Hikayat Maharaja Ali
-> Sastra Melayu Klasik
Maharaja Ali memerintah di negeri
Badraga. Karena selama
beberapa tahun dari perkawinannya dengan permaisuri
Hasinan tidak dianugerahi seorang anak, maka
dia rajin berdoa serta memohon kepada Tuhan agar
dianugerahi buah hati. Tidak berapa lama kemudian permaisuri
melahirkan seorang anak lelaki. Selang berapa tahun
kemudian anaknya yang kedua dan ketiga lahir, juga
lelaki. Seorang ahli nujum meramalkan bahwa kelak anak
sulungnya akan menjadi sumber malapetaka karena perangainya
yang buruk. Maharaja Ali disarankan agar membuang
anaknya itu jauh-jauh dari sisinya. Saran itu diabaikan
karena maharaja dan permaisuri sangat menyayangi
anak-anaknya.
Ramalan ahli nujum ternyata benar.
Setelah dewasa tabiat buruk
Baharum Syah, anak sulung Maharaja Ali, semakin
tampak. Dia gemar membunuh, menganiaya dan memperkosa
anak para pejabat dan pegawai istana, serta
mengambil istri orang lain melalui jalan kekerasan.
Rakyat negeri Badraga tidak tahan
lagi. Dia meminta Maharaja
Ali dan keluarganya pergi jauh-jauh meninggalkan
negeri, seraya mengancam apabila raja tidak
mau pergi maka rakyatlah yang akan meninggalkan negeri
Badraga. Karena begitu kuatnya desakan rakyat, Maharaja
Ali sekeluarga akhirnya pergi meninggalkan negerinya.
Dalam perjalanan, di tengah hutan Maharaja Ali
diserang perampok. Seluruh miliknya ludes dirampas. Anak sulungnya lari dan tersesat di
hutan rimba. Maharaja Ali
serta permaisuri dan dua anaknya melanjutkan
perjalanan. Mereka tiba di negeri Kabitan. Raja
negeri itu bernama Sardala. Pada suatu hari Hasinan dan dua anaknya pergi ke kota untuk
minta sedekah. Seorang wazir
melihat kecantikan Hasinan dan member tahu
raja Sardala. Dengan berbagai tipu muslihat mereka memancing Hasinan masuk istana, dan
menutup pintu gerbang. Dua
anaknya tidak diperbolehkan masuk ke dalam.
Mendengar istrinya masuk ke dalam jerat raja Sardala,
Maharaja Ali sakit hatinya. Dia pun meneruskan perjalanan
dengan dua anaknya yang masih kecil.
Suatu hari
sampailah mereka di tepi sungai besar. Maharaja Ali berusaha menyeberang tetapi disambar
oleh buaya. Seketika
Maharaja Ali tewas. Dua anaknya dipiara seorang
penambang miskin. Sementara itu raja Serdala berusaha
membujuk Hasinan supaya mau menjadi gundiknya.
Untuk mengulur waktu, Hasinan menyampaikan
sebuah cerita yang panjang selama berhari-hari
kepada raja Sardala. Namun raja Sardala terus
membujuk dan merayu Hasinan. Karena pertahanannya
semakin lemah, Hasinan berdoa dan memohon
agar Tuhan menjatuhkan penyakit lumpuh kepada
Serdala. Dengan demikian raja itu tidak berdaya lagi
untuk merayunya.
Sekali peristiwa Nabi Isa menjumpai
tengkorak Maharaja Ali di
tepi sungai. Tengkorak itu bercerita panjang
lebar tentang nasibnya yang malang di dunia, walaupun
dia seorang raja yang pernah berkuasa, dan meminta
Nabi Isa agar berdoa untuknya serta berharap Tuhan
menghidupkan lagi dirinya agar bisa bertemu istri yang
dicintai dan dapat memerintah kembali di negeri Badraga
sebagai raja yang adil serta dicintai rakyat.
Berkat pertolongan Allah s.w.t. Setelah
Maharaja Ali bertobat, Nabi
Isa menghidupkannya kembali dan menobatkannya
menjadi raja di negeri Badraga. Kecuali itu
Nabi Isa mengajari Maharaja Ali ilmu kedokteran dan mujarobat. Dua putranya yang diasuh
penambang tiba istana meminta
sedekah. Maharaja Ali yang tidak lagi mengenalnya
mengangkat mereka sebagai biduanda. Nama
Maharaja Ali sebagai penguasa yang adil di negeri
Badraga dan pandai mengobati segala penyakit, masyhur
ke mana-mana. Raja Serdala yang mendengar berita
itu segera pergi kepadanya untuk berobat. Maka pergilah
ia bersama Hasinan berlayar ke Badraga. Raja Serdala
diterima oleh Maharaja Ali dengan berbagai kehormatan,
dan menyuruh dua orang biduandanya pergi ke
kapal, menjaga istri raja Serdala.
Setiba di kapal biduanda itu bercakap-cakap satu dengan
yang lain, dan Hasinan yang
secara kebetulan mendengar percakapannya
itu mengetahui bahwa mereka adalah dua orang
anaknya yang hilang. Penuh kegembiraan dipeluk dan
diciumnya kedua anaknya itu. Maharaja Ali yang mendapat
laporan tenteng kejadian itu marah dan bertindak.
Dia memerintahkan agar kedua biduandanya itu
dijatuhi hukuman mati.
Setelah beberapa hari dua biduanda
itu meringkuk dalam penjara,
baru hukuman matinya dilaknakan. Ternyata
algojo yang diberi tugas memancung kedua tahanan
itu adalah Baharum Syah, anak sulung Maharaja Ali
sendiri. Sangat beruntung sebelum hukuman mati dilaksanakan
dua biduanda itu sempat bercakap-cakap dan
percakapan mereka didengar oleh alogojo. Melalui percakapan
itu Baharum Syah tahu bahwa dua biduanda itu
tidak lain adalah adik kandungnya yang terpisah lama.
Pagi-pagi sekali algojo menghadap
Maharaja Ali dan bercerita
tentang semua yang didengarnya. Kini jelaslah bagi
Maharaja Ali bahwa Hasinan adalah istrinya sendiri, dua biduanda dan algojo adalah putra-putranya
sendiri. Setelah raja Serdala berhasil
disembuhkan Maharaja Ali menyuruhnya
pulang. Raja Serdala mendapat istri baru hadiah
Maharaja Ali, yakni putri seorang menteri yang tak
kalah cantik dan bahkan jauh lebih muda dari Hasinan.
Thank you
BalasHapus