Cerita Hidupku yang
Pilu
Namaku Sherin Erika Ningtias, aku
tinggal di desa Jambu, aku anak dari almarhum Barlian Joni dengan Aswani. Aku
mempunyai seorang adik perempuan yang bernama Febyan Dwi Putri. Ayahku
meninggal karena sakit paru-paru. Menurut dokter paru-paru yang sebelah kiri
sudah habis karena dinamakan kuman TBC. Kami sekeluarga sudah berusaha
mengobati ayahku dengan berbagai cara, Namun Allah berkehendak lain.
Pada saat ayahku meninggal, aku masih
berumur 10 tahun. Dimana aku masih sangat membutuhkan kasih sayang dari seorang
ayah. Tapi aku selalu berpikir positif, mungkin karena aku belum tahu benar apa
arti sesungguhnya dari semua ini.
Setelah ayahku meninggal aku
mendapatkan kasih sayang dari pakdeku, namun semua itu tidak berlangsung lama,
setelah 1 tahun lewat 3 hari ayahku meninggal, pakdeku ikut menyusul ayahku
pergi, sakit yang diderita pakdeku hampir sama dengan penyakit ayahku dulu,
disaat itulah aku merasa sangat sedih, padahal aku selalu berharap bahwa
pakdeku bisa berkumpul dengan kami lagi.
Sepertinya cobaan selalu datang
kepadaku baru 1 tahun pakdeku meninggal adik kandung pakdeku juga ikut pergi,
meninggalnya pakdeku yang kedua ini sangat mengguncang keluarga kami terutama
nenekku, bagaimana tidak nenekku sangat menyayanginya. Disaat nenekku naik
haji, pakdelah yang selalu menemani nenekku. Pakdeku yang meninggal pertama
mungkin nenekku masih bisa menahan dukanya karena waktu pakdeku sakit neneklah
yang selalu bolak-balik dari desa Jambu ke Penembang, dan waktu pakdeku yang
pertama meninggal nenek ada disampingnya pada saat ia sakratul maut. Tapi untuk
yang kali ini pakdeku meninggal tanpa sakit. Dan waktu nenekku sampai di Bumi
Ayu IV nenekku hanya bisa melihat pakdeku sudah ditutupi kain.
Pada saat nenekku tiba disana ia belum
tersadar bahwa pakdeku sudah tiada sehingga ia mengatakan sudah parah sekali
penyakit pamanmu ini cu, pada salah seorang bibiku langsung mengatakan bahwa
pakdeku sudah meninggal, setelah mendengar itu, nenekku langsung berteriak dan
berlari menuju jasad pakdeku. Lama nenekku menyembuhkan dukanya. Mungkin duka
nenekku tidak bisa disembuhkan dengan apapun.
Sampai saat ini aku sering sekali
melihat nenekku bersedih, sering sekali aku melihat nenekku memandangi foto
pakdeku sambil menangis, terkadang aku sedih melihatnya, dan aku seringkali
mendengar nenekku mengatakan bahwa benar-benar sudah tiada pakdemu Rin.
Terkadang ingin aku bertanya bagaimana caranya supaya duka nenek hilang. Sering
sekali nenek mengomel tanpa sebab. Mungkin karena tidak tahan menahan dukanya
sehingga nenek melampiaskannya dengan cara mengomel.
Sepertinya cobaan tidak mau pergi dari
kami ditahun 2013 kakek kandungku yaitu ayah dari ayahku meninggal. Hatiku
sangat hancur apalagi aku sudah 6 bulan tidak melihat kakekku. Aku tidak
menyangka kalau aku akan melihat kakekku pada saat ia terbujur kaku untuk yang
pertama dan terakhirnya. Rasanya seperti mimpi sering kali aku mengatakan pada
diriku tolong bangunkan aku dari mimpi ini aku nggak mau lagi bermimpi, tapi
inilah kenyataannya semua bukan mimpi. Lama aku memendam duka itu sampai saat
ini pun aku sering sekali menangis jika teringat dengan kakek.
Terkadang aku berpikir Allah tidak
adil terhadap hidupku, kenapa tuhan mengambil semua orang yang aku sayang. Kenapa
aku tidak sama dengan kehidupan orang lain. Sering sekali aku mengatakan, ambil
semua dariku tuhan, ambil jika memang itu yang engkau inginkan. Aku tahu, aku
tidak pantas mengatakan semua itu. Tapi aku sedih mengapa aku kehilangan semua
orang-orang yang aku sayangi. Aku selalu berharap ketika aku datang ke Datar
Lebar aku bisa melihat seorang laki-laki yang sudah berusia senja sedang duduk
di teras rumah sambil minum kopi dan mengatakan kesini kamu tadi cu. Dan aku
selalu berharap bahwa setiap kali aku kesana ia yang menyambutku sambil
tersenyum. Sering sekali aku menunggu di depan rumah sambil memandangi
bukit-bukit yang ada di sekeliling, dan saat itulah aku tersadar bahwa kakekku
benar-benar sudah tiada.
Pernah sekali aku pulang dari sekolah,
pada saat itu aku sendiri di rumah. Pada saat aku membuka pintu aku seperti
melihat bayangan ayahku. Ketika aku melihatnya, aku langsung menangis dan
terduduk, aku menangis sejadi-jadinya sambil aku mengatakan kembali ayah aku
mohon. Tapi aku sadar ayahku takkan kembali lagi.
Saat ibu mengomel ia seringkali
mengatakan bahwa kamu itu sudah yatim. Waktu kakekmu meninggal dulu kami sudah
besar dan sudah menikah. Mendengar semua itu, aku hanya bisa terdiam. Tapi
dalam hati aku mengatakan iya aku memang anak yatim, aku memang tidak
seberuntung kalian, tapi kalian harus tahu, tidak ada orang yang mau jadi anak
yatim di dunia ini. Tanya pada semua orang yang tidak mempunyai ayah, pasti
mereka akan menjawab sama seperti apa yang aku jawab.
Jika aku tahu akan menjadi anak yatim
mungkin aku tidak mau dihidupkan di dunia ini. Kalian tidak tahu betapa irinya
aku disaat semua orang bisa membanggakan ayah mereka, sedangkan aku hanya bisa
ikut tertawa saja. Aku juga ingin membanggakan ayahku, aku juga ingin
menceritakan kepada semua teman-temanku bahwa aku kemarin diajak jalan-jalan
sama ayahku kesanalah, kesitulah. Kapan aku bisa seperti itu, kapan? Mungkin
seumur hidup aku tidak akan bisa mengatakan seperti itu. Aku tidak mengapa
punya keluarga yang pas-pasan, asalkan aku punya keluarga yang lengkap.
Ada sebuah catatan di buku agenda
ayahku, ia membuatnya pada saat ia masih sakit. Buku itu adalah buku kerjanya
yang diberikan kepala sekolah tempat dimana ayahku biasa mengajar. Disana ia
mencatat apapun yang ia kerjakan setiap harinya. Tulisan yang begitu rapi dan
kepala sekolahnya pun sering memuji tulisan ayahku yang begitu rapi dan disaat
itulah aku membuka sebuah catatan ayahku.
Pada hari Senin 8 Februari 2010± pukul
12.00. Bapak kepala sekolah Muassahiding beserta pak Marwan, pak Fauzi Yanto
dan ibu Cica Herlina ditemani anak-anak kelas IV ditambah perwakilan dari kelas
V dan VI berkunjung kerumah. Bahagia rasanya dikunjungi teman sejawat dan
murid-murid. Mereka terus memberikan dorongan dan do’a supaya lekas sembuh dan
bisa berkumpul seperti dulu untuk melaksanakan tugas sebagaimana biasanya.
Namun dibalik rasa bahagia itu ada rasa
sedih yang mendalam yang tidak-tidak bisa dituliskan dengan angan-angan dan tak
bisa terungkap dengan kata-kata. Mungkinkah kita bisa berkumpul dan tertawa
seperti dulu lagi? Hanya waktu yang bisa menjawab semuanya.
Air mataku pun mengalir tiada
hentinya. Jawaban itu semua sangat menyakitkan hati, dalam setiap sujudku aku
selalu berdo’a agar Allah selalu membuat ayahku tersenyum dan satu hal yang tak
terlupakan ialah aku selalu berharap bahwa di akhirat nanti aku bisa melihat ayahku
lagi, walaupun itu hanya sekilas atau pun dari jarak jauh, itu pun sudah cukup
untukku. Tapi jika boleh meminta lebih aku akan berharap bahwa aku bisa
berkumpul, tertawa dan aku akan memeluk ayahku sambil membisikkan aku sangat
menyayangimu ayah.
Terus menangisi kepergian ayah itu
mugkin tidak ada gunanya, kini aku hanya bisa berdo’a untuknya, yang harus aku
lakukan saat ini ialah belajar dan sekolah dengan baik supaya aku bisa
membanggakan orang-orang yang saat ini ada di sekelilingku. Aku janji tidak
akan pernah mengecewakan kalian my family.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya