animasi-bergerak-selamat-datang-0276

Minggu, 13 Agustus 2017

Resensi Novel Hafalan Shalat Delisa



RESENSI
NOVEL INDONESIA

A.          Tokoh dan Perwatakan
Novel
No
Tokoh
Perwatakan
Bukti
Hafalan Shalat Delisa
1
Delisa
Ø Pantang menyerah







Ø Penyayang

Ø Pemalas







Ø Manja
Ø “Badannya terus terseret. Ya Allah, Delisa ditengah sadar dan tidaknya ingin sujud”
Ø “Ya Allah Delisa ingin sujud dengan sempurna. Delisa sekarang hafal bacaannya”
Ø “Delisa tidak lupa seperti tadi subuh”

Ø “Delisa cinta Ummi karena Allah”
Ø “Delisa masih ngantuk!” Delisa bandel menarik bantak. Ditaruh di atas kepala. Malas mendengar suara tertawa Kak Fatimah.

Ø “Kak Fatimah ganggu saja”

2
Ummi Salammah
Ø Rendah Hati

Ø Sabar










Ø Perhatian


Ø Baik





Ø Bijaksana
Ø “Ah nggak usah. Biar saya bayar penuh Koh Acan!”

Ø “Bukan, sayang”
Ø “Kan kita udah janji, kamu nggak akan pegang kalungnya sebelum kamu hafal seluruh bacaan shalat! Sebelum lulus dari ujian Ibu Guru Nur”
Ø “Tetapi doanya tetap nggak seperti itu kan, Delisa”

Ø “Kamu kenapa, sayang?”
Ø “Kamu sakit?”

Ø “Kamu kan dikasih tahu artinya oleh Ustadz Rahman”
Ø Ada malaikat yang membangunkan Delisa”

Ø “Nah kamu boleh baca seperti artinya itu”
Ø “Itu lebih pas
Ø “Atau kalau Delisa mau lebih afdal lagi, ya pakai bahasa arabnya! Entar bangunnya insyaAllah nggak susah lagi”

3
Fatimah
Ø Tegas




Ø Sabar

Ø Baik
Ø “Ais, kamu memangnya nggak bisa bangunin Delisa nggak pakai teriak-teriak apa?”

Ø “Delisa bangun, sayang”

Ø “Delisa bangun, sayang…. Shubuh!” Fatimah, sulung berumur lima belas tahun membelai lembut pipi Delisa. Tersenyum berbisik.

4
Aisyah
Ø Keras kepala





Ø Egois



Ø Iri








Ø Nakal
Ø “Yee, Delisa jangankan gerak-gerakan kencang-kencang, speaker meunasa ditaruh dikupingnya saja, ia nggak bakal bangun-bangun juga”

Ø “Makanya kamu cepetan menghafal bacaannya”
Ø “Bikin repot saja”

Ø “Kenapa Delisa dapat kalung yang lebih bagus! Kenapa kalung Delisa lebih bagus jika dibandingkan dengan kalung Aisyah”
Ø “Lebih bagus dari kalung Zahra”
Ø “Kalung Kak Fatimah”

Ø Delisa menggeliat. Geli. Cut Aisyah nakal menusuk hidungnya dengan bulu ayam penunjuk batas tadarus.

5
Zahra
Ø Sabar
Ø “Iya tapi kamu nyarinyakan bisa lebih pelan sedikit? Nggak mesti merusak lipatan pakaian yang lainnya?”

6
Abi Usman
Ø Pengertian






Ø Perhatian
Ø “Tentu saja Delisa bisa menghafalnya kembal. Insya Allah jauh lebih cepat sekarang”
Ø “Kan, Delisa pernah menghafal sebelumnya”

Ø “Bagaimana sayang, apakah Delisa sudah merasa baikan?”

7
Umam
Ø Nakal
Ø “Maafin Umam, Umi. Umam  ngaku, Umam yang ngambil uang belanja Umi”

8
Tiur
Ø Baik
Ø “Ayo Delisa, aku ajarin naik sepedanya”

9
Ustad Rahman
Ø Pengertian
Ø “Biar nggak kebolak-balik kamu mesti menghafalnya berkali-kali”
Ø “Baca berkali-kali”
Ø “Nanti nggak lagi! Nanti pasti bisa”

10
Pak Cik Acan
Ø Baik
Ø “Udahlah Umi Salamah, buat Umi Salamah saya kasih setengah harga”

11
Smith Adam
Ø Perhatian
Ø “Bagaimana Shopie? Apakah keadaan anak itu berubah”

12
Shopie
Ø Baik
Ø “Delisa jangan menangis, saya janji akan sering kirim surat dan hadiah untuk Delisa. Saya juga suatu saat nanti akan kembali kesini untuk menemui Delisa”

B.          Alur Novel
1.       Alur yang digunakan dalam kedua kutipan novel tersebut :
a.     Hafalan Shalat Delisa
Alur               : Maju – mundur – maju (campuran)
Alasan            :  Alur dari cerita ini yaitu maju, mundur, maju (campuran) karena pada novel ini digambarkan bahwa Delisa mengenang masa-masa saat sebelum keluarganya meninggal karena bencana Tsunami.
“Ummi? Delisa tiba-tiba ingat Ummi. Ya Allah dimana Ummi. Kepala Delisa berputar mencari. Di mana pula Kak Fatimah? Kak Zahra? Kak Aisyah? Di mana mereka? “
Pelan kenangan itu kembali. Lambat Delisa mengingat kejadian enam hari lalu. Delisa sama sekali tidak pernah tahu, hamper seminggu ia sudah terjerambab di atas semak-belukar tersebut. Sekolah! Ia di sekolah pagi hari itu. Ia bukankah sedang menghadap Ibu Guru Nur menghafal bacaan shalat.

2.       Alur yang digunakan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel :
a.     Hafalan Shalat Delisa
Peristiwa 1   :       Alur dalam novel ini menggunakan alur progresif atau alur maju, yakni alurcerita yang ditulissecara kronologis dari awal sampai akhir. Alur atau Plot atau disebut juga jalan cerita terangkai urut dengan bab-bab yang berkesinambungan.
Novel ini dibuka dengan kehidupan sehari-hari seorang anak berumur 6 tahun bersama ketiga kakak perempuannya (Fatimah, Zahra, dan Aisyah), seorang ibu (Ummi Salamah) dan juga seorang ayah (Abi Usman).
Dimulai dengan “Shalat Lebih Baik dari Tidur”, membuat kita kenal dengan keluarga sederhana dan bersahaja ini dengan paparan bahasa yang tegas kadang lucu. Delisa, si tokoh utama, digambarkan begitu berbeda dengan anak-anak seumurannya di daerah Lhok Nga–termasuk kakak-kakaknya, tidak hanya urusan perangai bahkan fisik pun sangat berbeda. Rambut ikal keemasan, bermata hijau dan paras yang sangat menggemaskan.
Yang tersaji pada bagian opening ini adalah bagaimana perjuangan sang Delisa untuk menghafal bacaan shalatnya. Sederhana sekali memang namun penulis mampu menyuguhkan narasi-narasi yang tidak biasa.
Peristiwa 2  :        Berlanjut pada bab-bab pertengahan (sekitar halaman 60), yaitu klimaks. Sebuah bencana maha dahsyat terjadi. Sebuah patahan pada lantai bumi. Sebuah gelombang raksasa yang menghantarkan ribuan laksa air laut ke hamparan Aceh utara, Lhok Nga. Menghantam rumah dan gedung-gedung, menumbangkan pepohonan, menyeret kendaraan-kendaraan begitu ringannya, menghanyutkan jiwa-jiwa yang histeris dan menelangsakan mereka yang selamat. Dimulai dengan “26 Desember 2004 Itu!”, penulis mendeskripsikan kejadian yang mungkin saja bisa terjadi saat itu. Sosok Delisa yang tiba-tiba lupa bagaimana bacaan sujudnya yang dilambangkan penulis sebagai pertandaNya yang nyata terhadap bencana yang akan terjadi dalam catatan kaki penulis. Catatan kaki ini pula merupakan nilai lebih dan hal yang sangat berbeda dari buku kebanyakan. Pembaca memanfaatkan catatan kecil tersebut sebagai komentar bahkan gagasan atau pengharapan penulis sendiri terhadap tokoh dan ceritanya. Pada bab ini Delisa akan menyetor hafalannya kepada Ibu Guru Nur, saat gilirannya tiba, saat takbir pertama dimulai, ratusan kilometer jauhnya dari Lhok Nga, lantai laut retak seketika. Begitu cermat dan sabar penulis mendeskripsikan serta menggabungkan setiap gerak dan bacaan shalat Delisa dengan alur kejadian bencana tersebut –tsunami. Hingga Delisa tak mampu mengingat satupun hafalan shalatnya. Di sinilah semua permasalahan dan penyelesaiaan dimulai.

Peristiwa 3  :                  Memasuki beberapa bab akhir yang menjadi anti-klimaks membuat novel ini lebih bercerita banyak akan makna hidup dan keikhlasan. Penulis menjadikan sosok Delisa yang masih kecil menjadi sosok yang dewasa sebelum umurnya. Walau itu bukan hal yang tidak mungkin, namun penulis mampu menyuguhkan permasalahan yang sederhana (selain tsunami) dengan pertautan batin sebagai wujud pendewasaan yang dialami Delisa. Pintu-pintu kebaikan itu tertutup bagi orang-orang yang tidak tulus. Begitulah pesan akhir yang dapat pembaca petik dalam permasalahan Delisa mengenai hafalannya yang selama ini telah hilang bersama ribuan laksa air yang menimpa Lhok Nga.
Akhir cerita yang disuguhkan tidak memaksa. Delisa yang akhirnya memahami makna keikhlasan pun mampu menghafal bacaan shalatnya dengan begitu lancar. Seakan-akan bacaan itu berbicara kepada Delisa. Delisa pun pertama kalinya melakukan shalat dengan sempurna dan khusuk. Begitulah keinginannya selama ini. Namun, penulis tidak mengakhiri kisah di sini. Di sebuah sungai, usai shalat Ashar berjamaah, usai melakukan aktivitas bersama teman-teman sekelasnya membuat kaligrafi, Delisa menuju sungai untuk membersihkan repihan pasir yang menempel pada lengannya. Ia basuh wajahnya dan mendapati kesejukan yang begitu menyegarkan. Hingga ia menangkap sebuah cahaya yang selama ini ia cari, yaitu kalung yang akan diberikan ibunya sebagai hadiah bila ia dapat menghafal bacaan shalatnya. Bukan tergantung di semak-semak atau batang pohon, namun kalung itu menggantung digenggaman tulang tangan manusia, Umminya yang selama ini Delisa rindukan.

C.          Sudut Pandang
1.       Hafalan Shalat Delisa
Sudut pandang                            : Sudut pandang yang digunakan pengarang dalam novel tersebut yaitu sudut pandang orang ketiga serba tahu. Hal ini dibuktikan oleh pengarang yang selalu menyebut nama tokoh-tokoh pemeran dalam novel tersebut, dimana seakan-akan pengarang begitu mengerti perasaan yang dialami tokoh dalam cerita.
Bagian yang membuktikan          : “Ummi Salammah terpanah. Ya Allah, kalimat itu sungguh indah. Ya Allah...Kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika.

D.          Setting (Latar) Novel
1.       Hafalan Shalat Delisa
a.     Setting waktu       : Pada saat Delisa menjalani test hafalan ..............................Sholatnya.Pagi itu, Sabtu 25 Desember 2003. ..............................Sehari sebelum badai tsunami menghancurkan ..............................pesisir Lhok Nga. Sebelum alam kejam sekali ..............................merenggut semua kebahagiaan Delisa.

b.     Setting tempat      : Desa kecil bernama Lhok-Nga pesisir pantai ..............................Aceh. 
.......................................Mereka tinggal di komplek perumahan sederhana. Dekat sekali dengan pantai. Lhok Nga memang tepat di tubir pantai. Pantai yang indah. Rumah mereka paling berjarak empat ratus meter dari pantai. Komplek itu seperti perumahan di seluruh kota Lhok Nga, religius dan bersahabat.
c.      Setting Suasana : Suasana saat akan terjadi Gempa sangat tragis,       ..............................seluruh orang pergi berhamburan mencari ..............................tempat yang aman. 
Gelombang itu menyentuh tembok sekolah. Beberapa detik sebelumnya terdengar suara bergemuruh. Juga teriakan-teriakan ketakutan orang di luar. Delisa tidak melihat betapa menggentarkan sapuan gelombang raksasa itu. Delisa mendengar suara mengerikan itu.
Tetapi Delisa sedang khusuk. Delisa ingin menyelesaikan hafalan shalatnya dengan baik. Ya Allah Delisa ingin berpikiran satu. Maka ia tidak bergeming dari berdirinya.

E.          Tema dan Amanat Novel
1.       Hafalan Shalat Delisa
Tema     :
Amanat    : 1. Teruslah Bersyukur dengan apa yang telah di berikan  Oleh ......Allah SWT.
  2. Jangan pernah putus asa dan tetap semangatlah menjalani hidup ini.
  3. Sayangilah Keluargamu seperti mereka menyayangimu.

F.           Gaya Bahasa
1.       Hafalan Shalat Delisa
Gaya Hiperbola
“Ya Allah, Kalimat itu membuat hatinya meleleh seketika”.
“Ya Allah, tubuh itu belum bercahaya. Tubuh yang ditatapnya bercahaya. Berkemilauan menakjubkan. Lihatlah! Lebih indah dari tujuh pelangi dijadikan satu”

Gaya Personifikasi
“Gelomang tsunami sudah menghantam bibir pantai”
“Terlambat, gelombang itu menyapu lebih cepat”

Gaya Metafora
“Pohon-pohon bertumbangan bagai kecambang yang akarnya lemah menunjang”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian sangat berharga bagi saya

Survey Monkey

Survey Monkey/Monkey Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan umpan balik untuk membantu mengumpulkan informasi & data pelanggan dari surv...