Menganalisis Unsur-Unsur Intrinsik
dan Ekstrinsik
Novel Indonesia / Terjemahan
Pihak yang diharapkan datang ke
negeri kita ini bukan
hanya para turis ataupun wisatawan luar negeri, tetapi
juga karya-karyanya, salah satunya novel. Apabila wisatawan
asing dapat memberikan devisa bagi Negara maka
novel asing pun dapat menambah kekayaan ilmu bangsa
kita. Itulah salah satu manfaat yang dapat kita peroleh
dari novel asing. Oleh karena itu, kita perlu mempelajari
dan kita bandingkan dengan novel Indonesia sendiri.
Baik itu berupa novel indonesia
ataupun novel terjemahan, kandungan unsur-unsur
yang dimilikinya sama saja, yakni unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
Adapun unsur intrinsik novel meliputi alur (plot),
tema, penokohan, sudut pandang (point of view), latar
(setting), amanat.
Sementara itu, unsur ektrinsiknya
meliputi aspek kepengarangan dan kondisi sosial
budaya yang melatarbelakang
penciptaan novel itu.
1.
Unsur-Unsur
Intrinsik Novel
berikut ini penjelasan mengenai
unsur-unsur intirnsik novel.
a.
Alur
(Plot)
Alur merupakan
pela pengembangan cerita yang
terbentuk oleh hubungan sebab-akibat. Inti sari alur ada pada konflik cerita. Akan tetapi,
suatu konflik dalam novel
tak bisa dipaparkan begitu saja; jadi harus ada dasarnya.
Oleh karena itu, alur terdiri atas :
1.
Pengenalan,
2.
Timbulnya konflik,
3.
Konflik memuncak,
4.
Klimaks, dan
5.
Pemecahan masalah
Di fase pengenalan,
pengarang mulai melukiskan
situasi dan memperkenalkan tokoh-tokoh cerita sebagai pendahuluan. Di bagian
kedua pengarang mulai menampilkan pertikaian
yang terjadi di antara
tokoh. Pertikaian ini semakin meruncing, dan puncaknya
terjadi di bagian keempat (klimaks). Setelah fase
tersebut terlampaui, sampailah di bagian kelima (pemecahan
masalah). Alur pun menurun menuju pemecahan
masalah dan penyelesaian cerita.
Itulah
unsur-unsur alur yang berpusat pada konflik.
Dengan adanya alur serperti di atas, pembaca dibawa
ke dalam suatu keadaan yang menegangkan (supsense).
Supsense inilah yang menarik pembaca untuk
terus mengikuti cerita.
Dari susunan
alur di atas jelaslah bahwa kekuatan
sebuah novel terletak pada kemampuan pengarang
membawa pembacanya menemui konflik, memuncaknya
konflik, dan berakhirnya konflik. Timbul konflik
sering berhubungan erat dengan unsur watak dan latar.
Konflik dalam cerita mungkin terjadi karena watak seorang
tokoh yang menimbulkan persoalan bagi tokoh lain
atau lingkungannya.
b.
Tema
Tema adalah inti
atau ide pokok sebuah cerita.
Tema merupakan pangkal tolak pengarang dalam menyampaikan
cerita. Tema suatu novel menyangkut segala
persoalan dalam kehidupan manusia, baik masalah
kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, dan sebagainya.
c.
Penokohan
Penokohan adalah
cara pengarang menggambarkan
dan mengembangkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Untuk menggambarkan
karakter seorang tokoh, pengarang dapat
menyebutkan secara langsung,
misalnya si A itu penyabar, si B itu murah hati.
Penjelasan karakter tokoh dapat pula melalui gambaran
fisik dan perilakunya, lingkungan kehidupannya,
cara bicaranya, jalan pikirannya, ataupun melalui
penggambaran oleh tokoh lain.
d.
Sudut
Pandang (Point of View)
Sudut pandang
adalah posisi pengarang atau narator
dalam membawakan cerita. Posisi pengarang dalam
menyampaikan cerita ada beberapa macam :
1)
Narator
Serba tahu
Dalam posisi
ini, narator bertindak sebagai pencipta
segalanya yang serba tahu. Ia tahu segalanya. Ia
dapat menciptakan segala hal yang diinginkannya. Ia dapat mengeluarkan dan memasukkan para
tokoh. Ia dapat
mengemukakan perasaan, kesadaran, ataupun jalan
pikiran para tokoh. Pengarang dapat mengomentari kelakuan
para tokohnya, bahkan dapat pula berbicara langsung
dengan pembacanya.
2)
Narator
objektif
Dalam teknik
ini, pengarang tak member komentar
apa pun. Pembaca hanya disuguhi " hasil pandangan
mata ". Pengarangnya menceritakan apa yang terjadi
seperti penonton melihat pementasan drama. Pengarang
sama sekali tak mau masuk ke dalam pikiran para
pelaku. Dalam kenyataan-kenyataannya, orang memang
hanya dapat melihat apa yang diperbuat orang lain.
Dengan melihat perbuatan orang lain tersebut, kita dapat menilai kehidupan kejiwaannya,
kepribadiannya, jalan
pikirannya, dan perasaannya. Motif tindakan pelakunya
hanya bisa kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam
hal ini, jelasnya bahwa pembaca sangat diharapkan
partisipasinya. Pembaca bebas menafsirkan apa
yang diceritakan pengarang.
3)
Narator
aktif
Narator juga
aktor yang terlibat dalam cerita. Kadang-kadang
fungsinya sebagai tokoh sentral. Cara ini tampak
dalam penggunaan kata ganti orang pertama (aku,
kami). Dengan kedudukan demikian, narator hanya dapat
melihat dan mendengar apa yang orang biasa lihat atau
dengar. Narator kemudian mencatat tentang apa yang
dikatakan atau dilakukan tokoh lain dalam suatu jarak
penglihatan dan pendengaran. Narator tidak dapat membaca
pikiran tokoh lain kecuali hanya menafsirkan dari
tingkah laku fisiknya. Narator juga tidak dapat melompati
jarak yang besar, Hal-hal yang bersifat psikologis
dapat dikisahkan jika menyangkut dirinya sendiri.
4)
Narator sebagai peninjau
Dalam teknik
ini, pengarang memilih salah satu
tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian cerita kiat
ikuti bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang
pendapatnya atau perasaannya sendiri. Sementara
itu, terhadap tokoh-tokoh lain, ia hanya bias memberitahukan
kita semua apa yang dia lihat saja. Jadi teknik
ini berupa penuturan pengalaman seseorang. Dalam
beberapa hal, teknik ini sebenarnya hampir sama dengan
teknik orang pertama, tetapi teknik ini lebih bebas
dan fleksibel dalam bercerita.
e.
Latar
Latar (setting)
merupakan tempat, waktu, dan
suasana terjadinya perbuatan tokoh atau peristiwa yang
dialami tokoh. Dalam cerpen, novel ataupun bentuk
prosa lainnya, kadang-kadang juga tidak disebutkan
secara jelas latar perbuatan tokoh itu. Misalnya,
di tepi hutan, di sebuah desa, pada suatu waktu,
pada zaman dahulu, di kala senja.
f.
Amanat
Amanat merupakan
ajaran moral atau pesan yang
hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui
karyanya itu. Tidak jauh berbeda dengan bentuk cerita
lainnya, amanat dalam novel akan disimpan rapi dan
disembunyikan pengarangnya dalam keseluruhan isi cerita.
Oleh karena itu, untuk menemukannya, tidak cukup
dengan membaca dua atau tiga paragraf, tetapi harus
menghabiskannya sampai tuntas.
2.
Unsur-Unsur Ekstrinsik
Unsur- unsur ektrinsik adalah unsur
luar yang berpengaruh
terhadap isi novel itu. Termasuk ke dalam unsur
luar itu adalah latar belakang pengarang, kondisi sosial
budaya, dan tempat atau lokasi novel itu dikarang.
a.
Latar
belakang
latar belakang
pengarang menyangkut asal daerah
atau suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan,
agama, dan ideologi pengarang. Unsur- unsur
ini sedikit banyak akan berpengaruh pada isi novelnya.
Misalnya novel yang dikarang orang Padang akan
berbeda dengan novel yang dibuat oleh orang Sunda,
orang Inggris atau orang Arab.
b.
Kondisi
Sosial budaya
Kondisi sosial
budaya, misalnya novel yang dibuat
pada zaman kolonial akan berbeda dengan novel pada
zaman kemerdekaan, atau pada masa reformasi. Novel
yang dikarang oleh orang yang hidup ditengah- tengah
masyarakat metropolis akan berbeda dengan novel
yang dihasilkan oleh pengarang yang hidup di tengah-tengah
masyarakat tradisional.
c.
Tempat
atau kondisi alam
Tempat atau
kondisi alam, mislanya novel yang
dikarang oleh orang yang hidup di daerah pertanian,
sedikit banyak akan berbeda dengan novel yang
dikarang oleh orang yang terbiasa hidup di daerah gurun.
Untuk mengetahui wujud unsur-unsur
ektrinsik itu, tentu kita
harus mengetahui biografi pengarangnya beserta tahun
penerbitnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya