KESULTANAN
BANTEN
` Kesultanan Banten adalah
salah satu kerajaan islam
yang pernah mencapai puncak kejayaan yang luar biasa selama hampir 3 abad. Kesultanan terbentuk di Provinsi Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan
Demak memperluas pengaruhnya
ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan
menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian
menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan
perdagangan. Dalam proses perluasan kawasan itu
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan
dalam penaklukan tersebut dan beliau mendirikan
benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan,
inilah awal cikal bakal berdirinya kesultanan banten.
A.
Keadaan
Banten Pra Islam
Berdasarkan data arkeologis, masa
awal masyarakat Banten
dipengaruhi oleh beberapa kerajaan yang membawa
keyakinan Hindu-Budha, seperti Tarumanagara,
Sriwijaya dan Kerajaan Sunda. Sebelum Islam
berkembang di Banten, masyarakat Banten masih hidup
dalam tata cara kehidupan tradisi prasejarah dan dalam
abad-abad permulaan masehi ketika agama Hindu berkembang
di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari peninggalan
purbakala dalam bentuk prasasti arca-arca yang
bersifat Hiduistik dan bangunan keagamaan lainnya.
Sumber naskah kuno dari masa pra Islam menyebutkan
tentang kehidupan masyarakat yang menganut
Hindu.
Selain itu di Banten terdapat
sisa-sisa kebudayaan megalitik
tua (4500 SM hingga awal masehi) seperti menhir
di lereng gunung Karang di Padeglang, dolmen dan
patung-patung simbolis dari desa Sanghiang Dengdek
di Menes, kubur tempayan di Anyer, kapak batu di
Cigeulis, batu bergores di Ciderasi desa Palanyar Cimanuk,
dan lain sebagainya. (Sukendar;1976:1-6) Penggunaan
alat-alat kebutuhan yang dibuat dari perunggu
yang terkenal dengan kebudayaan Dong Son (500-300
SM) juga mempengaruhi penduduk Banten. Hal ini
terlihat dengan ditemukannya kapak corong terbuat dari
perunggu di daerah Pamarayan, Kopo Pandeglang, Cikupa,
Cipari dan Babakan Tanggerang.
B.
Pendiri
Agama Islam (Tokoh Utama) di Banten
Tokoh utama para pendiri agama
Islam di Banten, antara lain
adalah:
1. ` Fatahillah
(mangkat pada tahun 1570)
2. Hasanuddin
Sultan Banten I (1552 - 1570)
3. Pangeran
Yusuf Sultan Banten II (1570 -1580)
4. Maulan
Muhammad Sultan Banten III (1580 – 1596
C.
Proses
Penyebaran Islam di Kerajaan Banten
Pada awalnya Kawasan Banten juga
dikenal dengan Banten Girang
merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan
pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana
Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan
wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam.
Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda- Portugal
dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap
dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak
selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka
tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan
Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan
Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu
itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan
Sunda.
Penyebaran Islam di Banten
dilakukan oleh Syarif Hidayatullah
atau Sunan Gunung Jati , pada tahun 1525 M dan
1526 M. Seperti di dalam naskah Purwaka Tjaruban Nagari
disebutkan bahwa Syarif Hidayatullah setelah belajar
di Pasai mendarat di Banten untuk meneruskan penyebaran
agama Islam yang sebelumnya telah dilakukan
oleh Sunan Ampel. Pada tahun 1475 M, beliau menikah
dengan adik bupati Banten yang bernama Nhay Kawunganten,
dua tahun kemudian lahirlah anak perempuan
pertama yang diberinama Ratu Winahon dan pada
tahun berikutnya lahir pula pangeran Hasanuddin. (Atja;1972:26)
Setelah Pangeran Hasanuddin menginjak
dewasa, syarif Hidayatullah
pergi ke Cirebon mengemban tugas sebagai Tumenggung
di sana. Adapun tugasnya dalam penyebaran
Islam di Banten diserahkan kepada Pangeran Hasanuddin,
di dalam usaha penyebaran agama Islam Ini Pangeran
Hasanuddin berkeliling dari daerah ke daerah seperti
dari G. Pulosari, G. Karang bahkan sampai ke Pulau
Panaitan di Ujung Kulon. (Djajadiningrat;1983:34) Sehingga
berangsur-angsur penduduk Banten Utara memeluk
agama Islam. (Roesjan;1954:10)
Dalam Babad Banten menceritakan
bagaimana Sunan Gunung
Jati bersama Maulana Hasanuddin, melakukan penyebaran
agama Islam secara intensif kepada penguasa
Banten Girang beserta penduduknya. Beberapa cerita
mistis juga mengiringi proses islamisasi di Banten, termasuk ketika pada masa Maulana Yusuf
mulai menyebarkan dakwah kepada penduduk
pedalaman Sunda, yang
ditandai dengan penaklukan Pakuan Pajajaran.
Selain mulai membangun benteng
pertahanan di Banten, Maulana
Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan
ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan
dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain
itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja
Malangkabu(Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan
Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.
Islam menjadi pilar pendirian
Kesultanan Banten, Sultan Banten
dirujuk memiliki silsilah sampai kepada Nabi Muhammad,
dan menempatkan para ulama memiliki pengaruh
yang besar dalam kehidupan masyarakatnya, seiring
itu tarekat maupun tasawuf juga berkembang di Banten.
Sementara budaya masyarakat
menyerap Islam sebagai bagian
yang tidak terpisahkan. Beberapa tradisi yang
ada dipengaruhi oleh perkembangan Islam di masyarakat,
seperti terlihat pada kesenian bela diri Debus.
Karena semakin besar dan maju daerah Banten, maka pada tahun 1552 M, Kadipaten Banten dirubah menjadi negara bagian Demak dengan Pangeran Hasanuddin sebagai Sultannya. Atas petunjuk dari Syarif Hidayatullah pusat pemerintahan Banten dipindahkan dari
Banten Girang ke dekat
pelabuhan di Banten Lor yang terletak dipesisir utara
yang sekarang menjadi Keraton Surosowan. (Djajadiningrat;1983:144)
Pada tahun 1568 M, saat itu Kesultanan
Demak runtuh dan digantikan oleh Panjang, Barulah
Sultan Hasanuddin memproklamirkan Banten sebagai
negara merdeka, lepas dari pengaruh Demak atau
pun Panjang (Hamka;1976:181)
Disamping itu Banten juga menjadi
pusat penyebaran agama
Islam, banyak orang-orang dari luar daerah yang sengaja
datang untuk belajar, sehingga tumbuhlah beberapa
perguruan Islam di Banten seperti yang ada di Kasunyatan.
Ditempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang umurnya
lebih tua dari masjid Agung Banten. (Ismail;1983:35)
Disinilah tempat tinggal dan mengajarnya
Kiayi Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan
guru dari Pangeran Yusuf. (Djajadiningrat;1983:163)
Seiring dengan kemunduran Demak
terutama setelah meninggalnya
Trenggana, Banten yang sebelumnya vazal dari
Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan
yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin,
naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi
Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan
Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan
anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai
Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha
Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara,
namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan
tersebut.
Pada masa Pangeran Ratu anak dari
Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di
Pulau Jawa yang mengambil
gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir.
Pada masa ini Sultan Banten
telah mulai secara intensif melakukan hubungan
diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu
itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada
Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada
Charles I.
Setelah Banten muncul sebagai
kerajaan yang mandiri, penguasanya
menggunakan gelar Sultan, sementara dalam
lingkaran istana terdapat gelar Pangeran Ratu,Pangeran
Adipati, Pangeran Gusti, dan Pangeran Anom
yang disandang oleh para pewaris. Pada pemerintahan
Banten terdapat seseorang dengan gelarMangkubumi,
Kadi, Patih serta Syahbandar yang memiliki
peran dalam administrasi pemerintahan. Sementara
pada masyarakat Banten terdapat kelompokbangsawan
yang digelari dengan tubagus (Ratu Bagus),
ratu atau sayyid, dan golongan khusus lainya yang
mendapat kedudukan istimewa adalah terdiri atas kaum
ulama, pamong praja, serta kaum jawara.
Pusat pemerintahan Banten berada
antara dua buah sungai
yaitu Ci Banten dan Ci Karangantu. Di kawasan tersebut
dahulunya juga didirikan pasar, alun-alun dan Istana Surosowan yang dikelilingi oleh
tembok beserta parit, sementara disebelah utara
dari istana dibangun Masjid
Agung Banten dengan menara berbentukmercusuar
yang kemungkinan dahulunya juga berfungsi
sebagai menara pengawas untuk melihat kedatangan
kapal di Banten.
Berdasarkan Sejarah Banten, lokasi
pasar utama di Banten berada
antara Masjid Agung Banten dan Ci Banten,
dan dikenal dengan nama Kapalembangan. Sementara
pada kawasan alun-alun terdapat paseban yang
digunakan oleh Sultan Banten sebagai tempat untuk
menyampaikan maklumat kepada rakyatnya. Secara
keseluruhan rancangan kota Banten berbentuk segi
empat yang dpengaruhi oleh konsep Hindu-Budha atau
representasi yang dikenal dengan namamandala. Selain
itu pada kawasan kota terdapat beberapa kampung
yang mewakili etnis tertentu, seperti Kampung Pekojan
(Persia) dan Kampung Pecinan. Kesultanan
Banten telah menerapkan cukai atas kapal-kapal yang singah ke Banten,
pemungutan cukai ini dilakukan
oleh Syahbandar yang berada di kawasan yang dinamakan
Pabean. Salah seorang syahbandar yang terkenal
pada masa Sultan Ageng bernama Syahbandar Kaytsu.
D.
Puncak
kejayaan Kesultanan Banten
Kesultanan Banten merupakan
kerajaan maritim dan mengandalkan
perdagangan dalam menopang perekonomiannya.
Monopoli atas perdagangan lada di Lampung,
menempatkan penguasa Banten sekaligus sebagai
pedagang perantara dan Kesultanan Banten berkembang
pesat, menjadi salah satu pusat niaga yang penting
pada masa itu. Perdagangan laut berkembang ke seluruh
Nusantara, Banten menjadi kawasan multi-etnis. Dibantu
orang Inggris,Denmark dan Tionghoa, Banten berdagang
dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Filipina, Cina
dan Jepang.
Masa Sultan Ageng Tirtayasa
(bertahta 1651-1682) dipandang
sebagai masa kejayaan Banten. Di bawah dia, Banten
memiliki armada yang mengesankan, dibangun atas
contoh Eropa, serta juga telah mengupah orang Eropa
bekerja pada Kesultanan Banten. Dalam mengamankan
jalur pelayarannya Banten juga mengirimkan
armada lautnya ke Sukadana atau Kerajaan Tanjungpura
(Kalimantan Barat sekarang) dan menaklukkannya
tahun1661. Pada masa ini Banten juga berusaha
keluar dari tekanan yang dilakukan VOC, yang sebelumnya
telah melakukan blokade atas kapal-kapal dagang
menuju Banten.
E.
Hilangnya
Kekuasaan Kesultanan Banten Akibat Perang Saudara
dan Pengaruh VOC
Sekitar tahun 1680 muncul
perselisihan dalam Kesultanan Banten,
akibat perebutan kekuasaan dan pertentangan antara
Sultan Ageng dengan putranya Sultan Haji. Perpecahan
ini dimanfaatkan oleh Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC) yang memberikan dukungan
kepada Sultan Haji, sehingga perang saudara tidak
dapat dielakkan. Sementara dalam memperkuat posisinya,
Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul Qahar
juga sempat mengirimkan 2 orang utusannya, menemui
Raja Inggris di London tahun 1682 untuk mendapatkan
dukungan serta bantuan persenjataan. Dalam
perang ini Sultan Ageng terpaksa mundur dari istananya
dan pindah ke kawasan yang disebut dengan Tirtayasa,
namun pada 28 Desember 1682 kawasan ini juga
dikuasai oleh Sultan Haji bersama VOC. Sultan Ageng
bersama putranya yang lain Pangeran Purbaya dan
Syekh Yusuf dari Makasar mundur ke arah selatan pedalaman
Sunda. Namun pada 14 Maret 1683 Sultan Ageng
tertangkap kemudian ditahan di Batavia.
Sementara VOC terus mengejar dan
mematahkan perlawanan
pengikut Sultan Ageng yang masih berada dalam
pimpinan Pangeran Purbaya dan Syekh Yusuf. Pada
5 Mei 1683, VOC mengirim Untung Surapati yang berpangkat
letnan beserta pasukan Balinya, bergabung dengan
pasukan pimpinan Letnan Johannes Maurits van Happel
menundukkan kawasan Pamotan dan Dayeuh Luhur,
di mana pada 14 Desember 1683 mereka berhasil menawan
Syekh Yusuf. Sementara setelah terdesak akhirnya
Pangeran Purbaya menyatakan menyerahkan diri.
Kemudian Untung Surapati disuruh oleh Kapten Johan
Ruisj untuk menjemput Pangeran Purbaya, dan dalam
perjalanan membawa Pangeran Purbaya ke Batavia,
mereka berjumpa dengan pasukan VOC yang dipimpin
oleh Willem Kuffeler, namun terjadi pertikaian di antara
mereka, puncaknya pada 28 Januari 1684, pos pasukan
Willem Kuffeler dihancurkan, dan berikutnya Untung
Surapati beserta pengikutnya menjadi buronan VOC.
Sedangkan Pangeran Purbaya sendiri baru pada 7 Februari
1684 sampai di Batavia.
Bantuan dan dukungan VOC kepada
Sultan Haji mesti dibayar
dengan memberikan kompensasi kepada VOC di antaranya
pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan
kepada VOC, seperti tertera dalam surat Sultan
Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral kapal
VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat
itu kemudian dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal
22 Agustus 1682 yang membuat VOC memperoleh
hak monopoli perdagangan lada di Lampung.
Selain itu berdasarkan perjanjian tanggal 17 April
1684, Sultan Haji juga mesti mengganti kerugian akibat
perang tersebut kepada VOC.
Setelah meninggalnya Sultan Haji
tahun 1687, VOC mulai mencengkramkan
pengaruhnya di Kesultanan Banten, sehingga
pengangkatan para Sultan Banten mesti mendapat
persetujuan dari Gubernur Jendral Hindia-Belanda di Batavia. Sultan Abu Fadhl
Muhammad Yahya diangkat
mengantikan Sultan Haji namun hanya berkuasa sekitar
tiga tahun, selanjutnya digantikan oleh saudaranya
Pangeran Adipati dengan gelar Sultan Abul Mahasin
Muhammad Zainul Abidin dan kemudian dikenal juga
dengan gelar Kang Sinuhun ing Nagari Banten.
Perang saudara yang berlangsung di
Banten meninggalkan ketidakstabilan
pemerintahan masa berikutnya.
Konfik antara keturunan penguasa Banten maupun
gejolak ketidakpuasan masyarakat Banten, atas ikut
campurnya VOC dalam urusan Banten. Perlawanan rakyat
kembali memuncak pada masa akhir pemerintahan
Sultan Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin,
di antaranya perlawanan Ratu Bagus Buang dan Kyai
Tapa. Akibat konflik yang berkepanjangan Sultan Banten
kembali meminta bantuan VOC dalam meredam beberapa
perlawanan rakyatnya sehingga sejak 1752 Banten
telah menjadi vassal dari VOC.
Pada tahun 1808 Herman Willem
Daendels, Gubernur Jenderal
Hindia Belanda 1808-1810, memerintahkan pembangunan
Jalan Raya Pos untuk mempertahankan pulau
Jawa dari serangan Inggris. Daendels memerintahkan
Sultan Banten untuk memindahkan ibu kotanya
ke Anyer dan menyediakan tenaga kerja untuk membangun
pelabuhan yang direncanakan akan dibangun
di Ujung Kulon. Sultan menolak perintah Daendels,
sebagai jawabannya Daendels memerintahkan penyerangan
atas Banten dan penghancuran Istana Surosowan.
Sultan beserta keluarganya disekap di Puri Intan
(Istana Surosowan) dan kemudian dipenjarakan di Benteng
Speelwijk. Sultan Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqinkemudian
diasingkan dan dibuang ke Batavia.
Pada 22 November 1808, Daendels mengumumkan
dari markasnya di Serang bahwa wilayah Kesultanan
Banten telah diserap ke dalam wilayah Hindia Belanda.
Kesultanan Banten resmi dihapuskan
tahun 1813 oleh pemerintah
kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad
bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti
dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles.
Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang
mengakhiri riwayat Kesultanan Banten.
F.
Daftar
Penguasa Kesultanan Banten
1.
Maulana Hasanuddin atau Pangeran
Sabakingkin 1552 – 1570
2.
Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan
1570 – 1585
3.
Maulana Muhammad atau Pangeran
Sedangrana 1585 – 1596
4.
Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
atau Pangeran Ratu 1596 – 1647
5.
Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad 1647 – 1651
6.
Sultan Ageng Tirtayasa atau Sultan Abu
al-Fath Abdul Fattah 1651-1682
7.
Sultan Haji atau Sultan Abu Nashar Abdul
Qahar 1683 – 1687
8.
Sultan Abu Fadhl Muhammad Yahya 1687 –
1690
9.
Sultan Abul Mahasin Muhammad Zainul
Abidin 1690 – 1733
10. Sultan
Abul Fathi Muhammad Syifa Zainul Arifin 1733 – 1747
11. Ratu
Syarifah Fatimah 1747 – 1750
12. Sultan
Arif Zainul Asyiqin al-Qadiri 1753 – 1773
13. Sultan
Abul Mafakhir Muhammad Aliuddin 1773 – 1799
14. Sultan
Abul Fath Muhammad Muhyiddin Zainussalihin 1799
– 1803
15. Sultan
Abul Nashar Muhammad Ishaq Zainulmutaqin 1803
– 1808
16. Sultan
Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin
1809 - 1813
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya