KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya kepada kita
semua sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Penyusunan makalah ini di
dasari pada tinjauan pustaka tentang
menemukan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik hikayat.
Makalah ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas Bahasa Indonesia . Pada kesempatan ini kami menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Kami sangat
menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan. Oleh Karena itu,
kritik dan saran sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan khususnya
bagi para siswa sebagai sarana pembelajaran.
Taba
Penanjung, 2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hikayat memiliki kesamaan dengan
novel. Keduanya sama-sama
karangan prosa dengan bentuknya yang panjang.
Perbedaannya, novel merupakan karya sastra yang
berkembang pada zaman sekarang, sedangkan hikayat
berkembang pada zaman Melayu klasik. Selain itu,
Novel bertemakan kehidupan sehari-hari, sedangkan
hikayat banyak berbicara tentang kehidupan kerajaan
ataupun kepahlawanan pada masa lampau.
Hikayat adalah karya sastra melayu
lama yang berbentuk prosa
yang berisi cerita, undang-undang, silsilah raja-raja, biografi, atau gabungan
dari semuanya.
1.2 Tujuan Pembelajaran
1. Siswa dapat mendaftar unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
2. Siswa dapat menyusun kerangka unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
3. Siswa dapat mengembangkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
4. Siswa dapat menyunting paragraf yang mengandung unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
1. Siswa dapat mendaftar unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
2. Siswa dapat menyusun kerangka unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
3. Siswa dapat mengembangkan unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
4. Siswa dapat menyunting paragraf yang mengandung unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Hikayat
Hikayat adalah karya sastra melayu
lama yang berbentuk prosa
yang berisi cerita, undang-undang, silsilah raja-raja, biografi, atau gabungan
dari semuanya.
2.2 Ciri-ciri
Hikayat
a. Isi
cerita berkisar pada tokoh-tokoh raja dan keluarganya
(istana sentris)
b. Bersifat
pralogis, yaitu mempunyai logika tersendiri yang
tidak sama dengan logika umum, ada juga yang
menyebut fantastis
c. Menggunakan
banyak bahasa kiasan
d. Banyak
kata-kata yang sulit dipahami
e. Struktur
kalimatnya tidak efektif
2.3
Unsur Intrinsik Dan Ekstrinsik dalm
Hikayat
Karya sastra disusun oleh dua unsur
yang menyusunnya. Dua
unsur yang dimaksud ialah unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah
karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur
suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan,
alur dan pengaluran, latae dan pelataran, dan
pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra
dari luarnya menyangkut aspek
sosiologi, psikologi, dan lain-lain.
1. Unsur Intrinsik
a)
Tema dan Amanat
Tema ialah
persoalan yang menduduki tempat utama dalam
karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol
dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang
tidak menonjol.
Amanat ialah
pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi
persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut
makna. Makna dibedakan menjadi makna niatan dan
makna muatan. Makna niatan ialah makna yang diniatkan
oleh pengarang bagi karya sastra yang ditulisnya.
Makna muatan ialah makana yang termuat dalam
karya sastra tersebut.
b) Tokoh dan Penokohan
Tokoh ialah
pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sastra
biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya
ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang
sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya
sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character)
dan tokoh bulat (round character).
Tokoh datar
ialah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi,
misalny6a baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampai
akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh
bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi
baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada
perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan
ekstrovert. Tokoh introvert
ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan
oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialah
pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya.
Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis
dan antagonis. Protagonis ialah tokoh yang disukai
pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang
tidak disukai pembaca atau
penikmat sastra karena sifat-sifatnya.
Penokohan atau
perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan
tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh.
Cara analitik, ialah cara penampilan tokoh secara langsung
melalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan
ciri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara
dramatik, ialah cara menampilkan tokoh tidak secara
langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan,
dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh
dalam suatu cerita.
Dialog ialah
cakapan antara seorang tokoh dengan banyak
tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja.
Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau
dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan
batin terhadap peristiwa yang akan terjadi.
c) Alur dan Pengaluran
Alur disebut
juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki
hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan
yang padu bulat dan utuh. Alur terdiri atas beberapa
bagian :
(1) Awal, yaitu pengarang mulai
memperkenalkan tokoh- tokohnya.
(2) Tikaian, yaitu terjadi konflik
di antara tokoh-tokoh pelaku.
(3) Gawatan atau rumitan, yaitu
konflik tokoh-tokoh semakin
seru.
(4) Puncak, yaitu saat puncak
konflik di antara tokoh- tokohnya.
(5) Leraian,
yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan
alur mulai terungkap.
(6) Akhir, yaitu seluruh peristiwa
atau konflik telah terselesaikan.
Pengaluran,
yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur.
Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi alur
erat dan alur longggar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita.
Alur longgar adalah alur yang
memungkinkan adanya pencabangan cerita.
Menurut kualitasnya, pengaluran dibedakan menjadi
alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur
yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah
alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengaluran dibedakan
kedalam alur lurus dan tidak
lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan
peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai
akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan
tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak
lurus bisa menggunakan gerak balik (backtracking), sorot balik (flashback), atau campauran
keduanya.
d)
Latar dan Pelataran
Latar disebut
juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya
peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya
sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi latar material dan sosial. Latar material
ialah lukisan latar belakang
alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada.
Latar sosial, ialah lukisan tatakrama tingkah laku, adat dan pandangan hidup. Sedangkan
pelataran ialah teknik
atau cara-cara menampilkan latar.
e)
Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan
ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh
pencerita. Pencerita di sini adalah privbadi yang diciptakan
pengarang untuk menyampaikan cerita. Paling tidak
ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang
pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai
orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam
cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita.
Sebagai orang ketiga, pencerita tidak terlibat dalam
cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat
atau dalang yang serba tahu.
2.
Unsur Ekstrinsik
Tidak ada sebuah
karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi
selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar
sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti
tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra,
serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan
bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk
karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk
melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik, diperlukan
bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi,
filsafat, dan lain-lain.
2.4 Contoh
Hikayat
Hikayat Bayan Budiman
Hikayat Hang Tuah
Hikayat Raja-raja Pasai
HIkayat Panji Semirang
HIkayat Kalila dan Dimna
Hikayat Indera Bangsawan
Hikayat Si Miskin
Catatan
: Gambaran tentang tema, penokohan dan sudut pandang
dalam Hikayat
Tema
: memahami tema dalam hikayat biasanya dominan
mengenai petualangan, namun ada juga yang bertema
tentang kepahlawanan dan ketuhanan.
Penokohan
: penokohan dalam hikayat biasanya bersifat hitam
dan putih, artinya tokoh yang baik biasanya selalu baik dari awal hingga akhri cerita,
tokoh baik memiliki wajah
yang sempurna dan tokoh jahat memiliki tampang yang
sesuai dengan karakternya.
Sudut
pandang : pencerita biasanya menempatkan diri sebagai orang ketiga, dengan menggunakan
teknik diaan, menempatkan pencerita sebagai
orang pertama hanya terdapat
dalam hikayat Abdullah.
Contoh
Hikayat :
Hikayat Si Miskin
Karena sumpah Batara Indera,
seorang raja keinderaan beserta
permaisurinya bibuang dari keinderaan sehingga sengsara
hidupnya. Itulah sebabnya kemudian ia dikenal sebagai
si Miskin.
Si Miskin laki-bini dengan rupa
kainnya seperti dimamah anjing
itu berjalan mencari rezeki berkeliling di Negeri Antah
Berantah di bawah pemerintahan Maharaja Indera Dewa.
Ke mana mereka pergi selalu diburu dan diusir oleh
penduduk secara beramai-ramai dengan disertai penganiayaan
sehingga bengkak-bengkak dan berdarah-darah tubuhnya. Sepanjang perjalanan
menangislah si Miskin berdua
itu dengan sangat lapar dan dahaganya. Waktu
malam tidur di hutan, siangnya
berjalan mencari rezeki.
Demikian seterusnya.
Ketika isterinya mengandung tiga bulan,
ia menginginkan makan
mangga yang ada di taman raja. Si Miskin menyatakan
keberatannya untuk menuruti keinginan isterinya
itu, tetapi istri itu makin menjadi-jadi menangisnya.
Maka berkatalah si Miskin, “Diamlah. Tuan jangan
menangis. Biar Kakanda pergi mencari buah mempelam
itu. Jikalau dapat, Kakanda berikan kepada tuan.”
Si Miskin pergi ke pasar, pulangnya
membawa mempelam dan makanan-makanan yang lain.
Setelah ditolak oleh isterinya, dengan hati yang
sebal dan penuh ketakutan,
pergilah si Miskin menghadap raja memohon mempelam.
Setelah diperolehnya setangkai mangga, pulanglah
ia segera. Isterinya menyambut dengan tertawa-tawa
dan terus dimakannya mangga itu.
Setelah genap bulannya kandunga
itu, lahirlah anaknya yang
pertama laki-laki bernama Marakarmah (=anak di dalam
kesukaran) dan diasuhnya dengan penuh kasih sayang.
Ketika menggali tanah untuk
keperluan membuat teratak sebagai
tempat tinggal, didapatnya sebuah tajau yang penuh
berisi emas yang tidak akan habis untuk berbelanja
sampai kepada anak cucunya. Dengan takdir Allah
terdirilah di situ sebuah kerajaan yang komplet perlengkapannya.
Si Miskin lalu berganti nama Maharaja Indera
Angkasa dan isterinya bernama Tuan Puteri Ratna Dewi.
Negerinya diberi nama Puspa Sari. Tidak lama kemudian,
lahirlah anaknya yang kedua, perempuan, bernama
Nila Kesuma.
Maharaja Indera Angkasa terlalu
adil dan pemurah sehingga
memasyurkan kerajaan Puspa Sari dan menjadikan
iri hati bagi Maharaja Indera Dewa di negeri Antah
Berantah.
Ketika Maharaja Indera Angkasa akan
mengetahui pertunangan
putra-putrinya, dicarinya ahli-ahli nujum dari Negeri
Antah Berantah.
Atas bujukan jahat dari raja Antah
Berantah, oleh para ahli
nujum itu dikatakan bahwa Marakarmah dan Nila Kesuma
itu kelak hanyalah akan mendatangkan celaka saja
bagi orangtuanya.
Ramalan palsu para ahli nujum itu
menyedihkan hati Maharaja
Indera Angkasa. Maka, dengan hati yang berat dan
amat terharu disuruhnya pergi selama-lamanya putra-putrinya
itu.
Tidak lama kemudian sepeninggal
putra-putrinya itu, Negeri
Puspa Sari musnah terbakar.
Sesampai di tengah hutan,
Marakarmah dan Nila Kesuma berlindung
di bawah pohon beringin. Ditangkapnya seekor
burung untuk dimakan. Waktu mencari api ke kampung,
karena disangka mencuri, Marakarmah dipukuli orang
banyak, kemudian dilemparkan ke laut. Nila Kesuma
ditemu oleh Raja Mengindera Sari, putera mahkota
dari Palinggam Cahaya, yang pada akhirnya menjadi
isteri putera mahkota itu dan bernama Mayang Mengurai.
Akan nasib Marakarmah di lautan,
teruslah dia hanyut dan
akhirnya terdampar di pangkalan raksasa yang menawan
Cahaya Chairani (anak raja Cina) yang setelah gemuk
akan dimakan. Waktu Cahaya Chairani berjalan-jalan di tepi pantai, dijumpainya
Marakarmah dalam keadaan
terikat tubuhnya. Dilepaskan tali-tali dan diajaknya
pulang. Marakarmah dan Cahaya Chairani berusaha
lari dari tempat raksasa dengan menumpang sebuah
kapal. Timbul birahi nahkoda kapal itu kepada Cahaya
Chairani, maka didorongnya Marakarmah ke laut, yang
seterusnya ditelan oleh ikan nun yang membuntuti kapal
itu menuju ke Palinggam Cahaya. Kemudian, ikan nun terdampar di dekat rumah Nenek Kebayan
yang kemudian terus membelah perut ikan nun
itu dengan daun padi karena
mendapat petunjuk dari burung Rajawali,
sampai Marakarmah dapat keluar dengan tak bercela.
Kemudian, Marakarmah menjadi anak
angkat Nenek Kebayan yang
kehidupannya berjual bunga. Marakarmah selalu
menolak menggubah bunga. Alasannya, gubahan bunga
Marakarmah dikenal oleh Cahaya Chairani, yang menjadi
sebab dapat bertemu kembali antara suami-isteri itu.
Karena cerita Nenek Kebayan
mengenai putera Raja Mangindera
Sari menemukan seorang puteri di bawah pohon
beringin yang sedang menangkap burung, tahulah Marakarmah
bahwa puteri tersebut adiknya sendiri, maka ditemuinyalah.
Nahkoda kapal yang jahat itu dibunuhnya.
Selanjutnya, Marakarmah mencari
ayah bundanya yang telah
jatuh miskin kembali. Dengan kesaktiannya diciptakannya
kembali Kerajaan Puspa Sari dengan
segala perlengkapannya seperti dahulu kala.
Negeri Antah Berantah dikalahkan
oleh Marakarmah, yang
kemudian dirajai oleh Raja Bujangga Indera (saudara
Cahaya Chairani).
Akhirnya, Marakarmah pergi ke
negeri mertuanya yang bernama
Maharaja Malai Kisna di Mercu Indera dan menggantikan
mertuanya itu menjadi Sultan Mangindera Sari
menjadi raja di Palinggam Cahaya.
(Sumber:
Peristiwa Sastra Melayu Lama )
Unsur
Intrinsik dalam hikayat Si Miskin
Tema
:Kunci kesuksesan adalah kesabaran. Perjalanan hidup
seseorang yang mengalami banyak rintangan dan cobaan.
Alur
: Menggunakan alur maju, karena penulis menceritakan
peristiwa tersebut dari awal permasalahan sampai
akhir permasalahan.
Setting/
Latar :
-Setting Tempat
: Negeri Antah Berantah, hutan, pasar, Negeri
Puspa Sari, Lautan, Tepi Pantai Pulau Raksasa, Kapal,
Negeri Palinggam Cahaya.
-Setting
Suasana : tegang, mencekam dan Ketakutan, bahagia, menyedihkan,
Sudut
Pandang Pengarang : orang ketiga serba tahu.
Amanat
:
-Seorang pemimpin yang baik adalah seorang yang adil dan pemurah.
-Janganlah mudah terpengaruh dengan kata-kata oran lain.
- Hadapilah
semua rintangan dan cobaan dalam hidup dengan
sabar dan rendah hati.
-Jangan memandang seseorang dari tampak luarnya saja, tapi lihatlah ke dalam hatinya.
-Hendaknya kita dapat menolong sesama yang mengalami kesukaran.
-Janganlah kita mudah menyerah dalam menghadapi suatu hal.
-Hidup dan kematian, bahagia dan kesedihan, semua berada di tanan Tuhan, manusia hanya
dapat menjalani takdir
yang telah ditentukan.
Unsur
Ekstrinsik dalam Hikayat Si Miskin
1.
Nilai Moral
Kita harus bersikap bijaksana dalam
menghadapi segala hal
di dalam hidup kita. Jangan
kita terlalu memaksakan kehendak kita pada orang
lain.
2.
Nilai Budaya
Sebagai seorang anak kita harus
menghormati orangtua. Hendaknya
seorang anak dapat berbakti pada orang tua.
3.
Nilai Sosial
Kita harus saling tolong-menolong
terhadap sesama dan pada
orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih. Hendaknya
kita mau berbagi untuk meringankan beban orang
lain.
4.
Nilai Religius
Jangan mempercayai ramalan yang
belum tentu kebenarannya. Percayalah pada Tuhan bahwa Dialah yang
menentukan nasib manusia.
5.
Nilai Pendidikan
Kita harus saling tolong-menolong
terhadap sesama dan pada
orang yang membutuhkan tanpa rasa pamrih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya