HIKAYAT
SEJARAH MELAYU
Naskah
Asli
Kata sahibul hikayat, maka
tersebutlah perkataan Sang
Nila Utama tinggal di Bitan beristrikan
Wan Seri Beni. Anak Raja Bitan terlalu amat
berkasih-kasihan. Hatta beberapa lamanya, pada
suatu hari, Sang Nila Utama hendak pergi beramai-ramaian
ke Tanjung Bemban, hendak membawa
perempun Baginda. Maka Baginda pun bermohon
kepada Bunda Baginda, permaisuri Iskandar
Syah. Maka titah Bunda Baginda :
“Apa kerja anak kita pergi ke sana? Tidakkah rusa dan pelanduk dengan
kandangnya, dan tidakkah
kijang, landak dengan karungannya? Tidakkah
segala ikan dan kerang-kerangan didalam kolam?
Dan tiadakah buah-buahan dan bunga-bungaan dalam taman? Mengapakah maka anak
kita hendak bermain jauh?”
Maka sembah Sang Nila Utama :
”Segala anak sungai Bitan ini telah habislah
sudah tempat beta bermain :
Bahwa Tanjung Bemban ini ditawarkan
orang terlalu baik. Itulah sebabnya maka
beta hendak pergi. Dan jikalau tiada diberi beta
pergi beta bermain ke Tanjung Bemban ini, duduk
mati, berdiri mati, serba mati.”
Maka beberapa dilarang permaisuri
Iskadar Syah, Baginda bermohon juga pergi. Maka
titah permaisuri. ”Daripada sebab kita anak
kita mati, baiklah anak
kita pergi.”
Maka permaisuri pun menyuruh berlengkap pada Indera Bupala dan pada
Aria Bupala : Telah sudah lengkap maka Sang
Nila Utama pun berangkatlah dengan raja
perempuan sekali. Maka
segala lancing kenaikan pun didayung oranglah.
Adapun kenaikan Baginda lancaran bertiang
tiga, pilah peraduan dalam kelambu tirai dalam
kurung, serta pemandian, dan perlengkapan bermasak-masak.
Maka rupa perahu orang yang mengiringkan
tiada terbilang lagi.
Telah datang ke Tanjung Bemban maka Baginda pun turun bermain ke pasir. Maka
raja perempuan pun turun dengan segala bini
orang besar-besar dan orang kaya-kaya bermain
di pasir itu mangambil kerang-kerangan. Maka raja perempuan duduk dibawah pohon padan
dihadap bini segala orang kaya-kaya. Maka
Baginda terlalu suka
melihat kesukaan dayang-dayang bermain itu. Masing-masing
pada kesukaannya : Ada yang mengambil
siput, ada yang mengambil kupang, ada yang
mengambil ketam, ada juga yang mengambil lokan,
ada yang mengambil kayu olah hulaman, ada
yang mengambil bunga karang, ada yang mengambil
agar-agar. Maka terlalulah suka cita segala
dayang-dayang itu : Ada yang membuatbunga-bungaan diperbuat sunting,
masing-masing dengan tingkah
lakunya, dan ada yang berlari terhambat-hambatan
teserandung jatuh rebah rempah
daripada sangat sukanya itu.
Adapun Sang Nila Utama dengan segala menteri, pegawai, dan rakyat pergi
berburu. Maka terlalulah
banyak beroleh perburuan. Hatta maka lalu
seekor rusa di hadapan Sang Nila Utama, maka ditikam
Baginda sekali lagi, kena rusuknya, terus
lalu mati. Maka Sang Nila Utama datang pada suatu batu, terlalu besar dengan tingginya,
maka Baginda naik ke atas
batu itu memandang ke seberang. Pasirnya
terlalu putih seperti kain terhampar. Maka
Baginda pun bertanya pada Indera Bupala , “Pasir
yang kelihatan itu tanah mana?”
Maka sembah Indera Bupala : “Itualah
ujung tanah besar, Temasik namanya.”
Maka titah Sang Nila Utama : “Mari
kita pergi ke sana.”
Maka sembah Indera Bupala : “Mana
titah tuanku.”
Maka Sang Nila Utama pun naiklah ke perahu lalu menyeberang.
Setelah datang ke tengah laut,
ribut pun turun : maka
kenaikan itu pun keairan, maka pertimba
orang tiada tertimba air ruang lagi.
Maka disuruh penghulu kenaikan
membuang; maka beberapa harta dibuangkan, tiada beberapa lagi yang tinggal. Maka kenaikan itu
hampir ke teluk Belanga,
makin sangat air naik; maka di buang
orang segala harta yang lagi tinggal itu, hanyalah
mahkota juga yang ada lagi, tiada juga kenaikan
itu timbul.
Maka sembah penghulu kenaikan
kepada Sang Nila Utama : ”Tuanku, kepada bicara
patik sebab mahkota ini juga gerangan maka
kenaikan kapal ini telah habislah sudah. Jikalau
mahkota ini tiada
dibuangkan, tiadalah kenaikan ini timbul dan tiadalah
tebela oleh patik sekalian.”
Maka titah Sang Nila Utama :
“Jikalau demikian, buangkanlah mahkota ini.”
Maka dibuangkan oranglah mahkota
itu. Hatta maka ribut itu pun teduhlah, dan
kenaikan itu pun timbullah,
maka didayung oranglah ke darat. Setelah
sampai ke tepi pantai, maka kenaikan itu pun
dikepilkan oranglah; maka Sang Nila Utama naik
ke pasir dengan segala rakyat bermain,mengambil
segala kerang-kerangan; lalu Baginda
berjalan ke darat bermain ke padang kuala Temasik
itu.
Syahdan maka dilihat oleh segala
mereka itu seekor binatang
maha tangkas lakunya, merah warna
tubuhnya, hitam kepalanya dan putih dadanya.
Dan sikapnya terlalu pantas dan perkasa dan
besarnya besar sedikit daripada kambing randuk.
Telah ia melihat orang banyak maka ia berjalan
ke darat lalu lenyap. Maka Sang Nila Utama
bertanya pada segala orang yang ada sertanya
itu:” Binatang apa itu?”
Maka seorang pun tiada tahu.
Maka sembah Demang Lebar Daun, ”Tuanku, ada patik mendengar dahulu kala
singa yang demikian sifatnya. Baik tempat ini,
karena binatang gagah ada di dalamnya.”
Maka titah Sang Nila Utama pada
Indera Bupala ; “ Pergilah Tuan hamba kembali.
Katakan pada Bunda bahwa kita tiadalah kembali.
Jikalau ada kasih Bunda akan kita, berilah kita
rakyat dan gajah, kuda.
Kita hendak membuat negeri di Temasik
ini.”
Maka Indera Bupala pun kembali.
Telah datang ke Bintan maka ia pun masuk
menghadap permaisuri
Iskandar Syah. Maka kata Sang Nila Utama
itu semua di persembahkanya kepada permaisuri.
Maka kata permaisuri. “Baiklah,
yang mana kehendak anak
kita itu tidak kita lalui.”
Maka dihantari Baginda rakyat dan
gajah, kuda tiada teperamanai banyaknya. Maka
Sang Nila Utama pun
berbuat di negeri Temasik, maka di namai
Baginda Singapura. Maka Bat membacakan cirinya
: maka Sang Nila Utama digelarnya oleh Bat Seri
Teribuana.
Telah beberapa lamanya Seri
Teribuana kerajaan di
Singapura itu maka Baginda berputra dua
orang laki-laki. Keduanya baik paras; yang tua Raja
Kecil Besar namanya, yang muda Raja Kecil Muda
namanya.
Maka permaisuri Iskandar Syah dan
Deman Lebar Daun dirajakan Baginda di Bitan,
bergelar Tun Telanai. Dan daripada anak cucu
dialah berelar Telanai Bitani,
dan yang makan di balirung nasinya dan
sirihnya sekaliannya bertetampan belaka. Hatta
negeri Singapura pun besarlah, dan dagang pun
banyak datang berkampung terlalu ramai, dan Bandar
pun terlalu makmur.
SINOPSIS CERITA
Pada zaman dahulu kala hiduplah
Sang Nila Utama yang
tinggal di Bitan, ia memiliki seorang istri
yang bernama Wan Seri Beni. Sang Nila Utama adalah
putra dari Raja Iskandar Syah. Pada suatu ketika
Sang Nila Utama ingin pergi bersama-sama ke
Tanjung Bemban dan mengajak dayang-dayang Baginda
(Iskandar Syah). Lalu Banginda menceritakan
hal tersebut kepada permaisuri. Permaisuri
pun bertanya kepada Baginda “Apa yang
akan dilakukan anak kita disana? Apakah tidak ada
rusa dan pelanduk dikandangnya, serta kijang dan
landak didalam kurungannya? Apakah semua jenis
ikan dan kerang-kerangan tidak ada di kolam? Mengapa
anak kita ingin pergi terlalu jauh?”
Sang Nila Utama pun berkata kepada permaisuri, “ Semua sungai di Bitan ini
sudah saya kunjungi untuk
tempat bermain. Kabarnya di Tanjung
Bemban sangat baik. Dan jika saya tidak diizinkan
pergi ke Tanjung Bemban saya akan merasa
serba salah, karena hati saya tidak senang.”
Meskipun permaisuri tidak
mengizinkan, namun Baginda
Raja membujuk permaisuri untuk membiarkannya
pergi. “Daripada anak kita sedih sebaiknya
biarkan dia untuk pergi.”
Permaisuri pun menyuruh Indera
Bupala dan Aria Bupala untuk mempersiapkan
semuanya. Setelah semuanya
lengkap, Sang Nila Utama berangkat
bersama dayang-dayang Baginda. Semua perlengkapan
telah masuk ke dalam kapal dan kemudian
didayung untuk berlayar.
Setelah sampai ke Tanjung Bemban,
Sang Nila Utama turun dan berjalan melewati
pasir. Kemudian semua orang juga ikut turun
untuk bermain dan mengambil kerang-kerangan.
Sang Nila Utama sangat senang meihat
dayang-dayang bermain. Mereka
bermain dengan kesukaan masing-
masing.
Sedangkan Sang Nila Utama beserta
menteri, pegawai dan rakyatnya pergi untuk
beburu. Mereka mendapat hasil
buruan yang banyak. Tiba-tiba ada seekor
rusa dihadapan Sang Nila Utama yang kemudian
ditikam tepat dirusuknya lalu rusa itu mati. Sang Nila Utama kemudian mendekati sebuah batu besar dan tinggi kemudian naik
diatasnya dan memandang ke
seberang. Ia melihat pasir putih yang
terhampar. Ia pun bertanya kepada Indera Bupala,
“Pasir itu berada dimana?” Lalu Indera Bupala
menjawab, “Itu adalah ujung tanah besar, Temasik
namanya.”
“Mari kita kesana.” Perintah Sang
Nila Utama . Mereka pun naik perahu untuk menyeberang.
Setelah sampai di tengah laut
tiba-tiba ada badai besar yang
membuat air masuk ke dalam kapal.
Orang-orang pun menimba air tersebut agar kapal
tidak tenggelam. Penghulu kapal akhirnya meminta
untuk membuang beban berat di kapal, orang-orang
itu pun menurutinya. Mereka membuang
semua harta dan hanya menyisakan mahkota
raja. Akhirnya penghulu kapal berbicara kepada
Sang Nila Utama, “Tuanku yang tersisa hanyalah
mahkota jika kita membuangnya maka
kapal tidak akan tenggelam dan badai akan segera reda.
Sang Nila Utama menjawab, “Jika
demikian maka buanglah.” Kemudian orang- orang
tersebut membuang mahkota raja. Beberapa saat
kemudian badai reda dan orang-orang mendayung
kapal ketepian pantai. Sesampainya di pantai,
Sang Nila Utama turun dan
berjalan melewati pasir putih hingga
sampai kepada kuala Temasik.
Beberapa saat kemudian mereka
melihat seekor binatang yang lincah, dengan
tubuh berwarna merah , kepalanya berwarna
hitam serta dadanya yang
putih. Binatang itu terlihat sangat kuat
dan badannya lebih besar dibandingkan dengan
kambing randuk. Binatang itu melihat orang disekitar
kemudian menuju ke daratan dan menghilang.
Sang Nila Utama pun bertanya-tanya kepada
orang-orang, “Binatang apa
itu?” Namun tidak ada
seorang pun yang tahu.
Akhirnya Demang Lebar Daun
bercerita pada Sang Nila
Utama, “Tuanku, pada zaman dahulu
kala ada seekor singa yang memiliki sifat seperti
itu. Termasuk di tempat ini juga terdapat banyak
binatang buas.”
Kemudian Sang Nila Utama mengutus
Indera Bupala, “Pulanglah ke kerajaan. Dan katakana kepada Bunda bahwa kami tidak akan
kembali. Mintalah kepada Bunda untuk mengirimkan
rakyat, gajah, dan kuda. Kita akan membuat
negeri di Temasik ini.”
Indera Bupala akhirnya kembali ke
Bitan dan menyampaikan pesan Sang Nila Utama
kepada permaisuri. Sang permaisuri pun
menyetujui permintaan Sang
Nila Utama. Sang Nila Utama mendirikan
Kerajaan di Temasik yang kemudian diberi
nama Singapura.
Sang Nila Utama kemudian mendapat
gelar Bat Seri Teribuana. Setelah beberapa
lama raja Singapura yaitu
sang Nila Utama menikah dan memiliki
dua putra yang memiliki wajah yang tampan.
Anak pertama diberi nama Raja Kecil Besar,
sedangkan yang bungsu duberi nama Raja Kecil
Muda. Negeri Singapura menjadi negeri yang makmur
dan bandar pelabuhan menjadi pusat perdagangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya