KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat
serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada junjungan besar
kita Nabi Muhammad SAW dan semoga kita akan selalu mendapat syafaatnya baik
didunia maupun di akhirat kelak.
Dengan
pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun
makalah ini untuk memenuhi tugas mata pelajaran“Pendidikan Agama
Islam” yang berjudul“Melaksanakan Pengurusan Jenazah”.
Kami
menyadari tanpa bantuan dari berbagai pihak penulisan makalah ini tidak mungkin
terlaksana dengan baik.
Kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi dan membuahkan ilmu yang maslahahfiidinniwadunyawalakhirah.
Taba
Penanjung, 25 Juli 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah...........................................................................................................1
B. Rumusan
Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan
Pembahasan Masalah..................................................................................................2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Kewajiban
Terhadap Jenazah...................................................................................................3
B. Perawatan
Jenazah………………………………………………………………………….15
C. Ta’ziah……………………………………………………………………………………...21
D.
Ziarah………………………………………………………………………………………22
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................................24
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam
menganjurkan umatnya agar selalu ingat akan kematian.Pada saat sakaratul maut,
kita sangat dianjurkan untuk melakukan talqin.Hal ini dimaksudkan supaya
orang itu tidak meninggal dalam keadaan su’ul khatimah.Dengan senantiasa
mengucapkan kalimat sahadat,tahlil,atau kalimat tayyibah lainnya seseorang
diharapkan meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah.
Tentu
suatu saat kita pasti akan terjun didalam masyarakat, banyak hal-hal yang harus
kita pelajari dalam bersosialisasi di masyarakat, salah satunya pasti suatu
saat kita akan melakukan yang namanya Takziah (melayat). Apabila ada sanak
saudara,tetangga,kerabat atau sesama muslim yang meninggal dunia.
Tapi
kenyataannya sekarang sangatlah miris, jika sering kita jumpai banyak orang
yang bertakziah di tempat orang yang tengah berduka cita tapi malah asyik
mengobrol dan naudzubillahiminzalik mereka malah membicarakan aib si
jenazah.
Padahal
ketika ada kerabat yang meninggal dunia, seorang mahramnya yang paling dekat
dan berjenis kelamin samahendaklah mereka melakukan kewajiban terhadap jenazah,
yaitu memandikan,mengafani,menyalatkan, dan menguburkannya. Itu semua merupakan
perintah agama yang ditujukan kepada kaum muslimin sebagai kelompok.
Di
zaman kemajuan seperti ini, masyarakat cenderung individualistis dan kurang
pengetahuannya akan agama. Khususnya tentang tata cara mengurus jenazah. Maka
dari itu kami akan mencoba berbagi ilmu tentang bagaimana cara mengurus jenazah
menurut syari’at islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa kewajiban umat Islam terhadap
Jenazah?
2.
Bagaimana perawatan jenazah?
3.
Apa itu ta’ziah/melayat?
4.
Bagaimana Ziarah kubur?
C. Tujuan Pembahasan Masalah
1.
Untuk mengetahui apa kewajiban umat
Islam terhadap Jenazah
2.
Untuk mengetahui bagaimana perawatan
jenazah
3.
Untuk mengetahui apa itu ta’ziah/melayat
4.
Untuk mengetahui bagaimana ziarah kubur
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kewajiban
Terhadap Jenazah
Adapun soal-soal yang bersangkutan
dengan jenazah ada empat. Jenazah tersebut hendaklah
dimandikan,dikafankan,disolatkan dan dikuburkan .
Keempat- empat perkara ini ‘ Fardu
Kifayah’ hukumnya bagi umat Islam, apabila yang mati itu orang yang beragama
Islam. Bila pekerjaan itu ditinggalkan berdosalah semua orang Islam di negeri
itu tetapi bila ada di antara mereka yang mengerjakannya, maka sekalian umat
Islam di negara itu lepaslah dari dosa.
1.
Memandikan
Mayat
Syarat sah-nya mandi :
a.
Mayat
itu orang Islam (muslim)
b.
Belum
dimandikan
c.
Didapati
tubuhnya walaupun sedikit
d.
Mayat
itu bukan mati syahid/ syuhada (mati dalam peperangan untuk membela agama
Allah).
Rukunnya
adalah menyeluruhkan air suci kepada segenap tubuhnya. Tata caranya secara
sunnah adalah memulai dengan mewudhukannya, lalu memulai dengan bagian kanan
dari tubuhnya, dan kemudian kiri tubuhnya, air untuk memandikan dicampur dengan
daun sidir (bidara), setelah selesai maka diulang demikian hingga 3X, atau 5X
atau 7X, dan pada kali yg terakhir dicampur dengan kafur. (shahih Bukhari
haditsno.1196)
Para
fuqaha menambahkan, adalah mengurut dada dan perutnya kebawah, untuk berusaha
pelahan-lahan mengeluarkan kotoran yg masih tersimpan di perutnya, lalu
membersihkan tubuhnya dan Qubul dan Dubur dengan kain basah, lalu membersihkan
giginya, menyiwakinya, lalu mebersihkan hidungnya dan telinganya, lalu baru
mewudhukannya, lalu memandikannya. Sunnah menggunakan wewangian pada mayyit
bila selesai dimandikan sebelum dikafani.
Bagi
yg memandikan, tak ada syarat tertentu, boleh bahkan dimandikan oleh anak anak
dibawah umur dewasa, bahkan dijelaskan oleh Imam Arramly diperbolehkan
dimandikan oleh Jin pun sah, namun disunnahkan adalah keluarga terdekat, dan
hukum memandikan jenazah muslim adalah fardhu kifayah
Sekurang-kurangnya
mandi untuk melepaskan kewajiban itu adalah sekali,merata ke seluruh badannya,
setelah dihilangkan najis yang ada pada badannya. Sebaiknya mayat itu
diletakkan di tempat yang tinggi,seperti balai, di tempat yang sunyi, berserta
tidak ada orang yang masuk ke tempat itu melainkan orang yang memandikan dan
orang yang menolong mengurus keperluan yang bersangkutan dengan mandi itu.
Pakaiannya
diganti dengan kain basahan (kain mandi), untuk kain mandi itu sebaiknya kain
sarung, supaya auratnya tidak mudah terbuka. Sesudah diletakkan di atas
tempatnya, kemudian didudukkan dan disandarkan punggungnya kepada sesuatu,
lantas disapu perutnya dengan tangan dan ditekankan sedikit, supaya keluar
kotorannya.
Perbuatan
itu hendaklah diikuti dengan air dan harum-haruman agar menghilangkan bau
kotoran yang keluar. Sesudah itu, mayat dilentangkan lantas dicebokkan dengan
tangan kiri yang memakai sarung tangan sesudah cebok, sarung tangan hendaklah
diganti dengan yang bersih, lantas dimasukkan anak jari kiri ke
mulutnya,digosak giginya dan dibersihkan mulutnya, dan diwu’dhukan.
Kemudian
dibasuhkan kepala, janggut dan disisir rambut dan janggutnya perlahan-lahan.
Rambut yang tercabut hendaklah dicampur kembali ketika mengkafankannya. Lantas
dibasuh sebelah kanannya, kemudian dibaringkan ke sebelah kirinya dan dibasuh
badannya sebelah kanannya kemudian dibaringkan lagi sebelah kanannya dan
dibasuh sebelah kiri. Peraturan sekalian yang tersebut dihitung satu kali.
Disunatkan tiga atau lima kali .
Air
pemandian mayat ini sebaliknya air dingin, terkecuali jika berhajat kepada air
panas karena sangat dingin atau karena susah menghilangkan kotoran. Baik juga
pakai sabun atau sebagainya, dan membasuhnya. Adapun air pembasuh penghabisan
(pembilasan) itu, baik dicampur dengan kapur barus sedikit atau harum-haruman
yang lain.
Dari
Ummi Athiyah : Nabi SAW telah masuk kepada kami sewaktu kami memandikan
anak beliau yang perempuan, lalu beliau berkata: Mandikanlah dia tiga kali atau
lima kali atau lebih kalau kamu pandang baik lebih dari itu dengan air serta
daun bidara, dan basuh yang penghabisan hendaklah dicampur dengan kapur barus,
mulailah oleh kamu dengan bagian badan sebelah kanan dan anggota wudhu-nya.
(Riwayat Bukhari dan Muslim)
Yang berhak memandikan mayat.
Kalau
mayat itu lelaki hendaklah yang memandikannya lelaki, tidak boleh perempuan
memandikan mayat lelaki, terkecuali isteri dan mahramnya. Sebaliknya jika mayat
itu perempuan hendaklah dimandikan oleh perempuan pula; tidak boleh lelaki
memandikan mayat perempuan terkecuali suami atau mahramnya. Jika suami dan
mahramnya sama-sama ada suami lebih berhak memandikan isterinya. Begitu juga
jika isteri dan mahramnya sama-sama ada, maka isteri lebih berhak untuk
memandikan suaminya.
Bila
meninggal seseorang perempuan, dan tempat itu tidak ada perempuan, suami atau
mahramnya, maka mayat itu hendaklah ditayammumkan saja, tidak dimandikan oleh
lelaki lain. Begitu juga sebaliknya jika lelaki yang meninggal. Kalau mayat
anak-anak lelaki atau perempuan maka boleh dimandikan oleh lelaki dan
perempuan.
Jika
ada beberapa orang yang berhak memandikan, maka yang lebih berhak ialah
keluarga yang terdekat kepada mayat. Kalau ia mengetahui akan kewajiban mandi
serta dipercayai, kalau tidak berpindahlah hak tersebut kepada yang lebih jauh
yang berpengetahuan serta amanah (dipercayai).
Dari
Aisyah berkata Rasulullah SAW “Barang siapa memandikan mayat dan dijaga
kepercayaan, tidak dibukakannya kepada orang lain apa-apa yang dilihat pada
mayat itu, bersihlah ia dari segala dosanya seperti keadaannya sewaktu
dilahirkan oleh ibunya. Kata beliau lagi,hendaklah yang mengimaminya adalah
keluarga yang terdekat dari mayat jika pandai memandikan mayat, jika ia tidak
pandai maka siapa saja yang dipandang berhak karena amanahnya.” (Riwayat
Ahmad)
2. Mengkafankan Mayat.
Hukum
mengkafankan(membungkus) mayat itu adalah “Fardu Kifayah” atas orang yang
hidup. Kafan itu diambil dari harta si mayat sendiri, jika ia meninggalkan
harta, kalau ia tidak meninggalkan harta, maka kafan atas orang yang wajib
memberi belanjanya ketika ia hidup. Kalau yang wajib memberikan belanja itu
tidak pula mampu, hendaklah diambil dari Baitulmal, bila ada Baitulmal dan
diatur menurut hukum agama Islam. Jika Baitulmal tidak ada atau tidak teratur,
maka wajib atas orang Muslim yang mampu. Demikian pula belanja yang
lain-lain yang bersangkutan dengan keperluan mayat.
Untuk lelaki
Kafan
sekurang-kurangnya selapis kain yang menutupi sekalian badan mayat, baik mayat
lelaki maupun perempuan. Sebaiknya untuk lelaki tiga lapis kain, tiap-tiap
lapis daripadanya menutupi seluruh badannya. Sebagian ulama berpendapat , satu
daripada tiga lapis itu, hendaklah izar (kain mandi) ,dua lapis menutupi
sekalian badannya.
Cara Memakainya :
Dihamparkan
sehelai-sehelai dan ditaburkan di atas tiap-tiap lapis itu harum-haruman
seperti kapur barus dan sebagainya. Kedua tangannya diletakkan di atas dadanya.
Tangan kanan di atas tangan kiri, dan boleh juga kedua tangan itu diluruskan
menurut lambungnya(rusuknya). Dari Aisyah :” Rasulullah SAW dikafani
dengan tiga lapis kain putih bersih yang dibuat dari kapas tidak ada dalamnya
baju dan tiada pula serban.” (Muttafaqun alaih)
Untuk Perempuan
Adapun
mayat perempuan maka sebaiknya dikafani dengan lima lembar, yaitu
basahan (kain basah), baju, kepala, mukena dan kain yang menutupi seluruh
badannya.
Cara Memakainya :
Dipakai
kain basahan, baju, tutup kepala, lalu kekudung, kemudian dimasukkan dalam kain
yang menutupi seluruh badannya. Di antara beberapa lapisan kain tadi sebaiknya
diberi harum-haruman seperti kapur barus.
Dari
Laila binti Qanif, katanya:”Saya salah seorang yang turut memandikan Ummi
Kalsum binti Rasulullah SAW ketika wafatnya. Yang mula-mula diberikan olah
Rasulullah SAW kepada kami ialah kain basahan, kemudian baju. Kemudian tutup
kepala, lalu kekudung dan sesudah itu dimasukkan dalam kain yang lain (yang
menutupi sekalian badannya).” Kata Laila,”Sedang Nabi berdiri di tengah pintu
membawa kepadanya dan memberikannya kepada kami sehelai demi sehelai.”( Riwayat
Ahmad dan Abu Daud).
Terkecuali
dari itu, orang yang mati sedang dalam ihram haji atau umrah, tidak boleh
diberi harum-haruman dan jangan pula ditutupkan kepalanya.
Dari
Ibnu Abbas, katanya -“Ketika seorang lelaki sedang wukuf mengerjakan haji
bersama-sama Rasulullah SAW di padang Arafah tiba-tiba laki-laki itu
terjatuh dari kendaraannya lalu meninggal. Maka dikabarkan orang kejadian itu
kepada Nabi SAW. Beliau berkata: Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara dan
kafankanlah ia dengan dua kain ihramnya. Jangan kamu beri dia harum- haruman
dan jangan ditutup kepalanya, maka sesungguhnya Allah akan membangkitkan dia
nanti pada akhirat seperti keadaannya sewaktu berihram”.
Rosulullah
saw bersabda: “Pakailah olehmu kain kamu yang putih ,karena sesungguhnya kain
putih itu adalah sebaik-baiknya kain, dan kafanlah mayat kamu dengan kain putih
itu” .(Riwayat Tirmidzi).
Membaikkan Pemakaian Kafan .
Dari
jabir berkata Rasulullah SAW,” Apabila salah seorang kamu mengkafankan
saudaranya, hendaklah dibaikkan kafannya itu.”(Riwayat Muslim)
Kafan
yang baik, maksudnya,baik sifatnya dan baik cara memakainya,serta terjadi dari
bahan yang baik. Sifat-sifatnya telah diterangkan yaitu kain yang putih. Begitu
pula cara memakainya yang baik. Adapun baik yang bersangkut dengan dasar kain,
ialah jangan sampai berlebih-lebihan memiliki dasar kain yang mahal-mahal
harganya.
Dari
Ali Abi Talib berkata Rasulullah SAW, janganlah kamu berlebih-lebihan memilih
kain yang mahal-mahal untuk kafan,karena sesungguhnya kafan itu akan hancur
dengan segera.”(Riwayat Abu Daud).
3. Sholat Jenazah
Sholat
Jenazah merupakan salah satu di antara perkara yang wajib yang dilakukan
atas orang-orang yang hidup sebagai fardu kifayah dan disunatkan sholat
berjamaah sebagaimana sabda Rasullullah SAW : “Tidaklah ada di antara seorang
muslim yang mati kemudian sholat ke atasnya 40 orang lelaki yang tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu pun melainkan disyafaatkan Allah padanya”
(HR. Muslim)
Jika
yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di
samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri
di belakang imam. (Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan
orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya
berdua maka yang ma’mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam). Yang
tidak wajib hukumnya dishalati (tapi boleh) :
a.
Anak
yang belum baligh [Boleh dishalati meskipun lahir karena keguguran, yaitu yang
gugur dari kandungan ibunya sebelum sempurna umur kandungan. Inijika umurnya
dalam kandungan ibunya sampai empat bulan. Jika gugur sebelum empat bulan maka
ia tidak dishalati].
b.
Orang
yang mati syahid
Disyariatkan menshalati :
a.
Orang
yang meninggal karena dibunuh dalam pelaksaanaan huhud hukum Allah
b.
Orang
yang berbuat dosa dan melakukan hal-hal yang haram. Orang ahlul ilmi dan ahlul
diin tidak menshalati supaya menjadi pelajaran bagi orang-orang yang seperti
itu
c.
Orang
yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya,
maka orang yang seperti ini dishalati
d.
Orang
yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati
sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di
kuburnya.
e.
Orang
yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati
di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib.
[Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib]
Adab-adab sholat Jenazah:
a.
Lebih
afdhal jika shalat jenazah di luar masjid, yaitu di suatu tempat yang disiapkan
untuk shalat jenazah, dan boleh juga di masjid karena semuanya ini pernah
diamalkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
b.
Jika
kebetulkan banyak sekali jenazah terdiri dari jenazah laki-laki dan jenazah
wanita, maka mereka dishalati sekali shalat. Jenazah laki-laki (meskipun masih
anak-anak) diletakkan lebih dekat dengan imam, sedangkan jenazah wanita di arah
kiblat atau boleh juga dishalati satu persatu, karena ini adalah hukum asalnya.
c.
Pemimpin
umat atau wakilnya lebih berhak menjadi imam dalam shalat, jika keduanya tidak
ada maka yang lebih pantas mengimami adalah yang lebih baik bacaan/hafalan
Qur’an-nya, kemudian yang selanjutnya tersebutkan dalam sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
d.
Imam
berdiri di posisi kepala mayat laki-laki dan di posisi pertengahan mayat
wanita.
e.
Jika
yang shalat dengan imam hanya satu orang, maka orang itu tidak berdiri pas di
samping imam sejajar seperti halnya dalam shalat-shalat lain, tapi ia berdiri
di belakang imam. [Dari sini anda mengetahui kesalahan banyak orang bahkan
orang-orang terpelajar yaitu dalam shalat-shalat biasa lainnya jika hanya
berdua maka yang ma’mum mundur sedikit dari posisi yang sejajar imam]
f.
Disukai
membuat shaf/baris di belakang imam tiga shaf ke atas dan Jumlah minimal jemaah
yang tersebutkan dalam pelaksanaan shalat jenazah adalah tiga orang dan juga
lebih banyak jumlah jemaah lebih afdhal bagi mayyit.
g.
Bacaan
dalam shalat jenazah sifatnya sir [pelan].
h.
Orang
yang berutang yang tidak meninggalkan harta yang bisa menutupi utang-utangnya,
maka orang yang seperti ini dishalati
i.
Orang
yang dikuburkan sebelum dishalati (atau sebagian orang sudah menshalati
sementara yang lainnya belum menshalati) maka mereka boleh menshalati di
kuburnya.
j.
Orang
yang mati di suatu tempat dimana tidak ada seorangpun yang menshalati
di sana, maka sekelompok kaum muslimin menshalatinya dengan shalat gaib.
[Karena tidak semua yang meninggal dishalati dengan shalat gaib]
k.
Tidak
boleh shalat pada waktu-waktu terlarang, kecuali karena darurat. [waktu-waktu
terlarang; saat terbitnya matahari, tatkala matahari pas dipertengahan dan
tatkala terbenam]
l.
Shalat
jenazah tidak dilakukan dengan ruku’, sujud maupun iqamah, melainkan dalam posisi berdiri
sejak takbiratul ihram hingga salam. Berikut adalah urutannya:
1.
Berniat,
niat shalat ini, sebagaimana juga shalat-shalat yang lain cukup diucapkan
didalam hati dan tidak perlu dilafalkan, tidak terdapat riwayatyang menyatakan keharusan untuk
melafalkan niat.
3.
Takbiratul
Ihram kedua kemudian membaca shalawat atas Rasulullah SAWminimal :“Allahumma Shalli ‘alaa Muhammadin” artinya
: “Yaa Allah berilah shalawat atas nabi Muhammad”
4.
Takbiratul
Ihram ketiga kemudian membaca do’a untuk jenazah minimal:“Allahhummaghfir
lahu warhamhu wa’aafihi wa’fu anhu” yang artinya : “Yaa Allah
ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan dan ma’afkanlah dia”.Apabila
jenazah yang dishalati itu perempuan, maka bacaan Lahuu diganti
dengan Lahaa. Jika mayatnya banyak maka bacaanLahuu diganti
dengan Lahum.
5.
Takbir
keempat kemudian membaca do’a minimal:“Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa
taftinna ba’dahu waghfirlanaa walahu.”yang artinya : “Yaa Allah, janganlah
kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami
akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta
ampunilah kami dan dia.” Atau Berdoa dengan doa yang sah dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti : “Alahumma ‘abduka wabna amatika ahyaaja
ilaa rahmatika wa anta ghaniyyi an ‘adzabihi in kana muhsinan farid fii
hasanaatihi, saayyian fatajawaja ‘an sayyiatihi” Artinya : “Ya Allah, ini
adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, ia memerlukan rahmat-Mu, Engkau berkuasa untuk
tidak menyiksanya, jika ia baik maka tambahlah kebaikannya, jika ia jahat maka
maafkanlah kejahatannya”
6.
Mengucapkan
salam
Bila
terdapat keluarga atau muslim lain yang meninggal di tempat yang jauh sehingga
jenazahnya tidak bisa dihadirkan maka dapat dilakukan shalat ghaib atas jenazah
tersebut. Pelaksanaannya serupa dengan sholat jenazah, perbedaan hanya pada
niat sholatnya. Niat shalat ghaib :“Ushalli ‘alaa mayyiti (Fulanin) al
ghaaibi arba’a takbiraatin fardlal kifaayati lillahi ta’alaa” Artinya
: “aku niat shalat gaib atas mayat (fulanin) empat takbir fardu kifayah sebagai
(makmum/imam) karena Allah”” kata fulanin diganti dengan nama
mayat yang dishalati.
4. Menguburkan Mayat
Adab-adab menguburkan mayat:
a.
Wajib
menguburkan mayyit, meskipun kafir.
b.
Tidak
boleh menguburkan seorang muslim dengan seorang kafir, begitu pula sebaliknya,
harus dipekuburan masing-masing.
c.
Menurut
sunnah Rasul, menguburkan di tempat penguburan, kecuali orang-orang yang mati
syahid mereka dikuburkan di lokasi mereka gugur tidak dipindahkan ke
penguburan. [Hal ini memuat bantahan terhadap sebagian orang yang mewasiatkan
supaya dikuburkan di masjid atau di makam khusus atau di tempat lainnya yang
sebenarnya tidak boleh di dalam syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala]
d.
Tidak
boleh menguburkan pada waktu-waktu terlarang [Lihat Bagian XII No 27] atau pada
waktu malam, kecuali karena dalam keadaan darurat, meskipun dengan cara memakai
lampu dan turun di lubang kubur untuk memudahkan pelaksanaan penguburan.
e.
Wajib
memperdalam lubang kubur, memperluas serta memperbaiki.
f.
Penataan
kubur tempat mayat ada dua cara yang dibolehkan :
1.
Lahad
: yaitu melubangi liang kubur ke arah kiblat (ini yang afdhal).
2.
Syaq :
Melubangi ke bawah di pertengahan liang kubur.
g.
Dalam
kondisi darurat boleh menguburkan dalam satu lubang dua mayat atau lebih, dan
yang lebih didahulukan adalah yang lebih afdhal di antara mereka.
h.
Yang
menurunkan mayat adalah kaum laki-laki (mekipun mayatnya perempuan).
i.
Para wali-wali
si mayyit lebih berhak menurunkannya.
j.
Boleh
seorang suami mengerjakan sendiri penguburan istrinya.
k.
Dipersyaratkan
bagi yang menguburkan wanita ; yang semalam itu tidak menyetubuhi isterinya.
l.
Menurut
sunnah : memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.
m.
Meletakkan
mayat di atas sebelah kanannya, wajahnya menghadap kiblat, kepala dan kedua
kakinya melentang ke kanan dan kekiri kiblat.
n.
Orang
yang meletakkan mayat di kubur membaca : “bismillahi wa’alaa sunnati
rasuulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama” -Artinya : ‘(Aku meletakkannya)
dengan nama Allah dan menurut sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
atau : “bismillahi wa ‘alaa millati rasulillahi shallallahu ‘alaihi wa sallama”
– Artinya : “(Aku meletakkan) dengan nama Allah dan menurut millah (agama)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam”.
o.
Setelah
menimbun kubur disunahkan hal-hal sebagai berikut:
1.
Meninggikan
kubur sekitar sejengkal dari permukaan tanah, tidak diratakan, supaya Dapat
dikenal dan dipelihara serta tidak dihinakan.
2.
Meninggikan
hanya dengan batas yang tersebut tadi.
3.
Memberi
tanda dengan batu atau selain batu supaya dikenali.
4.
Berdiri
di kubur sambil mendoakan dan memerintahkan kepada yang hadir supaya mendoakan
dan memohonkan ampunan juga. (Inilah yang tersebutkan di dalam sunnah Rasul
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adapun talqin yang banyak dilakukan oleh
orang-orang awam pada zaman ini maka hal itu tidak ada dalil landasannya di
dalam sunnah).
p.
Boleh
duduk saat pemakaman dengan maksud memberi peringatan orang-orang yang hadir
akan kematian serta alam setelah kematian. [Hadits Al-Barra bin ‘Aazib]
q.
Menggali
kuburan sebagai persiapan sebelum mati, yang dilakukan oleh sebagian orang
adalah perbuatan yang tidak dianjurkan dalam syari’at, karena Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah melakukan hal itu, para sahabat beliaupun tidak
melakukannya. Seorang hamba tidak mengetahui di mana ia akan mati. Jika ia
melakukan hal itu dengan dalih supaya bersiap-siap mati atau untuk mengingat
kematian maka itu dapat dilakukan dengan cara memperbanyak amalan shaleh,
berziarah ke kubur, bukan dengan cara melakukan hal-hal yang hanya
dibikin-bikin oleh orang [Disalin dari kitab Muhtasar Kitab Ahkaamul
Janaaiz wa Bid’auha, karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albany, diringkas
oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid dan diterjemahkan oleh Muhammad Dahri
Komaruddin]
Tambahan:
Sebagian
ulama berpendapat bahwa mengebumikan mayat pada waktu malam itu sama saja
dengan menguburkan mayat pada waktu siang.
Rasulullah
s.a.w pernah menguburkan seorang lelaki yang selalu berzikir dengannya pada
waktu malam. Syaidina Ali juga menguburkan Syaidatina Fatimah pada malam hari.
Saidina Abu Bakar, Usman, Syaidatina Aishah dan Ibn Masud juga dikebumikan pada
waktu malam.
Walaupun
demikian menguburkan mayat pada waktu malam itu dibolehkan sekiranya hak-hak
yang berkaitan dengan mayat itu telah sempurna dilakukan. Sekiranya hal seperti
ini tidak dipenuhi maka perbuatan itu dilarang.
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim menyatakan bahwa nabi pada
satu hari telah memberi penerangan kepada orang ramai dan menyebut tentang
seorang lelaki sahabatnya yang meninggal lalu dikafankan dengan kain kafan yang
tidak mencukupi dan dikebumikan pada waktu malam. Nabi telah mencela amalan
menguburkan mayat pada waktu malam kecuali seseorang itu terpaksa melakukannya.
Begitu juga keterangan daripada sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh ibnu
Majah daripada Jabir.
Dalam
sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim dan as-sahibus
Sunan daripada Uqbah katanya, ada tiga waktu di mana nabi mencegah kami
mensholatkan mayat, yaitu ketika tepat waktu terbitnya matahari, ketika tepat
tengah hari dan ketika hampir terbenam matahari hingga terbenam.
Meskipun
begitu, sekiranya keadaan memaksa, seperti dikhawatirkan mayat menjadi busuk,
maka mengebumikan mayat pada waktu itu boleh dilakukan dengan sengaja tanpa
sebab darurat seperti yang dijelaskan, hukumnya adalah makruh.
Perlu
dijelaskan bahwa dalam pengebumian ini, setiap orang perlu memastikan bahwa
mayat yang dikubur itu tidak dapat digali oleh binatang buas. Kerana itu kubur
perlu digali dalam sekira-kira bau mayat itu tidak dapat dicium oleh manusia
juga binatang termasuk burung-burung.
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Nasai daripada Hisyam bin Amir, juga oleh
Tirmidzi katanya: Kami telah mengadu kepada Rasulullah s.a.w ketika perang Uhud.
“Ya Rasulullah, adalah sukar bagi kami untuk menggali kubur untuk setiap
mayat.’’
Mendengar
kata itu, Rasulullah bersabda: Galilah kamu semua, dalamkan dan perelokkan,
kuburlah dua atau tiga mayat dalam satu kubur.
Mereka
bertanya: Siapakah yang kami hendak dahulukan ya Rasulullah? Baginda menjawab:
Dulukan yang banyak hafal al-Quran. Bapakku adalah termasuk dalam salah seorang
yang dikuburkan dalam sebuah kubur yang memuat tiga jenazah.
Dalam
sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Munzir daripada
Umar ra bahwa ia berpesan: Galilah kubur itu setinggi ketika mayat tegak dan
selebar badan.
Satu
perkara lain yang perlu juga kita fahami adalah tentang bentuk lubang kubur itu
sendiri. Ada kubur yang digali yang diberi liang di sisi kubur pada
arah kiblat. Di atasnya diletakkan papan-papan menjadikan bentuknya seakan-akan
rumah yang beratap. Satu bentuk lain dinamakan syaq, yaitu liang yang dibuat di
tengah-tengah kubur.
Mengenai
cara memasukkan mayat dalam kubur, hendaklah dilakukan pada bagian belakangnya,
yaitu sekiranya ia tidak mengalami masalah. Sekiranya menghadapi masalah untuk
berbuat demikian, maka ia boleh dimasukkan bagian mana saja.
Diriwayatkan
oleh Abu Daud, Ibnu Abi Syaibah dan Bayhaqi daripada keterangan Abdullah bin
Aid, bahawa ia memasukkan mayat dalam kubur dari arah kedua-dua kakinya,
katanya: Ini adalah sunnah.
Menurut
Ibnu Hazim, memasukkan mayat dalam kubur itu boleh dilakukan dari bagian mana
saja, sama dengan bagian arah kiblat atau sebaliknya atau dari arah kepala,
ataupun dari arah kaki, karena tidak ada satu keterangan yang tegas
mengenainya.
Menurut
sunnah, mayat hendaklah dibaringkan dalam kuburnya pada sisinya yang kanan
dengan mukanya ke arah kiblat. Orang yang berbuat demikian hendaklah membaca
Bismillah wa’ala millati rasulillah (dengan nama Allah dan menurut agama
(sunnah) Rasulullah. Tali yang mengikat mayat hendaklah diuraikan.
Menurut
sebuah hadis yang diterima daripada Ibnu Umar ia berkata: Bahwa nabi apabila
meletakkan mayat dalam kubur, baginda mengucapkan: Bismillah wa’ala
millati rasulullah atau wa’ala sunnati rasulillah.
Sebagian
periwayat menganggap makruh meletakkan kain, selimut dan sebagainya untuk mayat
dalam kubur. Manurut Ibnu Hazim tidak salah meletakkan kain hamparan di bawah
mayat, berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, daripada
Ibnu Abbas, katanya: Pada makam Rasulullah telah dihamparkan permaidani merah.
Ia berkata: Dan Allah telah membiarkan perbuatan ini dalam upacara pengebumian
Rasulullah seorang manusia yang maksum dan tidak mencegahnya. Dilakukan oleh
manusia pilihan di muka bumi secara ijmak, tanpa seorang pun yang menentangnya.
Ada ulama
menganggap sunat meletakkan kepala mayat di atas bantal yang diperbuat daripada
tanah liat, batu atau tanah biasa dalam keadaan pipi kanannya dicecahkan pada
bantal tanah dan sebagainya setelah kain kapan dibuka daripada pipinya.
Syaidina Umar ra pernah berkata: Andainya kamu menurunkan mayatku ke liang
lahad nanti, tempelkan pipiku ke tanah.
Memang
benar bahwa amalan akan mengendalikan mayat dan akan memberi kemudahan, yaitu
bagi mereka yang dapat mengambil ikhtibarnya.
B.
Perawatan
Jenazah
Perawatan
jenazah adalah pengurusan jenazah seorang muslim/muslimat dengan cara
memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkannya.
Hukum melaksanakan pengurusan jenazah adalah fardhu kifayah bagi orang-orang Islam yang masih hidup. Artinya berdosa jika tidak ada seorang pun yang mengerjakannya.
1. Memandikan Jenazah
Hukum melaksanakan pengurusan jenazah adalah fardhu kifayah bagi orang-orang Islam yang masih hidup. Artinya berdosa jika tidak ada seorang pun yang mengerjakannya.
1. Memandikan Jenazah
Setiap orang muslim yang meninggal dunia
harus dimandikan, dikafani dan dishalatkan terlebih dahulu sebelum dikuburkan
terkecuali bagi orang-orang yang mati syahid. Hukum memandikan jenazah orang
muslim menurut jumhur ulama adalah fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini dibebankan
kepada seluruh mukallaf di tempat itu, tetapi jika telah dilakukan oleh
sebagian orang maka gugurlah kewajiban seluruh mukallaf.
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
Adapun beberapa hal penting yang berkaitan dengan memandikan jenazah yang perlu diperhatikan yaitu:
a.
Orang yang utama memandikan jenazah
1.
Untuk mayat laki-laki. Orang yang utama
memandikan dan mengkafani mayat laki-laki adalah orang yang diwasiatkannya,
kemudian bapak, kakek, keluarga terdekat, muhrimnya dan istrinya
2.
Untuk mayat perempuan. Orang yang utama
memandikan mayat perempuan adalah ibunya, neneknya, keluarga terdekat dari pihak
wanita serta suaminya.
3.
Untuk mayat anak laki-laki dan anak
perempuan
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
Untuk mayat anak laki-laki boleh perempuan yang memandikannya dan sebaliknya untuk mayat anak perempuan boleh laki-laki yang memandikannya.
4.
Jika seorang perempuan meninggal
sedangkan yang masih hidup semuanya hanya laki-laki dan dia tidak mempunyai
suami, atau sebaliknya seorang laki-laki meninggal sementara yang masih hidup
hanya perempuan saja dan dia tidak mempunyai istri, maka mayat tersebut tidak
dimandikan tetapi cukup ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan
memakai lapis tangan.
5.
Orang yang memandikan tidak boleh
menceritakan tentang cacat tubuh mayat itu, andaikata mayat itu bercacat.
b.
Syarat bagi orang yang memandikan
jenazah
1.
Muslim, berakal, dan baligh
2.
Berniat memandikan jenazah
3.
Jujur dan sholeh
4.
Terpercaya, amanah, mengetahui hukum
memandikan mayat dan memandikannya sebagaimana yang diajarkan sunnah serta
mampu menutupi aib si mayat.
c.
Syarat-syarat jenazah wajib dimandikan
1.
Jenazah itu orang Islam
2.
Bukan bayi yang keguguran dan jika lahir
dalam keadaan sudah meninggal tidak dimandikan
3.
Didapati tubuhnya walaupun sedikit
4.
Bukan mayat yang mati syahid
d.
Tata cara memandikan jenazah
1.
Sebelum memandikan jenazah, alat dan
bahan yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut:
a.
Tempat memandikan pada ruangan yang
tertutup.
b.
Air secukupnya.
c.
Sabun, shampo, air kapur barus dan
wangi-wangian.
d.
Sarung tangan untuk memandikan.
e.
Potongan atau gulungan kain kecil-kecil.
f.
Kain basahan, handuk, dll.
2.
Jenazah dibaringkan ditempat yang
tinggi, seperti ranjang atau balai-balai yang diatasnya sudah diletakkan lima
atau enam buah potongan batang pisang.
3.
Jenazah dimandikan diruang tertutup.
Selain yang memandikan dan yang membantu memandikan, dilarang melihat.
4.
Ketika dimandikan, jenazah hendaknya
dipakaikan kain bahasan (sebaiknya kain sarung) agar auratnya tidak mudah
terbuka.
5.
Mulailah memandikannya dengan bacaan
Basmalah.
6.
Pakailah sarung tangan. Urut bagian
perut dan tekan pelan-pelan agar kotoran yang mungkin ada keluar kemudian
dibersihkan.
7.
Ganti sarung tangan yang baru, kemudian
kotoran yang ada pada kuku jari tangan dan kaki dibersihkan. Selanjutnya,
bersihkan mulut, gigi, lubang di telinga, hidung, dubur dan qubul.
8.
Tinggikan kepala jenazah agar air tidak
mengalir kearah kepala.
9.
Ratakan air keseluruh tubuh jenazah.
Pergunakan air yang suci dan menyucikan. Setelah air merata keseluruh tubuh
kemudian sabunilah dan siram kembali hingga bersih. Lakukan minimal satu kali
setelah najis-najisnya dapat dihilangkan. Disunahkan melakukannya tiga kali,
lima kali, atau dengan bilangan ganjil.
10.
Siramkan air kesebelah kanan dahulu
kemudian kesebelah kiri tubuh jenazah.
11.
Mandikan jenazah dengan air sabun dan
air mandinya yang terakhir dicampur dengan wangi-wangian.
12.
Perlakukan jenazah dengan lembut ketika
membalik dan menggosok anggota tubuhnya.
13.
Jika keluar dari jenazah itu najis
setelah dimandikan dan mengenai badannya, wajid dibuang dan dimandikan lagi.
Jika keluar najis setelah di atas kafan tidak perlu diulangi mandinya, cukup
hanya dengan membuang najis itu saja.
14.
Bagi jenazah wanita, sanggul rambutnya
harus dilepaskan dan dibiarkan menjulur kebelakang, sisir rambut dengan
perlahan, setelah disiram dan dibersihkan lalu dikeringkan dengan handuk dan
dikepang.
15.
Keringkan tubuh jenazah setelah
dimandikan dengan kain sehingga tidak membasahi kain kafannya.
16.
Selesai mandi, sebelum dikafani berilah
wangi-wangian yang tidak mengandung alkohol. Dan pindahkan jenazah ketempat yang
bersih, siap untuk dikafani.
Memandikan jenazah harus dilakukan
dengan lemah lembut dan hati-hati. Air yang digunakan untuk memandikan
jenazah adalah air yang dingin yang biasa dipergunakan untuk mandi. Orang
muslim tidak diperbolehkan memandikan orang kafir, membawa jenazahnya, mengkafaninya,
menshalatinya atau mengiring jenazahnya.
e.
Mengkafani Jenazah
Mengkafani jenazah adalah menutupi atau
membungkus jenazah dengan sesuatu yang dapat menutupi tubuhnya walau hanya
sehelai kain. Hukum mengkafani jenazah muslim dan bukan mati syahid adalah
fardhu kifayah.
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum mengkafani jenazah, adalah sebagai berikut:
Hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum mengkafani jenazah, adalah sebagai berikut:
1.
Untuk jenazah laki-laki 3 lembar kain
kafan, sedangkan untuk jenazah perempuan 5 lembar.
2.
7 utas tali untuk jenazah dewasa, yaitu
untuk bagian atas kepala, leher, dada, pinggang, lutut, mata kaki dan untuk
ujung bawah tubuh.
3.
Kapas, wangi-wangian (kapur barus) dan
serbuk cendana secukupnya.
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
Hal-hal yang disunnahkan dalam mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
a.
Kain kafan yang digunakan hendaknya kain
kafan yang bagus, bersih dan menutupi seluruh tubuh mayat.
b.
Kain kafan hendaknya berwarna putih.
c.
Jumlah kain kafan untuk mayat laki-laki
hendaknya 3 lapis, sedangkan bagi mayat perempuan 5 lapis.
d.
Sebelum kain kafan digunakan untuk
membungkus atau mengkafani jenazah, kain kafan hendaknya diberi wangi-wangian
terlebih dahulu.
e.
Tidak berlebih-lebihan dalam mengkafani
jenazah.
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat laki-laki
Adapun tata cara mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1. Untuk mayat laki-laki
a.
Mula-mula hamparkan selembar tikar
diatas lantai. Lalu bentangkan 7 utas tali di atasnya, sesuai dengan letaknya.
b.
Bentangkan kain kafan sehelai demi
sehelai, yang paling bawah lebih lebar dan luas serta setiap lapisan diberi
kapur barus.
c.
Angkatlah jenazah dalam keadaan tertutup
dengan kain dan letakkan diatas kain kafan memanjang lalu ditaburi
wangi-wangian (kapur barus). Kedua tangan diletakkan di atas dada, tangan kanan
berada di atas tangan kiri.
d.
Tutuplah lubang-lubang (hidung, telinga,
mulut, kubul dan dubur) yang mungkin masih mengeluarkan kotoran dengan kapas.
e.
Selimutkan kain kafan sebelah kanan yang
paling atas, kemudian ujung lembar sebelah kiri. Selanjutnya, lakukan seperti
ini selembar demi selembar dengan cara yang lembut.
f.
Ikatlah dengan tali yang sudah disiapkan
sebelumnya di bawah kain kafan lima atau tujuh ikatan.
g.
Hadapkan tali kesebelah kanan, sebaiknya
diikat dengan simpul hidup, agar memudahkan membukannya pada saat dikuburkan.
h.
Setelah selesai jenazah siap untuk
disholatkan dan setelah itu dikuburkan.
2.
Untuk mayat perempuan
a.
Kain kafan untuk mayat perempuan terdiri
dari 5 lembar kain putih, yang terdiri dari:
1.
Lembar pertama berfungsi untuk menutupi
seluruh badan.
2.
Lembar kedua berfungsi sebagai kerudung
kepala.
3.
Lembar ketiga berfungsi sebagai baju
kurung.
4.
Lembar keempat berfungsi untuk menutup
pinggang hingga kaki.
5.
Lembar kelima berfungsi untuk menutup
pinggul dan paha.
3.
Adapun tata cara mengkafani mayat
perempuan yaitu:
1.
Hamparkan selembar tikar di atas lantai,
kemudian bentangkan 7 utas tali di atasnya.
2.
Susunlah kain kafan yang sudah
dipotong-potong untuk masing-masing bagian dengan tertib. Dari mulai kain kafan
yang menutupi seluruh tubuh, kerudung (tutup kepala), baju, sarung, dan menutupi
pinggul dan paha.
3.
Setiap helai kain kafan diberi
harum-haruman, dan kapas diberi serbuk cendana yang berfungsi untuk menyerap
bau yang ada didalam tubuh jenazah.
4.
Kemudian, angkatlah jenazah dalam
keadaan tertutup dengan kain dan letakkan diatas kain kafan sejajar, serta
taburi dengan wangi-wangian atau dengan kapur barus.
5.
Tutuplah lubang-lubang yang mungkin
masih mengeluarkan kotoran dengan kapas, dan letakkan kapas pada setiap
lekukan.
6.
Kemudian tutupkan kain pembungkus pada
kedua pahanya, setelah itu diberi wangi-wangian.
7.
Pakaikan sarung dari pinggang sampai
mata kaki, setelah itu beri wangi-wangian.
8.
Pakaikan baju kurung dan berikan
wangi-wangian.
9.
Dandani rambutnya dengan tiga dandanan,
lalu julurkan kebelakang.
10.
Setelah itu pakaikan kerudung, bagian
yang terbuka ditutupi dengan kapas dan beri wangi-wangian.
11.
Membungkus dengan lembar kain terakhir
dengan cara menemukan kedua ujung kain kiri dan kanan lalu digulungkan kedalam.
Sebelum itu, kedua tangannya diletakkan di atas dada dengan tangan kanan berada
di atas tangan kiri.
12.
Lalu ikat jenazah dengan tali pengikat
yang telah disiapkan. Hadapkan tali kesebelah kanan, sebaiknya diikat dengan
simpul hidup, agar memudahkan membukannya pada saat dikuburkan.
13.
Setelah selesai jenazah siap untuk
disholatkan dan setelah itu dikuburkan.
Orang yang berhak mengkafani jenazah
laki-laki adalah istri, keluarga dekat atau mahramnya. Dan jika jenazah
perempuan maka suami, keluarga dekat atau mahramnya. Dalam mengkafani jenazah,
jenazah harus dikafani secara lembut.
C. Takziah
Takziah
adalah berkunjung kepada keluarga yang meninggal dunia.
Hukumnya sunah, bahkan bisa menjadi wajib apabila, jenazah tidak ada yang mengurusnya, misalnya seseorang yang hidunya sebatang kara. Takziah bertujuan agar:
Hukumnya sunah, bahkan bisa menjadi wajib apabila, jenazah tidak ada yang mengurusnya, misalnya seseorang yang hidunya sebatang kara. Takziah bertujuan agar:
a.
Keluarga terhibur
b.
Diberi keteguhan Iman dan Islam
c.
Diberi kesabaran dalam menghadapi
musibah
d.
Serta mendoakan agar diterima amal
baiknya dan diampuni segala dosanya
Hal-hal
yang perlu diperhatikan bagi orang yang bertakziah antara lain:
a.
Takziah hendaknya didasari dengan niat
ikhlas karena Allah serta dengan maksud memperoleh ridho dan rahmat-Nya.
b.
Berpakaian yang sopan dan menutup aurat.
c.
Berdoa agar jenazah diampuni segala
dosa-dosanya dan dirahmati oleh Allah SWT.
d.
Memberikan bantuan moral/materi kepada
keluarga jenazah.
e.
Menghibur keluarga yang terkena musibah.
f.
Melaksanakan shalat jenazah atau
mendoakan jenazah.
g.
Menghantarkan kekubur.
h.
Dilarang berbicara yang keras, bercanda,
terutama mengatakan aib jenazah.
Secara
garis besar orang yang bertakziah itu dinyatakan sempurna takziahnya apabila
melaksanakan tiga hal yaitu:
a.
Menghibur
b.
Menshalatkan/mendoakan
c.
Mengambil i’tibar atau pelajaran
C.
Ziarah
kubur
Ziarah
kubur adalah mengunjungi makam kaum muslimin atau muslimat. Cara atau urutan
ziarah kubur, adalah sebagai berikut:
a.
Setelah sampai pintu gerbang kuburan
mengucapkan salam.
b.
Berdoa (semoga diampuni dosanya dan
diterima amal baiknya).
Tujuan
dan manfaat ziarah kubur, adalah sebagai berikut:
a.
Mengingatkan kematian
b.
Mengingatkan kehidupan akherat
c.
Tidak akan hanya memburu kehidupan dunia
saja
d.
Mendo ‘akan ahli kubur
Adab
ziarah kubur, adalah sebagai berikut:
a.
Ziarah kubur hendaknya didasari dengan
niat ikhlas karena Allah serta dengan maksud memperoleh ridho dan rahmat-Nya.
b.
Hendaknya berpakaian sopan dan menutup
aurat.
c.
Hendaknya mengucapkan salam kepada
penghuni kubur dan mendoakan agar mereka memperoleh keselamatan serta kesejahteraan
didalam kuburnya.
d.
Ketika berziarah tidak diperbolehkan
menginjak-nginjak dan duduk-duduk di atas makam serta melakukan
perbuatan-perbuatan yang tidak pantas, seperti kencing, meludah, dan membuang
sampah ke atas makam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kewajiban umat muslim dengan jenazah
ada empat. Jenazah tersebut hendaklah dimandikan,dikafankan,disolatkan dan
dikuburkan. Keempat- empat perkara ini ‘ Fardu Kifayah’ hukumnya bagi umat
Islam, apabila yang mati itu orang yang beragama Islam. Bila pekerjaan itu
ditinggalkan berdosalah semua orang Islam di negeri itu tetapi bila ada di
antara mereka yang mengerjakannya, maka sekalian umat Islam di negara itu
lepaslah dari dosa.
Perawatan
jenazah adalah pengurusan jenazah seorang muslim/muslimat dengan cara
memandikan, mengkafani, menyalatkan dan menguburkannya.
Hukum melaksanakan pengurusan jenazah adalah fardhu kifayah bagi orang-orang Islam yang masih hidup. Artinya berdosa jika tidak ada seorang pun yang mengerjakannya.
Hukum melaksanakan pengurusan jenazah adalah fardhu kifayah bagi orang-orang Islam yang masih hidup. Artinya berdosa jika tidak ada seorang pun yang mengerjakannya.
Takziah
adalah berkunjung kepada keluarga yang meninggal dunia.
Hukumnya sunah, bahkan bisa menjadi wajib apabila, jenazah tidak ada yang mengurusnya, misalnya seseorang yang hidunya sebatang kara.
Hukumnya sunah, bahkan bisa menjadi wajib apabila, jenazah tidak ada yang mengurusnya, misalnya seseorang yang hidunya sebatang kara.
Ziarah
kubur adalah mengunjungi makam kaum muslimin atau muslimat.
DAFTAR PUSTAKA
M.
Nashiruddin Al-Albani. 1999. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah. Jakarta: Gema
Insani
Buku
P3KMI terbitan IAIN Surakarta 2012
Christriyati
Ariani. 2002. Motivasi Peziarah. Yogyakarta: Putra Widya.
Syamsuri.
2007.Pendidikan Agama Islam untuk Kelas XI .Jakarta :Erlangga
M.
Nashiruddin Al-Albani. Tuntunan Lengkap Mengurus Jenazah. (Jakarta: Gema
Insani, 1999), hlm. 23-27
Ibid.
hlm. 34
Syamsuri.
Pendidikan Agama Islam untuk Kelas XI. (Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 45-89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya