Takut
Akhirnya aku masuk juga ke dalam
kamar. Ayu sedang berbaring masih dalam pakaian yang tadi sambil mengisi
teka-teki silang. Meskipun acuh tak acuh, aku kira ia sudah menduga aku akan
masuk dan memberikan nasihat-nasihat lagi. Cuma mulutku tak segera ngomong, aku
hanya duduk di sisi tempat tidurnya, Ayu menoleh tenang.
“ada
yang nggak beres pa?”
“ya”,
ia mengangguk.
“kelihatannya
papa tidak senang, ya?”
“karena
Ayu pulang larut lagi? Kan udah ada izin tadi mau ke diskotik?”, aku mengangguk
“memang”
Dan tiba-tiba segalanya jadi lancar,
aku segera menumpahkan perasaanku. Bebas rasanya terlalu keras menghimpitku
yang tiap hari sudah lelah kerja untuk menghidupkan asap dapur keluarga. Aku
anggap dia telah dewasa. Aku ingin otaknya jalan dan ikut berpikir.
“Papa malu Ayu, papa jadi sulit lagi
sekarang. Apa papa harus marah atau bagaimana? Papa ingin mengajak kamu ikut
memikirkan persoalan-persoalan yang ada di sekitarmu”.
“Nah, yang papa rasakan adalah malu.
Kalau itu teman biasa, mengapa harus begitu? Semua itu menyebabkan papa menjadi
berpikir, bagaimana sebenarnya kamu membentuk persahabatan dengan
kawan-kawanmu? Mengapa mereka berani melakukan hal itu di depan papa, tanpa
perasaan segan? Papa anggap mereka tidak sopan, apalagi papa tidak kenal
mereka. Coba, apa yang harus papa lakukan?”
Ayu mengeluh, “kalau begini saya jadi
tidak mengerti deh, mau papa?”
“loh,
papa tidak melarang, papa takut sekali kalau kamu mengatakan bahwa papa sudah
menekanmu. Tapi kamu harus dapat merasakan perasaan papa, kan? Kamu membuat
papa seperti tidak punya diri. Saya tidak menyalahkan mereka. Kalau kamu
membentuk persahabatan dengan mereka memakai pola lain, pasti mereka tidak akan
berani melakukan itu di depan saya. Kecuali saya orang lain, saya inikan papa
kamu?”
“udah
deh, pa sekarang papa katakan saja Ayu harus bagaimana”.
Aku mulai marah, “Ayu, ini bukan soal
papa. Kamu harus menentukan apa yang harus kamu lakukan. Papa cuma ingin
mengutarakan perasaan papa dan papa ingin mendengarkan sebenarnya kamu risih
tidak melakukan hal-hal tadi? Atau kamu, menganggap itu pantas? Kalau pantas,
ya barang kali papa harus mulai sekarang membiasakannya. Biasa kok semuanya
bisa dibiasakan asal sudah diniatkan, masa tidak bisa? Kamu merasa risih atau
tidak”.
“saya kira itu biasa”, aku tertegun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya