RESENSI NOVEL NEGERI 5 MENARA
A.
Menentukan
Tokoh dan Perwatakan
a. Alif
(tokoh utama) dalam novel ini adalah tokoh yang protagonis. Alif digambarkan
sebagai sosok generasi muda yang penuh motivasi, bakat, semangat untuk maju dan
tidak kenal menyerah.
b. Baso
dalam novel ini tokoh yang protagonis. Baso adalah teman Alif merupakan anak
yang paling rajin dan paling bersegera disuruh ke masjid.
c. Raja
dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
d. Said
dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
e. Dulmajid
dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
f. Atang dalam novel ini tokoh yang protagonis. Teman Alif sesama sahibul menara.
g. Ustad
Salman dalam novel ini tokoh yang protagonis. Wali kelas Alif. Laki-laki muda
bertubuh kurus bersuara lantang.
B.
Menetukan
Alur Novel
1.
Alur
yang digunakan novel Negeri 5 Menara :
Alur : Alur dari
Novel Negeri 5 Menara adalah alur maju-mundur
Alasan : Dimana
cerita adalah kilas balik ingatan tokoh utama akan masa silam ketika menimbah
ilmu di Pondok Madani hingga membuahkan hasil yang menyenangkan dimasa kini.
2.
Alur
yang digunakan berdasarkan peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel :
Peristiwa
1 : Washington
DC, Desember 2003, jam 16.00
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.(hal.1)
Iseng saja, aku mendekat ke jendela kaca dan menyentuh permukaannya dengan ujung telunjuk kananku. Tidak jauh, tampak The Capitol, gedung parlemen Amerika Serikat yang anggun putih gading, bergaya klasik dengan tonggak-tonggak besar. Aku tersenyum. Pikiranku langsung terbangun jauh ke masa lalu. Masa yang sangat kuat terpatri dalam hatiku.(hal.1)
Peristiwa
2 : Aku tegak di atas aula madrasah negeri setingkat SMP.
Sambil mengguncang-guncang telapak tanganku, Pak Sikumbang, Kepala Sekolahku
memberi selamat karena ujianku termasuk sepuluh yang tertinggi di Kabupaten
Agam.(hal.5)
Peristiwa
3 :
Gigiku
gemeletuk. London yang berangin terasa lebih menggigil dari Washington DC. Dulu
kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi.
Setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan
mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing.(hal. 405)
C.
Sudut
Pandang
Sudut
pandang : Dalam novel
ini penulis menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini dikarenakan tokoh
utama selalu menyebut dirinya dengan kata aku.
Bagian
yang membuktikan : Aku baca
suratnya sekali lagi. Senang membaca surat dari kawan lama. Tapi aku juga iri.
Rencana masuk SMA-nya juga rencanaku dulu. Aku menghela napas dan menatap
kosong kepuncak pohon kelapa. Aku tidak boleh terlambat lagi. Aku kapok jadi
jasus. Aku jera menjadi drakula. (hal. 102-103).
D.
Setting
(Latar) Novel
1. Setting
waktu : Pagi, malam, dan sore
2.
Setting tempat :
Adapu latar
tempat dari novel ini yaitu di Pondok -------------------------------------Madani hal ini
didukung oleh tema yang ada yaitu -----------------------------------pendidikan.
Karakter tokoh utama juga mendukung ----------------------------------latar yang ada.
2. Setting
Suasana : Menyenangkan, menegangkan, dan menyedihkan.
E.
Tema dan
Amanat Novel
Tema : Adapun tema dari novel Negeri 5
Menara Karya A. Fuadi adalah pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari latar
tempat yaitu dipesantren dimana kegiatan utama yang dilakukan sehari-hari tokoh
utama adalah belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan novel berikut:
Bagai sebuah
konspirasi besar untuk mencuci otak, metode total immersion ini cocok dengan
lingkungan yang sangat mendukung. Tidak cukup dengan itu, entah siapa yang
menyuruh, banyak diantra kami yang membawa kamus. Kalau bukan kamus cetak, kami
pasti membawa buku mufradhat, buku tulis biasa yang dipotong kecil sehingga
lebih tipis dan gampang dibawah kemana-mana. Murid dengan buku mufradhat
ditangan gampang ditemukan sedang antri mandi, antri makan, berjalan, bahkan di
antara kegiatan olahraga sekalipun.(hal. 133-135).
Amanat : Adapun amanat dalam novel ini adalah
sebuah perenungan yang diberikan penulis bagi pembaca untuk tidak putus asa
dalam hidup dan bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat, bangsa_dan_agama.
Kutipan_Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh_Maha_Mendengar. Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. (hal.405).
Kutipan_Novel:
Jangan pernah remehkan impian walau setinggi apapun. Tuhan sungguh_Maha_Mendengar. Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil. (hal.405).
F.
Gaya
Bahasa
Gaya bahasa yang digunakan penulis dalam novel ini
sangat inspiratif. Dari tiap kata-katanya kita merasakan kekuatan pandangan
hidup yang mendasari bangktnya semangat untuk mencapai harga diri, prestasi dan
martabat_diri.
Kutipan_Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. (hal. 405).
Kutipan_Novel:
Dulu kami melukis langit dan membebaskan imajinasi itu lepas membumbung tinggi. Aku melihat awan yang seperti benua Amerika, Raja bersikeras awan yang sama berbentuk Eropa, sementara Atang sangat percaya bahwa awan itu berbentuk Afrika. Baso malah melihat semua ini dalam konteks Asia, sedang Said dan Dulmajid awan itu berbentuk peta negara kesatuan Indonesia. Dulu kami tidak takut bermimpi. Meski juga kami tidak tahu bagaimana merealisasikannya. Tapi lihat hari ini, setelah kami mengerahkan segala ikhtiar dan menggenapkan dengan doa, Tuhan mengirim benua impian kepelukan kami masing-masing. Kun fayakun, maka semula awan impian, kini hidup yang nyata. (hal. 405).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya