animasi-bergerak-selamat-datang-0276

Senin, 24 Desember 2018

Mengulas Jurnal Budidaya Tanaman


MENGULAS JURNAL
BUDIDAYA TANAMAN







DISUSUN OLEH

                                      Nama                             : Anggi Kusumah
                                      NPM                    : E1D017102
                                      Kelas                    : A
                                      Mata Kuliah                   : Dasar-Dasar Agronomi





FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
Peningkatan Produktivitas Padi Sawah (Oryza sativa L.) Melalui Penerapan Beberapa Jarak Tanam dan Sistem Tanam

A.  Identitas Jurnal
Judul Penelitan : Peningkatan Produktivitas Padi Sawah (Oryza sativa L.) Melalui Penerapan Beberapa Jarak Tanam dan Sistem Tanam
Penulis : Bima Satria* , Erwin Masrul Harahap, Jamilah
Jumlah Halaman : 9 (sembilan) halaman
Sumber : https://jurnal.usu.ac.id/index.php/agroekoteknologi/article/download/16309/7829
Instansi : Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU Medan

B.  Ringkasan
            Beras merupakan bahan pangan pokok bagi lebih dari 95 persen penduduk Indonesia. Usahatani padi menyediakan lapangan pekerjaan dan sebagai sumber pendapatan bagi sekitar 21 juta rumah tangga pertanian. Selain itu, beras juga merupakan komoditas politik yang sangat strategis, sehingga produksi beras dalam negeri menjadi tolak ukur ketersediaan pangan bagi Indonesia Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika campur tangan pemerintah Indonesia sangat besar dalam upaya peningkatan produksi dan stabilitas harga beras. Kecukupan pangan (terutama beras) dengan harga yang terjangkau telah menjadi tujuan utama kebijakan pembangunan pertanian. Kekurangan pangan bisa menyebabkan kerawanan ekonomi, sosial, dan politik yang dapat menggoyahkan stabilitas nasional (Suryana, 2002).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan produktivitas padi sawah (Oryza sativa L.) melalui penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam. Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Tanjung Mulia Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang dan dimulai pada bulan April sampai dengan September 2016. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap non faktorial dengan perlakuan jarak tanam dan sistem tanam, J1 (disemai dengan jarak tanam 20 x 20 cm), J2 (disemai dengan jarak tanam 25 x 25 cm), J3 (disemai dengan jarak tanam 30 x 30 cm), J4 (ditanam langsung dengan menyebar 33 benih padi/plot), J5 (ditanam langsung dengan jarak tanam 20 x 20 cm), J6 (ditanam langsung dengan jarak tanam 25 x 25 cm), J7 (ditanam langsung dengan jarak tanam 30 x 30 cm), J8 (Legowo 2:1), J9 (Legowo 4:1). Yang diulang sebanyak 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh meningkatkan produktivitas padi sawah (Oryza sativa L.) Hasil terbaik diperoleh pada perlakuan J9 (legowo 4 : 1).
Penerapan jarak tanam atau jumlah populasi bervariasi, menurut Prihatman (2000), jarak tanam disesuaikan dengan kondisi setempat seperti 20 cm x 20 cm (250.000 populasi/ha), 25 cm x 25 cm (160.000 populasi/ha) dan 30 cm x 30 cm (111.111 populasi/ha). Selanjutnya menurut pedoman pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jarak tanam yang baik dalam budidaya metode SRI adalah 20 cm x 20 cm dan 25 cm x 25 cm. Jarak tanam yang lebar penyerapan unsur hara, sinar matahari dan udara optimal sehingga memberi kesempatan pada tanaman terutama pada pembentukan anakan, pertumbuhan akar dan pertumbuhan lainnya lebih optimal.
Legowo adalah cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan tanaman kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak tanaman pada baris tengah. Hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh legowo 4:1, dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 6597 Vol.5.No.3, Juli 2017 (80): 629- 637 631 benih dicapai oleh legowo 2:1 (BPTP Jambi, 2011).
Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap non faktorial dengan perlakuan jarak tanam dan sistem tanam, J1 (disemai dengan jarak tanam 20 x 20 cm), J2 (disemai dengan jarak tanam 25 x 25 cm), J3 (disemai dengan jarak tanam 30 x 30 cm), J4 (ditanam langsung dengan menyebar 33 benih padi/plot), J5 (ditanam langsung dengan jarak tanam 20 x 20 cm), J6 (ditanam langsung dengan jarak tanam 25 x 25 cm), J7 (ditanam langsung dengan jarak tanam 30 x 30 cm), J8 (Legowo 2:1), J9 (Legowo 4:1).
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik berdasarkan analisis Varian pada setiap peubah amatan yang diukur dan diuji lanjut bagi perlakuanyang nyata dengan menggunakan uji beda Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5 dan 1 %.
Hasil analisis sidik ragam tinggi tanaman tanaman padi, menunjukkan bahwa penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (cm) tanaman padi pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST. Dari penelitian yang telah dilaksanakan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan J1 (disemai dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm) yaitu sebesar 93,29 cm, dan perlakuan terendah terdapat pada J6 (ditanam langsung dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm) yaitu sebesar 79,42 cm. Dari data yang diperoleh, maka dapat diindikasikan bahwa perbedaan model jarak tanam tidak dapat mempengaruhi perbedaan tinggi tanaman pada setiap plot percobaan. Terlihat bahwa perlakuan J1 (disemai dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm) lebih renggang populasinya dibandingkan dengan perlakuan J6 (ditanam langsung dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm). Hal ini disebabkan karena terjadi persaingan penyinaran matahari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Loveless (1991), menyatakan bahwa lingkungan sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, seperti cahaya matahari dan kerapatan populasi tanaman. Dengan kerapatan yang tinggi akan terjadi persaingan terhadap penyerapan nutrisi dan cahaya matahari sehingga daun-daun tidak mengembang tetapi ruas-ruas batang beberapa kali lebih panjang. Selain itu, pemberian pupuk yang berimbang akan menghasilkan pertumbuhan yang seragam dengan perlakuan yang berbeda. Hal ini dikarenakan aplikasi berbagai jarak tanam yang digunakan akan mempengaruhi produksi secara langsung.
Hasil analisis sidik ragam jumlah anakan tanaman padi, menunjukkan bahwa penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan tanaman padi pada 2 MST, 4 MST, 6 MST, dan 8 MST.
Hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam terhadap jumlah anakan tanaman padi.
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah anakan per plot tanaman padi, dimana jumlah anakan per plot tertinggi pada perlakuan J9 (legowo 4:1) sebesar 2.812 anakan per plot (batang). Hal ini diduga karena jarak tanam menunjukkan perbedaan, jika jarak tanam yang dipakai semakin rapat, maka akan menghasilkan jumlah anakan yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan literatur Husna (2010) yang menyatakan bahwa, jumlah anakan maksimum juga ditentukan oleh jarak tanam, sebab jarak tanam menentukan radiasi matahari, hara mineral serta budidaya tanaman itu sendiri. Jarak tanam yang lebar persaingan sinar matahari dan unsur hara sangat sedikit dibanding dengan jarak tanam yang rapat. Dengan kerapatan yang tinggi akan terjadi persaingan terhadap penyerapan nutrisi dan cahaya matahari sehingga daun-daun tidak mengembang tetapi ruas-ruas batang beberapa kali lebih panjang.
Hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam terhadap jumlah malai per plot (batang), jumlah biji bernas per plot (bulir), jumlah biji hampa per plot (bulir), bobot gabah netto kering per plot (g), bobot gabah bruto kering per plot (g) tanaman padi
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah malai per plot tanaman padi, dimana jumlah malai per plot tertinggi pada yaitu pada perlakuan J9 (legowo 4:1) 1.184 malai per plot (batang). Hal ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan, sistem tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah anakan produktif. Hal ini terlihat dari masing-masing perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata. Anakan produktif yang dihasilkan merupakan gambaran dari jumlah anakan maksimum yang dihasilkan sebelumnya. Hal ini sesuai dengan literatur Kuswara dan Alik (2003) yang menyatakan bahwa jumlah anakan maksimum akan berpengaruh terhadap jumlah anakan produktif yang selanjutnya akan mempengaruhi hasil produksi. Anakan produktif merupakan anakan yang berkembang lebih lanjut dan menghasilkan malai. Pada tanaman padi potensi pembentukan anakan produktif terlihat dari jumlah anakan, tetapi tidak selamanya demikian karena pembentukan anakan dipengaruhi oleh lingkungannya.
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah biji bernas per plot tanaman padi, dimana jumlah biji bernas per plot tertinggi pada yaitu pada perlakuan J9 (legowo 4:1) sebesar 151.058 biji bernas per plot (bulir). Hal ini dikarenakan pada masa awal penanaman sampai fase pertumbuhan banyak tanaman yang hidup sehingga kompetisi antar tanaman baik dalam unsur hara maupun cahaya tidak terlalu tinggi yang menyebabkan pembagian hasil fotosintesis untuk pengisian bulir malai menjadi lebih efisien. Hal ini sesuai dengan literatur Husna (2010) yang menyatakan bahwa perlakuan sistem tanam memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase biji berisi, karena pada proses fase generatif tanaman pengisian biji tidak mengalami hambatan. Hal ini disebabkan karena hama penyakit yang mengganggu tanaman sangat sedikit, pengaruh pemeliharaan yang intensif. Selain itu penanaman dilakukan pada musim tanam besar.
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap jumlah biji hampa per plot tanaman padi, dimana jumlah biji hampa per plot tertinggi pada yaitu pada perlakuan J9 (legowo 4:1) sebesar 100.705 biji hampa per plot (bulir). Hal ini diduga karena jarak tanam legowo mampu menghasilkan produksi gabah tinggi dan mendapatkan bulir gabah yang berkualitas karena sistem jarak tanam ini mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir. Hal ini sesuai dengn pernyataan Badan Litbang Pertanian (2007) yang menyatakan bahwa hasil yang lebih tinggi dicapai dengan sistem tanam legowo dibandingkan dengan sistem tegel (25x25) cm. Semakin rapat jarak tanam menghasilkan anakan yang lebih banyak, pertumbuhan akar yang lebih baik disertai dengan berat kering akar dan tekanan turgor yang tinggi, serta kandungan prolin yang rendah dibandingkan dengan jarak tanam yang lebih sempit. Legowo 4:1 menghasilkan produksi gabah tertinggi, tetapi untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih lebih baik jika digunakan legowo 2:1. Legowo 2:1 mampu mengurangi kehampaan akibat efek tanaman pinggir. Selain itu, sistem tanam legowo merupakan salah satu bentuk rekayasa teknologi untuk mengoptimalkan produktivitas tanaman padi dengan pengaturan dengan pengaturan populasi sehingga tanaman mendapatkan ruang tumbuh dan sinar matahari yang optimum. Hal ini dikarenakan aplikasi berbagai jarak tanam yang digunakan akan mempengaruhi produksi secara langsung (Suriapermana et al, 2000).
Hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam terhadap bobot gabah netto kering per plot (g), bobot gabah bruto kering per plot (g), bobot jerami kering per plot (g) bobot per 1000 gabah kering (g) tanaman padi.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap bobot per 1000 gabah kering, dimana bobot per 1000 gabah kering tertinggi terdapat pada perlakuan J1 (disemai dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm) yaitu sebesar 26,56 g. Sedangkan perlakuan terendah terdapat pada J9 (legowo 4:1) 24,55 g. Bobot 1000 butir tidak dipengaruhi oleh jarak tanam. Hal ini diduga bentuk dan ukuran biji ditentukan oleh faktor genetik sehingga berat 1000 butir yang dihasilkan hampir sama. Hal ini sesuai dengan literatur Masdar (2006) tinggi rendahnya berat biji tergantung dari banyak atau tidaknya bahan kering yang terkandung dalam biji. Bahan kering dalam biji diperoleh dari hasil fotosintesis yang selanjutnya dapat digunakan untuk pengisian biji.
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot gabah bruto kering per plot tanaman padi, dimana bobot gabah bruto kering tertinggi pada yaitu pada perlakuan J9 (legowo 4:1) sebesar 4.746,36 gabah bruto kering (g). Hal ini dikarenakan aplikasi berbagai jarak tanam yang digunakan akan mempengaruhi produksi secara langsung. Proses ini dapat saja terjadi karena masih banyak faktor lingkungan lain yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman antaranya curah hujan, hama yang menyerang, anakan yang mati atau tidak produktif. Faktor paling penting mempengaruhi tanaman yang mendapat efek samping, menjadikan tanaman mampu memanfaatkan faktor-faktor tumbuh yang tersedia seperti cahaya matahari, air dan CO2 dengan lebih baik untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, karena kompetisi yang terjadi relatif kecil (Wahyuni et al, 2004).
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh sangat nyata terhadap bobot gabah netto kering per plot tanaman padi, dimana bobot gabah netto kering tertinggi pada yaitu pada perlakuan J9 (legowo 4:1) sebesar 4.531,76 gabah netto kering (g). Hal ini dikarenakan pada masa awal penanaman sampai fase pertumbuhan banyak tanaman yang hidup sehingga kompetisi antar tanaman baik dalam unsur hara maupun cahaya tidak terlalu tinggi yang menyebabkan pembagian hasil fotosintesis untuk pengisian bulir malai menjadi lebih efisien. Hal ini sesuai dengan literatur Diraatmaja (2002), yang mengatakan bahwa dengan prinsip dasar menjadikan semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir dan diantara kelompok barisan tanaman padi terdapat lorong yang luas dan memanjang sepanjang barisan menyebabkan sinar matahari lebih banyak masuk ke petakan sawah dan membuka peluang terjadinya pengaruh samping (border effect) yang sama besar untuk setiap tanaman, sehingga tanaman tumbuh lebih baik, bulir yang dihasilkan lebih berisi (bernas) yang pada akhirnya hasilnya pun lebih tinggi.
Berdasarkan hasil uji beda rataan penerapan beberapa jarak tanam dan sistem tanam berpengaruh nyata terhadap bobot jerami kering per plot tanaman padi, dimana bobot jerami kering tertinggi pada yaitu pada perlakuan J9 (legowo 4:1) yaitu sebesar 7.980,16 g. Pada populasi rendah (jarak tanam lebar), keragaan rumpun padi besar, namun per luasannya hasil dan komponen hasilnya lebih rendah dibandingkan jarak tanam yang lebih rapat. Hal ini sesuai dengan literatur Kurniasih et al (2008) yang menyatakan bahwa jarak tanam yang rapat akan meningkatkan penangkapan radiasi surya oleh tajuk tanaman, sehingga meningkatkan pertumbuhan tanaman seperti jumlah anakan produktif, volume dan panjang akar total, meningkatkan bobot kering tanaman dan bobot gabah per rumpun, tetapi tidak berpengaruh terhadap hasil per satuan luas. Faktor paling penting mempengaruhi tanaman yang mendapat efek samping, menjadikan tanaman mampu memanfaatkan faktor-faktor tumbuh yang tersedia seperti cahaya matahari, air dan CO2 dengan lebih baik untuk pertumbuhan dan pembentukan hasil, karena kompetisi yang terjadi relatif kecil.
Rata-rata bobot per 1000 gabah kering (g) tertinggi terdapat pada perlakuan J1 (disemai dengan jarak tanam 20 x 20 cm) 26,56 g, sedangkan rata-rata terendah terdapat pada perlakuan J9 (legowo 4:1) 24,55 g. Rata-rata bobot gabah netto kering per plot (g) tertinggi terdapat pada perlakuan J9 (legowo 4:1) 4.531 g, sedangkan rata-rata terendah terdapat pada perlakuan J3 (disemai dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm) 510 g. Rata-rata bobot gabah bruto kering per plot (g) tertinggi terdapat pada perlakuan J9 (legowo 4:1) 5.764 g, sedangkan rata-rata terendah terdapat pada perlakuan J3 (disemai dengan jarak tanam 30 cm x 30 cm) 564 g. Rata-rata bobot jerami kering per plot (g) tertinggi terdapat pada perlakuan J9 (legowo 4:1) 7.980,16 g, sedangkan rata-rata terendah terdapat pada perlakuan J4 (tanam langsung dengan menyebar 33 benih padi/plot) 2.169,53 g.
Dari penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Jarak tanam jajar legowo 4:1 dapat memberikan peningkatan produktivitas padi sawah (Oryza sativa L.) paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan jarak tanam lainnya dengan luas lahan yang sama. Hal ini terlihat pada parameter pengamatan tertinggi seperti jumlah anakan per plot (batang), jumlah malai per plot (batang), jumlah biji bernas per plot (bulir), jumlah biji hampa per plot (bulir), bobot gabah bruto kering per plot (g), bobot gabah netto kering per plot (g) dan bobot jerami kering per plot (g).
Untuk mendapatkan produksi padi sawah (Oryza sativa L.) yang optimal dianjurkan menggunakan jarak tanam jajar legowo 4:1 dengan memadukan sistem tanam pindah atau dengan persemaian benih terlebih dahulu

C.  Ulasan Penulisan
Berdasarkan ulasan yang dilakukan pada aspek sistematika ukuran penulisan, diperoleh hasil sebagai berikut.
1.    Bahasa Menggunakan bahasa Indonesia, kecuali pada abstrak ditulis dengan penambahan berbahasa Inggris.
2.    Jumlah Halaman 9 (sembilan) halaman

D.  Ulasan Kelengkapan Sistematika 
Berdasarkan ulasan yang dilakukan pada aspek kelengkapan sistematika artikel, diperoleh hasil sebagai berikut.
1.             Judul (ada)
2.             Nama dan Alamat (ada)
3.             Abstrak dan Kata Kunci abstrak (ada) kata kunci abstrak bahasa Indonesia (ada) 
4.             Pendahuluan (ada)
5.             Metode (ada)
6.             Hasil dan Pembahasan (ada)
7.             Kesimpulan (ada)
8.             Saran (opsional) (tidak ada)
9.             Daftar Pustaka (ada)
10.         Ucapan Terima Kasih (tidak ada)







Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill.) Pada Berbagai Persentase Naungan
A.  Identitas Jurnal
Judul Penelitan : Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Tomat (Lycopersicum Esculentum Mill.) Pada Berbagai Persentase Naungan
Penulis : Ela Kartika, Ramal Yusuf, dan Abd. Syakur
Jumlah Halaman : 8 (Delapan) halaman
Sumber : http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/Agrotekbis/article/view/5398/4135
Instansi : Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu

B.  Ringkasan
            Tomat tergolong dalam tanaman sayuran yaitu family Solanaceae. Tanaman tomat banyak ditanam di dataran tinggi dataran sedang dan dataran rendah. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 3-4 bulan (Surtinah, 2007). Tanaman tomat dapat ditanam sepanjang tahun. Namun, waktu yang paling baik untuk 718 menanam tomat adalah musim kemarau yang dibantu dengan penyiraman secukupnya (Pracaya,1994).
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh persentase naungan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat serta mendapatkan persentase naungan yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan persentase naungan terdiri dari 6 taraf perlakuan, N0 = tanpa naungan, N1 = naungan 10%, N2 = naungan 20%, N3 = naungan 30%, N4 = naungan 40%, N5 = naungan 50%. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 18 unit percobaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berbagai persentase naungan berpengaruh sangat nyata terhadap variabel pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, saat munculnya bunga, jumlah buah dan berat buah tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill). Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yang baik terdapat pada naungan 30%.
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat ditentukan oleh unsur-unsur cuaca seperti suhu udara. Namun faktor yang paling berpengaruh terhadap perkembangan tanaman adalah suhu dan panjang hari, sedangkan pada pertumbuhan hampir semua unsur cuaca sangat mempengaruhinya (Handoko, 1995).
Tanaman tomat dapat tumbuh baik di tempat yang bersuhu panas, akan tetapi tomat memiliki suhu optimum untuk pertumbuhannya, sinar matahari yang berlebihan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Salah satu bentuk modifikasi iklim mikro yang dapat membantu pertumbuhan dan hasil tanaman tomat yaitu dengan penggunaan naungan. Naungan dapat berbentuk rumah kaca, rumah plastik, paranet atau bahan lain yang dianggap dapat membantu melindungi tanaman dari cahaya berlebih. Tomat juga membutuhkan perlakuan khusus untuk dapat memperbaiki tingkat pertumbuhan dan kualitas hasil yang baik (Ashari, 2006)
Berdasarkan penelitian Arlingga, (2014) Aplikasi naungan berpengaruh nyata terhadap setiap variabel pengamatan tanaman seledri. Naungan yang digunakan dengan tingkat persentase 30%, 50% dan 70%. Naungan paranet 30% memberikan pertumbuhan dan hasil yang baik untuk tanaman seledri.
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mempelajari dan mengetahui pengaruh persentase naungan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman tomatserta mendapatkan persentase naungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan hasil tanaman tomat. Kegunaan dari penelitian ini yaitu dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pembanding untuk penelitian berikutnya.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat varietas tymoti,pupuk kandang sapi, tali, rangka naungan, serta jaring hitam (fisnet). Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah papan percobaan, label perlakuan, cangkul, ajir, ember, meteran, timbangan, alat-alat tulis, thermometer, light meter dan alat dokumentasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan persentase naungan yang terdiri atas 6 taraf :
N0 = Tanpa Naungan (0 %)
N1 = Naungan 10 %
N2 = Naungan 20 %
N3 = Naungan 30 %
N4 = Naungan 40 %
N5 = Naungan 50 %
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan dilakukan uji keragaman. Perlakuan yang berpengaruh nyata atau sangat nyata selanjutnya dilanjutkan dengan uji beda nyata jujur (BNJ) 5%.
Tinggi Tanaman. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengamatan tinggi tanaman berpengaruh sangat nyata pada umur 3, 4, 5, 6 dan 7 MST. Nilai ratarata pengamatan tinggi tanaman.
Hasil uji BNJ 5% pada Tabel 1. menunjukkan bahwa tinggi tanaman tomat pada pengamatan 2 MST tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata pada pengamatan 3 MST dan 5 MST pada perlakuan naungan 10%, sedangkan perlakuan lainnya menunjukan hasil yang sama. Pada pengamatan 4 MST dan 6 MST perlakuan naungan 10% dan naungan 20% berbeda nyata dibanding dengan perlakuan naungan 30%, 40% dan 50%, hal ini juga serupa dengan pengamatan 7 MST menunjukan bahwa tinggi tanaman yang tertinggi terdapat pada perlakuan naungan 10% yaitu 65,43 cm, sedangkan tinggi tanaman terendah terdapat pada perlakuan tanpa naungan.
Jumlah Daun. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengamatan jumlah daun berpengaruh sangat nyata pada pada umur 2, 3, 4 dan 5 MST. Hasil uji BNJ 5% pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah daun berbeda nyata pada pengamatan 3 MST dan 4 MST pada perlakuan naungan 30%, sedangkan perlakuan lainnya menunjukan hasil yang sama. Pada pengamatan 2 MST dan 5 MST perlakuan naungan 20% dan naungan 30% berbeda nyata dengan perlakuan naungan 10% dan 50%, dan menunjukan bahwa jumlah daun yang tertinggi terdapat pada perlakuan naungan 30% yaitu 34,33 helai sedangkan jumlah daun terendah terdapat pada perlakuan tanpa naungan dan naungan 50%.
Saat Munculnya Bunga. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengamatan saat munculnya bunga berpengaruh sangat nyata. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa saat munculnya bunga berbeda nyata pada perlakuan tanpa naungan dan perlakuan naungan 50%, sedangkan perlakuan naungan 20% dan naungan 30% menunjukan hasil yang sama. Pada perlakuan naungan 40% berbeda nyata dengan perlakuan naungan 10%. Naungan 10% menunjukan bahwa saat munculnya bunga yang tercepat yaitu 23 hst, sedangkan saat munculnya bunga terlama terdapat pada perlakuan tanpa naungan dan naungan 50%.
Jumlah Buah. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengamatan jumlah buah berpengaruh sangat nyata pada panen ke 2, 3, 4 dan 5. Hasil uji BNJ 5 menunjukkan bahwa jumlah buah pada perlakuan naungan 30% berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan naungan lainnya, yang menunjukan bahwa rata-rata jumlah buah tertinggi terdapat pada perlakuan naungan 30% yaitu 13,43 buah, sedangkan jumlah buah terendah terdapat pada perlakuan tanpa naungan.
Berat Buah. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengamatan berat buah berpengaruh sangat nyata pada panen ke 1, 2, 3, 4 dan 5. Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa total berat buah berbeda nyata pada perlakuan naungan 30%yang menunjukan bahwa rata-rata jumlah buah tertinggi terdapat pada perlakuan naungan 30% yaitu 192,70 g, sedangkan jumlah buah terendah terdapat pada perlakuan tanpa naungan.
Rata-Rata Suhu Udara Harian. Diperoleh data bahwa pada naungan 50%, suhu udara harian tertinggi yaitu 21,550C dan suhu terendahnya 18,250C dengan rata-rata suhu udara harian 18,050C, merupakan kondisi naungan dengan suhu yang paling rendah. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat tidak tumbuh dengan baik. Selanjutnya pada naungan 40% suhu udara harian tertinggi yang terdapat pada naungan tersebut yaitu 23,500C dan suhu terendahnya 20,250C dengan rata-rata suhu udara hariannya 20,290C, merupakan kondisi naungan dengan suhu sedang. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat tumbuh dengan cukup baik.
Diperoleh data bahwa pada naungan 30% suhu udara harian tertinggi yaitu 25,500C dan suhu terendahnya 22,250C dengan rata-rata suhu udara harian 22,140C, merupakan kondisi naungan dengan suhu yang paling tepat. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat optimum. Selanjutnya pada naungan 20% suhu udara harian tertinggi yang terdapat pada naungan tersebut yaitu 27,500C dan suhu terendahnya 24,250C dengan rata-rata suhu udara hariannya 24,060C, merupakan kondisi naungan dengan suhu kurang baik. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tidak tumbuh dengan baik.
Diperoleh data bahwa pada naungan 10% suhu udara harian tertinggi yaitu 29,250C dan suhu terendahnya 26,000C dengan rata-rata suhu udara harian 25,800C, merupakan kondisi naungan dengan suhu yang paling tinggi di bandingkan perlakuan naungan 50%, 40%, 30% dan 20% sehingga pada kondisi ini tanaman tomat juga tidak dapat tumbuh dengan baik. Selanjutnya pada perlakuan tanpa naungan, rata-rata suhu udara harian tertinggi yang terdapat pada perlakuan tersebut yaitu 31,500C dan suhu terendahnya 280C dengan rata-rata suhu udara harian 29,940C, merupakan kondisi dengan suhu yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat tidak dapat tumbuh secara baik.
Intensitas Radiasi Surya. Diperoleh data bahwa pada naungan 50%, intensitas radiasi surya berkisar 5045,33 fc. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat tidak tumbuh dengan baik. Selanjutnya pada perlakuan naungan 40%, intensitas radiasi surya berkisar 5180,16 fc merupakan kondisi naungan dengan intensitas radiasi sedang. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat tumbuh dengan cukup baik.
Diperoleh data bahwa pada perlakuan naungan 30%, intensitas radiasi surya berkisar 5295,41 fc intensitas radiasi surya merupakan kondisi naungan dengan intensitas radiasi yang paling tepat. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat optimum. Selanjutnya pada perlakuan naungan 20%, intensitas radiasi surya merupakan kondisi naungan dengan intensitas radiasi surya yang kurang baik. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tidak tumbuh dngan baik.
Dapat diperoleh data bahwa pada perlakuan naungan 10%, intensitas radiasi surya berkisar 5525,96 fc merupakan kondisi naungan dengan intensitas radiasi yang paling tinggi di bandingkan perlakuan naungan 50%, 40%, 30% dan 20% sehingga pada kondisi ini tanaman tomat juga tidak dapat tumbuh dengan baik. Selanjutnya pada perlakuan tanpa naungan, intensitas radiasi surya berkisar 5680,47 fc merupakan kondisi dengan intensitas riadiasi yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada kondisi ini pertumbuhan tanaman tomat tidak dapat tumbuh secara baik.
Pengaruh Presentase Naungan Terhadap Pertumbuhan Tomat. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa pengaruh persentase naungan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 3, 4, 5, 6 dan 7 MST. Pada naungan 10% menghasilkan nilai tinggi tanaman tertinggi, dibanding dengan perlakuan naungan 20%, 30%, 40%, 50% dan perlakuan tanpa naungan. Hal ini diduga karena etiolasi yang menyebabkan pertumbuhan tanaman tomat lebih cepat memanjang ketika menerima sedikit cahaya. Naungan 30% merupakan kondisi lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh baik pada semua parameter pertumbuhan. Pada naungan 40, 50% dan perlakuan tanpa naungan, intensitas cahaya yang diterima tanaman tinggi, sehingga tanaman berusaha mengimbangi antara kebutuhan intensitas cahaya dengan transpirasi yang menyebabkan terhambatnya pertambahan tinggi tanaman.
Perbedaan naungan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini berkaitan langsung dengan intensitas, kualitas dan lama penyinaran cahaya yang diterima untuk tanaman melaksanakan proses fotosintesis. Seperti yang dikemukan oleh Daniel dkk (1992) dalam Arlingga (2014) bahwa cahaya langsung berpengaruh pada pertumbuhan pohon melalui intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Syakur (2002) juga menambahkan bahwa pada siang hari sinar matahari terhalang oleh naungan,ini mengakibatkan berkurangnya radiasi surya yang sampai ke permukaan tanah.
Pada parameter jumlah daun, aplikasi naungan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun pada 2 3, 4 dan 5 MST, dimana jumlah daun terbanyak diperoleh pada tanaman dinaungan 30%. Naungan 30% baik terhadap pertumbuhan tanaman tomat karena persentase pada naungan tersebut sesuai suhu yang diinginkan tanaman tomat. Hal ini juga dapat dilihat pada tingkat serangan penyakit, tanaman tomat pada naungan 10% lebih mudah terserang penyakit diduga karena kelembaban disekitar tanaman yang berada dibawah naungan tersebut lebih rendah. Menurut Zubaidi dan Farida, (2008) dalam Arlingga, (2014) kepekaan tumbuhan terhadap cahaya merupakan salah satu faktor penting dalam pertumbuhannya.
Dari keseluruhan total panen (panen I – V), baik perlakuan tanpa naungan maupun naungan 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% jumlah buah berpengaruh sangat nyata pada panen II sampai panen V, sedang bobot buah juga memberikan pengaruh sangat nyata pada panen I sampai panen V. Yang diharapkan pada panen buah tomat yaitu berat buahnya, maka pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa perlakuan naungan 30% memperlihatkan pengaruh dalam memperbaiki pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.
Pengaruh Suhu Udara dan Intensitas Radiasi Surya Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat. Proses fotosintesis dan metabolisme suatu tanaman dipengaruhi oleh faktor luar seperti sinar matahari, suhu, ketersediaan air, hara mineral dan kondisi tempat tumbuh (Alrasyid, 2000). Pada penelitian ini, naungan memberikan manfaat untuk mengatur intensitas penyinaran matahari, tinggi rendahnya suhu, dan kelembaban udara. telah diketahui bahwa tomat merupakan tanaman C3 atau tanaman yang cepat jenuh radiasi, dapat tumbuh baik ditempat yang intensitas mataharinya rendah sampai sedang (Tjasyono, 2004).
Pada penelitian ini naungan 30% merupakan kondisi yang optimal karena mendapat intensitas matahari yang rendah dan suhu yang sesuai, sehingga aktifitas fotosintesis berjalan dengan optimal dan menyebabkan asimilasi yang dibutuhkan oleh tanaman untuk memenuhi pertumbuhan maksimal. Pada siang hari naungan berperan untuk mengurangi tingginya suhu maksimum dengan cara menahan cahaya matahari yang diterima tanaman dan pada malam hari naungan mengurangi turunnya suhu minimum dengan cara menghambat radiasi panas dari bumi ke atmosfer (Dora, 2011 dalam Arlingga, 2014).
Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata suhu udara harian dan intensitas radiasi surya yang diterima tanaman berpengaruh terhadap penampilan tanaman tomat. Struktur morfologi tanaman tomat yang baik dapat dilihat pada naungan 30%. Tanaman tomat yang berada pada naungan tersebut memiliki tinggi tanaman yang lebih baik, jumlah daun yang lebih banyak, 724 jumlah buah lebih banyak dan berat buah tinggi bila dibanding dengan perlakuan naungan 10%, 20%, 40%, 50% dan tanpa naungan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa persentase naungan memberikan pengaruh sangat nyata pada variabel pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, saat munculnya bunga, jumlah buah, berat buaH, tetapi tidak berpengaruh nyata pada pengamatan tinggi tanaman pada umur 2 MST. Persentase naungan yang baik yaitu pada perlakuan naungan 30%.



C.  Ulasan Penulisan
Berdasarkan ulasan yang dilakukan pada aspek sistematika ukuran penulisan, diperoleh hasil sebagai berikut.
1.    Bahasa Menggunakan bahasa Indonesia, kecuali pada abstrak ditulis dengan penambahan berbahasa Inggris.
2.    Jumlah Halaman 8 (delapan) halaman

3.    Ulasan Kelengkapan Sistematika 
Berdasarkan ulasan yang dilakukan pada aspek kelengkapan sistematika artikel, diperoleh hasil sebagai berikut.
1.    Judul (ada)
2.    Nama dan Alamat (ada)
3.    Abstrak dan Kata Kunci abstrak (ada) kata kunci abstrak bahasa Indonesia (ada) 
4.    Pendahuluan (ada)
5.    Metode (ada)
6.    Hasil dan Pembahasan (ada)
7.    Kesimpulan (ada)
8.    Saran (opsional) (ada)
9.    Daftar Pustaka (ada)
10.Ucapan Terima Kasih (tidak ada)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian sangat berharga bagi saya

Survey Monkey

Survey Monkey/Monkey Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan umpan balik untuk membantu mengumpulkan informasi & data pelanggan dari surv...