KATA PENGANTAR
Pertama-tama
perkenankanlah kami selaku penyusun makalah ini mengucapkan puji syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
judul Berpilaku taat dan kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja
Tujuan
disusunnya makalah ini adalah untuk memahami aspek pendidikan agama islam
terutama untuk perilaku terpuji. Dengan mempelajari isi dari makalah ini
diharapkan generasi muda bangsa mampu menjadi islam yang sesungguhnya, saleh,
beriman kepada Allah SWT dan bermanfaat bagi masyarakat.
Ucapan
terima kasih dan puji syukur kami sampaikan kepada Allah dan semua pihak yang
telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta ide-ide untuk menyusun
makalah ini.
Kami
selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk menyempurnakan makalah ini,
namun tidak mustahil apabila terdapat kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena
itu kami memohon saran serta komentar yang dapat kami jadikan motivasi untuk
menyempurnakan pedoman dimasa yang akan datang.
Taba
Penanjung, 19 Juli 2018
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.....................................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah................................................................................................................1
C.
Tujuan Penulisan..................................................................................................................1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Berkompetisi……………………………………………………………………2
B.
Pengertian Kebaikan
……………………………………………………………………….2
C.
Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai
Perintah Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah:148 dan Surat Al Fathir : 32……………………………………………………………………..3
D.
Pentingnya Taat Kepada Aturan Dalam
Islam……………………………………………...7
E.
Perilaku Etos Kerja……………………………………………………………...…………..8
BAB
II PENUTUP
A.
Kesimpulan.......................................................................................................................... 10
B.
Saran.................................................................................................................................... 10
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah
SWT telah menciptakan manusia bersuku-suku, berbangsa-bangsa untuk saling kenal
mengenal. Allah SWT juga telah menurunkan kepada ummat manusia setiap masa
seorang Rasul dengan membawa syari’atnya masing-masing. Kita tahu ada ummat
Yahudi, Nasrani, Majusi, dan Islam, serta ummat yang lain. Setiap ummat pemeluk
agama ( Kabilah ) mempunya kiblat sendiri, Orang Yahudi mempunyia Kiblat
sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Orang Nasrani juga mempunyai kiblat
sendiri yang mereka menghadap kepadanya. Allah memberi petunjuk
kepada Ummat muhammad kepada Kiblat yang di ridhoi Allah SWT yaitu Ka’bah.
Ummat
Islam di perintah oleh Allah SWT untuk berlomba-lomba dengan ummat yang lain
dalam berbuat kebaikan, semua perbuatan akan mendapatkan penilaian dari Allah
SWT, amal siapakah yang dinilai baik oleh Allah SWT? Jawabannya
tentu
harus di kembalikan kepada Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka kami merumuskan beberapa hal yang akan
dibahas pada makalah ini, yaitu :
1.
Apa pengertian dari berkompetisi ? dan
Apa pengertian kebaikan?
2.
Bagaimana penjelasan perintah Allah SWT
dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah:148serta Surat Al Fathir : 32
C. Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Agar kita mengetahui dan memahami
perintah Allah SWT untuk berkompetisi dalam berbuat kebaikan.
2.
Untuk mengingatkan kita agar senantiasa
berbuat kebaikan, kapanpun dan dimanapun.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Berkompetisi
Kompetisi
adalah kata kerja intransitive yang berarti tidak membutuhkan objek sebagai
korban kecuali ditambah dengan pasangan kata lain seperti against (melawan),
over (atas), atau with (dengan). Tambahan itu pilihan hidup dan bisa
disesuaikan dengan kepentingan keadaan menurut versi tertentu.
Menurut
Deaux, Dane dan Wrightsman (1993), kompetisi adalah aktivitas mencapai tujuan
dengan cara mengalahkan orang lain atau kelompok. Individu atau kelompok
memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi tergantung dari struktur reward
dalam suatu situasi.
B.
Pengertian Kebaikan
Secara
umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi
tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah
laku tersebut menuju kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value),
apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia
menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih jalanyang ditempuh. Pertama
kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu, dalampelaksanaanya yang pertama
diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yangditempuh mendapatkan nilai dari
tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
Tingkah
laku atau perbuatan menjadi baik dalam arti akhlak, apabila membimbing
manusia ke arah tujuan akhir, yaitu dengan melakukan perbuatan yang membuatnya
baik sebagai manusia.
Berdasarkan
norma susila, kebaikan atau keburukan perbuatan manusiadapat dipandang melalui
beberapa cara, yaitu :
a) Objektif, keadaan
perseorangan tidak dipandang.
b) Subjektif, keadaan
perseorangan diperhitungkan.
c) Batiniah, berasal
dari dalam perbuatan sendiri (kebatinan, intrinsic)
d) Lahiriah, berasal
dari perintah atau larangan Hukum Positif (ekstrinsik)
Perbuatan
yang sendirinya jahat tidak dapat menjadi baik atau netralkarena alasan atau
keadaan. Biarpun mungkin taraf keburukannya dapat berubahsedikit sedikit, orang
tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.Perbuatan yang baik, tumbuh
dalam kebaikannya, karena kebaikan alasandan keadaannya. Suatu alasan atau
keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau
kejahatan itu sedikit, maka kebaikan perbuatanhanya akan dikurangi.Perbuatan
netral memproleh kesusilaannya, karena alasan dan keadaannya.Jika ada beberapa
keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan itu sendiri ada baik atau netral
dipergunakan.
C.
Berkompetisi dalam Kebaikan Sesuai
Perintah Allah SWT dalam Surat Al-Baqarah:148 dan Surat Al Fathir : 32
Berikut
ini adalah beberapa ayat Al-Qur’an yang memerintahkan kepada kita Ummat Islam
untuk berlomba-lomba dengan ummat yang lain dalam berbuat kebaikan. Diantaranya
Surah al-Baqarah ayat 148 dan surah fathir ayat 32 :
A. Surah Al-Baqarah,2: 148
Isi Kandungan
Tiap
tiap umat ada kiblatnya masing masing yang dijadikan arah untuk ibadah pada
zamanya. Umat Islam menhadapkan wajahnya dalam beribadah menuju ke arah
Masjidil Haram yang di dalamnya ada bangunan Kakbah. Umat nabi Ibrahim dan
Ismail juga menghadap ke arah Kakbah sedangkan umat Bani Izrail dan umat
Nasrani menghadap ke arah Baitul Maqdis. Allah swt memberikan ketentuan bagi
setiap umat manusia dalam beribadah kepadaNya dengan menunjukkan rah kiblat
yang sudah di tentukan. Manusia yang taat dan patuh terhadap apa yang
diperintahkan Allah tentu akan melaksanakan dengan penuh taqwa, sedangkan orang
yang ingkar akan mencari dan membuat arah kiblat sendiri sesuai dengan
keinginanya.
Allah
swt akan dapat menilai dan melihat hamba hambanya yang patuh dan taat, dapat
pula melihat hambanya yang melanggar serta meninggalkan perintahnya. Manusia
yang senantiasa berbuat baik dan taat pastilah Allah akan membalasanya dengan
pahala berupa Syurga, Sedangkan manusia yang lalai dan meninggalkan perintah
Allah maka tempatnya adalah di Neraka yang apinya senantiasa menyala nyala.
Hari
kiamat sebagi hari pembalasan akan menjadi suatu masa bahwa setiap perbuatan
manusia akan diminta pertanggungjawabanya. Perbuatan baik sekecil appun pasti
akan mendapat balasanya demikian juga perbuatan buruk atau jahat sekecil apapun
juga akan mendapat balasan yang sangat adil dan setimpal. Tak ada satupun
manusia di hari kiamat yang akan dapat meloloskan diri dari pengadilan Allah
swt. Kehidupan di akhirat hakekatnya adalah kehidupan hakiki dan merupakan
kehidupan yang sebenarnya,oleh karena itu kehidupan yang sebentar di dunia ini
hendaklah benar benar digunakan dengan sebaik baiknya untuk di isi dengan amal
perbuatan yang baik. Kebahagiaan manusia di akhirat sesungguhnya ditentukan
oleh kebahagiaan di dunia ini dengan satu syarat senantiasa melakukan dan
melaksanakan syariat Allah dengan sebaik baiknya.
Allah
swt sudah memberikan gambaran dan peringatan agar manusia berhati hati dalam
hidup ini sebagaimana banyak tertuang dalam firman Allah yang berisi agar
manusia berbuat baik, karena setiap perbuatan akan kembali kepada manusia itu
sendiri. Seperti disebutkan dalam Al quran surat, Al-baqarah ayat;
25,58,83,195, Al-Maidah : 13, Al-An`am : 84, Al-A`raf : 56, Yunus: 26, dan
Surat Yunus : 7
Selain
firman Allah tersbut masih banyak surat dalam Al quran yang memerintahkan untuk
berbuat baik. Maka dengan niat penuh keikhlasan hendaklah kita awali dan
perbaharui hidup ini dengan niat untuk senantiasa melakukan amal amal perbuatan
yang baik.
Penerapan dalam Kehidupan
Sehari-hari
1.
Kita harus berusaha untuk menjadi
pribadi yang selalu berusaha untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya, dan
juga meyakini bahwa nantinya akan ada hari kiamat/hari pembalasan.
2.
Meyakini bahwa setelah hidup di dunia
masih ada kehidupan yang selanjutnya yaitu di alam kubur dan alam akhirat,
sehingga di dunia ini kita harus berbuat kebaikan yang sebanyak-banyaknya untuk
bekal di akhirat nanti.
3.
Sebagai seorang muslim kita harus
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, contohnya, adalah menggunakan waktu
luang untuk memperbanyak ibadah kepada Allah swt.
4.
Memperbanyak berbuat kebaikan karena
nantinya akan mendapatkan pembalasan di hari pembalasan nanti. Ingat, bahwa
kebaikan sekecil apapun yang kita kerjakan selama di dunia ini pasti akan
mendapatkan balasan, sebaliknya kejahatan sekecil apapun juga akan mendapatkan
balasan.
5.
Senang berbuat baik terhadap diri
sendiri dan orang lain serta alam sekitarnya sebagai bukti dari keimanan dan
ketaqwaan kita kepada Allah swt.
6.
Di sekolah kita harus berlomba-lomba
dalam kebaikan, misalnya dalam belajar, dalam mengerjakan ulangan secara jujur,
sehingga kita bisa mendapatkan nilai yang terbaik dan memuaskan.
B. Surat Al Fathir : 32
Isi Kandungan :
Berdasarkan
surat dan ayat di atas Ibnu Taimiyyah membagi manusia kedalam tiga derajat
kedudukan manusia :
1.
Golongan Dholimun Linafsih, ialah
golongan yang selalu mendholimi dan menganiaya diri sendiri. Mereka merupakan
golongan yang durhaka kepada Allah SWT, dengan meninggalkan perintaNya dan mengerjakan
Larangan laranganNya.
2.
Golongan Mukhtasid, ialah golongan dari
kelompok manusia yang derajatnya berada pada pertengahan, bersifat cermat dan
senantiasa berhati hati dengan melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan
laranganNya.
3.
Golongan Sabiqun Bil Khairat, ialah
golongan dari manusia yang senantiasa aktif dalam melakukan kebaikan. Golongan
ini memiliki ruhiyyah yangtinggi dengan senantiasa melaksanakan yang wajib dan
mengerjakan amalan amalan yang sunat. Hidupnya istiqomah dan menjauhi dari perkara
perkara yang syubhat dan ragu ragu dalam kehidupan sehari hari.
Allah
swt mewariskan kitab ( Al Quran ) kepada hamba hambanya yang terpilih untuk
diamalkan dan dikerjakan apa yang diperintahkan dan dilarang dalam kitab
tersebut. Dalam kenyataanya manusia memiliki berbagai ragam bentuk aktifitas
untuk menerima dan mewarisi kitab yang telah Allah wariskan. Ada diantara
mereka menanggapi kitab Allah dengan sungguh sungguh dan mengerjakanya dengan
amal amal perbuatan baik karena mendapatkan ridho dan izin Allah, adapula yang
menerima dengan seenaknya tanpa mau mengerjakan apalagi mentaati isi dan ajaran
kitab Allah tersebut sehingga apa yang dilakukanya sesungguhnya seperti
menganiaya diri sendiri. Karena manusia yang tidak mau beramal baik sesuai
dengan kitab Allah sesungguhnya amal perbuatan itu akan kembali pada dirinya
sendiri. Dan yang lebih banyak manusia itu ada di pertengahan yang terkadang
taat namun dilain waktu manusia itu melanggar.
Kitab
Allah ( Al-Quran ) merupakan satu pedoman hidup manusia baik untuk kebahagiaan
di dunia maupun kebahagiaan hidup di akhirat. Agar manusia mampu meraih kedua
hal tersebut maka manusia dituntut untuk mampu memahami, membaca, dan
mengamalkan apa yang terkandung dalam kitab Allah tersebut. Orang Islam
mempunyai kewajiban untuk mampu dan dapat membaca Al-quran dengan baik dan
benar, memahami arti dan maknanya, serta mengamalkan apa yang ada didalamnya.
Sayid
Sabiq dalam kitabnya telah membagi akhlak manusia kedalam tiga tingkatan :
1.
Nafsu Amarah, ialah nafsu manusia yang
tingkatanya paling rendah dan sangat hina karena senantiasa mengutamakan
desakan dan bisikan hawa nafsu yang merupakan godaan syaitan.
2.
Nafsu Lawwammah, ialah nafsu yang
senantiasa menjaga amal manusia untuk berbuat salih dan berhati hati serta
instropeksi terhadap kesalahan kesalahan apabila terperosok kedalam
kemungkaran.
3.
Nafsu Muthmainah, ialah akhlak manusia
yang paling tinggi derajatnya karena memiliki ruhani dan jiwa yang tenang,
suci, dalam keadaan selalu melakukan kebaikan kebaikan dan beramal shalih.
Penerapan dalam Kehidupan
Sehari-hari
Kita
harus selalu berusaha untuk menjadi orang-orang yang bertaqwa dengan
menjalankan apa-apa yang telah diperintahkan dan menjauhi apa-apa yang telah
menjadi larangannya.
1.
Selalu berusaha semaksimal mungkin dalam
berbuat kebaikan
2.
Bertaubat apabila melakukan suatu
kejahat, dan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi
3.
Menjadikan amal shalih sebagai kebutuhan
kita
D.
Pentingnya
Taat Kepada Aturan Dalam Islam
1.
Pengeritan Taat. Taat artinya tunduk,
baik kepada Allah Swt., pemerintah, orang tua dan lain-lain, tidak berlaku
curang, dan setia.
2.
Pengertian aturan adalah tindakan
atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan adalah sikap tunduk
kepada tindakan atau perbuatan yang telah diatur baik oleh Allah Swt., nabi,
pemimpin, atau yang lainnya. Di rumah terdapat aturan,
di sekolah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan,
di mana saja kita berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat dengan maksud agar
terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa adanya
tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku. Taat
kepada Allah Swt. adalah hal yang paling utama, namun kita juga harus taat
kepada para pemimpin kita selama tidak bertentangan dengan aturan agama.
3.
Aturan yang tertinggi adalah aturan yang
dibuat oleh Allah Swt., yaitu aturan-aturan yang terdapat pada al-Qur’an.
Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi Muhammad saw., yang
disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh para
pemimpin (amir), baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang
lain, termasuk pemimpin keluarga.
4.
Peranan para pemimpin sangatlah penting.
Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai institusi
terbesar, tidak akan stabil tanpa adanya pemimpin. Tanpa adanya seorang
pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan
mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan
umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada
pemimpin (selama tidak melakukan maksiat), akan terciptalah keamanan dan
ketertiban serta kemakmuran.
5.
Ayat dan hadis yang berhubungan dengan
ketaatan pada aturan dan pimpinan. Dalam agama Islam, banyak dalil yang
menunjukkan perintah untuk mentaati pemerintah, selain dalam hal maksiat kepada
Allah. Diantaranya firman Allah dalam Al-Quran :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
"Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu." (QS. An-Nisa: 59)
E.
Perilaku
Etos Kerja
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yangg khas
dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah
semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu
kelompok.
Etos berasal
dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat, sikap
serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja
Muslim dapat didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang
muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai
suatu manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai ibadah yang luhur.
Etos
Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).
Etos
Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan
keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi
dari amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman
bukan saja menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan
martabat dirinya sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan
dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia
yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, “Dan tidak
Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS.
adz-Dzaariyat : 56).
Bekerja
adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja yang
didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba
Allah SWT.
Apabila
bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan
bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk
menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan
fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya sebagai
manusia.
Setiap
muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga
gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja
secara produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan
salah satu ciri yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim.
Tidak
ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi
manusii yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak
memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya
merupakan tindakan yang tercela. Seorang muslim yang
memiliki etos kerja adalah
mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang
merupakan bagian amanah dari Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu
harus didasarkan kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu :
dimensi ma’rifat (aku tahu), dimensi hakikat (aku
berharap), dan dimensisyariat (aku berbuat).
Perilaku
mulia dalam etos kerja yang perlu dilestarikan adalah:
1.
Meyakini bahwa dengan kerja keras, pasti
ia akan mendapatkan sesuatu yang diinginkan (“man jada wa jada” – Siapa yang
giat, pasti dapat)
2.
Melakukan sesuatu dengan prinsip: “Mulai
dari diri sendiri, mulai dari yang terkecil, dan mulai dari sekarang.”
3.
Pentang menyerah dalam melakukan suatu pekerjaan.
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ
عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ
الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya:
“Dan
katakanlah, “Bekerjalah kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu juga
rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang
maha mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu
apa yang telah kemu kerjakan.” (Q.S. At-Taubah/9 : 105)
Pada Q.S. At-Taubah/9: 105 menjelaskan,
bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada kita untuk semangat dalam melakukan amal
saleh sebanyak-banyaknya. Allah Swt. akan melihat dan menilai amal-amal
tersebut. Pada akhirnya, seluruh manusia akan dikembalikan kepada Allah Swt.
dengan membawa amal perbuatannya masing-masing. Mereka yang berbuat baik akan
diberi pahala atas perbuatannya itu. Mereka yang berbuat jahat akan diberi
siksaan atas perbuatan yang telah mereka lakukan selama hidup di dunia.
BAB II
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suatu
nikmat apabila telah disyukuri, Tuhan berjanji akan menambahnya lagi. Dan
janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak syukur
atas nikmat adalah suatu kekufuran. Kalau nikmat yang telah dianugerahkan Allah
tidak disyukuri, mudah saja bagi Allah mencabutnya kembali, dan menghidupkan
kita di dalam gelap.
Meskipun
Rasul sudah diutus, ayat sudah diberikan, al-Qura'n sudah diwahyukan, hikmat
sudah diajarkan dan kiblat sudah terang pula, semuanya tidak akan ada artinya
kalau tidak ingat kepada Allah (zikir) dan bersyukur. Orang yang tidak
mensyukuri nikmat Tuhan yang telah ada, tidaklah akan rnerasai nikmat Islam
itu. Maka zikir dan syukur, adalah dua pegangan teguh yang banyak diterangkan
di dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w.
Dari
penjabaran diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa manusia tak lepas dari
sebuah dosa. Dimanapun kita berada pasti kita sering melakukan dosa setiap
harinya ,entah kita sadari atau tidak.Apabila kita ingin berbuat baik kepada
orang lain.Terkadang kita salah mengerti dengan keadaan orang tersebut sehingga
terjadi salah paham diantara sesama.
Dimanapun
kaki ini menginjak dan dimanapun nafas ini masih menghembus, jalankanlah
perintah berlomba-lombalah dalam kebaikan sesuai dengan maksud yang ada.
Berikanlah yang terbaik untuk sesama dan pahami bagaimana keadaannya terlebih
dahulu agar kita terhindar dari rasa kesalahpahaman antar sesama serta tidak
ada yang dirugikan atas semua tindakan baik kita.
B.
Saran
Berbuat
kebaikan jelas diperintahkan oleh Allah SWT. Perintah untuk berlomba-lomba
dalam berbuat kebaikan, dapat kita temukan dalam Al-Quran maupun Al-Hadist.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya