Makalah
Makna Musik Tradisional
A.
Latar
Belakang masalah
Indonesia adalah negara yang besar,
negara yang kaya akan nilai
budaya dan tradisi, salah satu suku di
Indonesia adalah suku Sunda yang berada di pulau
Jawa, tepatnya di Jawa Barat. Suku Sunda juga
memiliki kesenian tradisional yang khas dan beragam,
selain itu suku Sunda memiliki alat music tradisional
seperti rebab, kecapi, karinding, angklung
dan suling.
Pada saat ini, suling kurang
diminati oleh anak-anak, karena saat ini banyak alat musik modern yang lebih banyak digunakan. Masalah
lain yang menyebabkan hal
tersebut adalah karena kurangnya
media pembelajaran alat musik suling dan
kurikulum pelajaran alat musik tradisional kepada
anak-anak.
B.
Alat
Musik Tradisional Indonesia
1.
Gamelan (okestranya orang jawa)
Gamelan jelas bukan musik yang
asing. Popularitasnya telah merambah berbagai
benua dan telah memunculkan paduan musik baru
jazz-gamelan, melahirkan institusi sebagai ruang belajar
dan ekspresi musik gamelan, hingga menghasilkan
pemusik gamelan ternama. Pagelaran
musik gamelan kini bisa dinikmati di berbagai
belahan dunia, namun Yogyakarta adalah tempat
yang paling tepat untuk menikmati gamelan karena
di kota inilah anda bisa menikmati versi aslinya.
Gamelan yang berkembang di
Yogyakarta adalah Gamelan
Jawa, sebuah bentuk gamelan yang berbeda
dengan Gamelan Bali ataupun Gamelan Sunda.
Gamelan Jawa memiliki nada yang lebih lembut
dan slow, berbeda dengan Gamelan Bali yang
rancak dan Gamelan Sunda yang sangat mendayu-dayu
dan didominasi suara seruling. Perbedaan
itu wajar, karena Jawa memiliki pandangan
hidup tersendiri yang diungkapkan dalam
irama musik gamelannya.
Pandangan hidup Jawa yang
diungkapkan dalam musik
gamelannya adalah keselarasan kehidupan jasmani
dan rohani, keselarasan dalam berbicara dan
bertindak sehingga tidak memunculkan ekspresi
yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi
antar sesama. Wujud nyata dalam musiknya
adalah tarikan tali rebab yang sedang, paduan
seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang
serta suara gong pada setiap penutup irama.
Tidak ada kejelasan tentang sejarah
munculnya gamelan.
Perkembangan musik gamelan diperkirakan
sejak kemunculan kentongan, rebab, tepukan
ke mulut, gesekan pada tali atau bamboo tipis
hingga dikenalnya alat musik dari logam. Perkembangan
selanjutnya setelah dinamai gamelan,
musik ini dipakai untuk mengiringi pagelaran
wayang, dan tarian. Barulah pada beberapa
waktu sesudahnya berdiri sebagai music sendiri
dan dilengkapi dengan suara para sinden.
Seperangkat gamelan terdiri dari beberapa alat musik, diantaranya satu set alat musik
serupa drum yang disebut
kendang, rebab dan celempung, gambang,
gong dan seruling bambu. Komponen utama
yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah
bambu, logam, dan kayu. Masing-masing alat
memiliki fungsi tersendiri dalam pagelaran musik
gamelan, misalnya gong berperan menutup sebuah
irama musik yang panjang dan member keseimbangan
setelah sebelumnya musik dihiasi oleh
irama gending.
Gamelan Jawa adalah musik dengan
nada pentatonis. Satu permainan gamelan
komplit terdiri dari
dua putaran, yaitu slendro dan pelog. Slendro memiliki
5 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 5 6 [C- D E+ G
A] dengan perbedaan interval kecil. Pelog memiliki
7 nada per oktaf, yaitu 1 2 3 4 5 6 7 [C+ D E-
F# G# A B] dengan perbedaan interval yang besar.
Komposisi musik gamelan diciptakan dengan beberapa
aturan, yaitu terdiri dari beberapa putaran
dan pathet, dibatasi oleh satu gongan serta melodinya
diciptakan dalam unit yang terdiri dari 4
nada.
Anda bisa melihat gamelan sebagai
sebuah pertunjukan musik tersendiri maupun
sebagai pengiring tarian atau seni pertunjukan
seperti wayang kulit dan ketoprak. Sebagai
sebuah pertunjukan tersendiri, musik gamelan biasanya dipadukan dengan suara para penyanyi
Jawa (penyanyi pria disebut wiraswara dan
penyanyi wanita disebut waranggana). Pertunjukan music gamelan yang digelar kini bisa merupakan
gamelan klasik ataupun kontemporer. Salah satu
bentuk gamelan kontemporer adalah jazz-gamelan
yang merupakan paduan paduan musik bernada pentatonis dan diatonis.
Salah satu tempat di Yogyakarta
dimana anda bias melihat
pertunjukan gamelan adalah Kraton Yogyakarta.
Pada hari Kamis pukul 10.00 - 12.00 WIB
digelar gamelan sebagai sebuah pertunjukan musik
tersendiri. Hari Sabtu pada waktu yang sama digelar
musik gamelan sebagai pengiring wayang kulit,
sementara hari Minggu pada waktu yang sama
digelar musik gamelan sebagai pengiring tari tradisional
Jawa. Untuk melihat pertunjukannya, anda
bisa menuju Bangsal Sri Maganti. Sementara untuk
melihat perangkat gamelan tua, anda bias menuju
bangsal kraton lain yang terletak lebih ke belakang.
2.
Kecapi
Kecapi merupakan alat musik petik yang
berasal dari Jawa Barat, biasa digunakan sebagai
pengiring suling sunda
atau dalam musik lengkap, sampai saat
ini masih terus dilestarikan dan dijadikan kekayaan
seni Sunda yang sangat bernilai bagi masyarakat
asli Jawa Barat.
Membutuhkan latihan khusus untuk
dapat memainkan alat musik ini dengan penuh penghayatan, tak jarang latihan
dilakukan di alam terbuka
agar dapat menyatukan rasa dan jiwa sang pemetik
Kacapi, lebih dari itu semua suara yang dihasilkan
dari alat musik ini akan menenangkan jiwa
para pendengarnya, dan mampu membawa suasana
alam Pasundan di tengah-tengah pendengar
yang mulai terhanyut dengan buaian nada-nada
yang indah dari Kacapi.
3.
Angklung
Angklung adalah alat musik
multitonal (bernada ganda)
yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat
berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat.
Alat musik ini dibuat dari bambu, dibunyikan
dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan
oleh benturan badan pipa bambu) sehingga
menghasilkan bunyi yang bergetar dalam susunan
nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran,
baik besar maupun kecil. Laras (nada) alat musik
angklung sebagai musik tradisi Sunda kebanyakan
adalahsalendro dan pelog.
Tidak ada petunjuk sejak kapan
angklung digunakan, tetapi diduga bentuk
primitifnya telah digunakan
dalam kultur Neolitikum yang berkembang
di Nusantara sampai awal penanggalan
modern, sehingga angklung merupakan
bagian dari relik pra-Hinduisme dalam kebudayaan
Nusantara.
Catatan mengenai angklung baru
muncul merujuk pada masa
Kerajaan Sunda (abad ke-12 sampai abad
ke-16). Asal usul terciptanya musik bambu, seperti
angklung berdasarkan pandangan hidup masyarakat
Sunda yang agraris dengan sumber kehidupan
dari padi (pare) sebagai makanan pokoknya.
Hal ini melahirkan mitos kepercayaan terhadap
Nyai Sri Pohaci sebagai lambang Dewi Padi
pemberi kehidupan (hirup-hurip). Masyarakat Baduy,
yang dianggap sebagai sisa-sisa masyarakat Sunda
asli, menerapkan angklung sebagai bagian dari
ritual mengawali penanaman padi. Permainan angklung
gubrag di Jasinga, Bogor, adalah salah satu
yang masih hidup sejak lebih dari 400 tahun lampau.
Kemunculannya berawal dari ritus padi. Angklung
diciptakan dan dimainkan untuk memikat Dewi
Sri turun ke bumi agar tanaman padi rakyat tumbuh
subur.
Jenis bambu yang biasa digunakan
sebagai alat musik tersebut
adalah bambu hitam (awi wulung) dan
bambu putih (awi temen). Tiap nada (laras) dihasilkan
dari bunyi tabung bambunya yang berbentuk
bilah (wilahan) setiap ruas bambu dari ukuran
kecil hingga besar.
Dikenal oleh masyarakat sunda sejak
masa kerajaan Sunda, di antaranya sebagai
penggugah semangat dalam
pertempuran. Fungsi angklung sebagai
pemompa semangat rakyat masih terus terasa
sampai pada masa penjajahan, itu sebabnya pemerintah
Hindia Belanda sempat melarang masyarakat
menggunakan angklung, pelarangan itu sempat
membuat popularitas angklung menurun dan
hanya di mainkan oleh anak- anak pada waktu itu.
Selanjutnya lagu-lagu persembahan
terhadap Dewi Sri tersebut
disertai dengan pengiring bunyi tabuh yang
terbuat dari batang-batang bambu yang dikemas
sederhana yang kemudian lahirlah struktur
alat musik bambu yang kita kenal sekarang bernama
angklung. Demikian pula pada saat pesta panen
dan seren taun dipersembahkan permainan angklung.
Terutama pada penyajian Angklung yang berkaitan
dengan upacara padi, kesenian ini menjadi
sebuah pertunjukan yang sifatnya arak-arakan atau helaran, bahkan di sebagian
tempat menjadi iring-iringan Rengkong dan
Dongdang serta Jampana (usungan pangan) dan
sebagainya. Dalam
perkembangannya, angklung berkembang dan
menyebar ke seantero Jawa, lalu ke Kalimantan
dan Sumatera. Pada 1908 tercatat sebuah
misi kebudayaan dari Indonesia ke Thailand,
antara lain ditandai penyerahan angklung,
lalu permainan musik bambu ini pun sempat
menyebar di sana.
Bahkan, sejak 1966, Udjo Ngalagena
—tokoh angklung yang mengembangkan teknik
permainan berdasarkan
laras-laras pelog, salendro, dan madenda—
mulai mengajarkan bagaimana bermain
angklung kepada banyak orang dari berbagai
komunitas.
4.
Calung
Calung adalah alat musik Sunda yang
merupakan prototipe
(purwarupa) dariangklung. Berbeda dengan
angklung yang dimainkan dengan cara digoyangkan,
cara menabuh calung adalah dengan memukul
batang (wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung
bambu) yang tersusun menurut titi laras (tangga
nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu
untuk pembuatan calung kebanyakan dari awi
wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat
dari awi temen (bambu yang berwarna
putih).
Pengertian calung selain sebagai
alat musik juga melekat
dengan sebutan seni pertunjukan. Ada dua bentuk
calung Sunda yang dikenal, yakni calung rantay
dan calung jinjing.
Perkembangan Jenis calung yang sekarang berkembang
dan dikenal secara umum yaitu calung
jinjing. Calung jinjing
adalah jenis alat musik yang sudah lama
dikenal oleh masyarakat Sunda, misalnya pada masyarakat Sunda di daerah Sindang Heula
- Brebes, Jawa tengah, dan bisa jadi
merupakan pengembangan
dari bentuk calung rantay. Namun di
Jawa Barat, bentuk kesenian ini dirintis popularitasnya
ketika para mahasiswa Universitas Padjadjaran
(UNPAD) yang tergabung dalam Departemen
Kesenian Dewan Mahasiswa (Lembaga kesenian
UNPAD) mengembangkan bentuk calung ini
melalui kreativitasnya pada tahun 1961. Menurut
salah seorang perintisnya, Ekik Barkah, bahwa
pengkemasan calung jinjing dengan pertunjukannya
diilhami oleh bentuk permainan pada
pertunjukan reog yang memadukan unsure tabuh,
gerak dan lagu dipadukan.
Kemudian pada tahun 1963 bentuk permainan dan tabuh
calung lebih dikembangkan lagi oleh kawan-kawan
dari Studiklub Teater Bandung (STB; Koswara Sumaamijaya dkk),
dan antara tahun 1964 - 1965 calung lebih dimasyarakatkan lagi oleh kawan-kawan di
UNPAD sebagai seni pertunjukan yang bersifat
hiburan dan informasi
(penyuluhan (Oman Suparman, Ia Ruchiyat,
Eppi K., Enip Sukanda, Edi, Zahir, dan kawan-kawan),
dan grup calung SMAN 4 Bandung (Abdurohman
dkk). Selanjutnya bermunculan grup- grup
calung di masyarakat Bandung, misalnya Layung
Sari, Ria Buana, dan Glamor (1970) dan lain-lain,
hingga dewasa ini bermunculan nama-nama idola pemain calung antara lain Tajudin Nirwan, Odo, Uko Hendarto, Adang Cengos,
dan Hendarso.
Perkembangan kesenian calung begitu
pesat di Jawa Barat, hingga ada penambahan
beberapa alat musik dalam
calung, misalnya kosrek, kacapi, piul (biola)
dan bahkan ada yang melengkapi dengan keyboard
dan gitar. Unsur vokal menjadi sangat dominan,
sehingga banyak bermunculan vokalis calung
terkenal, seperti Adang Cengos, dan Hendarso.
5.
Saron
Saron (atau disebut juga ricik)
adalah salah satu instrumen
gamelan yang termasuk keluarga balungan.
Dalam satu set gamelan biasanya
punya 4 saron, dan kesemuanya
memiliki versi pelog dan slendro. Saron
menghasilkan nada satu oktaf lebih tinggi daripada
demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil.
Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan
bentuk seperti palu.
C.
Makna
dan Peranan Musik Tradisional Nusantara
a.
Peredam emosi dan kemarahan
Cara untuk mengungkapkan kemarahan,
para leluhur orang jawa khususnya telah
samapai pada tingkat yang halis yakni melalui
music dan alat musik gending. Orang dapat mengungkapkan kemarahan, benci, rindu, jajtuh cinta, mengkritik, memuji, protes
pada raja, menyindir ahli agama dan
sebagainya tanpa melalui
orang yang dituju.
b.
Sebagai kekuatan dan semangat
c.
Pemenuh kebutuhan estetis (keindahan) dan jiwa
(spiritual)
Musik karawitan jawa merupakan
salah satu yang dapat
memenuhi keinginan tersebut.
D. Peranan Musik Tradisional
Nusantara:
a.
Sarana upacara budaya (ritual)
Misal: upacara kematian, kelahiran, pernikahan, serta upacaranya keagamaan,
di beberapa daerah bunyi – bunyian yang dihasilkan oleh instrument music
tertentu diyakini mempunyai kekuatan magis.
b.
Sarana hiburan
Dalam hal ini music berfungsi
sebagai cara untuk
menghilangkan kejenuhan akibat rutinitas
sehari – hari sekaligus sebagai sarana rekreasi
dan pertemuan dengan warga masyarakat
lainya.
c.
Sarana komunikasi
Di berbagai daerah di Indonesia,
terdapat music yan mempunya iarti tertentu bagi warganya, pola dan ritme tertentu
menjadi tanda atas auatu peristiwa atau
kegiatan.
d.
Sarana pengiring tari
e.
Sarana Ekonomi
Musik tidak hanya sekedar sebagai
media ekspresi dan aktualisasi diri, tetapi
dapat juga dijadikan sember
penhasilan.
f.
Sarana ekspresi diri
Melalui music kita dapat
mengakrualisasikan potensi
diri, mengungkapkan perassaan, pikiran,
gagasan, cita-cita, masyarakat, dunia dan
tuhan. Pengungkapan perasaan melalui music
juga dapat menjadi salah satu terapi kesehatan
yang disebut katarsis.
g.
Sarana Penyembuhan (Terapi Kesehatan)
Ketika seseorang mendengarkan
music, gelombang listrik yang ada di otak dapat diperlambat atau dipercepat dan pada
saat kinerja system tubuh pun mengalammi perubahan. Musik juga mampu mengatur hormone-hormon yang mempengaruhi stress seseorang. Dengan mendengarkan music kesukaan, seseorang akan mampu terbawa kepada suasana hati yang baik dalam
waktu yan singkat. Namun kita juga harus jeli memilih genre music yang baik misalnya
dari segi melodi.
h.
Pendidikan Apresiasi
Kesukaan terhadap nilai – nilai
seni dan budaa harus ditanamkan
sejak dini supaya nilai – nilai
yang ada tetap terjaga kelestarianya.
i.
Musikalisasi Puisi
Penggunaan music pada pementasan
puisi dapat memberikan kesan hidup dan tidak monoton.
KESIMPULAN
Alat Musik Tradisional jangan
pernah di tinggalkan karena
musik tradisional adalah warisan nenek moyang
suatu bangsa yang di turunkan secara turun
temurun. Alat Musik Tradisional ini merupakan
suatu cirikhas sebuah bangsa, maka menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya dengan
alat alat musik tradisional merupakan kewajiban
dari setiap individu, dengan kata lain kebudayaan
merupakan kekayaan yang harus dijaga
dan dilestarikan oleh setiap suku bangsa. Alat
Musik tradisional juga dapat di kolaborasikan dengan
musik moderen yang tidak kala menarik untuk
di saksikan.
SARAN
Selama menjalani matakuliah kritik
seni ini ada banyak
kekurangan dan kelebihannya. Misalnya kurangnya
fasilitas atau media pembelajaran, dengan
menambahkan alat proyektor sebagai media
pendukung mahasiswa dapat cepat tanggap dengan
apa yang sedang di pelajarinya. Pembelajaran
yang langsung menyaksikan atau langsung
turun ke lapangan juga dapat membuat mahasiswa
tidak merasa jenuh karena tidak hanya belajar
di dalam kelas saja, mahasiswa langsung dapat
mengkritik sebuah pertunjukan yang sedang dilihatnya.
Untuk bapak Silo walaupun bapak
mengajar bukan dibidangnya
namun bapak sudah cukup baik dalam penyampaian
materi matakuliah kritik seni ini namun
harus ditingkatkan lagi dalam mencapai profesionalisme
kerja sebagai tenaga pendidik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya