ANCAMAN PEMUGARAN DAN
RENOVASI GEDUNG
BAGI KELANGSUNGAN HIDUP
BURUNG HANTU
DI TABA PENANJUNG
KARYA
TULIS ILMIAH
Diajukan
Sebagai Salah Syarat Menyelesaikan Tugas Akhir Semester
Tahun
Ajaran 2015-2016
Oleh
:
Novita
Sari
SMA
NEGERI 2 BENGKULU TENGAH
TUGAS
UNTUK PELAJARAN BAHASA INDONESIA
KELAS
XI IPA 1
ABSTRAK
Di nusantara ini lebih khusus lagi di
daerah Taba Penanjung, sudah teramat sulit kita menjumpai, menemukan atau
melihat keberadaan burung hantu. Burung hantu berperan penting bagi
keseimbangan rantai makanan. Hal itu merupakan salah satu peran penting burung
hantu dalam menjaga keseimbangan rantai makanan dan tentu saja lancarnya
ekosistem. Namun, masyarakat awam akan keberadaan burung hantu
Dari keawaman inilah, pemerintah dan
masyarakat kurang mengerti dengan kelangsungan hidup burung hantu. Sehingga
perburuan dan renovasi dilakukan tanpa memperhatikan keberadaan burung hantu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik sarang. Faktor yang mempengaruhi pemilihan sarang, dan
dampak renovasi terhadap keberadaan burung hantu. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah observasi, studi literatur, dan wawancara.
Hasil yang didapatkan dari penelitian
ini antara lain yaitu:
Burung
hantu cenderung bersarang di eternit yang telah rusak atau berlubang.
Burung
hantu memilh tempat bersarang yang memiliki ketinggian 7-15 meter serta pada
lokasi yang sulit dijangkau atau pun yang jauh dari aktivitas manusia.
Renovasi
yang tidak memperdulikan keberadaan sarang burung hantu dapat mengakibatkan
turunnya populasi burung hantu.
Kata Kunci:
Burung hantu, karakteristik sarang, ancaman renovasi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang Masalah
Di
nusantara ini, lebih khusus lagi di daerah Taba Penanjung, sudah teramat sulit
kita menjumpai, menemukan, atau melihat keberadaan burung hantu. Jangankan
melihat mereka bersarang, melihat mereka terbang melayang pun termasuk
kesepakatan langka. Hal ini juga dikarenakan oleh perilaku burung hantu yang
merupakan hewan nokturnal yang aktif saat malam hari dan waktu subuh.
Masyarakat
pada umumnya awam akan keberadaan mereka. Di mana mereka bersarang, apa
makanannya, atau bahkan peranan mereka berburu mangsanya, seberapa penting
sarang itu untuk melanjutkan keturunannya, atau bahkan peranan mereka sebagai
top predator yang menjaga keseimbangan rantai makanan. Burung hantu berperan
sangat penting bagi keseimbangan rantai makanan, burung hantu berada di tingkat
tertinggi sebagai karnivora yang memangsa hewan lain di bawahnya.
Hal
itu merupakan salah satu peran penting burung hantu dalam menjaga keseimbangan
rantai makanan dan tentu saja lancarnya ekosistem. Aktivitas ini di samping
memberi manfaat sebagai pengendali hama, juga memberi manfaat secara tidak
langsung terhadap upaya pelestarian jenis dan populasinya. Sehingga ini
merupakan langkah efektif, efisien dan multiguna bagi pelestarian lingkungan
hidup.
Dari
keawaman inilah, terkadang pemerintah dan masyarakat kurang mengerti dengan
kelangsungan hidup burung hantu. Sebagai contoh, dilakukannya perburuan oleh
masyarakat yang hanya sebagai hobi. Selain itu, sarang juga diperlukan untuk
perkembangbiakan.
Namun,
kegiatan pemugaran dan renovasi gedung yang dilakukan oleh pemerintah kurang
memperhatikan keberadaan sarang burung hantu. Hal ini merupakan ancaman bagi
kelangsungan hidup burung hantu. Karena akibat pemugaran dan renovasi tersebut
dapat merusak sarang burung hantu.
1.2.
Rumusan
Masalah
Penelitian
ini mengangkat judul “Ancaman Pemugaran Dan Renovasi Gedung Bagi Kelangsungan
Hidup Burung Hantu Di Taba Penanjung”.
Adapun rumusan pada penelitian ini, yaitu:
Bagaimanakah
cara membuat renovasi gedung?
Bagaimanakah
ukuran eksakta renovasi gedung?
Mengetahui
penerapan pemugaran burung hantu?
Bagaimana
karakteristik sarang burung hantu yang ada di gedung?
Apakah
yang mempengaruhi pemilihan lokasi sarang oleh burung hantu?
Apakah
dampak pemugaran dan renovasi gedung bagi kelangsungan hidup burung hantu?
1.3.
Tujuan
Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Mengetahui
desain renovasi gedung
Ukuran
eksakta renovasi gedung
Mengetahui
penerapan pemugaran burung hantu
Mengetahui
karakteristik sarang burung hantu yang berada di gedung
Mengetahui
hal-hal yang mempengaruhi pemilihan lokasi sarang oleh burung hantu.
Mengetahui
dampak pemugaran dan renovasi gedung bagi kelangsungan hidup burung hantu
BAB
II
KAJIAN
ATAU PERCOBAAN
2.1. Alat dan Bahan
Binokuler
Lembar
penelitian
Kamera
2.2. Prosedur Percobaan
Penentuan
lokasi sarang dilakukan oleh penelitian berdasarkan penelitian sebelumnya.
Ketinggian
sarang diukur dari permukaan tanah.
Dilakukan
penentuan lokasi sarang berada di bagian mana dari gedung.
Penghitungan
jarak lokasi sarang dari sumber makanan terdekat dengan pendekatan skala peta.
Dilakukan
pengamatan kondisi oleh peneliti.
Dilakukan
wawancara yang berkaitan terhadap pegawai gedung, pekerja reovasi, serta
masyarakat sekitar.
2.3.
Hasil Percobaan
Berdasarkan
data yang peneliti peroleh dari survei sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti
serta dari laporan masyarakat mengenai keberadaan sarang burung hantu,
ditemukan beberapa titik keberadaan sarang burung hantu di kecamatan Taba
Penanjung yaitu di desa Jambu. Penelitian tersebut dilakukan pada tahun 2016,
sehingga diperlukan ulang untuk memastikan keberadaan sarang burung hantu. Hal
ini dilakukan karena burung hantu sering berpindah-pindah lokasi sarang.
Setelah
melakukan survei dari bulan Febuari hingga bulan Maret peneliti telah
memastikan kembali dan menemukan 2 sarang baru di desa Jambu. Setelah itu
peneliti juga melakukan pengamatan tambahan di dua tempat yang diduga ditempati
burung hantu pada SMP di desa Jambu dan SD di desa Jambu. Survei pertama
dilakukan di rumah. Disana peneliti langsung dapat menemukan tanda-tanda
keberadaan burung hantu.
Sarang
burung hantu terletak di belakang gedung dan belakang langsung dengan tembok SD
di desa Jambu, sehingga sulit bagi peneliti untuk mendapatkan dokumentasi letak
sarang, namun akhirnya peneliti berusaha memanjat tembok SD di desa Jambu untuk
mendapatkan foto letak sarang. Setelah ditemukan sarang, peneliti langsung
menghitung ketinggian dari dasar tanah hingga letak sarang dengan ilmu
kesebangunan (bisa dilakukan dengan metode penelitian) dan dengan menggunakan
peralatan seadanya. Hal ini berlanjut ke lokasi sarang selanjutnya yaitu di
gedung SMP di desa Jambu.
Survei
dilakukan pada saat senja hingga malam hari. Namun, Februari hingga Maret
survei tidak bisa berjalan secara maksimal dikarenakan hujan deras yang selalu
turun pada malam hari. Hal ini membuat burung hantu jarang keluar sarang.
Akhirnya
pada bulan Maret dilakukan pengamatan intensif pada penelitian tentukan melalui
beberapa tanda-tanda yaitu adanya eternit atau genteng yang berlubang, kotoran
burung hantu, serta juga dengan ditemukannya pelet. Selanjutnya, penelitian
menjabarkan kondisi gedung, karakteristik sarang serta respon masyarakat
sekitar terhadap keberadaan burung hantu.
BAB
III
DISKUSI
ATAU PEMBAHASAN
3.1.
Eternit atau atap yang bolong
Eternit
yang telah rusak atau berlubang menjadi tempat yang sangat berpotensi untuk
lokasi bersarang burung hantu. tergantung seberapa besar rusaknya eternit. Beberapa sarang memiliki
lubang masuk yang sangat besar dan ada juga beberapa sarang vang berlubang masuk
sangat kecil, sekitar
20x20cm.
3.2. Kotoran burung hantu
Kotoran burung hantu merupakan salah satu
penanda adanya sarang Serak iawa. Biasanya
kotoran burung hantu dijumpai pada tempat
bertenggernya ataupun di bawah lubang sarang.
Kotoran Burung hantu berupa cairan yang berwarna
putih pucat. Sisa makanan lain yang berupa
tulang
dan bulu mangsanya dikeluarkan dalam bentuk
pelet.
3.3.
Adanya pelet
Burung
hantu memiliki ciri khas
yang tidak dimiliki oleh
kebanyakan burung pemangsa
lainnya, Burung
hantu tidak
dapat mencerna beberapa
bagian dari mangsanya seperti
tulang, bulu dangigi. Hal
ini disebabkan cairan lambung pada Burung hantu kurang bersifat asam.
Pemuntahan seringkali menjadi petunjuk bahwa
burung siap untuk makan kembali. Saat burung makan lebih dari satu mangsa dalam
beberapa jam, maka beberapa komponen akan dimampatkan dalam satu pelet.
Siklus pelet bersifat teratur, sisa
dimuntahkan saat saluran cerna selesai menyerap dari makanan. Hal ini
seringkali dilakukan pada tempat bertengger favorit ataupun di bawah
sarang. Saat seekor Burung Hantu akan
menghasilkan pelet, akan menampakan ekspresi
kesakitan (mata tertutup), wajah menyempit,
dan enggan terbang. Pada saat pengeluaran,
leher dipanjangkan ke depan, paruh terbuka,
dan pelet dengan mudahnya keluar tanpa ada
gerakan meludah atau tersedak.
3.4. Deskipsi Lokasi dan Karakteristik Sarang
1. Gedung kades
Gedung
ini berada di Jalan Jambu Peneliti menggunakan rumus kesebangunan untuk mengukur ketinggian sarang Burung
hantu yang berketinggian
75 meter Sarang ini terletak di gedung paling barat dibagian barat
gedung. Keberadaan sumber makanan berjarak
sekitar 150 meter dari Pasar Serangan dan 40
meter dari SD
Jambu.
Peneliti
melakukan wawancara dengan keamanan dan juga dari pihak
kades diwakili oleh
pekerja teknis dan renovasi. Sebagian besar darimereka mengatakan bahwa
Burung hantu sudah
menjadi seperti sebuah ikon di kawasan tersebut. Pihak kades melindungi
keberadaan Burung
hantu dengan bentuk,
ketika ada renovasi penggantian eternit, pihak kades
memutuskan untuk tetap membiarkan keberadaan
sarang dengan tidak mengganti eternit.
2.
Gedung SD Jambu
SD Jambu merupakan bekas
puskesmas dengan
arsitektur bangunan
yang masih seperti
rumah sakit zaman
kolonial. Awalnya SD
Jambu merupakan tempat
bertengger Burung
hantu.
Namun seiring
berjalannya waktu mulai banyak tanda-tanda adanya sarang dengan
ditemukannya beberapa pelet dan kotoran yang
berpusat pada suatu tempat.
Pada
akhir bulan Februari saya melakukan survei dengan dipandu oleh peneliti.
Hasilnya didapatkan sarang aktif burung hantu pada bagian barat
gedung di atas ruang kelas. Sebagian warga SD Jambu baik siswa maupun guru dan karyawan mengaku pernah
melihat burung hantu yangbertengger di atas
gedung. Selain itu, beberapa waktu yang lalu
seorang siswa menemukan burung hantu yang masuk
ke dalam kelas melalui jendela yang berlubang
sarang burung hantu berada pada ketinggian 8 meter
dan berada di atas eternit. Ditemukan dua pintu masuk menuju sarang dan keduanya berukuran
kecil sekitar 15x15 cm. Sarang ini
berjarak sekitar 315 meter dari
pasar kantor kepala
desa, 64 meter dari sebuah
tempat pembuang sampah dan sekitar 500 meter dari sungai.
Berdasarkan
wawancara yang peneliti lakukan dengan seorang penjaga gedung, beliau
mengatakan bahwa saat malam hari dan dinl hari
sering melihat burung hantu terbang di sekitar
SD Jambu. Namun,
pada saat Burung hantu sedang berbiak, burung
hantu sering
mengeluarkan suara teriakan ketika ada sesuatu
yang mendekati sarangnya. Beliau juga mengatakan, dari pihak SD
Jambu sendiri bersikap
tidak peduli dan juga membiarkan keberadaan sarang. Hanya saja terkadang ada
beberapa siswa yang menemukan burung hantu dan kemudian ditangkap
dan dijual di Pasar.
Dengan
nada merahasiakan, penunggu gedung itu juga berkata bahwa seorang satpam di
SD Jambu sering
menembaki Burung hantu ketika burung hantu terbang dan bertengger.
Beliau berkata jujur bahwa sebenarnya kegiatan
seorang satpam itu mengganggu keadaan sekolah. Hal ini dikarenakan burung
hantu sangat membantu
dalam mengurangi keberadaan tikus di kawasan SD
Jambu.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:
Burung
hantu bersarang di gedung SD Jambu dan gedung kades Jambu
Beberapa
hal yang mempengaruhi pemilihan lokasi sarang Burung hantu yaitu ketinggian
Gedung
berkisar antara enam hingga lima belas meter. Sarang terletak pada bagian
eternit gedung yang jauh dari aktivitas manusia. Sarang terletak pada wilayah
yang memiliki ketersediaan pangan yang melimpah seperti pada sawah, pasar
ataupun kawasan padat penduduk.
Pada
dasarnya, renovasi dan pemugaran gedung tidak akan merusak sarang burung hantu
jika Perilaku burung hantu kepada burung hantu remaja yang sedang belajar
terbang. Kawanan Serak lawa akan berkumpul mengelilingi sekitar sarang dengan
terus mengeluarkan suara desisan tanpa jeda.
4.2. Saran
Berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan pemerintah dan masyarakat
untuk melakukan hal hal sebagai berikut:
Perlu
adanya sosialisasi dan kerjasama dari berbagai pihak untuk memperkenakan serak Jawa
ke ranah masyarakat luas dengan n fungsi biologisnya yaitu sebagai menonjolkan penyeimbang
ekosistem.
Guna
melestarkan populasi burung hantu, alangkah baiknya jika pemerintah dan
pihak-pihak yang lain memberikan arahan mengenai pembuatan nestbox bagi tempat
bersarang serak Jawa jika bangunanmasyarakat enggan ditempati Serak jawa.
Adanya sebuah reward bagi masyarakat yang
bersedia membuatkan sarang pada bangunan tempat tinggalnya. Peneliti pernah
membaca sebuah jurnal Born own Trust bahwa dibeberapa daerah di Inggris telah dlakukan
sistem seperti itu. Masyarakat yang bersedia memberikan tempat bagi serak uawa,
mendapatkan bebas bea pajak bangunannya. Hal itu perlu dijadikan pertimbangan bagi
pemerintah Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sin,
Lim Wen 2009. "Tyto alba: Penjelajah Kota di MalamHari"
Baskoro,
Karyadi. 2005 "Tyto alba: Biologi, Perilaku, Ekologi dan Konservasi. Seri
Pustaka
Konservasi
Universitas Diponegoro Semarang.
survei
tahun 2004 oleh yayasan Kutilang indonesia (m) dan Balai Konservasi Sumber Daya
Alam
(BKSDA
DIY).
httpl/www.barmowtco.uk/
Barnowicentre,
2005. TheBornowl centre Gloucestershire
Mackinnon,
J. Phillipps, K, van Balen B 2000, Burung-burung di Sumatera, Jawa, Bali dan
Kalimantan,
Puslitbang Biologi LPI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya