MENGGUNAKAN
PRINSIP-PRINSIP
PENULISAN RESENSI
Istilah resensi berasal dari bahasa
Belanda, Resentie, yang
berarti kupasan atau pembahasan. Jadi, resensi adalah
kupasan atau pembahasan tentang buku, film, atau
drama yang biasanya disiarkan melalui media massa,
seperti surat kabar atau majalah.
Pada Kamus Sinonim Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa resensi
adalah pertimbangan, pembicaraan, atau ulasan
buku. Akhir-akhir ini, resensi buku lebih dikenal dengan
istilah timbangan buku.
Tujuan resensi adalah memberi
informasi kepada masyarakat
akan kehadiran suatu buku, apakah ada hal yang
baru dan penting atau hanya sekadar mengubah buku
yang sudah ada. Kelebihan dan kekurangan buku adalah
objek resensi, tetapi pengungkapannya haruslah merupakan
penilaian objektif dan bukan menurut selera pribadi
si pembuat resensi. Umumnya, di akhir ringkasan terdapat
nilai-nilai yang dapat diambil hikmahnya.
Pembuat resensi disebut resensator.
Sebelum membuat resensi,
resensator harus membaca buku itu terlebih dahulu.
Sebaiknya, resensator memiliki pengetahuan yang
memadai, terutama yang berhubungan dengan isi buku
yang akan diresensi. Ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam penyusunan sebuah resensi.
a.
Ada data buku, meliputi nama pengarang,
penerbit, tahun terbit,
dan tebal buku.
b.
Pendahuluannya berisi perbandingan
dengan karya sebelumnya,
biografi pengarang, atau hal yang berhubungan
dengan tema atau isi.
c.
Ada ulasan singkat terhadap buku
tersebut.
d.
Harus bermanfaat dan kepada siapa
manfaat itu ditujukan
Umumnya
resensi terdiri dari:
a.
Judul
Judul resensi
harus menarik dan selaras dengan keseluruhan
isi resensi
b.
Identitas buku
meliputi judul
buku(judul asli dan Modern.terjemahan),penulis,
penerbit, tahun terbit, tebal buku.
c.
Isi
Meliputi:
1.
ulasan singkat isi
2.
keunggulan buku,
3.
kelemahan buku,
4.
rumusan kerangka
d.
Penutup
Penutup resensi
biasanya berisi buku itu penting untuk siapa
dan mengapa. Selain itu dapat juga berisi kelemahan
buku.
Komponen
resensi novel
Komponen yang dapat dibahas dalam
menyusun resensi novel
adalah sebagai berikut.
a.
Tema
Tema apakah yang
diungkap dalam novel? Apakah tema yang
diungkapkan itu menarik pembaca secara umum? Apakah
tema sudah sering diungkapkan dalam seri cerita lain
yang dibuatnya? Apakah tema dapat diterima sebagai
kebenaran yang umum?
b.
Alur Cerita
Bagaimana
peristiwa-peristiwa diatur dalam cerita? Apa keunikan
susunan peristiwa yang digunakan pengarang? Apakah
ada pembaruan susunan peristiwa dalam cerita itu?
c.
Penokohan
Bagaimana
pengarang memberi (menciptakan) watak atau
karakter pada tokoh-tokohnya? Bagaimana sifat tokoh
tersebut? Adakah keunikan dalam menciptakan watak
tokoh?
d.
Sudut Pandang
Sudut pandang
apa yang dipakai pengarang untuk menyampaikan
cerita? Adakah keunikan sudut pandang dalam
cerita?
e.
Latar Cerita
Bagaimana latar
cerita digunakan? Apakah latar ceritanya cocok
dengan peristiwa?
f.
Nilai-nilai
Nilai-nilai
apakah yang dapat diambil pembaca dari cerita?
Adakah nilai-nilai baru yang dikembangkan?
g.
Bahasa dan Gaya Cerita
Bagaimana bahasa
yang digunakan pengarang? Apakah cerita
disampaikan dengan cara humor, serius, atau sinisme?
h.
Pengarang
Siapa pengarang
cerita itu? Bagaimana latar belakang kehidupannya? Bagaimana kreativitasnya?
Dalam sebuah resensi tidak semua
cerita tersebut diulas oleh
penulis. Biasanya penulis hanya memilih aspek yang dianggap paling menarik. Pertimbangan
tentang kemenarikan itu bersifat relatif
subjektif. Oleh karena itu, resensi
novel itu bersifat subjektif pula.
Jika anda telah membaca novel
secara keseluruhan, hal- hal
yang harus dicatat untuk membuat resensi bisa mengikuti
cara seperti yang telah dikemukakan di atas,
atau mengikuti cara berikut.
a.
Memberitahukan kepada masyarakat akan
terbitnya buku baru dengan
menginformasikan data-data, seperti judul
novel, pengarang, penerbit, dan jumlah halaman.
b.
Menginformasikan jenis novel, tema, alur
cerita, penokohan, sudut pandang, latar cerita,
nilai-nilai, bahasa dan gaya
cerita, reputasi pengarang, dan latar belakang
penerbitan.
c.
Menyampaikan tujuan penulisan atau
ringkasan novel.
d.
Menegaskan keunggulan dan kelemahan novel, apakah bermanfaat bagi masyarakat atau
tidak. Apakah novel itu dapat
memenuhi kebutuhan masyarakat atau tidak,
bernilai bagi masyarakat atau tidak, dan seterusnya.
Kiat
Praktis Menulis Resensi Buku
Resensi adalah tulisan yang
menjelaskan kelebihan dan kekurangan
sebuah karya baik yang berupa buku maupun
yang berupa karya seni. Tulisan ini biasanya dimuat
di media cetak seperti koran, majalah, atau tabloid.
Dilihat dari segi isinya terdapat berbagai macam resensi,
antara lain resensi buku, resensi novel, resensi buku
kumpulan cerpen, resensi film, resensi, patung, dan
sebagainya.
Penulis resensi adalah orang yang
memiliki pengetahuan tentang
bidang yang diresensi dan memiliki kemampuan untuk
menganalisis sebuah karya secara kritis sehingga dapat
menjelaskan kelemahan dan kelebihan dari karya yang
diresensi.
Resensi dimaksudkan untuk
memberikan gambaran kepada
pembaca tentang sebuah karya sehingga pembaca
mengetahui apakah karya yang diresensi itu merupakan
karya yang bermutu atau tidak. Resensi akan sangat
bermanfaat apabila karya yang diresensi relative masih
baru. Semakin baru karya yang diresensi, semakin baik.
Hal itu dimaksudkan agar pembaca segera mengetahui
apakah karya itu layak untuk dinikmati atau tidak.
Sekurang-kurangnya dalam resensi
terdapat hal-hal berikut
ini:
a.
Judul resensi
b.
Identitas karya (buku) yang diresensi
c.
Uraian tentang jenis karya yang
diresensi
d.
Uraian tentang kelebihan dan kekurangan
karya yang diresensi
e.
Kesimpulan yang berisi penegasan kembali
mengenai layak tidaknya karya tersebut untuk
dinikmati oleh pembaca.
Langkah-langkah yang perlu
dilakukan dalam menulis resensi
buku (novel) adalah:
a.
Tahap Persiapan meliputi:
1.
Membaca contoh-contoh resensi
2.
Menentukan buku yang akan diresensi.
b.
Tahap Pengumpulan Data meliputi:
1.
Membaca buku yang akan diresensi
2.
Menandai bagian-bagian yang akan
dijadikan kutipan sebagai
data meliputi hal-hal yang menarik dan tidak menarik
dari buku (novel) yang diresensi
3.
Mencatat data-data penulisan resensi
yang telah diperoleh
melalui membaca buku yang diresensi.
c.
Tahap Penulisan meliputi:
1.
Menuliskan identis buku
2.
Mengemukakan isi buku (sinopsis novel
dan unsur-unsur intrinsik lainnya ); Mengemukakan kelebihan dan kekurangan buku (novel) baik dari segi
isi maupun bahasa
3.
Merevisi resensi dengan memperhatikan susunan kalimatnya, kepaduan paragrafnya,
diksinya, ejaan dan tanda
bacanya. Membuat judul resensi.
Catatan:
Judul resensi harus singkat,
menarik, dan menggambarkan
isi resensi.
Cara menemukan kekurangan dan
kelebihan buku yang diresensi
yaitu dengan cara membandingkan buku yang diresensi dengan buku lain yang sejenis
baik oleh pengarang yang
sama maupun oleh pengarang lain yang meliputi
segi isi atau pun bahasanya (untuk novel meliputi
semua unsur intrinsiknya); Mencari
hal-hal yang menarik atau disukai dan hal-hal yang
tidak disukai dari buku tersebut dan mencari alasan mengapa demikian.
Berikut ini adalah contoh resensi
novel:
Resensi Boulevard de Clichy -
Agonia Cinta Monyet
Judul : Boulevard de Clichy-Agonia Cinta Monyet
Penulis : Remy Sylado
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit : Maret – 2007
Jumlah halaman : 400 halaman
Kategori : Novel
Campur tangan ibu Budiman dengan
bantuan opo-opo (guna-guna)
membuat budiman lupa akan perbuatannya terhadap
Nunuk, bahkan melupakan Nunuk, gadis yang dicintainya.
Sebagai anak orang kaya, Budiman melanjutkan
sekolah di Perancis, tetap dengan gaya anak pejabat
yang lebih suka menghabis-habiskan uang daripada
menggali ilmu pengetahuan yang bias diperolehnya
di sana.
Sementara Nunuk yang punya keluarga
di Belanda diceritakan
memutuskan untuk membawa anaknya yang baru
lahir dan tinggal bersama keluarga ibunya di Belanda,
melanjutkan sekolah di sana. Pertemuannya dengan
seorang pencari bakat turunan Turki membawanya
berkelana mencari pengalaman baru di Paris,
Perancis. Kisah yang juga sama dengan pencari TKW
yang mengajak perempuan desa ke kota, ataupun ke
luar negeri dengan janji pekerjaan demi kehidupan yang
lebih baik.
Jalan cerita selanjutnya tidak
terlalu sulit untuk ditebak. Kepintaran
Nunuk membawanya menjadi bintang di Boulevard
de Clichy dengan julukan Météore de Java. Tutur
cerita yang secara detil menggambarkan situasi Boulevard
de Clichy, maupun gambaran detil perilaku pelakon
cerita serta perasaan-perasaan mereka, menjadi daya
tarik utama dari novel-novel karangan Remy Sylado. Sayangnya, akhir cerita yang terkesan
terburu-buru dan terlalu
dipaksakan membuat kekuatan cerita menjadi berkurang.
Cerita Budiman dan Nunuk yang kembali lagi ke
tanah air dan bertemu kembali setelah terpisah selama
5 tahun ternyata tidak dikisahkan sedetil dan seindah
novel di bagian awal. Akhir cerita lebih berwarna "fairy
tale", seperti kisah putri upik abu yang disunting pangeran kaya-raya.
Memang ini bukan kisah seribu satu
malam, atau HC Andersen yang
selalu mengatakan bahwa kejujuran dan kebaikan
akan selalu menang dan juga bahwa kemenangan
dan kemuliaan bersumber dari usaha kerja keras
dan penuh pengorbanan. Oleh karena itu, sah-sah saja
kalau jalan ceritanya menjadi demikian.
Membaca bagian akhir buku ini tidak
lebih dari sekadar ingin
menuntaskan suatu pekerjaan yang sudah terlanjur dimulai,
disertai harapan mudah-mudahan novel Remy Sylado
berikutnya dapat lebih hidup dan mengasyikkan sampai
dengan akhir cerita.
Berikut ini adalah contoh resensi buku nonfiksi.
Kisah Membaca Seorang "Yogi
Buku"
Judul buku : Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung
Menjadi Satu
Penulis : P. Swantoro
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : I
Tahun terbit : 2002
Jumlah halaman : xxv + 435 halaman
Bagi Polycarpus Swantoro yang ahli
sejarah dan jurnalis senior,
membaca buku seolah-olah seperti berolah yoga. Sebagaimana
seorang empu keris yang bekerja dalam waktu
yang lama untuk membuat keris yang ringan dari bahan
yang bobotnya puluhan kilogram, seperti itu pulalah
yang dilakukan oleh P. Swantoro. Bedanya, P. Swantoro
tidak melakukan pekerjaan menempa besi, tetapi
membaca buku. Tentu saja ada ribuan judul buku yang
sudah dibaca Pak Swan. Namun, dalam bukunya yang
berjudul Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung
Menjadi Satu ini "hanya" 200 judul buku yang
ia "kisahkan".
Dengan cara yang menawan, ia
mengisahkan bagaikan seorang
kakek yang baru pulang dari berkelana di negeri yang
jauh, kemudian menceritakan peng-alamannya kepada
anak cucunya.
Sebagai seorang pengelana di dunia
buku, tidaklah mengherankan
jika buku-buku yang ia kisahkan merupakan
buku-buku babon yang tua dan cukup langka,.
Misalnya, The History of Java karya Thomas S. Raffles
yang terbit tahun 1817, Inleiding tot de Hindoe-Javaanche Kunst karya N.J Krom
yang terbit tahun 1919, atau
De Ijombok Kxpedie karya W Cool yang terbit tahun 1896.
Memang, di sana-sini, untuk keperluan pendukung data,
Pak Swan juga menggunakan cukup banyak sumber
sekunder. Sebenarnya, hal ini agak mengganggu. Ketika
membahas topik PKI, misalnya, Pak Swan, sebenarnya,
perlu menggunakan sumber yang lebih memadai.
Tema yang diangkat pun beraneka
ragam, mulai dari cerita
tentang lambang-lambang kota di Indonesia, cerita tentang
penulis pertama buku komunis di Indonesia, cerita
Pak Poerwa, cerita tentang meletusnya Gunung Merapi,
cerita tentang para orientalis dan sarjana Indonesia,
romantika para pendiri bangsa, serta ditutup dengan
khayalan Pak Swan agar para pemimpin dan intelektual
masa kini dapat beryogi. Bagi para pembaca "pemula",
tema yang tumpang-tindih tanpa sistematika yang
jelas ini cukup merepotkan.
Dalam membicarakan suatu bab, Pak
Swan sering meloncat-loncat
kian kemari. Kata demi kata mengalir tanpa
jelas muaranya. Misalnya, ketika membicarakan Teeuw,
Yogi Sastra, Yogi Keris, Yogi Ilmu, pembaca benar-benar
dituntut cermat untuk menginterpretasikan benang
merah ide tulisan-tulisan ini. Namun, jika kita bersabar
untuk menikmati buku ini sampai habis, tentu kita
dapat menemukan keseluruhan ide Pak Swan dan kebingungan
yang muncul di bab demi bab akan terjawab.
Buku Pak Swan ini mengingatkan kita
pada tiga jilid buku Nusa
Jawa Silang Budaya karya Denys Lombard. Tulisan Lombard
juga mengabaikan kronologi waktu, yang merupakan
syarat untuk menulis sejarah konvensional. Namun,
kecurigaan bahwa buku Pak Swan menggunakan pola
yang sama dengan buku Denys Lombard tidak terbukti
mengingat dalam menulis buku ini Pak Swan lebih
mengandalkan memorinya, seperti pengakuan Pak Swan
sendiri dalam pengantar. Karena mengandalkan memori,
tentu saja tulisan yang dihasilkannya menggunakan
pola penceritaan lisan.
Buku ini lebih merupakan buku
sejarah walaupun temanya
beraneka ragam. Pembaca yang baru akan masuk
ke wacana sejarah Indonesia, akan sangat terbantu
dengan membaca buku ini terlebih dahulu.
Demikian pula para mahasiswa
jurusan sejarah. Buku
ini sebenarnya akan lebih sempurna jika penulisnya,
di samping membicarakan cara pandang para orientalis
Barat, juga memberikan contoh buku-buku yang
memuat cara pandang Timur. Sekadar contoh, dijelaskan
tentang sebutan "Timur Tengah" untuk wilayah negara di jazirah Arab. Mengapa orang
Indonesia tidak menyebutnya
sebagai "Barat Dekat", misalnya? Bukankah sebutan "Timur Tengah" adalah
sebutan orang Barat yang
melihat jazirah Arab dari sudut pandang wilayahnya?
Pandangan seperti ini sangat diperlukan bagi
para mahasiswa sejarah di Indonesia yang tampaknya
semakin kesulitan membaca buku-buku sumber
utama.
Untuk keperluan studi para
mahasiswa sejarah, akan sangat
menggembirakan jika Pak Swan menceritakan juga
buku Orientalism karya Edward W. Said yang terbit tahun
1979. Selain itu, sebaiknya, buku yang berisi sikap kita terhadap tradisi Barat yang
berjudul Oksidentalisme karya
Hassan Hanafi yang diterbitkan Paramadina, Jakarta,
tahun 2000 juga dibicarakan.
Hal lain yang belum dibahas secara
lengkap oleh Pak Swan
sebagai seorang ahli sejarah dan pemerhati kebudayaan
Jawa adalah tentang historiografi Jawa. Prof.
C.C. Berg, memang, sempat dimunculkan dalam bagian
Babad: Kitab Dongeng? Namun, sayang sekali, karya
C.C. Berg yang berjudul Oavaanche Geschiedschrijving,
yang terbit di Amsterdam tahun 1938,
tidak dimunculkan sehingga gambaran mengenai penulisan
sejarah di Pulau Jawa menjadi agak terabaikan. Terlepas
dari berbagai ketidaksempurnaan-nya, harus diakui
bahwa buku pertama seorang "yogi buku" ini merupakan karya yang memikat. Bahkan
cara dan gaya pengungkapannya,
dalam kadar tertentu, telah memberikan
sentuhan sastra yang cukup enak dinikmati. Kita
menantikan karya berikutnya.
Sumber: Majalah Matabaca, Agustus 2002 (dengan perubahan)
Berikut ini adalah contoh resensi buku kumpulan
cerpen.
Pudarnya Pesona Cleopatra
Judul buku : Pudarnya Pesona Cleopatra
Penulis : Habiburrahman El Shirazy
Cetakan : 11, Februari 2006
Jumlah halaman : 111
Penerbit : Republika
Harga : Rp. 21.000,00
“Tak terasa air mataku mengalir,
dadaku sesak oleh rasa haru
yang luar biasa. Tangisku meledak. Dalam isak tangisku
semua kebaikan Raihana selama ini terbayang. Wajahnya
yang teduh dan baby face, pengorbanan dan dan
pengabdiannya yang tiada putusnya, suaranya yang lembut,
tangisnya mengalirkan perasaan haru dan cinta. Ya,
cinta itu datang dalam keharuanku. Dalam keharuanku
terasa ada hawa sejuk turun darik langit dan merasuk
dalam jiwaku. Seketika itu pesona kecantikan Cleopatra
memudar…”
Itulah cuplikan yang ada pada novel
mini ini. Ada dua pemaparan
utama pada novel ini. Pria yang memperistri orang
yang bernama Raihana tanpa ada cinta pada awalnya,
karena pernikahan mereka hanyalah sebatas ibadah
kepada orang tua. Raihana digambarkan sebagai seorang
yang cantik, berjilbab rapi dan hafidz Al Qur’an. Perwatakannya
semampai lagi lemah lembut pribadinya. Ia
mencintai suaminya sepenuh hati walau sang suami belum
biasa mencintainya.
Hampir mirip dengan novel Ayat-ayat
Cinta, novel ini juga mengambil
tema cinta dalam permasalahannya. Penulis kembali
mengajak kita sedikit berkhayal tentang negeri Mesir
dan Andalusia.
Dalam novel ini juga terdapat satu
lagi judul yaitu Setetes Embun
Cinta Niyala,. Sebuah kisah akhwat lulusan Fakultas
Kedokteran di salah satu universitas negeri di Jakarta.
Dalam kisahnya digambarkan akhwat bernama Niyala
yang selepas lulus dari kuliahnya harus kembali ke desa dan menikah dengan lelaki yang
memiliki piutang kepada
ayahnya sebesar delapan puluh juta rupiah. Niyala
menggadaikan dirinya kepada lelaki itu.
“Dan orang-orang yang berkata: “Ya
Tuhan kami, jauhkan azab
jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah
kebinasaan yang kekal.” Sesungguhnya jahannam itu
seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman .(QS.
Al Furqaan65-66)
Banyak hal yang menarik dari kedua
cerita dalam satu novel
ini. Kemampuan sang penulis untuk membuat diskripsi
dalam otak kita dan membawa kita kedalam khayalan
sangat patut diacungi jempol. Disisipkan dengan
ayat-ayat Al Qur’an dan ending dari masing- masing
cerita pun tidak terduga-duga.
Novel ini bagus untuk mengisi waktu
luang dan sedikit memuhasabah
diri. Apalagi novelini sangat cocok untuk mereka
yang bermasalah karena menganggap kecantikan adalah
segalanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya