animasi-bergerak-selamat-datang-0276

Selasa, 25 Juli 2017

Hikayat Sultan Aceh Iskandar



HIKAYAT SULTAN ACEH ISKANDAR MUDA
RINGKASAN CERITA
            Sultan Iskandar Muda terkenal arif dan bijaksana. Di bawah pemerintahannya negeri Aceh aman dan makmur. Suatu waktu Sultan mengirim sejumlah barang kepada Raja Rom di Mekah sebagai tanda persahabatan. Dengan tiga buah kapal sebuah perutusan. Aceh menuju Mekah. Dalam perjalanan ketiga kapal itu tesesat. Perbekalan sudah habis. Negeri yang dituju belum kelihatan. Barang-barang bawaan sebagai persembahan kepada Raja habis dijual dalam perjalanan untuk keperluan anak buah kapal. Sesudah tiga tahun barulah perutusan Aceh sampai di Mekah. Mereka gelisah karena barang-barang yang dibawa sudah dijual.
            Dengan membawa hanya secupak lada, perutusan Aceh menghadap Raja Rom serta menyerahkan sepucuk surat dari Sultan Iskandar Muda sambil menceritakan apa yang mereka alami dalam perjalanan. Raja Rom sangat gembira menerima surat dari Aceh. Dengan segala senang hati baginda menerima kiriman secupak lada. Sebagai balasan Raja Rom menyerahkan sepucuk meriam kepada Raja Aceh. Meriam itu kemudian terkenal dengan nama Lada Sicupak. Selain itu dikirim pula ke Aceh dua belas orang pahlawan yang ahli dalam pembuatan alat senjata.
            Sesudah tiga bulan berlayar ketiga kapal sultan tiba kembali di Aceh. Sultan menerima dengan segala senang hati kedua belas orang pahlawan hadiah Raja Rom. Dengan bantuan sejumlah rakyat kedua belas orang tenaga ahli dari Mekah itu membangun istana raja dan benteng pertahanan. Didirikan pula sebuah bangunan yang kemudian terkenal dengan nama Gunongan. Disebelahnya dibangun sebuah balai pertemuan tempat sultan mengadakan pertemuan tiap hari Senin dan Kemis. Kemudian dibangun pula sebuah mesjid yang diberi nama Mesjid Raya.
            Setahun lamanya rakyat Aceh bekerja di bawah pimpinan dua belas orang pahlawan dari Mekah. Istana dan benteng pertahanan lengkap dengan alat-alat perang selesai dibangun. Dalam surat rahasia yang dikirim oleh Raja Rom dijelaskan bahwa sesudah selesai melakukan tugas, kedua belas orang pahlawan itu harus dibunuh karena sebenarnya mereka adalah orang-orang jahat. Sultan Aceh sangat sayang kepada mereka karena jasa membangun negeri. Tiada berapa lama kemudian apa yang tertulis dalam surat Raja Rom ternyata benar. Tiap hari mereka membuat gaduh di pasar. Membeli tanpa membayar adalah perbuatan mereka sehari-hari. Akhirnya kejahatan mereka makin meningkat. Sultan dan menteri-menteripun tidak dihormati lagi oleh mereka. Barulah Sultan mencari jalan untuk melenyapkan mereka. Ketika sedang menggali sebuah lobang yang dalam, mereka dilempari dengan batu oleh orang banyak hingga tewas. Rakyat merasa aman kembali.
Tersebutlah dua orang raja bersaudara di Johor bernama Raja Raden dan Raja Si Ujut. Raja Raden dikenal baik budi, sedangkan Si Ujut termasyhur karena perangainya yang jahat. Mereka merencanakan menyerang negeri Pahang dengan janji apabila berhasil, Putri Pahang akan menjadi isteri Raja Raden.

Angkatan perang Johor sudah berada di tepi pantai. Negeri Pahang tidak mau menyerah. Pecahlah perang seru antara Johor dan Pahang. Perang laut berlanjut di darat. Tentara Pahang akhirnya kalah. Putri Pahang ditawan dan dibawa ke kapal. Sampai di Johor Si Ujut memungkiri janjinya. la ingin memiliki Putri Pahang. Raja Raden tetap memegang janjinya. Karena tidak ada yang mau mengalah keduanya sepakat untuk pergi ke Aceh alias Pulo Ruja, untuk meminta pendapat Sultan Iskandar Muda yang terkenal adil itu.
            Dengan membawa Putri Pahang dan diiringi sejumlah pasukan, Raja Raden dan Si Ujut berlayar menuju Aceh. Disana mereka diterima dengan baik oleh Sultan. Sesudah menerima keterangan dari kedua pihak Sultan meminta waktu selama tiga hari sebelum memberikan pendapatnya. Sementara itu seorang menteri mengajak kedua raja dari Johor itu memeluk agama Islam. Si Ujut menolak mentah-mentah sedang Raja Raden berpikir-pikir dahulu. Tiga hari berselang Sultan menjatuhkan keputusannya yaitu Putri Pahang adalah milik Raja Raden. Si Ujut amat marah mendengar keputusan itu. Raja Raden dan Putri Pahang atas kemauan sendiri memeluk agama Islam. Si Ujut pulang ke Johor.
            Oleh karena ancaman Si Ujut selalu membayanginya maka Raja Raden menyerahkan Putri Pahang menjadi permaisuri Sultan Aceh. Raja Raden tidak bermaksud pulang ke Johor lagi. la dinikahkan dengan adik kandung Sultan Aceh bernama Putri Ti Jeumpa.
            Si Ujut masih menaruh dendam kepada Sultan Aceh. Dengan armadanya yang besar ia berlayar menuju Pulo Ruja. Di sana ia diterima dengan baik oleh Sultan Aceh, namun dendamnya tidak dapat dikendalikan. Ia mulai mencari gara-gara. Perampokan dilakukan dimana-mana tetapi Sultan tetap sabar. Ia membujuk Raja Raden supaya kembali ke Johor tetapi raja yang sudah beragama Islam ini menolak. Si Ujut bertambah marah. Kampung Ladong dibumihanguskan. Harta rakyat dirampok. Banyak penduduk yang menjadi korban keganasannya sebelum ia meninggalkan tanah Aceh.
            Di Johor Si Ujut mengadakan persiapan perang. Sementara itu Sultan Aceh amat marah demi mendengar laporan tentang kejahatan Si Ujut. Baginda bermusyawarah dengan Raja Raden. Mereka sepakat untuk mengejar Si Ujut ke Johor.
            Rakyat Aceh dikerahkan membuat kapal-kapal perang. Ketika itu di tepi pantai terdampar sebatang pohon kayu yang besar. Sultan memerintahkan membuat sebuah kapal dari batang kayu tersebut. Tidak kurang dari seribu buah kapal selesai dibangun selama delapan bulan. Kapal yang dibuat dari kayu hanyut itu dinamakan Cakra Donya. Ke daerah-daerah pesisir Sultan mengirim surat memberitahukan supaya rakyat bersiap-siap untuk melawan Raja Si Ujut. Putri Pahang yang arif menasihati Sultan agar sebelum serangan dilakukan terlebih dahulu diangkat seorang Panglima perang, dan ulama dari Meureudu bernama Ja Pakeh diangkat sebagai penasihat agama. Selain itu diingatkan pula supaya tidak membunyikan meriam apabila meliwati negeri Asahan sebab dikuatirkan timbul pertikaian. Raja Asahan terkenal dengan balatentaranya yang banyak dan gagah berani.
            Sesudah menerima saran-saran dari Putri Pahang, Sultan berangkat diiringi para menteri dan hulubalang serta balatentaranya. Mereka berjalan melalui darat dan akan menaiki kapal di Kuala Jambu Aye. Kapal-kapal perang berlayar menyusuri pantai mengikuti rombongan Sultan. Di Pidie rombongan beristirahat. Panglima Pidie dan pasukannya menghadap Sultan menyatakan dukungannya. Kapal-kapal perang Pidie bergabung dengan armada Cakra Donya. Kemudian Sultan meneruskan perjalanan dan sampai di Meureudu beristirahat lagi. Daerah Meureudu ketika itu dalam keadaan sepi karena banyak penduduknya sedang merantau mencari rezeki. Sesudah tujuh hari, rakyat yang bepergian baru pulang. Sultan menunjukkan kemarahannya dengan tidak menerima hadiah dari penduduk. Ja Pakeh menjelaskan bahwa rakyat Meureudu dalam keadaan kesulitan bahan makanan dan Sultan tidak mengangkat seorang hulubalang yang mengatur negeri. Sultan tenang kembali seraya menyatakan bahwa Meureudu langsung di bawah pemerintahannya. Kemudian Sultan menyatakan rencananya hendak menyerang Johor. Ja Pakeh menyetujuinya.
            Dengan disertai Ja Pakeh dan pasukan Meureudu, rombongan berangkat lagi dan tak lama sampai di Samalanga. Rakyatnya dengan serta merta menggabungkan diri dengan pasukan Sultan. Sampai di Pausangan rombongan berhenti lagi. Panglima Peusangan siap menyerang Johor, tetapi bermohon supaya penduduknya tidak ikut serta karena sedang sibuk memelihara ulat sutra dan mencari gajah buat Sultan. Sultan menyetujuinya. Sesudah dua hari di Peusangan pasukan berangkat lagi dan beberapa hari kemudian sampailah di Jambu Aye dimana kapal-kapal perang siap menanti. Musyawarah diadakan. Atas usul Panglima Pidie, Malem Dagang dari Meureudu diangkat sebagai penglima perang. Panglima Pidie sendiri dan Raja Raden diangkat sebagai panglima pendamping. Upacara pelantikan diadakan. Ja Pakeh membaca doa selamat.
            Semua persiapan sudah rampung. Semua pasukan naik ke kapal. Sultan sendiri naik ke Cakra Donya. Berlayarlah armada Aceh menuju arah timur. Sampai diperairan Asahan, Sultan teringat pesan Putri Pahang tidak membunyikan meriam di daerah tersebut. Namun Sultan ingin menguji kebenaran Putri Pahang. Maka atas perintahnya meriam dibunyikan. Dengan segera dibalas oleh tentara Asahan. Armada Aceh berhenti. Utusan Raja Asahan datang menanyakan maksud kedatangan armada Aceh. Malem Dagang menjelaskan rencana yang sebenarnya yaitu hendak menyerang Johor. Utusan Raja Asahan menyatakan bahwa angkatan perang Asahan ingin mencoba kekuatannya dengan balatentara Aceh. Sultan dan Malem Dagang siap menghadapi tantangan Raja Asahan.
            Pihak Asahan mulai menembaki kapal-kapal perang Aceh. Pertempuran dahsyat segera mulai. Sesudah mendapat petunjuk-petunjuk dari Ja Pakeh pasukan Aceh mendarat di bawah pimpinan Malem Dagang bersama Raja Raden dan Panglima Pidie. Perang berkecamuk di tepi pantai. Pasukan Asahan mengundurkan diri ke benteng pertahanan istana. Dalam sepuluh hari istana kerajaan dapat direbut. Raja Asahan bersama pasukannya melarikan diri. Ketiga orang panglima perang Aceh memasuki istana. Permaisuri raja ditawan dan dibawa ke kapal.
            Sesudah pasukan Aceh berada kembali di kapal, Raja Asahan pulang ke istananya. Alangkah sedihnya ia ketika mengetahui bahwa isterinya sudah dibawa ke kapal. Seorang menteri menyarankan supaya Raja Asahan menyerah dan minta ampun dari raja Aceh. Dengan membawa hadiah berupa buah-buahan Raja Asahan dan para menterinya pergi menghadap Sultan di atas kapal perang. Ia menyatakan menyerah kalah. Permaisuri diserahkan kembali, lalu Raja Asahan menyatakan pula bahwa ia beserta seluruh rakyatnya bersedia memeluk agama Islam.
            Armada Aceh melanjutkan pelayaran dipimpin oleh Raja Raden dan Panglima Pidie sedang Malem Dagang dan Ja Pakeh untuk sementara tinggal di Asahan. Dalam beberapa hari armada Aceh tiba di kuala Johor. Tembakan meriam dilepaskan, Tetapi tidak ada balasan dari darat. Si Ujut ketika itu sedang berada di Guha mencari bantuan dalam rangka persiapan hendak menyerang Aceh.
            Ketika mengetahui Johor diduduki balatentara Aceh, Si Ujut amat marah. Ia mengepung pasukan Aceh dari darat dan laut. Sementara itu pasukan yang berada di bawah pimpinan Malem Dagang sudah meninggalkan Asahan. Di laut Banang mereka bertemu dengan armada Si Ujut. Pertempuran laut terjadi. Sultan Iskandar muda yang masih berada di Johor diberi tahu. Dengan segera pasukan Sultan menuju laut Banang. Pertempuran laut makin seru. Mula-mula angkatan perang Aceh hampir terdesak, tetapi sesudah Ja Pakeh berdoa kepada Tuhan dan memberi semangat kepada Sultan dan ketiga orang panglima, mereka dapat mengimbangi lagi serangan Si Ujut.
            Sebulan sudah peperangan berlangsung. Belum ada tanda-tanda pihak mana yang akan menang. Suatu malam Panglima Pidie bermimpi seolah berenang di laut lepas lalu tenggelam dibawa arus. Ja Pakeh yang diberi tahu tentang mimpi itu meneteskan air mata karena meramalkan ajal Panglima Pidie sudah dekat. Ketika kapalnya mendekati kapal musuh ia kena tembakan Si Ujut dan tewas seketika. Panglima Pidie diganti oleh Japu Intan, seorang pahlawan berasal dari Jawa yang sudah lama berteman baik dengan Sultan Aceh.
            Semangat tentara Aceh tidak kendur bahkan lebih gigih menggempur tentara Johor. Akhirnya pasukan Johor mengundurkan diri. Tetapi Si Ujut tetap melawan. Ketika kapalnya dirapati kapal perang Aceh, Malem Dagang melompat ke kapal Si Ujut. Raja Raden dan Japu Intan juga turut serta. Malem Dagang langsung berhadapan dengan Si Ujut . Keduanya kebal besi. Tiga hari mereka bertarung. Akhirnya Si Ujut mulai lemah. Pasukannya banyak yang sudah melarikan diri. Ia tersungkur di tangan Malem Dagang. Si Ujut dirantai dan dibawa ke hadapan Sultan sebagai tawanan.
            Raja Malaka yang memihak Johor bermaksud membebaskan. Si Ujut. Ketika sedang melakukan persiapan perang, angkatan laut kerajaan Aceh sudah berada di perairan Malaka. Pasukan Malaka menembaki kapal-kapal perang Aceh. Panglima Japu Intan beserta sejumlah pasukannya turun ke darat untuk mengatur siasat. Kedatangan pasukan Japu Intan rupanya diketahui oleh pasukan Malaka. Japu Intan tewas dalam pertempuran itu dan mayatnya dapat dibawa oleh anak buahnya ke kapal. Malem Dagang dan Raja Raden bersama pasukannya mendarat.
Meskipun mendapat perlawanan tangguh, Malem Dagang terus mendesak dan akhirnya Raja Malaka bersama seluruh pasukannya melarikan diri. Benteng Malaka diduduki. Sesudah tiga bulan ditunggu dan Raja Malaka tidak pulang-pulang, angkatan perang kerajaan Aceh meninggalkan Malaka menuju Pulo Ruja. Di Asahan, Sultan singgah sebentar mengambil jenazah Panglima Pidie yang dikubur sementara di tepi pantai. Di Pidie Sultan mendarat lagi untuk menguburkan kembali jenazah Panglima Pidie.
Di kuala Aceh Sultan disambut dengan tembakan-tembakan meriam. Putri Pahang membawa Sultan ke istana. Si Ujut dimasukkan ke dalam tahanan. Sesudah sebulan berada di Meureudu, Malem Dagang kembali ke Banda Aceh. Si Ujut digiring ke hadapan Sultan dalam keadaan dirantai. Ja Pakeh meminta kepada Si Ujut supaya menyerah namun ia tetap menolak. Ia dijatuhi hukuman mati. Malem Dagang melaksanakan perintah Sultan tetapi tiada senjata yang dapat melukainya. Berbagai cara dilakukan namun Si Ujut tahan terhadap segala macam senjata. Tidak pula mati dengan cara ditumbuk dalam lesung besi. Meskipun tidak cidera akhirnya Si Ujut merasa sekujur badannya sakit. Ia sendiri memberitahukan kepada Malem Dagang bahwa yang dapat menghabisi nyawanya ialah kayu geureutoe. Dengan kayu itulah Malem Dagang menamatkan riwayat raja dari Johor itu. Dengan tewasnya Si Ujut negeri Aceh bertambah makmur di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda dengan dibantu oleh Panglima Malem Dagang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian sangat berharga bagi saya

Survey Monkey

Survey Monkey/Monkey Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan umpan balik untuk membantu mengumpulkan informasi & data pelanggan dari surv...