PENGARUH KONSENTRASI
LAMA PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PEGAGAN (Centella
Asiatica) DALAM BASIS KRIM TERHADAP KESEMBUHAN LUKA BAKAR
KARYA
TULIS ILMIAH
Diajukan
Sebagai Salah Syarat Menyelesaikan Tugas Akhir Semester
Tahun
Ajaran 2015-2016
Disusun Oleh
Nama : Efriyanti Gultom
Kelas : XI IPA 1
Guru
Pembimbing : Lika Citra Dewi, S.Pd
Mata
Pelajaran : Bahasa Indonesia
Dinas Pendidikan Dan
Kebudayaan Bengkulu Tengah
SMA Negeri 2 Bengkulu
Tengah
Tahun Ajaran 2015/2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kulit
merupakan lapisan terluar tubuh yang sensitif terhadap rangsangan dari
lingkungan luar dan berfungsi sebagai pelindung dari sengatan sinar UV (Ultra
Violet), bakteri, mikroba, dan partikel debu sehingga kulit mudah mengalami
iritasi seperti luka selama aktivitas yang dilakukan manusia tidak terlepas
dari pemakaian listrik, bahan-bahan kimia, minyak tanah, bensin, gas dan
beberapa unsur lainnya yang begitu dekat dan akrab dengan api, yang dimana
tanpa disadari secara tidak langsung dapat membahayakan dan menimbulkan korban
jiwa seperti peristiwa kecelakaan luka bakar.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
“Pemanfaatan
daun pegagan sebagai obat luka bakal belum di optimalkan. Masyarakat terdahulu
menggunakan daun pegagan sebagai obat luka hanya terbatas pada pengobatan luka
gores (insisi) yang pembuatannya dan cara menumbuk daun pegagan dan ditempelkan
ke bagian kulit yang terkena luka. Sementara krim luka bakar dengan
aktifitasnya ekstrak daun pegagan belum ada”. Dari rumusan masalah itu, muncul
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah
konsentrasi pemberian ekstrak daun pegagan (Centella Asiatica) dalam krim
terhadap tingkat kesembuhan luka bakar?
Apakah
lama waktu pemberian ekstrak pegagan (Centella Asiatica) dapat mempercepat
waktu penyembuhan luka?
C.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi pemberian ekstrak daun pegagan (Centella Asiatica) dalam basis krim
terhadap kesembuhan luka bakar melalui pengamatan histopatologik (mikroskopik).
BAB II
KAJIAN ATAU PERCOBAAN
A.
Alat
dan Bahan
1.
Alat
Gelas
ukur
Gelas
kimia
Corong
Blender
Oven
Spatula
Cawan
penguap
Tabung
raksi
Mortir
Mikroskop
cahaya binokuler pembesaran 450x
Lempeng
logam berdiameter 0,7 cm
Gunting
cukur
Penggaris
Sarung
tangan steril
Pemanas
api
Kas
lab
Pipa
paralon
Pipet
tetes
Kertas
saring
Kaki
tiga
Lampu
spiritus
Batang
pengaduk
Sudip
Tempat
krim
Neraca
digital
Aluminium
foil
Ayakan
60 mesh
Pemanas
air
Kompor
listrik
Labu
erlenmeyer
Arteri
clamed
Pembalut
kasa konvensional (PKK)
Plester
Inkubator
Mikrotom
Enbedding set
Waterbath
2. Bahan
Simplisia
daun pegagan
Ekstrak
daun pegagan yang telah dikentalkan sebanyak 2 gram
Aquades
Alkohol
95%
HCL2N
Besi
(III) klorida 1%
Asam
asetat anhidrat
Larutan
mayer
Larutan
dragendorff
H2SO4
pekat
NaOH1N
Basis
krim (Asam stearat, paraffin liquid, cetaceum, cera alba, TEA (trieatanolamin),
metil paraben 0,01%, propil paraben 0,03%, gliserin, oleum rossae, dan aquades)
Salep
SSD (silver sulfadiazine)
Tikus
B.
Prosedur
Percobaan
1.
Pembuatan
Ekstrak Daun Pegagan
Daun pegagan yang telah dikumpulkan
dibersihkan dari kotoran dengan air bersih, ditiriskan di atas nampan yang
dilapisi dengan kertas koran selanjutnya ditimbang dengan berat basah sebesar
500 gr, kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu 100oC selama 30
menit. Setelah kering ditimbangkan sebagai berat kering sebesar 200 gram.
Sampel yang telah dikering diserbuk dengan blender dan di haluskan dengan
ayakan 60 mesh dan menghasilkan berat simplisia 80 gram.
2.
Pengambilan
Kulit
Pengambilan kulit dilakukan setelah
tikus dikorbankan dengan menggunakan chloroform overdosis. Daerah punggung yang
akan diambil kulitnya dibersihkan dari bulu yang menemprl dan kulit digunting
dengan ukuran ± 0,5 cm2. Kulit yang diperoleh kemudian didefiksasi
dengan larutan Netral Buffer Formalin
10% selama ± 48 jam. Dan selanjutnya dibuat sediaan histopatologik
(mikroskopik).
3.
Pengamatan
Mikrokopik
Basis krim ekstrak daun pegagan
konsentrasi 1%, 3%, dan 5% diuji efektifitasnya terhadap kesembuhan luka bakar
pada tikus. Parameter mikrokopik yang diamati adalah hilangnya kongesti,
pendarahan, nekrosis, dan infiltrasi sel radang. Pengamatan parameter mikroskopik
dilakukan pada hari ke-7 dan hari ke-14. Skoring dilakukan dengan acuan sebagai
berikut:
Parameter
skoring histopatologik (mikroskopik):
0
= Tidak ditemukan adanya perubahan
1
= Ditemukan adanya kongesti
2
= Ditemukan adanya pendarahan
3
= Ditemukan adanya nekrosis
4
= Ditemukan adanya infiltrasi sel radang
4.
Uji
Skrining Fitokimia Serbuk Simplisia
Pemeriksaan flavonoida
Sebanyak 10 gam serbuk simplisia
ditambahkan air panas, didihkan selama 5 menit dan saring dalam keadaan panas.
Pemeriksaan saponin
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia,
di masukkan ke dalam tabung reaksi.
Pemeriksaan tannin
Sebanyak 0,5 gram serbuk simplisia,
di sari dengan 50 ml air suling lalu di panaskan.
Pemeriksaan steroida
dan triterpenoida
Sejumlah 1 gram serbuk dimaserasi dengan
20 ml eter selama 2 jam kemudian disaring.
C.
Hasil
Percobaan
Pada
hari ke-7 pasca pengobatan, masih ditemukan adanya kongesti, pendarahan,
nekrosis, dan infiltrasi sel radang pada semua kelompok. Pada hari ke-14 pasca
pengobatan pada kelompok yang diobati dengan salep SSD, krim eksrak daun
pegagan konsentrasi 1%. Krim ekstrak daun pegagan konsentrasi 3%, dan krim
ekstrak daun pegagan konsentrasi 5%, telah menunjukkan adanya perkembangan
kesembuhan luka yang ditandai dengan tidak ditemukannya lagi pendarahan dan
nekrosis. Sementara itu, kongesti dan infiltrasi sel radang sudah tidak
ditemukan lagi pada kelompok yang diobati dengan krim ekstrak daun pegagan
konsentrasi 3% dan krim ekstrak daun pegagan konsentrasi 5%. Namun, pada
kelompok yang diobati dengan salep SSD dan krim ekstrak daun pegagan
konsentrasi 1%, masih terlihat adanya kongesti dan infiltrasi sel radang.
Sedangkan kongesti, pendarahan, nekrosis, dan infiltrasi sel radang masih
ditemukan pada kelompok yang tidak diobati sehingga tidak menunjukkan adanya
perkembangan kesembuhan luka dari pemeriksaan histopatologik sebelumnya.
Berdasarkan
kriteria skoring kesembuhan luka bakar, nilai skoring dapat dijelaskan sebagai
berikut:
0
= Tidak ditemukan adanya perubahan
1
= Ditemukan adanya kongesti
2
= Ditemukan adanya pendarahan sel radang
3
= Ditemukan adanya nekrosis
4
= Ditemukan adanya infiltrasi
Pada hari ke-7 pasca pengobatan,
masih ditemukan adanya kongesti pada setiap kelompok. Berkurangnya rataan
kongesti sudah terlihat pada hari ke-14 pasca pengobatan pada masing-masing
kelompok perlakuan. Besarnya penurunan rataan kongesti terlihat pada perlakuan
2 (krim ekstrak daun pegagan konsentrasi 3%) dan perlakuan 3 (krim ekstrak daun
pegagan konsentrasi 5%).
BAB III
PEMBAHASAN
Pemberian
konsentrasi ekstrak daun pegagan dala, basis krim tidak berpengaruh nyata
terhadap hilangnya kongesti dan pendarahan. Kongesti timbul dimana terdapat
darah secara berlebihan (peningkatan jumlah darah) dalam pembuluh darah pada
daerah luka. Peningkatan darah menyebabkan terbendungnya pembuluh darah
sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan
sirkulasi pada pembuluh darah.
Pada
kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatic
intravascular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh
kerja pompa jantung), menimbulkan perembesan cairan-cairan plasma ke dalam
ruang interstitum.
Cairan
plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan
(terjadi oedema). Pendarahan pada umumnya menunjukkan ekstravasasi darah akibat
robeknya pembulu darah. Pendarahan kapiler dapat terjadi pada keadaan kongesti
kronis.
sebaliknya,
konsentrasi ekstrak daun pegagan dalam basis krim berpengaruh sangat nyata
terhadap hilangnya nekrosis dan infiltrasi sel radang. Pada hari ke-14 pasca
pengobatan luka bakar yang diobati dengan salep SSD, krim ekstrak daun pegagan
1%, 2%, dan 5% sudah tidak ditemukan lagi adanya nekrosis. Hal ini menunjukkan
bawa ekstrak daun pegagan berpotensi sebagai obat luka bakar.
Berdasarkan
referensi yang terkait, pegagan berperan dalam menstimulasi sintesis collagen
(perbaikan jaringan). Kolagen berperan sangat penting pada setiap penyembuhan
luka. Kolagen merupakan suatu substansi protein yang berwarna keputih-putihan
yang menambah daya rentang pada luka.
Saat
jumlah kolagen meningkat, maka daya rentang luka juga akan meningkat, oleh
karena itu peluang bahwa luka akan semakin terbuka menjadi semakin menurun.
Vitamin C mempunyai peran penting dalam sintesis kolagen. Tanpa adanya vitamin
C maka kolagen muda yang di ekskresikan ke daerah luka oleh fibroblast
berjumlah sedikit.
Jika
asupan vitamin C berkurang, pembentukan kolagen terganggu sehingga sel-sel
tidak bisa saling melekat. Kolagenisasi terjadi pada fase proliferasi dalam proses
kesembuhan luka yang umumnya memerlukan waktu 3 sampai 21 hari setelah
terjadinya luka. Dengan adanya kolagen akan memicu regenerasi sel yang baru dan
mengganti jaringan yang rusak (nekrotik) untuk kembali dalam keadaan normal
akibat tekanan dari luar berupa panas yang ditimbulkan akibat luka bakar.
Luka
bakar merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme, biasanya akan
menyebabkan infeksi selama 24 – 28 jam. Dalam kondisi yang lebih berat, akan
muncul bakteriemi atau septikemi yang kemudian akan terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang lain. Luka akan tetap terbuka hingga terisi oleh jaringan parut.
Luka terbuka yang besar biasanya lebih banyak mengeluarkan cairan dari pada
luka tertutup.
Saponin
pada daun pegagan memiliki kemampuan sebagai pembersih sehingga efektif untuk
luka terbuka. Dengan demikian, saponin berperan sebagai antiseptik untuk
meminimalisir infeksi akibat bakteri pada daerah luka terbuka. Apabila luka
bakar tidak steril maka sering terjadi kontaminasi pada kulit yang mati.
Kontaminasi
kulit yang mati tersebut merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman,
akan mempermudah infeksi karena itu penanganan luka bakar dengan antiseptik
topikal dianjurkan. Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma (misalnya: kekurangan oksigen, perubahan suhu
yang ekstrim, dan cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel. Tanpa adanya faktor
intrinsik (perubahan genetik/mutasi), dan faktor ekstrinsik, sel-sel tidak akan
mati sebelum waktunya.
Nekrosis melibatkan sekelompok sel.
Nekrosis akan mengalami kehilangannya integritas membran. Pada nekrosis sel
akan membengkak untuk kemudian mengalami lisis yang selanjutnya akan dimakan oleh
makrofag yang dimana selanjutnya nekrosis akan memicu infiltrasi sel radang.
Konsentrasi ekstrak daun pegagan
dalam basis krim berpengaruh sangat nyata terhadap hilangnya infiltrasi sel
radang. Pada hari ke-14 pasca pengobatan luka bakar yang krim ekstrak daun
pegagan 3% dan krim ekstrak daun pegagan 5% sudah tidak ditemukan lagi adanya
infiltrasi sel radang. Sedangkan, pada kelompok yang diobati dengan salep SSD,
yang tidak dapat diobati serta krim ekstrak daun pegagan kosentrasi 1%, belum
menunjukkan adanya penurunan rataan infiltrasi sel radang.
Hal
ini bisa disebabkan karena jumlah ekstrak daun pegagan dalam basis krim
konsentrasi 1% tergolong sedikit jika dibandingkan dengan jumlah ekstrak daun
pegagan dalam basis krim konsentrasi 3% dan 5%. Hal tersebut mempengaruhi
interaksi sedikit atau banyaknya senyawa aktif pada daun pegagan terhadap
respon tubuh pada daerah yang terinfeksi luka. Adapun kandungan pada daun
pegagan, yaitu madecassoside yang berfungsi sebagai antiinflamasi.
Inflamasi
merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan
pada jaringan, yang berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi baik agen
pencedera maupun jaringan yang cedera itu. Tanda dari inflamasi adalah
kemerahan, panas, nyeri, dan pembengkakan serta kelainan fungsi. Respon
peradangan atau inflamasi adalah suatu reaksi lokal terhadap jaringan yang
mengalami luka dan bagian penting dari mekanisme pertahanan tubuh serta
merupakan proses penting dari kesembuhan luka.
DAFTAR
PUSTAKA
Riyanto, Harun. 2007.
Penanganan Luka Bakar. Edisi 72/Tahun
VII/Januari 2007. Jakarta. Akses tanggal 5 Juni 2012
Ismail. 2006. Luka Bakar. Bengkulu. Akses tanggal 5
Juni 2012
Wijayakusuma. 2000. Tanaman Obat Bermanfaat. Sumatera Utara
Moendjat, Yefta.
2003. Luka Bakar: Pengetahuan Klinis
Praktis. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Akses tanggal
10 Juli 2012
Oswari. 2000. Bedah Dan Perawatannya. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. Akses tanggal 10 Juli 2012
Sunanto, SKM. M. Kes.
2010. Proses inflamasi Atau Peradangan. Surabaya. Akses tanggal 20 Juni 2012
Miller, Jeff. 2005.
Baik Dan Buruk Antioksidan. Akses tanggal 17 Juli 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya