raden supaya kembali ke Johor tetapi raja yang sudah beragama Islam ini
menolak. Si Ujut bertambah marah. Kampung Ladong dibumihanguskan. Harta rakyat
dirampok. Banyak penduduk yang menjadi korban keganasannya sebelum ia
meninggalkan tanah Aceh.
Di
Johor Si Ujut mengadakan persiapan perang. Sementara itu Sultan Aceh amat marah
demi mendengar laporan tentang kejahatan Si Ujut. Baginda bermusyawarah dengan
Raja Raden. Mereka sepakat untuk mengejar Si Ujut ke Johor.
Rakyat
Aceh dikerahkan membuat kapal-kapal perang. Ketika itu di tepi pantai terdampar
sebatang pohon kayu yang besar. Sultan memerintahkan membuat sebuah kapal dari
batang kayu tersebut. Tidak kurang dari seribu buah kapal selesai dibangun
selama delapan bulan. Kapal yang dibuat dari kayu hanyut itu dinamakan Cakra
Donya. Ke daerah-daerah pesisir Sultan mengirim surat memberitahukan supaya
rakyat bersiap-siap untuk melawan Raja Si Ujut. Putri Pahang yang arif
menasihati Sultan agar sebelum serangan dilakukan terlebih dahulu diangkat
seorang Panglima perang, dan ulama dari Meureudu bernama Ja Pakeh diangkat
sebagai penasihat agama. Selain itu diingatkan pula supaya tidak membunyikan
meriam apabila meliwati negeri Asahan sebab dikuatirkan timbul pertikaian. Raja
Asahan terkenal dengan balatentaranya yang banyak dan gagah berani.
Sesudah
menerima saran-saran dari Putri Pahang, Sultan berangkat diiringi para menteri
dan hulubalang serta balatentaranya. Mereka berjalan melalui darat dan akan
menaiki kapal di Kuala Jambu Aye. Kapal-kapal perang berlayar menyusuri pantai
mengikuti rombongan Sultan. Di Pidie rombongan beristirahat. Panglima Pidie dan
pasukannya menghadap Sultan menyatakan dukungannya. Kapal-kapal perang Pidie
bergabung dengan armada Cakra Donya. Kemudian Sultan meneruskan perjalanan dan
sampai di Meureudu beristirahat lagi. Daerah Meureudu ketika itu dalam keadaan
sepi karena banyak penduduknya sedang merantau mencari rezeki. Sesudah tujuh
hari, rakyat yang bepergian baru pulang. Sultan menunjukkan kemarahannya dengan
tidak menerima hadiah dari penduduk. Ja Pakeh menjelaskan bahwa rakyat Meureudu
dalam keadaan kesulitan bahan makanan dan Sultan tidak mengangkat seorang
hulubalang yang mengatur negeri. Sultan tenang kembali seraya menyatakan bahwa
Meureudu langsung di bawah pemerintahannya. Kemudian Sultan menyatakan
rencananya hendak menyerang Johor. Ja Pakeh menyetujuinya.
Dengan
disertai Ja Pakeh dan pasukan Meureudu, rombongan berangkat lagi dan tak lama
sampai di Samalanga. Rakyatnya dengan serta merta menggabungkan diri dengan
pasukan Sultan. Sampai di Pausangan rombongan berhenti lagi. Panglima Peusangan
siap menyerang Johor, tetapi bermohon supaya penduduknya tidak ikut serta
karena sedang sibuk memelihara ulat sutra dan mencari gajah buat Sultan. Sultan
menyetujuinya. Sesudah dua hari di Peusangan pasukan berangkat lagi dan
beberapa hari kemudian sampailah di Jambu Aye dimana kapal-kapal perang siap
menanti. Musyawarah diadakan. Atas usul Panglima Pidie, Malem Dagang dari
Meureudu diangkat sebagai penglima perang. Panglima Pidie sendiri dan Raja Raden
diangkat sebagai panglima pendamping. Upacara pelantikan diadakan. Ja Pakeh
membaca doa selamat.
Semua
persiapan sudah rampung. Semua pasukan naik ke kapal. Sultan sendiri naik ke
Cakra Donya. Berlayarlah armada Aceh menuju arah timur. Sampai diperairan
Asahan, Sultan teringat pesan Putri Pahang tidak membunyikan meriam di daerah
tersebut. Namun Sultan ingin menguji kebenaran Putri Pahang. Maka atas
perintahnya meriam dibunyikan. Dengan segera dibalas oleh tentara Asahan.
Armada Aceh berhenti. Utusan Raja Asahan datang menanyakan maksud kedatangan
armada Aceh. Malem Dagang menjelaskan rencana yang sebenarnya yaitu hendak
menyerang Johor. Utusan Raja Asahan menyatakan bahwa angkatan perang Asahan
ingin mencoba kekuatannya dengan balatentara Aceh. Sultan dan Malem Dagang siap
menghadapi tantangan Raja Asahan.
Pihak
Asahan mulai menembaki kapal-kapal perang Aceh. Pertempuran dahsyat segera
mulai. Sesudah mendapat petunjuk-petunjuk dari Ja Pakeh pasukan Aceh mendarat
di bawah pimpinan Malem Dagang bersama Raja Raden dan Panglima Pidie. Perang
berkecamuk di tepi pantai. Pasukan Asahan mengundurkan diri ke benteng
pertahanan istana. Dalam sepuluh hari istana kerajaan dapat direbut. Raja
Asahan bersama pasukannya melarikan diri. Ketiga orang panglima perang Aceh
memasuki istana. Permaisuri raja ditawan dan dibawa ke kapal.
Sesudah
pasukan Aceh berada kembali di kapal, Raja Asahan pulang ke istananya. Alangkah
sedihnya ia ketika mengetahui bahwa isterinya sudah dibawa ke kapal. Seorang
menteri menyarankan supaya Raja Asahan menyerah dan minta ampun dari raja Aceh.
Dengan membawa hadiah berupa buah-buahan Raja Asahan dan para menterinya pergi
menghadap Sultan di atas kapal perang. Ia menyatakan menyerah kalah. Permaisuri
diserahkan kembali, lalu Raja Asahan menyatakan pula bahwa ia beserta seluruh
rakyatnya bersedia memeluk agama Islam.
Armada
Aceh melanjutkan pelayaran dipimpin oleh Raja Raden dan Panglima Pidie sedang
Malem Dagang dan Ja Pakeh untuk sementara tinggal di Asahan. Dalam beberapa
hari armada Aceh tiba di kuala Johor. Tembakan meriam dilepaskan, Tetapi tidak
ada balasan dari darat. Si Ujut ketika itu sedang berada di Guha mencari
bantuan dalam rangka persiapan hendak menyerang Aceh.
Ketika
mengetahui Johor diduduki balatentara Aceh, Si Ujut amat marah. Ia mengepung
pasukan Aceh dari darat dan laut. Sementara itu pasukan yang berada di bawah
pimpinan Malem Dagang sudah meninggalkan Asahan. Di laut Banang mereka bertemu
dengan armada Si Ujut. Pertempuran laut terjadi. Sultan Iskandar muda yang
masih berada di Johor diberi tahu. Dengan segera pasukan Sultan menuju laut
Banang. Pertempuran laut makin seru. Mula-mula angkatan perang Aceh hampir
terdesak, tetapi sesudah Ja Pakeh berdoa kepada Tuhan dan memberi semangat
kepada Sultan dan ketiga orang panglima, mereka dapat mengimbangi lagi serangan
Si Ujut.
Sebulan
sudah peperangan berlangsung. Belum ada tanda-tanda pihak mana yang akan
menang. Suatu malam Panglima Pidie bermimpi seolah berenang di laut lepas lalu
tenggelam dibawa arus. Ja Pakeh yang diberi tahu tentang mimpi itu meneteskan
air mata karena meramalkan ajal Panglima Pidie sudah dekat. Ketika kapalnya
mendekati kapal musuh ia kena tembakan Si Ujut dan tewas seketika. Panglima
Pidie diganti oleh Japu Intan, seorang pahlawan berasal dari Jawa yang sudah
lama berteman baik dengan Sultan Aceh.
Semangat tentara Aceh tidak kendur bahkan lebih gigih menggempur tentara Johor. Akhirnya pasukan Johor mengundurkan diri. Tetapi Si Ujut tetap melawan. Ketika kapalnya dirapati kapal perang Aceh, Malem Dagang melompat ke kapal Si Ujut. Raja Raden dan Japu Intan juga turut serta. Malem Dagang langsung berhadapan dengan Si Ujut . Keduanya kebal besi. Tiga hari mereka bertarung. Akhirnya Si Ujut mulai lemah. Pasukannya banyak yang sudah melarikan diri. Ia tersungkur di tangan Malem Dagang. Si Ujut dirantai dan dibawa ke hadapan Sultan sebagai tawanan.
Semangat tentara Aceh tidak kendur bahkan lebih gigih menggempur tentara Johor. Akhirnya pasukan Johor mengundurkan diri. Tetapi Si Ujut tetap melawan. Ketika kapalnya dirapati kapal perang Aceh, Malem Dagang melompat ke kapal Si Ujut. Raja Raden dan Japu Intan juga turut serta. Malem Dagang langsung berhadapan dengan Si Ujut . Keduanya kebal besi. Tiga hari mereka bertarung. Akhirnya Si Ujut mulai lemah. Pasukannya banyak yang sudah melarikan diri. Ia tersungkur di tangan Malem Dagang. Si Ujut dirantai dan dibawa ke hadapan Sultan sebagai tawanan.
Raja
Malaka yang memihak Johor bermaksud membebaskan. Si Ujut. Ketika sedang
melakukan persiapan perang, angkatan laut kerajaan Aceh sudah berada di
perairan Malaka. Pasukan Malaka menembaki kapal-kapal perang Aceh. Panglima
Japu Intan beserta sejumlah pasukannya turun ke darat untuk mengatur siasat.
Kedatangan pasukan Japu Intan rupanya diketahui oleh pasukan Malaka. Japu Intan
tewas dalam pertempuran itu dan mayatnya dapat dibawa oleh anak buahnya ke
kapal. Malem Dagang dan Raja Raden bersama pasukannya mendarat.
Meskipun mendapat perlawanan tangguh, Malem Dagang
terus mendesak dan akhirnya Raja Malaka bersama seluruh pasukannya melarikan
diri. Benteng Malaka diduduki. Sesudah tiga bulan ditunggu dan Raja Malaka
tidak pulang-pulang, angkatan perang kerajaan Aceh meninggalkan Malaka menuju
Pulo Ruja. Di Asahan, Sultan singgah sebentar mengambil jenazah Panglima Pidie
yang dikubur sementara di tepi pantai. Di Pidie Sultan mendarat lagi untuk
menguburkan kembali jenazah Panglima Pidie.
Di kuala Aceh Sultan disambut dengan tembakan-tembakan
meriam. Putri Pahang membawa Sultan ke istana. Si Ujut dimasukkan ke dalam
tahanan. Sesudah sebulan berada di Meureudu, Malem Dagang kembali ke Banda
Aceh. Si Ujut digiring ke hadapan Sultan dalam keadaan dirantai. Ja Pakeh
meminta kepada Si Ujut supaya menyerah namun ia tetap menolak. Ia dijatuhi
hukuman mati. Malem Dagang melaksanakan perintah Sultan tetapi tiada senjata
yang dapat melukainya. Berbagai cara dilakukan namun Si Ujut tahan terhadap
segala macam senjata. Tidak pula mati dengan cara ditumbuk dalam lesung besi.
Meskipun tidak cidera akhirnya Si Ujut merasa sekujur badannya sakit. Ia
sendiri memberitahukan kepada Malem Dagang bahwa yang dapat menghabisi nyawanya
ialah kayu geureutoe. Dengan kayu itulah Malem Dagang menamatkan riwayat raja
dari Johor itu. Dengan tewasnya Si Ujut negeri Aceh bertambah makmur di bawah
pimpinan Sultan Iskandar Muda dengan dibantu oleh Panglima Malem Dagang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya