Hanya Sehat
Kebanggaan si Miskin
Rabu,
16 Desember 2015 − 13:59 WIBIlustrasi-Koran
Sindo
A+ A-
Kesehatan merupakan
kebutuhan dasar bagi seseorang untuk mempertahankan hidup, sejak lahir, tumbuh
berkembang, tua, hingga ajal menjemput.
Pendidikan akan
memberi bekal pengetahuan, keterampilan, wawasan dan kebijakan untuk menjalani
hidup bermasyarakat. Pendidikan dalam pengertian luas sama dengan hidup, yakni
segala situasi dalam hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Karena itu,
dapat pula dikatakan pendidikan sebagai keseluruhan pengalaman belajar setiap
orang sepanjang hidupnya.
Tingkat kemakmuran
masyarakat berkaitan erat dengan tingkat kesejahteraan hidup atau kemiskinan
masyarakat bangsa atau negara. Keduanya saling kait-mengait serta saling
mempengaruhi secara timbal balik. Semakin rendah tingkat kesehatan suatu
kelompok masyarakat, akan cenderung semakin rendah pula tingkat kemakmuran
ekonominya. Keadaan sakit dan papa sering berjalan bergandeng tangan. Bahkan
kondisi bodoh, kurang pandai, atau kurang terdidik tidak jarang membuntuti di
belakang.
Selayaknya negara
memikirkan cara membangun sektor tersebut. Sebetulnya masalah kesehatan dan
kemiskinan ini bukan lagi semata menjadi tanggung jawab pemerintah sebuah
negara, apalagi warga negara yang bersangkutan sendirian, melainkan telah
menjadi tanggung jawab global. Meskipun tanggung jawab terbesar untuk mengatasi
masalah kesehatan dan kemiskinan suatu kelompok masyarakat tetap terletak
diatas pundak pemerintah negara bersangkutan.
Masyarakat global
hanya berperan memberi bantuan, mendampingi negara-negara yang memiliki masalah
kesehatan dan kemiskinan, namun memiliki komitmen kuat untuk mengatasinya.
Dalam arti, masyarakat global tidak boleh mengintervensi terlalu jauh kebijakan
dalam negeri suatu negara merdeka dan berdaulat.
*** Salah satu
komitmen masyarakat global untuk mengatasi masalah kesehatan dan kemiskinan itu
tertuang dalam millenium development goals (tujuan pembangunan milenium) atau
yang lebih dikenal dengan singkatan MDGs, yang dideklarasikan pada pertemuan
United Nation Millenium Summit 2000 di New York, Amerika Serikat. Deklarasi ini
memiliki 8 tujuan dan 18 target yang harus dicapai oleh negara-negara anggota,
baik berkembang maupun maju pada tahun 2015.
Di antara tujuan dan
target MDGs itu adalah tentang kemiskinan dan kesehatan. Tujuan tersebut antara
lain: (1) menurunkan angka kematian anak sebesar dua pertiga pada tahun 2015
dari keadaan tahun 1990; (2) menurunkan prevalensi penyakit HIV/AIDS dan
penyakit utama lainnya pada tahun 2015. Terkait dengan isu kemiskinan,
deklarasi tersebut menargetkan untukmengurangijumlahorang miskin menjadi hanya
separuhnya pada tahun 2015.
Tujuan MDGs ternyata
tidak berhenti sampai tahun 2015, bahkan dikembangkan suatu konsepsi baru atau
agenda pembangunan pasca-2015, yang disebut sustainable development goals (
SDGs). SDGs ini diperlukan sebabagi kerangka pembangunan baru yang diharapkan
mengakomodasi semua perubahan situasi sejak 2000, berkaitan dengan sumber daya
alam, kerusakan lingkungan, perubahan iklim yang makin krusial, perlindungan
sosial, food and energy security , dan termasuk pembangunan yang lebih berpihak
pada kelompok miskin yang terpinggirkan.
Masyarakat dengan
tingkat kesehatan yang bagus akan semakin rendah tingkat kemiskinannya. Hal ini
dapat dimengerti sebab orang yang sehat bisa lebih produktif, biaya berobat
jadi rendah sehingga bisa disubstitusikan ke kebutuhan hidup lain, bisa
mengakses informasi dan pengetahuan medis dan kesehatan secara lebih baik, gaya
hidup lebih seimbang. Bahkan banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tingkat
kematian bayi pada keluarga miskin sekian kali lebih tinggi ketimbang keluarga
tidak miskin.
*** Berbagai program
penanggulang kemiskinan telah dilakukan pemerintah, namun program tersebut
belum berhasil mengurangi angka kemiskinan secara berarti. Kemungkinan
penyebabnya antara lain (1) Kurang dipahaminya esensi kemiskinan itu secara
komprehensif. Sebagian aparat pembuat kebijakan masih melihat persoalan
kemiskinan sebagai problem ekonomi semata; (2) Begitu besarnya masalah
kemiskinan di Indonesia; (3) Penanganan kemiskinan yang tidak terintegrasi
dengan baik akibat besarnya ego sektoral.
Terjadinya perbedaan
data pengangguran dan kemiskinan yang dikeluarkan sejumlah lembaga pemerintah;
(4) Tidak dilibatkannya masyarakat miskin dalam mengatasi kemiskinannya. Secara
teoretis pengentasan kemiskinan dapat dilakukan melalui pendekatan: (1)
intervensi individu; (2) intervensi kultural; dan (3) intervensi struktural.
Intervensi individu.
Orang miskin
merupakan kaum yang lemah, dari perspektif psikologis mungkin saja mengalami
depresi lantaran tidak memiliki akses terhadap berbagai fasilitas umum yang
dibutuhkannya dalam kehidupan kesehariannya, seperti kesehatan, gizi/pangan,
air bersih, sanitasi, pendidikan, dan lain-lain. Mereka tak mampu mendiktekan
harga dari produk pekerjaannya sebagaimana yang diharapkannya. Mereka pun tidak
mampu menguasai dan mengendalikan kondisi lingkungannya.
Juga tak berdaya
menghadapi berbagai kebijakan dan peraturan yang nyatanyata merugikan dirinya.
Akibat lanjut dari kondisi tersebut, orang miskin terusmenerus terperangkap
dalam kondisi ketidakberdayaan yang menyebabkannya pasif, tak mau peduli,
apatis dengan lingkungan yang sering merugikannya. Kondisi inilah yang sering
dikenal dengan lingkaran kemiskinan.
Karena itu,
diperlukan suatu langkah strategis untuk membebaskan, membuka kembali
wawasannya, serta mencerahkan dengan mengubah pola berpikirnya. Mereka harus
diajari cara membuka rantai kemiskinannya dan diberi keyakinan bahwa mereka
memiliki kemampuan dan keterampilan untuk melakukan sesuatu untuk memperbaiki
kehidupannya menuju kehidupan yang lebih terhormat.
Pertama , intervensi
kultural. Orang yang telah lama dalam lingkaran kemiskinan maka secara
perlahan-lahan akan terbentuk oleh budaya kemiskinan di dalam diri dan
keluarganya. Bahkan budaya kemiskinan ini dapat menular dari generasi ke
generasi berikutnya. Seakanakan diwariskan. Budaya kemiskinan ini digambarkan
seperti tidak adanya perencanaan hidup, tidak dapat menunda kesenangan, punya
uang langsung habis, bergaya hidup tidak sehat, tidak memiliki sopan santun,
tidak disiplin, dan lainlain.
Karena itu, budaya
kemiskinan ini harus diubah dengan melakukan secara bersamasama pemberdayaan
sosial-budaya dan ekonomi agar ia dapat keluar dari budaya kemiskinan yang
mendera mereka. Kedua , intervensi struktural. Intervensi ini harus dilakukan
sebab kemiskinan bukanlah karakteristik orang miskin, melainkan oleh struktur
yang terbangun di masyarakatnya (sosial, ekonomi, budaya, dan politik) yang
menghasilkan kondisi orang menjadi miskin.
Dalam hal ini orang
kaya semakin kaya dan orang miskin menjadi semakin miskin. Karena itu
diperlukan adanya perubahan struktur sosial, ekonomi, budaya, dan politik yang
selama ini membuat orang miskin menjadi makin miskin. Di bidang kesehatan,
negara harus memikirkan nasib orang miskin dengan cara menyediakan anggaran
kesehatan, jaminan sosial kesehatan, dan fasilitas kesehatan yang memadai serta
tersebar merata.
Tanpa pemerataan
dengan prinsip mendekatkan fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan di tengah
pemukiman warga, maka kendala akses belum sepenuhnya dapat terpecahkan.
Sekalipun seluruh penduduk, terutama yang miskin itu, telah memiliki kartu
jaminan sosial kesehatan. Perbaikan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin
merupakan dorongan untuk mempercepat penanggulangan kemiskinan.
Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin mempunyai arti penting, paling tidak
karena tiga alasan: (1) satu-satunya kebanggaan dan modal utama bagi orang
miskin itu adalah keadaan sehatnya; (2) untuk menjamin terpenuhinya keadilan
sosial bagi masyarakat miskin; (3) untuk stabilitas politik nasional.
Dalam membuat
perencanaan layanan kesehatan bagi masyarakat miskin perlu diperhatikan, hal
berikut: (1) ketidakpastian munculnya kondisi sakit; (2) layanan kesehatan
tidak bisa ditunda; (3) adanya disparitas informasi dan pengetahuan antara
pasien dan dokter/tenaga kesehatan lain. Memperhatikan keadaan ini, maka
seharusnya pelayanan kesehatan dikendalikan oleh negara, diintervensi oleh
lembaga-lembaga demokrasi. Pelayanan kesehatan tidak diserahkan kepada
mekanisme pasar bebas dalam pengelolaannya.
Pemerintah harus
mampu menjamin pelayanan kesehatan kepada setiap warga negara tanpa membedakan
status sosial, budaya, dan ekonominya. Dalam konsep welfare-state, kesetaraan
ekonomi dan kesetaraan sosial hanya dapat dicapai melalui intervensi politik
dari lembaga-lembaga demokrasi dengan cara meredistribusi kekayaan melalui
sistem mixed-market economy.
Alasannya sangat
jelas, sebab amat sulit mengharapkan ”negara pasif” untuk melindungi kelompok
masyarakat lemah ketika ia harus berhadapan dengan kapitalisme pasar. Karena
itu, konsep welfare state menuntut dan mendorong negara untuk berperan aktif
mengatur pasar, misalnya melalui kebijakan persaingan, kebijakan pengupahan,
kebijakan kondisi kerja, termasuk di dalamnya kebijakan jaminan sosial
kesehatan dan ketenagakerjaan.
Orang miskin itu
penting karena mereka punya wajah dan kondisi hidup yang nyata. Mereka bukan
sekadar angka-angka matematika dan statistik. Mereka tidak boleh tersingkir
atau disisihkan dari proses pembangunan karena mereka adalah warga negara yang
sah dengan segala hak yang melekat padanya. Mereka sangat rentan oleh berbagai
risiko hidup, termasuk risiko sakit dan kematian.
Menyehatkan orang
miskin berarti memberi kepadanya modal hidup serta harapan akan masa depan.
Karena itu, menjadi sangat penting bagi pemerintah untuk
selaluhadirmewakilinegara ditengah warganya dalam suasana kesetaraan dan dengan
semangat gotong-royong. Dengan harapan Pemerintah NKRI menghidupkan prinsip
”leave no one behind ”, jangan abaikan seorang pun saat membangun.
Zaenal Abidin
Mantan Ketua Umum PB
Ikatan Dokter Indonesia 2012-2015 dan Anggota Dewan Jaminan Sosial
Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya