Kerajaan
Majapahit
A.
Awal Berdirinya Kerajaan Majapahit
Setelah Raja Kertanegara wafat
dalam penyerangan Jayakatwang dari Kediri,
maka berakhir pula riwayat Kerajaan
Singasari. Raja Kertanegara
beserta semua pembesar istana
tewas dalam penyerangan tersebut. Sementara
itu, Raden Wijaya(menantu Kertanegara)
berhasil melarikan diri dan meminta
perlindungan kepada Aria Wiraraja (Adipati
Sumenep) di Madura.
Atas bantuan Arya Wiraraja pulalah
Raden Wijaya bisa diampuni oleh Jayakatwang
dan kemudian menjadi orang kepercayaan raja Kediri tersebut. Atas bantuan Arya
Wiraraja pulalah Raden Wijaya dihadiahi Hutan
Tarik oleh Jayakatwang. Raden Wijaya beserta pengikutnya yang setia membuka hutan Tarik(wilayah Trowulan, Mojokerto) untuk dihuni. Disinilah asal mula berdirinya Majapahit. Kata Majapahit sendiri
diambil dari buah Maja yang rasanya pahit.
Karena hutan Tarik banyak sekali buah Maja.
Pada tahun 1293 pasukan Kubilai
Khan dari Cina datang
dengan tujuan untuk menghancurkan
Kerajaan Singasari. Mereka tidak
mengetahui bahwa Singasari telah hancur.
Hal ini dimanfaatkan oleh Raden Wijava
untuk membalas dendam kepada Raja
Jayakatwang. Dengan siasat dari Aria Wiraraja,
dikatakanlah bahwa Raja Jawa itu adalah
Jayakatwang, maka bergabunglah pasukan
Raden Wijaya dengan pasukan mongol
untuk membalas dendam kepada Jayakatwang.
Dalam waktu singkat, Kerajaan
Kediri hancur dan Raja Jayakatwang
terbunuh. Pasukan Kubilai Khan
kembali ke pelabuhan, namun di tengah
perjalanan pasukan Raden Wijaya dengan
bantuan pasukan Singasari dari Sumatera
dan tambahan bala tentara dari Kadipaten
Sumenep menyerang pasukan tersebut.
Pasukan Kubilai Khan segera pergi dari
tanah Jawa dan Raden Wijaya menjadi raja
dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana . Menurut
kidung Harsa Wijaya penobatannya itu
terjadi pada tanggal 15 bulan Karttika (ri purneng
karttikamasa pancadasi) tahun 1215 saka
(12 Nopember 1293 M).
B.
Raja-Raja Kerajaan Majapahit
1. Kertajasa
Jawardhana atau Raden Wijaya (1293
– 1309)
Raden Wijaya
mempunyai 4 orang istri (keempatnya
adalah putri Raja Kertanegara (Raja
Singasari terakhir) :
a.
Dyah Sri Tribuaneswari (karena sebagai zputri sulung
maka menjadi permaisuri) dikaruniai
seorang anak laki-laki yang kemudian
sebagai putra mahkota bernama Jayanegara
b.
Dyah Dewi Narendraduhita (tidak mempunyai putra)
c.
Dyah Dewi Prajna Paramita (tidak mempunyai putra)
d.
Dyah Putri Gayatri (sebagai putri bungsu dijadikan Rajapatni) dikaruniai 2 orang putrid bernama “Tribuanatungga Dewi Jaya Wisnuwardhani (menjadi Bhre Kahuripan) dan Rajadewi Maharajasa (menjadi Bhre Daha)
Semasa berkuasa
Raden Wijaya memerintah dengan
bijaksana. Semua yang berjasa dalam
berdirinya Majapahit diberi imbalan. Arya
Wiraraja diberi kekuasaan di wilayah timur.
Ronggolawe (anak dari Aria Wiraraja) diberi
jabatan sebagai Adipati Tuban. Sementara
itu Nambi diangkat sebagai mahapatih.
Lembu Sora dan Gajah Biru diangkat
sebagai panglima perang. Sayang, pengangkatan
Nambi sebagai mahapatih ternyata
menimbulkan kecemburuan pada diri
Ronggolawe. Dia merasa bahwa seharusnya
Lembu Soralah yang diangkat menjadi
mahapatih karena Nambi dinilai tidak
besar jasanya terhadap berdirinya Majapahit.
Akhirnya Ronggolawe pun memberontak
terhadap Kertarajasa. Raja Kertarajasa
memerintahkan Nambi didampingi
Lembu Sora dan Kebo Anabrang untuk
menumpas pemberontakan Ronggolawe.
Pada pertempuran di sungai Tambak
Beras, Kebo Anabrang berhasil membunuh
Ronggolawe secara kejam. Melihat
keponakannya dibunuh secara kejam
oleh Kebo Anabrang, Lembu Sorapun akhirnya
membunuh Kebo Anabrang.
Raja Kertarajasa
Jayawardhana wafat pada tahun
1309 dan dimakamkan di Simping (Blitar)
sebagai Syiwa dan sebagai Budha di Antahpura
(dalam kota Majapahit), sedangkan
arca perwujudannya adalah “Harihara”
yaitu Wisnu dan Syiwa dalam satu arca.
2.
Jayanegara (1309-1328)
Pararaton
menyebutnya Kala Gemet, yang berarti
"penjahat lemah". Kepemimpinan Jayanegara
kurang bijaksana dan kurang berwibawa.
Pada masa pemerintahannya banyak
ditandai oleh pemberontakan-pemberontakan, semua yang berjasa mengantarkan Raden Wijaya menjadi raja Majapahit merasa tidak puas dengan pemerintahan Jayanegara dan akhirnya memberontak antara lain: pemberontakan Lembu Sora, pemberontakan Juru Demung dan Gajah Biru, pemberontakan Nambi, pemberontakan Ra Kuti dan Ra Semi. Pemberontakan terakhir merupakan pemberontakan yang paling besar dan berbahaya, pasukan Ra Kuti berhasil menguasai ibukota kerajaan sehingga Raja Jayanegara terpaksa melarikan diri ke Bedonder. Atas usaha pasukan Bhayangkari pimpinan Gajah Mada pemberontakan Ra Kuti dapat dipadamkan. Pada tahun 1328, Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Ra Tanca. Ra Tanca sendiri akhirnya tewas ditangan Gajah Mada saat itu juga.
Jayanegara tidak
mempunyai keturunan, oleh
karena itu Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni
seharusnya menggantikannya, akan
tetapi Rajapatni memilih mengundurkan
diri dari istana dan menjadi bhiksuni.
Rajapatni menunjuk anak perempuannya
Tribhuwana Tunggadewi Jayawisnuwardhani
untuk menjadi ratu Majapahit.
3.
Tribuwana Tunggadewi (1328 – 1350)
Tribhuwana
Tunggadewi memerintah dibantu
dengan suaminya yaitu Kertawardhana.
Pada saat pemerintahannya terjadi
pemberontakan Sadeng dan Keta, pemberontakan
ini berhasil ditumpas oleh Gajah
Mada. Pada tahun 1336, Tribhuwana menunjuk
Gajah Mada sebagai Mahapatih menggantikan
Mpu Nala, pada saat pelantikannya
Gajah Mada bersumpah tidak makan
Palapa sebelum wilayah Nusantara bersatu.
Sumpahnya itu dikenal dengan Sumpah
Palapa, adapun isi dari amukti palapa
adalah sebagai berikut :
“Lamun huwus kalah Nusantara isun
amukti palapa, amun
kalah ring Gurun, ring seran, Tanjungpura,
ring Haru, ring Pahang, Dompo,ring
Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman
isun amukti palapa”.
Kemudian Gajah
Mada melakukan penaklukan-penaklukan yang
menunjukkan rencananya untuk melebarkan kekuasaan Majapahit
dan membangun sebuah kemaharajaan.
Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih
besar dan
terkenal di kepulauan Nusantara. Karena pada tahun 1350 Rajapatni Dyah Dewi Gayatri
meninggal, maka Tribuana Tungga Dewi terpaksa turun tahta dan
digantikan oleh putranya yaitu Hayam Wuruk. Menurut Pararaton
, Tribhuwana Tunggadewi didharmakan dalam Candi Pantarapura
yang terletak
di desa Panggih. Sedangkan suaminya, yaitu Kertawardhana Bhre Tumapel
meninggal tahun 1386, dan didharmakan di Candi Sarwa
Jayapurwa , yang terletak di desa Japan.
4.
Hayam Wuruk (1350-1389)
Hayam Wuruk
adalah raja keempat Kerajaan Majapahit
yang memerintah tahun 1351-1389,
bergelar Maharaja Sri Rajasanagara.
Hayam Wuruk naik tahta pada usia
yang sangat muda yaitu 16 tahun dan bergelar
Rajasanegara. Di masa pemerintahan
Hayam Wuruk yang didampingi
oleh Mahapatih Gajah Mada, Majapahit
mencapai keemasannya. Dari Kitab
Negarakertagama dapat diketahui bahwa
daerah kekuasaan pada masa pemerintahan
Hayam Wuruk, hampir sama luasnya
dengan wilayah Indonesia yang sekarang,
bahkan pengaruh kerajaan Majapahit
sampai ke negara-negara tetangga.
Satu-satunya daerah yang tidak tunduk
kepada kekuasaaan Majapahit adalah
kerajaan Sunda yang saat itu dibawah
kekuasaan Sri Baduga Maharaja.
Hayam Wuruk
bermaksud mengambil putrid Sunda
untuk dijadikan permaisurinya. Setelah
putri Sunda (Diah Pitaloka) serta ayahnya
Sri Baduga Maharaja bersama para pembesar
Sunda berada di Bubat, Gajah Mada
melakukan tipu muslihat, Gajah Mada tidak
mau perkawinan Hayam Wuruk dengan putri
Sunda dilangsungkan begitu saja. Ia menghendaki
agar putri Sunda dipersembahkan
kepada Majapahit (sebagai upeti).
Maka terjadilah perselisihan paham dan
akhirnya terjadinya perang Bubat. Banyak
korban dikedua belah pihak, Sri Baduga
gugur, putri Sunda bunuh diri. Tahun
1364 Gajah Mada meninggal, Kerajaan
Majapahit kehilangan seorang mahapatih
yang tak ada duanya. Untuk memilih
penggantinya bukan suatu pekerjaan
yang mudah.
Dewan Saptaprabu yang sudah beberapa kali mengadakan sidang untuk memilih pengganti Gajah
Mada akhirnya memutuskan bahwa Patih Hamungkubhumi Gajah Mada tidak akan diganti “untuk mengisi kekosongan dalam pelaksanaan pemerintahan diangkat Mpu Tandi sebagai Wridhamantri, Mpu Nala sebagai menteri Amancanegara dan patih dami sebagai Yuamentri. Raja Hayam Wuruk meninggal pada tahun 1389.
5.
Wikramawardhana (1389-1429)
Pengganti Hayam
Wuruk adalah putrid mahkota
Kusumawardhani. Namun dalam prakteknya
sang suami Wikramawardhanalah
yang menjalankan roda
pemerintahan. Sedangkan Bhre Wirabhumi
anak Hayam Wuruk dari selir, karena
Bhre Wirabhumi (Putri Hayam Wuruk) dari
selir maka ia tidak berhak menduduki tahta
kerajaan walaupun demikian ia masih diberi
kekuasaan untuk memerintah di Bagian
Timur Majapahit, yaitu daerah Blambangan.
Perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana
dengan Bhre Wirabhumi disebut
perang Paregreg. Wikramawardhana meninggal
tahun 1429.
6.
Suhita bergelar Dyah Ayu Kencana
Wungu memerintah tahun
1429 – 1447
7. Kertawijaya
bergelar Brawijaya I memerintah
tahun 1447 – 1451
8. Rajasa
wardhana Brawijaya II memerintah tahun
1451 – 1453
9. Purwawisesa
atau Girishawardhana bergelar
Brawijaya III memerintah tahun 1456
– 1466
10. Bhre
Pandansalas, atau Suraprabhawa bergelar
Brawijaya IV memerintah tahun 1466
– 1468
11. Bhre
Kertabumi bergelar Brawijaya V memerintah
tahun 1468 – 1478
12. Girindrawardhana
bergelar Brawijaya VI memerintah
tahun 1478 – 1498
13. Patih
Udara memerintah tahun 1498 - 1518
( wikipedia raja raja majapahit )
C.
Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
Masa Kejayaan Kerajaan Majapahit
terjadi saat dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dengan Patihnya yaitu Gajah Mada. Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak
wilayah.
Menurut Kakawin Nagarakretagama
pupuh XIII-XV, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan
Filipina. Sumber ini
menunjukkan batas terluas sekaligus
puncak kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
Namun, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin
berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga
memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke
Tiongkok.
Selain melancarkan serangan dan
ekspedisi militer,
Majapahit juga menempuh jalan diplomasi
dan menjalin persekutuan. Kemungkinan
karena didorong alasan politik, Hayam
Wuruk berhasrat mempersunting Citraresmi
(Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai
permaisurinya.[22] Pihak Sunda menganggap
lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan.
Pada 1357 rombongan raja Sunda
beserta keluarga dan pengawalnya bertolak
ke Majapahit mengantarkan sang putri
untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk.
Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini
sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda
takluk di bawah Majapahit. Pertarungan
antara keluarga kerajaan Sunda dengan
tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak
terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan
perlawanan, keluarga kerajaan Sunda
kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir
seluruh rombongan keluarga kerajaan
Sunda dapat dibinasakan secara kejam.
Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati",
bunuh diri untuk membela
kehormatan negaranya.[24] Kisah
Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam
naskah Kidung Sunda yang disusun pada
zaman kemudian di Bali dan juga naskah
Carita Parahiyangan. Kisah ini disinggung
dalam Pararaton tetapi sama sekali
tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.
Kakawin Nagarakretagama yang
disusun pada tahun 1365 menyebutkan budaya keraton yang adiluhung, anggun, dan canggih, dengan cita rasa seni dan
sastra yang halus dan tinggi, serta sistem
ritual keagamaan yang rumit. Sang pujangga menggambarkan Majapahit sebagai pusat mandala raksasa yang membentang dari Sumatera ke Papua, mencakup Semenanjung Malaya dan Maluku. Tradisi lokal di berbagai daerah di Nusantara
masih mencatat kisah legenda mengenai kekuasaan Majapahit. Administrasi pemerintahan langsung oleh kerajaan Majapahit hanya mencakup wilayah Jawa Timur dan Bali, di luar daerah itu hanya semacam pemerintahan otonomi luas, pembayaran upeti berkala, dan pengakuan kedaulatan Majapahit atas mereka. Akan tetapi segala pemberontakan atau
tantangan bagi ketuanan
Majapahit atas daerah itu dapat
mengundang reaksi keras.
Pada tahun 1377, beberapa tahun
setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang. Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan
kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan
di
kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.
D.
Runtuhnya Kerajaan Majapahit
Sesudah mencapai puncaknya pada
abad ke-14, kekuasaan Majapahit
berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk
pada tahun 1389, Majapahit memasuki
masa kemunduran akibat konflik perebutan
takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah
putri mahkota Kusumawardhani, yang
menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana.
Hayam Wuruk juga memiliki
seorang putra dari selirnya Wirabhumi
yang juga menuntut haknya atas takhta.
Perang saudara yang disebut Perang Paregreg diperkirakan terjadi
pada tahun 1405-1406, antara Wirabhumi
melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya dimenangi Wikramawardhana, semetara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dipancung. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas
daerah-daerah taklukannya di seberang.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405 sampai 1433.
Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa, seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki pijakan di pantai utara Jawa.
Wikramawardhana memerintah hingga
tahun 1426, dan diteruskan oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh Kertawijaya, adik
laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah
Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi
raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun
1453 AD. Terjadi jeda waktu tiga tahun
tanpa raja akibat krisis pewarisan takhta.
Girisawardhana, putra Kertawijaya, naik
takhta pada 1456. Ia kemudian wafat pada
1466 dan digantikan oleh Singhawikramawardhana.
Pada 1468 pangeran
Kertabhumi memberontak terhadap
Singhawikramawardhana dan mengangkat
dirinya sebagai raja Majapahit.
Ketika Majapahit didirikan,
pedagang Muslim dan
para penyebar agama sudah mulai memasuki
Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan
awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh
Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan
baru yang berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian
barat Nusantara. Di bagian barat kemaharajaan
yang mulai runtuh ini, Majapahit
tak kuasa lagi membendung kebangkitan
Kesultanan Malaka yang pada pertengahan
abad ke-15 mulai menguasai Selat
Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke
Sumatera. Sementara itu beberapa jajahan
dan daerah taklukan Majapahit di daerah
lainnya di Nusantara, satu per satu mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Sebuah tampilan model kapal Majapahit di Museum Negara Malaysia, Kuala Lumpur, Malaysia.
Setelah mengalami kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana mengasingkan diri ke pedalaman di Daha (bekas ibu kota Kerajaan Kediri) dan
terus melanjutkan pemerintahannya di sana hingga digantikan oleh putranya
Ranawijaya pada tahun 1474.
Pada 1478 Ranawijaya mengalahkan
Kertabhumi dengan memanfaatkan
ketidakpuasan umat Hindu dan
Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi serta
mempersatukan kembali Majapahit menjadi
satu kerajaan. Ranawijaya memerintah
pada kurun waktu 1474 hingga 1498
dengan gelar Girindrawardhana hingga ia
digulingkan oleh Patih Udara. Akibat konflik
dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan
mulai bangkitnya kekuatan kerajaan Demak
yang didirikan oleh keturunan Bhre Wirabumi
di pantai utara Jawa.
Waktu berakhirnya Kemaharajaan
Majapahit berkisar pada
kurun waktu tahun 1478 (tahun
1400 saka, berakhirnya abad dianggap
sebagai waktu lazim pergantian dinasti
dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga
tahun 1518.
Dalam tradisi Jawa ada sebuah
kronogram atau
candrasengkala yang berbunyi sirna ilang
kretaning bumi. Sengkala ini konon adalah
tahun berakhirnya Majapahit dan harus
dibaca sebagai 0041, yaitu tahun 1400 Saka,
atau 1478 Masehi. Arti sengkala ini adalah
“sirna hilanglah kemakmuran bumi”. Namun
yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala
tersebut adalah gugurnya Bhre
Kertabumi, raja ke-11 Majapahit, oleh Girindrawardhana.
Raden Patah yang saat itu
adalah adipati Demak sebetulnya berupaya
membantu ayahnya dengan mengirim
bala bantuan dipimpin oleh Sunan Ngudung,
tapi mengalami kekalahan bahkan Sunan
Ngudung meninggal di tangan Raden Kusen
adik Raden Patah yang memihak Ranawijaya
hingga para dewan wali menyarankan
Raden Fatah untuk meneruskan
pembangunan masjid Demak.
Hal ini diperkuat oleh prasasti
Jiyu dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa ia telah mengalahkan Kertabhumi dan memindahkan ibu kota ke Daha (Kediri). Peristiwa ini memicu perang antara Ranawijaya dengan Kesultanan Demak, karena penguasa Demak adalah keturunan Kertabhumi. Sebenarnya perang ini sudah mulai mereda ketika
Patih Udara melakukan kudeta ke Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak bahkan menikahi anak termuda Raden Patah, tetapi peperangan
berkecamuk kembali ketika
Prabu Udara meminta bantuan
Portugis. Sehingga pada tahun 1518,
Demak melakukan serangan ke Daha yang
mengakhiri sejarah Majapahit dan ke Malaka.
Sejumlah besar abdi istana, seniman,
pendeta, dan anggota keluarga kerajaan
mengungsi ke pulau Bali.
Pengungsian ini kemungkinan besar
untuk menghindari pembalasan dan hukuman dari Demak akibat selama ini mereka mendukung Ranawijaya melawan Kertabhumi. Dengan jatuhnya Daha yang dihancurkan oleh Demak pada tahun 1518, kekuatan kerajaan Islam pada awal abad ke-16 akhirnya mengalahkan sisa kerajaan Majapahit. Demak dibawah pemerintahan Raden (kemudian menjadi Sultan) Patah (Fatah), diakui sebagai penerus kerajaan Majapahit. Menurut Babad Tanah Jawi dan tradisi Demak, legitimasi Raden Patah
karena ia adalah putra raja Majapahit Brawijaya
V dengan seorang putri China.
Catatan sejarah dari Tiongkok, Portugis (Tome Pires), dan Italia (Pigafetta) mengindikasikan bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu ke tangan Adipati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521 M.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah
Jawa. Saat itu setelah keruntuhan Majapahit,
sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya tinggal kerajaan Blambangan
di ujung timur, serta Kerajaan Sunda yang beribukota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai menyebar
seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya