KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas
limpahan taufik dan hidayah-Nya makalah yang berjudul “Qadar dan qadar” telah diselesaikan penyusunannya.
Penyusunan makalah ini dapat terlaksana berkat adanya
bimbingan dan arahan dari guru kami
serta dukungan orang tua dan teman-teman, sehingga kami ucapkan banyak
terima kasih atas bantuan yang telah mereka berikan demi kesempurnaan makalah
ini.
Tujuan pembuatan makalah ini semata-mata hanya untuk
memenuhi tugas pada mata pelajaran pendidikan agama islam, serta untuk
memperluas pengetahuan kita tentang qada dan qadar di mana kita dapat memahami
apa yang disebut qada dan qadar. Dan berusaha mengimani dengan cara
melaksanakan ibadah, seperti shalat lima waktu, puasa ramadhan, shalat sunnah
dan sebagainya.
Perlu disadari bahwa Penyusunan makalah ini masih dijumpai adanya kekurangan ataupun
kesalahan, maka sikap adaptif dan
responsive serta kritik saran sangat dibutuhkan guna perbaikan dimasa
yang akan datang.
Taba
Penanjung, 1 Februari 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang............................................................................................................1
B.
Rumusan
Masalah.......................................................................................................2
C.
Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qada dan Qadar.........................................................................................3
B.
Kaitan
dan Hubungan Qada dan
Qadar.......................................................................4
C.
Ikhtiar..........................................................................................................................4
D.
Hubungan
antara Qada dan Qadar dengan Ikhtiar .....................................................5
E.
Takdir..........................................................................................................................6
F.
Hikmah
beriman kepada Qada dan Qadar..................................................................7
G.
Iman
Kepada Qadar
Allah...........................................................................................9
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...............................................................................................................11
B.
Saran..........................................................................................................................11
C.
Kritik.........................................................................................................................11
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Qada
adalah ketentuan atau ketetapan Allah SWT dari sejak zaman azali tentang segala
sesuatu yang berkenaan dengan makhluk-Nya sesuai dengan iradah (kehendak-Nya)
meliputi baik maupun buruk, sedangkan qadar adalah keputusan Allah SWT yang
telah terjadi pada diri seseorang atau makhluk-Nya yang lain, berdasarkan
ketetapan dan usaha serta doa yang dilakukan orang tersebut. Maka Iman kepada
qada dan qadar adalah meyakini bahwa Allah telah membuat ketetapan terhadap
ciptaan-Nya dan Allah juga berkuasa mengubah ketetapan-Nya apabila orang mau
berusaha untuk mengubahnya disertai dengan doa yang sungguh-sungguh.
Kematian,
kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai
ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan
tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita
harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk
menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu menjadi
penghuni Surga.
Qadha
dan Qodar adalah dua hal yang secara bahasa berbeda namun merupakan satu
kesatuan kuasa Allah yang tak dipisahkan. Hal ini disebabkan keduanya merupakan
ketentuan atau keputusan dan wilayah otonomi kekuasaan Allah yang tak terbatas
oleh ruang dan waktu.
Allah
mempunyai hak untuk menciptakan dan memerintah apa yang dikehendakinya. Segala
sesuatu pun telah ditetapkan oleh Allah sebelum ia menciptakan makhluqnya. Ia
juga mengatur dan menetapkan empat
perkara pada makhluqnya, seperti rizqi, ajal, amalaannya dan
celaka atau bahagia, sekali-kali tidak ada pilihan bagi
mereka. Dalam kenyataan hidup yang kita lihat setiap hari di
masyarakat berbagai macam warna kehidupan, ada
orang yang hidupnya beruntung ada pula yang nasibnya serba
kekurangan.Itu semua telah menunjukkan bahwa Allah
menciptakan segala sesuatu menurut kadar ukurannya.
Dalam
al-Qur’an banyak ayat yang inti kandungannya mengacu untuk
menyakini akan ketentuan dan ketetapan Allah swt. Dalam
makalah ini semua contohnya ada golongan makiyah dan juga
ada golongan madaniyah. Dan sebagai seorang mukmin harus
menyakini bahwa segala apa yang terjadi di alam semesta ini
telah direncakan oleh penciptanya.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang di atas, timbul beberapa masalah, yaitu sebagai berikut :
a.
Apa yang dimaksud qada dan qadar?
b.
Apa saja kaitan dan hubungan qada dan
qadar?
c.
Apa yang dimaksud ikhtiar?
d.
Bagaimana hubungan antara qada dan qadar
dengan ikhtiar?
e.
Apa itu takdir? Sebutkan macam-macam
takdir?
f.
Apa hikmah bagi orang yang beriman
kepada qada dan qadar?
C.
Tujuan
Makalah
ini disusun dengan tujuan agar kita
mengetahui dan memahami apa itu qadha dan qadar, ikhtiar, tawakal dan takdir.
Serta mengetahui hikmah qada dan qadar.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Qada Dan Qadar
Qada
artinya menetapkan. Qada Allah artinya ketetapan Allah kepada setiap makhluk
hidup-Nya yang bersifat Azali. Azali
artinya ketetapan itu sudah ada sebelum keberadaan atau kelahiran makhluk.
Makhluk menaati ketentuan Allah. Misal, Allah menentukan burung bisa terbang,
ular dapat berjalan tanpa kaki. Semuanya menaati ketentuan Allah tersebut.
Qadar
dari segi bahasa berarti memutuskan suatu perkara. Qadar Allah pada seseorang berdasarkan
ketetapan Allah bersama ikhtiar dan
do’anya. Seseorang yang telah ditetapkan Allah dengan potensi kecerdasan
rendah, dapat berubah menjadi pandai jika ia mau belajar keras dan berdo’a
dengan sungguh-sungguh. Seseorang yang ditetapkan Allah dengan rezeki
secukupnya dapat berubah menjadi kaya jika ia bekerja keras, hemat, dan berdo’a
dengan sungguh sungguh. Oleh karena itu qadar yang sering disebut sebagai
takdir seseorang dapat berubah jika ia berusaha dengan giat dan memohon
(berdo’a) dengan sungguh-sungguh sehingga Allah mengabulkannya.
Beriman
kepada qada dan qadar Allah adalah percaya sepenuh hati bahwa semua ciptaan
Allah di alam semesta telah ditentukan Allah dengan ukuran-ukuran dan hukum
Allah yang ditetapkan pada manusia ada yang tidak bisa berubah adapula yang
bisa berubah jika manusia mau berikhtiar dan berdo’a sungguh-sungguh.
Qadar
menurut bahasa adalah ukuran atau ketetapan. Sedangkan
secara istilah pengetahuan Allah tentang segala sesuatu yang
ingin dia wujudkan atau terjadi pada makhluqnya dan alam
semesta. Sedangkan menurut paham Qadariyah manusia mempunyai kebebasan dan
kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan bgitu
sebaliknya dengan pendapat kaum jabariyah yang mengatakan bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Berbeda lagi
dengan paham Ahlisunnah wal jama’ah, aliran ini berpendapat bahwa manusia wajib
ikthiar namun Allah berhak menentukan hasil ikhtiar tersebut, dan manusia harus
bertawakal terhadap keputusan/takdir Allah. Qadar merupakan perwujudan atau
realisasi dari qadha Allah, oleh karena itu baru dapat diketahui setelah
sesuatu terjadi, sehingga sering kita jumpai seseorang mengatakan “ ini memang
sudah taqdirku”. Maka Allah berfirman dalam Qs. Al-ahzab : 38.
مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا (38)
Artinya: Tiada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan oleh Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah –nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. (Qs. Al-Ahzab : 38).
مَا كَانَ عَلَى النَّبِيِّ مِنْ حَرَجٍ فِيمَا فَرَضَ اللَّهُ لَهُ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا (38)
Artinya: Tiada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan oleh Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah –nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku. (Qs. Al-Ahzab : 38).
B.
Kaitan
Dan Hubungan Qada Dan Qadar
Dikatakan,
bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’
ialah penciptaan, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala “Maka Dia
menjadikannya tujuh langit… .”
Qada
dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari
yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar,
dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa
bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan
dan merobohkan bangunan tersebut.
Dikatakan
pula sebaliknya, bahwa qada ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya
Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan
sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya. Ibnu Hajar
al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qada’ adalah
ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar
adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut”.
Dikatakan,
jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari
keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua
pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari keduanya disebutkan sendirian,
maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.
Pada
uraian tentang pengertian qada dan qadar dijelaskan bahwa antara qada dan qadar
selalu berhubungan erat . Qada adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak
zaman azali. Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah. Jadi
hubungan antara qada dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan
Allah berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan-Nya. Di dalam surat
Al-Hijr ayat 21 Allah berfirman, yang artinya sebagai berikut: ” Dan
tidak sesuatupun melainkan disisi kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak
menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu”.
C.
Ikhtiar
Ikhtiar
adalah usaha manusia untuk memenuhi kebutuhan dalam hidupnya, baik dari segi
material, spiritual, kesehatan, dan masa depannya agar tujuan hidupnya selamat
sejahtera dunia dan akhirat terpenuhi. Ikhtiar juga dilakukan dengan
sungguh-sungguh, sepenuh hati, dan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan
dan keterampilannya. Akan tetapi, usaha kita gagal, hendaknya kita tidak
berputus asa. Kita sebaiknya mencoba lagi dengan lebih keras dan tidak berputus
asa. Kegagalan dalam suatu usaha, antara lain disebabkan keterbatasan dan
kekurangan yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.
Apabila
gagal dalam suatu usaha, setiap muslim dianjurkan untuk bersabar, karena orang
yang sabar tidak akan gelisah dan berkeluh kesah atau berputus asa. Agar
ikhtiar atau usaha kita dapat berhasil dan sukses, hendaknya melandasi usaha
tersebut dengan niat ikhlas untuk mendapat ridha Allah, berdoa dengan
senantiasa mengikuti perintah Allah yang diiringi dengan perbuatan baik, bidang
usaha yang akan dilakukann harus dikuasai dengan mengadakan penelitian atau
riset, selalu berhati-hati mencari teman (mitra) yang mendukung usaha tersebut,
serta memunculkan perbaikan-perbaikan dalam manajemen yang professional.
D.
Hubungan
antara qada dan qadar dengan ikhtiar
Iman
kepada qada dan qadar artinya percaya dan yakin dengan sepenuh hati bahwa Allah
SWT telah menentukan tentang segala sesuatu bagi makhluknya. Berkaitan dengan
qada dan qadar, Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya seseorang itu
diciptakan dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, 40 hari
menjadi segumpal darah, 40 hari menjadi segumpal daging, kemudian Allah
mengutus malaikat untuk meniupkan ruh ke dalamnya dan menuliskan empat ketentuan,
yaitu tentang rezekinya, ajalnya, amal perbuatannya, dan (jalan hidupnya)
sengsara atau bahagia.” (HR.Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin
Mas’ud). Dari hadits tersebut dapat kita ketahui bahwa nasib manusia telah
ditentukan Allah sejak sebelum ia dilahirkan. Walaupun setiap manusia telah
ditentukan nasibnya, tidak berarti bahwa manusia hanya tinggal diam menunggu
nasib tanpa berusaha dan ikhtiar. Manusia tetap berkewajiban untuk berusaha,
sebab keberhasilan tidak datang dengan sendirinya. Janganlah sekali-kali
menjadikan takdir itu sebagai alasan untuk malas berusaha dan berbuat
kejahatan. Hal ini pernah terjadi pada zaman Khalifah Umar bin Khattab, seorang
pencuri tertangkap dan dibawa kehadapan Khalifah Umar. ”Mengapa engkau
mencuri?” tanya Khalifah. Pencuri itu menjawab, ”Memang Allah sudah
mentakdirkan saya menjadi pencuri.” Mendengar jawaban demikian,
Khalifah Umar marah, lalu berkata, ”Pukul saja orang ini dengan cemeti,
setelah itu potonglah tangannya!”. Orang-orang yang ada disitu bertanya, ”Mengapa
hukumnya diberatkan seperti itu?”. Khalifah Umar menjawab, ”Ya,
itulah yang setimpal. Ia wajib dipotong tangannya sebab mencuri dan wajib
dipukul karena berdusta atas nama Allah”.
Mengenai
adanya kewajiban berikhtiar, ditegaskan dalam sebuah kisah. Pada zaman Nabi
Muhammad SAW pernah terjadi bahwa seorang Arab Badui datang menghadap Nabi.
Orang itu datang dengan menunggang kuda. Setelah sampai, ia turun dari kudanya
dan langsung menghadap Nabi, tanpa terlebih dahulu mengikat kudanya. Nabi
menegur orang itu, ”Kenapa kuda itu tidak engkau ikat?”. Orang Arab
Badui itu menjawab, ”Biarlah, saya bertawakkal kepada Allah”. Nabi pun
bersabda, ”Ikatlah kudamu, setelah itu bertawakkalah kepada Allah”. Dari
kisah tersebut jelaslah bahwa walaupun Allah telah menentukan segala sesuatu,
namun manusia tetap berkewajiban untuk berikhtiar. Kita tidak mengetahui
apa-apa yang akan terjadi pada diri kita, oleh sebab itu kita harus berikhtiar.
Jika ingin pandai, hendaklah belajar dengan tekun. Jika ingin kaya, bekerjalah
dengan rajin setelah itu berdo’a. Dengan berdo’a kita kembalikan segala urusan
kepada Allah kita kepada Allah SWT. Dengan demikian apapun yang terjadi kita
dapat menerimanya dengan ridha dan ikhlas.
E.
Takdir
Qadar
disebut juga takdir, sebagian besar orang seringkali menggunakan istilah qada
dan qadar dengan satu istilah, yaitu takdir. Para ulama berpendapat, bahwa
takdir itu ada dua macam :
a.
Takdir mua’llaq :
yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar manusia. Contoh: seorang siswa
bercita-cita ingin menjadi insinyur pertanian. Untuk mencapai cita-citanya itu
ia belajar dengan tekun. Akhirnya apa yang ia cita-citakan menjadi kenyataan.
Ia menjadi insinyur pertanian. Dalam hal ini Allah berfirman yang
artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah
Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”
( Q.S Ar-Ra’d ayat 11).
Takdir Mu’allaq adalah takdir yang bisa
berubah. Takdir ini merupakan ketentuan Allah yang disandarkan atas ikhtiar
manusia.
Manusia berikhtiar untuk mendapatkan
sesuatu yang diharapkan, sehingga usahanya dilakukan dengan maksimal, baik
secara lahir (usaha) atau secara batin (do’a). Contohnya seperti kekayaan dan
kepandaian,kedua contoh tersebut bisa disandarkan atas usaha manusia (dengan
cara berdo’a disertai usaha dan hasilnya di tawakal kan kepada Allah). Hal ini
senada dengan firman Allah,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka
mengubah keadaan yang ada pada mereka sendiri. . . (Qs. Ar-ra’du:11)
b.
Takdir mubram : yaitu
takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat diusahakan atau tidak
dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia. Contoh: Ada orang yang dilahirkan
dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam sedangkan ibu dan
bapaknya kulit putih dan sebagainya. Takdir mubram adalah takdir Allah yang
tidak bisa berubah, takdir ini semata-mata ketentuan Allah yang tidak
disandarkan kepada ikthiar manusia. Contohnya seperti kematian hal ini termasuk
ketentuan Allah yang mana tidak dapat dirubah melalui ikhtiar manusia. Seperti
firman Allah dalam Qs. An-nisa:78.
أَيْنَمَا
تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ وَإِنْ
تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ
يَقُولُوا هَذِهِ مِنْ عِنْدِكَ قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ فَمَالِ هَؤُلَاءِ
الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا (78)
Artinya:
“Dimana saja kamu berada,kematian akan mendapatkan kamu kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan,
mereka mengatakan: “ini adalah dari sisi Allah”. Dan jika mereka ditimpa suatu
bencana mereka mengatakan: ini (datangnya)dari sisi kamu (Muhammad).
Katakanlah: semua (datang) dari sisi Allah. Maka mengapa orang-orang
itu(munafiq) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun. (An-nisa:78).
F.
Hikmah
Beriman Kepada Qada Dan Qadar
Dengan
beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita
dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Hikmah tersebut antara lain:
a.
Menumbuhkan
kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan Allah swt (sunnatullah atau hukum alam). Kesadaran demikian
dapat mendorong umat manusia (umat Islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang
canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian
terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara,
barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil-hasil penelitiannya di manfaatkan
untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi.
b.
Melatih diri untuk banyak bersyukur dan
bersabar . Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat
keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan
nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia
akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian. Seperti dalam firman Allah
yang artinya: ”Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari
Allah (datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah
kamu meminta pertolongan ” ( QS. An-Nahl ayat 53).
c.
Menjauhkan diri dari sifat sombong dan
putus asa . Orang yang tidak beriman kepada qada dan qadar, apabila memperoleh
keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil
usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan,
ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa, karena ia menyadari bahwa kegagalan
itu sebenarnya adalah ketentuan Allah. Firman Allah SWT: “Hai
anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan
jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa
dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir” (QS.Yusuf ayat 87). Sabda
Rasulullah, yang artinya : ”Tidak akan masuk surga orang yang didalam
hatinya ada sebiji sawi dari sifat kesombongan” (HR. Muslim).
d.
Memupuk sifat optimis dan giat bekerja .
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang
tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang
begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada
qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan
dan keberhasilan itu. Firaman Allah: “Dan carilah pada apa yang telah
dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang
lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berbuat kerusakan” (QS Al- Qashas ayat 77).
e.
Menenangkan jiwa . Orang yang beriman
kepada qadha dan qadar senantiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya,
sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika
beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia
bersabar dan berusaha lagi. Allah berfirman yang artinya: “Hai jiwa
yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi
diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jama’ah hamba-hamba-Ku, dan masuklah
kedalam surga-Ku” ( QS. Al-Fajr ayat 27-30).
f.
Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT,
pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan
maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk
melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka
dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan
di manfaatkan secara adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di
dunia dan di akhirat.
g.
Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan
terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang
subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung
meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah
SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada
umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam
kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan
memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang
ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan
memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam.
h.
Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji,
serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman
kepada takdir (umat islam yang bertakwa) tentu akan memiliki sikap dan prilaku
terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalam hidup. Juga akan
mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti : sombong, iri
hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup.
i.
Mendorong umat manusia (umat islam)
untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat, sehingga hari ini lebih baik
dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia (umat
islam) jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia
yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja
dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya
yang telah di usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling
bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Sebaik-baiknya manusia ialah
yang lebih bermanfaat kepada manusia” (H.R. At-Tabrani).
G.
Iman
Kepada Qadar Allah
Iman
kepada qadar adalah membenarkan dengan keyakinan yang kuat bahwa semua yang
terjadi meliputi perkara yang baik maupun buruk serta segala
sesuatu merupakan qadha dan qadarnya Allah. Firman Allah
dalam Qs. Al-Qamar: 49.
إِنَّا
كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ (49)
Artinya:
“Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut
ukuran”. (Qs.Al-Qamar:49)
Iman kepada Qadar mencakup empat perkara:
Iman kepada Qadar mencakup empat perkara:
1.
Beriman bahwa Allah maha mengetahui
segala sesuatu, baik secara global maupun terperinci, baik berkenaan dengan
perbuatanya, seperti mencipta, mengatur, menghidupkan atau mematikan. Semua itu
telah diketahui oleh Allah, seperti dalam firman-Nya.
اللَّهُ
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَوَاتٍ وَمِنَ الْأَرْضِ مِثْلَهُنَّ يَتَنَزَّلُ الْأَمْرُ
بَيْنَهُنَّ لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ
قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا (12)
Artinya:
Allahlah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah mahakuasa atas
segala sesuatu, dan ilmu Allah benar-benar meliputi segala sesuatu. (Qs.
Ath-Thalaq: 12)
2.
Beriman bahwa Allah menuliskan dalam
Lauh Mahfuuzh, takdir segala sesuatu dari para makhluq, kondisi, dan rezekinya.
Sehingga tidak berubah dan tidak pula diganti, tidak bertambah dan tidak pula
berkurang kecuali dengan perintahnya.
أَلَمْ
تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي
كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (70)
“Apakah
kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan yang ada dibumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah
kitab (lauh Mahfuuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”.
(Qs Al-Hajj: 70).
3.
Beriman bahwa semua yang ada tidak
terjadi kecuali atas kehendak dan keinginan Allah, serta segala sesuatu terjadi
karena keinginan Allah.
لِمَنْ
شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ (28)
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
(29)
“Bagi
siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus, dan kamu tidak dapat
menghendaki(menempuh jalan itu), kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb
semesta alam, (Qs. At-Takwir: 28-29).
4.
Beriman bahwa Allah pencipta segala
sesuatu, tiada pencipta yang lain kecuali Dia.
اللَّهُ
خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
(62)
“Allah
menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu” (Qs.
Az-Zumar:62).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Qada
dan qadar selalu berhubungan erat . Qada adalah ketentuan, hukum atau rencana
Allah sejak zaman azali. Sedangkan Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau
hukum Allah. Jadi hubungan antara qada dan qadar ibarat rencana dan perbuatan.
Iman kepada qada dan qadar sebagai pokok keimanan karena beriman kepada qada
dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah
sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah
dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang
mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan
tauhidnya.”(Majmu’ Fatwa Syeikh al-Islam, 8/258). Oleh karena itu, iman kepada
qada dan qadar ini merupakan faridhah atau kewajiban yang harus dilakukan
setiap muslim dan mukmin.
Beriman
kepada qada’ dan qadar juga akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus
asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah
takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang
muslim, sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Oleh
karena itu, jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar, sebab buruk
menurut kita belum tentu buruk menurut Allah, sebaliknya baik menurut kita
belum tentu baik menurut Allah. Karena dalam kaitan dengan takdir ini akan
terlahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha
sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.
B.
Saran
Keimanan
seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari. Oleh karena itu,
penulis menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita
kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah
SWT. Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi
meningkatkan amal ibadah kita. Serta Kita harus senantiasa bersabar, berikhtiar
dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah.
C.
Kritik
Kami
Menyadari dalam Pembuatan Makalah ini masih Kurang baik oleh karena itu kami
sangat membutuhkan kritikan yang Membangun dari para Pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
El-Saha,
M Isoma dan saifu Hadi, Sketsa al-Qur’an .t. tp:Lista Fariska Putra,2005.
Muhammad Yusuf, Ahmad. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta:
Muhammad Yusuf, Ahmad. Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta:
Widya
Cahaya, 2009.Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam
Al-Kamil. Jakarta Timur: Darus Sunnah, 2007.
Nizhan,
Abu. Al-Qur’an Tematis. Bandung: Mizan Pustaka,2011.
Nasution,
Harun. Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan. Jakarta:
Universitas Indonesia,1986.
Muhammad
bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil, (Jakarta
Timur: Darus Sunnah, 2007),278.
Harun
Nasution, Teologi Islam: Aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, (Jakarta:
Universitas Indonesia,1986),33.Ibid,.
Ahmad
Muhammad Yusuf, Ensiklopedi Tematis Ayat Al-Qur’an dan Hadits,(Jakarta: Widya
Cahaya, 2009),336.
Muhammad
bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, op, cit, 278
Abu
Nizhan, Al-Qur’an Tematis, (Bandung: Mizan Pustaka,2011),242.
M.
Ishoma El-Saha dan saifu Hadi, Sketsa al-Qur’an (t. Tp:Lista Fariska
Putra,2005),589.
Bagi seorang muslim dan muslimah sudah seharusnya Kita memiliki semangat dan ghirah dalam mempelajari bahasa arab. Terlebih lagi bahasa arab dan wasilah bagi kita dalam mengenal ilmu syari.
BalasHapusQada dan Qadar Kaifa Haluk Artinya Ufa Bunga SMartphone