MAKALAH NILAI-NILAI ESTETIS TEATER
MATA
PELAJARAN SENI BUDAYA
KATA PENGANTAR
Puji syukur
saya panjatkan kehadirat Allah SWT
yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada saya, sehingga
saya berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “NILAI-NILAI ESTETIS TEATER”.
Makalah
ini berisikan tentang informasi Pengertian TEATER atau yang lebih khususnya
membahas tentang JENIS JENIS TEATER MODERN TRADISIONAL, CONTOH-CONTOH
TEATER serta NILAI-NILAI
ESTETIS TEATER
dalam SENI
BUDAYA Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua
tentang TEATER. saya menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
saya harapkan demi kesempurnaan Makalah
ini. Akhir kata, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan Makalah
ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala
usaha kita. Amin.
Taba Penanjung,..............................2016
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian
Teater
Teater
berasal dari kata Yunani, “theatron” (bahasa Inggris, Seeing Place) yang artinya tempat atau gedung pertunjukan. Dalam perkembangannya, dalam
pengertian lebih luas kata teater diartikan sebagai segala hal yang
dipertunjukkan didepan orang banyak. Dengan
demikian, dalam rumusan sederhana teater adalah pertunjukan. misalnya ketoprak, ludruk, wayang, wayang
wong, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, akrobat, dan lain sebagainya. Adapun
pengertian teater menurut para tokoh, antara lain :
Menurut
Harymawan, 1993 : Teater merupakan manifestasi pembentukan strata sosial
kemanusiaan yang berhubungan dengan masalah ritual. Misalnya, upacara adat
maupun upacara kenegaraan, keduanya memiliki unsur-unsur teatrikal dan bermakna
filosofis. Berdasarkan paparan di atas, kemungkinan perluasan definisi teater
itu bisa terjadi. Tetapi batasan tentang teater dapat dilihat dari sudut
pandang sebagai berikut: “tidak ada teater tanpa aktor, baik berwujud riil
manusia maupun boneka, terungkap di layar maupun pertunjukan langsung yang
dihadiri penonton, serta laku di dalamnya merupakan realitas fiktif”.
Menurut
Bakdi Soemanto, 2001 : Teater selalu dikaitkan dengan kata drama yang berasal
dari kata Yunani Kuno “draomai” yang berarti bertindak atau berbuat dan “drame”
yang berasal dari kata Perancis yang diambil oleh Diderot dan Beaumarchaid
untuk menjelaskan lakon-lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah. Dalam
istilah yang lebih ketat berarti lakon serius yang menggarap satu masalah yang
punya arti penting tapi tidak bertujuan mengagungkan tragika. Kata “drama” juga
dianggap telah ada sejak era Mesir Kuno (4000-1580 SM), sebelum era Yunani Kuno
(800-277 SM). Hubungan kata “teater” dan “drama” bersandingan sedemikian erat
seiring dengan perlakuan terhadap teater yang mempergunakan drama lebih identik
sebagai teks atau naskah atau lakon atau karya sastra.
Menurut
Kasim Achmad, 2006 : Istilah Teater sekarang lebih umum digunakan tetapi
sebelum itu istilah drama lebih populer sehingga pertunjukan teater di atas panggung
disebut sebagai pentas drama. Hal ini menandakan digunakannya naskah lakon yang
biasa disebut sebagai karya sastra drama dalam pertujukan teater. Di Indonesia,
pada tahun 1920-an, belum muncul istilah teater. Yang ada adalah sandiwara atau tonil (dari bahasa Belanda: Het Toneel).
Istilah Sandiwara konon dikemukakan oleh Sri Paduka Mangkunegoro VII dari
Surakarta. Kata sandiwara berasal dari bahasa Jawa “sandi” berarti “rahasia”,
dan “wara” atau “warah” yang berarti, “pengajaran”. Menurut Ki Hajar Dewantara
“sandiwara” berarti “pengajaran yang dilakukan dengan perlambang” (Harymawan,
1993). Rombongan teater pada masa itu menggunakan nama Sandiwara, sedangkan
cerita yang disajikan dinamakan drama. Sampai pada Zaman Jepang dan permulaan
Zaman Kemerdekaan, istilah sandiwara masih sangat populer. Istilah teater bagi
masyarakat Indonesia baru dikenal setelah Zaman Kemerdekaan.
Jadi,
teater adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di
ataspanggung dan disaksikan oleh penonton. Jika “drama” adalah lakon dan
“teater” adalah pertunjukan maka “drama” merupakan bagian atau salah satu unsur
dari “teater”. Jenis
Seni Teater:
Teater
Rakyat (tradisional)
Pertunjukan hanya dilaksanakan dalam kaitan dengan
upacara tertentu, seperti khitanan, perkawinan, selamatan dan sebagainya.
Contoh-contoh teater rakyat adalah sebagai berikut Ketoprak, Srandul, Jemblung,
Gatoloco di Jawa Tengah,
Teater
Klasik (keraton)
Segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita,
pelaku yang terlatih, gedung pertunjukan yang memadai dan tidak lagi menyatu
dengan kehidupan rakyat(penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat
kerajaan. Contohnya Wayang Kulit, Wayang Orang, Wayang Golek, dan Langendriya.
Teater
Modern
Teater modern merupakan teater yang bersumber dari
teater tradisional, tetapi gaya penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater
Barat. Jenis teater seperti Komedi Stambul, Sandiwara Dardanela, Sandiwara
Srimulat, dan sebagainya merupakan contoh teater modern. Dalam Srimulat sebagai
contoh, pola ceritanya sama dengan Ludruk atau Ketoprak, jenis ceritanya
diambil dari dunia modern.
Musik, dekor, dan
properti lain menggunakan teknik Barat. Teater sudah
membudaya dalam kehidupan bangsa kita. Dalam teater, penonton tidak hanya
disuguhi pengetahuan tentang baik/buruk, dan indah/ jelek, tetapi ikut
menyikapi dan melihat action. Contoh Teater Modern yaitu drama, teater,
sinetron dan film.
Ciri-ciri Teater Modern adalah
panggung tertata, ada pengaturan jalan cerita, tempat panggung tertutup.
B.
JENIS TEATER
MODERN TRADISIONAL
Teater Boneka
Pertunjukan boneka telah dilakukan sejak Zaman Kuno.
Sisa peninggalannya ditemukan di makam-makam India Kuno, Mesir, dan Yunani.
Boneka sering dipakai untuk menceritakan legenda atau kisah-kisah religius.
Berbagai jenis boneka dimainkan dengan cara yang berbeda. Boneka tangan dipakai
di tangan sementara boneka tongkat digerakkan dengan tongkat yang dipegang dari
bawah. Marionette, atau boneka tali,
digerakkan dengan cara menggerakkan kayu silang tempat tali boneka
diikatkan.
Drama Musikal
Merupakan pertunjukan teater yang menggabungkan seni
menyanyi, menari, dan akting. Drama musikal mengedepankan unsur musik, nyanyi,
dan gerak daripada dialog para pemainnya. Di panggung Broadway jenis
pertunjukan ini sangat terkenal dan biasa disebut dengan pertunjukan kabaret.
Kemampuan aktor tidak hanya pada penghayatan karakter melalui baris kalimat
yang diucapkan tetapi juga melalui lagu dan gerak tari. Disebut drama musikal
karena memang latar belakangnya adalah karya musik yang bercerita seperti The
Cats karya Andrew Lloyd Webber yang fenomenal. Dari karya musik bercerita
tersebut kemudian dikombinasi dengan gerak tari, alunan lagu, dan tata pentas.
Selain kabaret, opera dapat digolongkan dalam drama
musikal. Dalam opera dialog para tokoh dinyanyikan dengan iringan musik
orkestra dan lagu yang dinyanyikan disebut seriosa. Di sinilah letak perbedaan
dasar antara Kabaret dan opera. Dalam drama musikal kabaret, jenis musik dan
lagu bisa saja bebas tetapi dalam opera biasanya adalah musik simponi
(orkestra) dan seriosa. Tokoh-tokoh utama opera menyanyi untuk menceritakan
kisah dan perasaan mereka kepada penonton. Biasanya juga berupa paduan suara.
Opera bermula di Italia pada awal tahun 1600-an. Opera dipentaskan di gedung
opera. Di dalam gedung opera, para musisi duduk di area yang disebut
orchestra pit di bawah dan di depan
panggung.
Teater Gerak
Teater gerak merupakan pertunjukan teater yang unsur
utamanya adalah gerak dan ekspresi wajah serta tubuh pemainnya. Penggunaan
dialog sangat dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti dalam pertunjukan
pantomim klasik. Teater gerak, tidak dapat diketahui dengan pasti kelahirannya
tetapi ekspresi bebas seniman teater terutama dalam hal gerak menemui puncaknya
dalam masa commedia del’Arte di Italia.
Dalam masa ini pemain teater dapat bebas bergerak sesuka hati (untuk karakter
tertentu) bahkan lepas dari karakter tokoh dasarnya untuk memancing perhatian
penonton. Dari kebebasan ekspresi gerak inilah gagasan mementaskan pertunjukan
dengan berbasis secara mandiri muncul.
Teater gerak yang paling populer dan bertahan sampai
saat ini adalah pantomim. Sebagai pertunjukan yang sunyi (karena tidak
menggunakan suara), pantomim mencoba mengungkapkan ekspresinya melalui tingkah
polah gerak dan mimik para pemainnya. Makna pesan sebuah lakon yang hendak
disampaikan semua ditampilkan dalam bentuk gerak. Tokoh pantomim yang terkenal
adalah Etienne Decroux dan Marcel Marceau, keduanya dari Perancis.
Teater Dramatik
Istilah dramatik digunakan untuk menyebut
pertunjukan teater yang berdasar pada dramatika lakon yang dipentaskan. Dalam
teater dramatik, perubahan karakter secara psikologis sangat diperhatikan dan
situasi cerita serta latar belakang kejadian dibuat sedetil mungkin. Rangkaian
cerita dalam teater dramatik mengikuti alur plot dengan ketat. Mencoba menarik
minat dan rasa penonton terhadap situasi cerita yang disajikan. Menonjolkan
laku aksi pemain dan melengkapinya dengan sensasi sehingga penonton tergugah.
Satu peristiwa berkaitan dengan peristiwa lain hingga membentuk keseluruhan
lakon. Karakter yang disajikan di atas pentas adalah karakter manusia yang
sudah jadi, dalam artian tidak ada lagi proses perkembangan karakter tokoh
secara improvisatoris (Richard Fredman, Ian Reade: 1996). Dengan segala
konvensi yang ada di dalamnya, teater dramatik mencoba menyajikan cerita
seperti halnya kejadian nyata.
Teatrikalisasi
Puisi
Pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya
sastra puisi. Karya puisi yang biasanya hanya dibacakan dicoba untuk diperankan
di atas pentas. Karena bahan dasarnya adalah puisi maka teatrikalisasi puisi
lebih mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Gaya akting para pemain
biasanya teatrikal. Tata panggung dan
blocking dirancang sedemikian rupa untuk menegaskan makna puisi yang
dimaksud. Teatrikalisasi puisi memberikan wilayah kreatif bagi sang seniman
karena mencoba menerjemahkan makna puisi ke dalam tampilan laku aksi dan tata
artistik di atas pentas.
C.
Contoh-Contoh
Teater
Wayang
Wayang dikenal sejak zaman prasejarah yaitu sekitar
1500 tahun sebelum Masehi. Masyarakat Indonesia memeluk kepercayaan animisme
berupa pemujaan roh nenek moyang yang disebut hyang atau dahyang, yang
diwujudkan dalam bentuk arca atau gambar.
Dalam pertunjukan wayang kulit, wayang dimainkan di
belakang layar tipis dan sinar lampu menciptakan bayangan wayang di layar.
Penonton wanita duduk di depan layar, menonton bayangan tersebut. Penonton pria
duduk di belakang layar dan menonton wayang secara langsung.
Wayang merupakan seni tradisional Indonesia yang
terutama berkembang di Pulau Jawa dan Bali. Pertunjukan wayang telah diakui
oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang
mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan sangat
berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
G.A.J. Hazeu mengatakan bahwa wayang dalam
bahasa/kata Jawa berarti: bayangan , dalam bahasa melayu artinya:
bayang-bayang, yang artinya bayangan, samar-samar, menerawang. Bahasa Bikol
menurut keterangan Profesor Kern, bayang, barang atau menerawang. Semua itu
berasal dari akar kata "yang" yang berganti-ganti suara yung, yong,
seperti dalam kata: laying (nglayang)=yang, dhoyong=yong, reyong=yong,
reyong-reyong, atau reyang-reyong yang berarti selalu berpindah tempat sambil
membawa sesuatu, poyang-payingen, ruwet dari kata asal: poyang, akar kata yang.
Menurut hasil perbandingan dari arti kata yang akar katanya berasal dari yang
dan sebagainya tadi, maka jelas bahwa arti dari akar kata: yang, yung, yong
ialah bergerak berkali-kali, tidak tetap, melayang.
Makyong
Makyong adalah seni teater tradisional masyarakat
Melayu yang sampai sekarang masih digemari dan sering dipertunjukkan sebagai
dramatari dalam forum internasional. Makyong dipengaruhi oleh budaya Hindu-Buddha
Thai dan Hindu-Jawa. Nama makyong berasal dari mak hyang, nama lain untuk dewi
sri, dewi padi. Makyong adalah teater tradisional yang berasal dari Pulau
Bintan, Riau. Makyong berasal dari kesenian istana sekitar abad ke-19 sampai
tahun 1930-an. Makyong dilakukan pada siang hari atau malam hari. Lama
pementasan ± tiga jam
Drama Gong
Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan
Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan
unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian
tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari
unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Karena
dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat,
maka semula Drama Gong disebut "drama klasik". Nama Drama Gong
diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak
pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong
Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka
Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar).
Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun
1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Namun semenjak pertengahan tahun
1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah
sekaa Drama Gong yang masih aktif.
Randai
Randai adalah kesenian (teater) khas masyarakat
Minangkabau, Sumatra Barat yang dimainkan oleh beberapa orang (berkelompok atau
beregu). Randai dapat diartikan sebagai “bersenang-senang sambil membentuk
lingkaran” karena memang pemainnya berdiri dalam sebuah lingkaran besar
bergaris tengah yang panjangnya lima sampai delapan meter. Cerita dalam randai,
selalu mengangkat cerita rakyat Minangkabau, seperti cerita Cindua Mato, Malin
Deman, Anggun Nan Tongga, dan cerita rakyat lainnya. Konon kabarnya, randai
pertama kali dimainkan oleh masyarakat Pariangan, Padang Panjang, ketika mereka
berhasil menangkaprusa yang keluar dari laut.
Kesenian randai sudah dipentaskan di beberapa tempat
di Indonesia dan bahkan dunia. Bahkan randai dalam versi bahasa Inggris sudah
pernah dipentaskan oleh sekelompok mahasiswa di University of Hawaii, Amerika
Serikat.
Kesenian randai yang kaya dengan nilai etika dan
estetika adat Minangkabau ini, merupakan hasil penggabungan dari beberapa macam
seni, seperti: drama (teater), seni musik, tari dan pencak silat.
Mamanda
Mamanda adalah seni teater atau pementasan
tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dibanding dengan seni
pementasan yang lain, Mamanda lebih mirip dengan Lenong dari segi hubungan yang
terjalin antara pemain dengan penonton. Interaksi ini membuat penonton menjadi
aktif menyampaikan komentar-komentar lucu yang disinyalir dapat membuat suasana
jadi lebih hidup.
Bedanya, Kesenian lenong kini lebih mengikuti zaman
ketimbang Mamanda yang monoton pada alur cerita kerajaan. Sebab pada kesenian
Mamanda tokoh-tokoh yang dimainkan adalah tokoh baku seperti Raja, Perdana
Menteri, Mangkubumi, Wazir, Panglima Perang, Harapan Pertama, Harapan kedua,
Khadam (Badut/ajudan), Permaisuri dan Sandut (Putri).
Disinyalir istilah Mamanda digunakan
karena di dalam lakonnya, para pemain seperti Wazir,
Menteri, dan Mangkubumi dipanggil dengan sebutan pamanda atau mamanda oleh Sang
Raja. Mamanda secara etimologis terdiri dari kata "mama" (mamarina)
yang berarti paman dalam bahasa Banjar dan “nda” yang berarti terhormat. Jadi
mamanda berarti paman yang terhormat. Yaitu “sapaan” kepada paman yang
dihormati dalam sistem kekerabatan atau kekeluargaan.
Asal muasal Mamanda adalah kesenian Badamuluk yang
dibawa rombongan Abdoel Moeloek dari Malaka tahun 1897. Dulunya di Kalimantan
Selatan bernama Komedi Indra Bangsawan. Persinggungan kesenian lokal di Banjar
dengan Komedi Indra Bangsawan melahirkan bentuk kesenian baru yang disebut
sebagai Ba Abdoel Moeloek atau lebih tenar dengan Badamuluk. Kesenian ini
hingga saat ini lebih dikenal dengan sebutan mamanda.
Bermula dari kedatangan rombongan bangsawan Malaka
(1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah
Banjar, kesenian ini dipopulerkan dan disambut hangat oleh masyarakat Banjar.
Setelah beradaptasi, teater ini melahirkan sebuah teater baru bernama
"Mamanda".
Seni drama tradisional Mamanda ini sangat populer di
kalangan masyarakat kalimantan pada umumnya
Longser
Longser merupakan salah satu bentuk teater
tradisional masyarakat sunda, Jawa barat. Longser berasal dari akronim kata
melong (melihat dengan kekaguman) dan saredet (tergugah) yang artinya barang
siapa yang melihat pertunjukan longser, maka hatinya akan tergugah. Longser
yang penekanannya pada tarian disebut ogel atau doger. Sebelum longser lahir
dan berkembang, terdapat bentuk teater tradisional yang disebut lengger. Busana
yang dipakai untuk kesenian ini sederhana tapi mencolok dari segi warnanya
terutama busana yang dipakai oleh ronggeng. Biasanya seorang ronggeng memakai
kebaya dan kain samping batik. Sementara, untuk lelaki memakai baju kampret
dengan celana sontog dan ikat kepala.
Ketoprak
Ketoprak merupakan teater rakyat yang paling populer,
terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun
dapat ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah tersebut ketoprak merupakan kesenian
rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat
lainnya seperti srandul dan emprak.
Kata ‘kethoprak’ berasal dari nama alat yaitu
Tiprak. Kata Tiprak ini bermula dari prak. Karena bunyi tiprak adalah prak,
prak, prak. Serat Pustaka Raja Purwa jilid II tulisan pujangga R. Ng. Rangga
Warsita dalam bukunya Kolfbunning tahun 1923 menyatakan “… Tetabuhan ingkang
nama kethoprak tegesipun kothekan” ini berarti kethoprak berasal dari bunyi
prak, walaupun awalnya bermula dari alat bernama tiprak.
Kethoprak juga berasal dari kothekan atau gejogan.
Alat bunyi-bunyian yang berupa lesung oleh pencipta kethoprak ditambah kendang
dan seruling.
Ketoprak merupakan salah satu bentuk teater rakyat
yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat memperoleh
perhatian, meskipun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan
masalah unggahungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa
yang digunakan, yaitu:
Bahasa
Jawa biasa (sehari-hari)
Bahasa
Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
Bahasa
Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi)
Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan
bukan saja penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa.
Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang
halus dan spesifik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kethoprak
adalah seni pertunjukan teater atau drama yang sederhana yang meliputi unsur
tradisi jawa, baik struktur lakon, dialog, busana rias, maupun bunyi-bunyian
musik tradisional yang dipertunjukan oleh rakyat.
Ludruk
Ludruk merupakan salah satu kesenian Jawa Timuran
yang cukup terkenal, yakni seni panggung yang umumnya seluruh pemainnya adalah
laki-laki. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh
sebuah grup kesenian yang di gelarkan disebuah panggung dengan mengambil cerita
tentang kehidupan rakyat sehari-hari (cerita wong cilik), cerita perjuangan dan
lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan
sebagai musik.
Dialog/monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan
membuat penontonnya tertawa, menggunakan bahasa khas Surabaya, meski
kadang-kadang ada bintang tamu dari daerah lain seperti Jombang, Malang,
Madura, Madiun dengan logat yang berbeda. Bahasa lugas yang digunakan pada
ludruk, membuat dia mudah diserap oleh kalangan non intelek (tukang becak, peronda,
sopir angkutan umum, dll).
Lenong
"Lenong" adalah seni pertunjukan teater
tradisional masyarakat Betawi, Jakarta. Lenong berasal dari nama salah seorang
Saudagar China yang bernama Lien Ong. Konon, dahulu Lien Ong lah yang sering
memanggil dan menggelar pertunjukan teater yang kini disebut Lenong untuk
menghibur masyarakat dan khususnya dirinya beserta keluarganya. Pada zaman
dahulu (zaman penjajahan), lenong biasa dimainkan oleh masyarakat sebagai
bentuk apresiasi penentangan terhadap tirani penjajah.
Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan
adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti "komedi
bangsawan" dan "teater stambul" yang sudah ada saat itu. Selain
itu, Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari
proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal
sejak tahun 1920-an.
Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan
mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa
panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris
mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela
Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan
lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang
berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnyamengenakan busana
formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan,
sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh
sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Selain itu, kedua
jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes
umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong
preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.
Ubrug
"Ubrug" di Pandeglang dikenal sebagai
kesenian tradisional rakyat yang semakin hari semakin dilupakan oleh
penggemarnya. Istilah ‘ubrug’ berasal dari bahasa Sunda ‘sagebrugan’ yang
berarti campur aduk dalam satu lokasi.
Kesenian ubrug termasuk teater rakyat yang memadukan
unsur lakon, musik, tari, dan pencak silat. Semua unsur itu dipentaskan secara
komedi. Bahasa yang digunakan dalam pementasan, terkadang penggabungan dari
bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu (Betawi). Alat musik yang biasa dimainkan dalam
pemenetasan adalah gendang, kulanter, kempul, gong angkeb, rebab, kenong,
kecrek, dan ketuk.
Selain berkembang di provinsi Banten, kesenian Ubrug
pun berkembang sampai ke Lampung dan Sumatera Selatan yang tentunya dipentaskan
menggunakan bahasa daerah masing-masing.
Teater Ubrug pada awalnya dipentaskan di halaman
yang cukup luas dengan tenda daun kelapa atau rubia.
Untuk penerangan digunakan lampu blancong, yaitu
lampu minyak tanah yang bersumbu dua buah dan cukup besar yang diletakkan di
tengah arena. Lampu blancong ini sama dengan oncor dalam ketuk tilu, sama
dengan lampu gembrong atau lampu petromak. Sekitar tahun 1955, ubrug mulai
memakai panggung atau ruangan, baik yang tertutup ataupun terbuka di mana para
penonton dapat menyaksikannya dari segala arah.
Seni teater bangkit lagi setelah jaman Renaisans
(sekitar tahun 1500M-1700M). Pada masa itu, lahirlah pengarang-pengarang besar
seperti William Shakespeare (dengan karya Hamlet, Romeo dan Juliet, Pedagang
Venesia, Mimpi di Tengah Malam Musim Panas, dll). Pada era modern, tokoh yang
berkembang adalah Henrik Ibsen dan George Bernard Shaw.Wayang
Wong (wayang
orang)
Wayang Wong dalam bahasa Indonesia artinya wayang
orang, yaitu pertunjukan wayang kulit, tetapi dimainkan oleh orang. Wayang wong
adalah bentuk teater tradisional Jawa yang berasal dari Wayang Kulit yang
dipertunjukan dalam bentuk berbeda: dimainkan oleh orang, lengkap dengan menari
dan menyanyi, seperti pada umumnya teater tradisional dan tidak memakai topeng. Pertunjukan wayang
orang terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan di Jawa Barat ada juga
pertunjukan wayang orang (terutama di Cirebon) tetapi tidak begitu populer.
Lahirnya Wayang Orang, dapat diduga dari keinginan para seniman untuk keperluan
pengembangan wujud bentuk Wayang Kulit yang dapat dimainkan oleh orang. Wayang
yang dipertunjukan dengan orang sebagai wujud dari wayang kulit -hingga tidak
muncul dalang yang memainkan, tetapi dapat dilakukan oleh para pemainnya
sendiri. Sedangkan wujud pergelarannya
berbentuk drama, tari dan musik.
Wayang orang dapat dikatakan masuk kelompok seni
teater tradisional, karena tokoh-tokoh dalam cerita dimainkan oleh para pelaku
(pemain). Sang Dalang bertindak sebagai pengatur laku dan tidak muncul dalam
pertunjukan. Di Madura, terdapat pertunjukan wayang orang yang agak berbeda,
karena masih menggunakan topeng dan menggunakan dalang seperti pada wayang
kulit. Sang dalang masih terlihat meskipun tidak seperti dalam pertunjukan
wayang kulit. Sang Dalang ditempatkan dibalik layar penyekat dengan diberi
lubang untuk mengikuti gerak pemain di depan layar penyekat. Sang Dalang masih
mendalang dalam pengertian semua ucapan pemain dilakukan oleh Sang Dalang
karena para pemain memakai topeng. Para pemain di sini hanya menggerak-gerakan
badan atau tangan untuk mengimbangi ucapan yang dilakukan oleh Sang Dalang.
Para pemain harus pandai menari. Pertunjukan ini di Madura dinamakan topeng
dalang. Semua pemain topeng dalang
memakai topeng dan para pemain tidak mengucapkan dialog
Gambuh
Gambuh merupakan teater tradisional yang paling tua di
Bali dan diperkirakan berasal dari abad ke-16. Bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa Bali kuno dan terasa sangat sukar dipahami oleh orang Bali sekarang.
Tariannya pun terasa sangat sulit karena merupakan tarian klasik yang bermutu
tinggi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan kalau gambuh merupakan sumber
dari tari-tarian Bali yang ada. Sejarah gambuh telah dikenal sejak abad ke-14
di Zaman Majapahit dan kemudian masuk ke Bali pada akhir Zaman Majapahit. Di
Bali, gambuh dipelihara di istana raja-raja.
Kebanyakan lakon yang dimainkan gambuh diambil dari
struktur cerita Panji yang diadopsi ke dalam budaya Bali. Cerita-cerita yang
dimainkan di antaranya adalah
Damarwulan, Ronggolawe, dan
Tantri. Peran-peran utama menggunakan dialog berbahasa Kawi, sedangkan
para punakawan berbahasa Bali. Sering pula para punakawan menerjemahkan bahasa
Kawi ke dalam bahasa Bali biasa.
Suling dalam gambuh yang suaranya sangat rendah,
dimainkan dengan teknik pengaturan nafas yang sangat sukar, mendapat tempat
yang khusus dalam gamelan yang mengiringi gambuh, yang sering disebut gamelan
“pegambuhan”. Gambuh mengandung kesamaan dengan “opera” pada teater Barat
karena unsur musik dan menyanyi mendominasi pertunjukan. Oleh karena itu para
penari harus dapat menyanyi. Pusat kendali gamelan dilakukan oleh juru tandak,
yang duduk di tengah gamelan dan berfungsi sebagai penghubung antara penari dan
musik. Selain dua atau empat suling, melodi pegambuhan dimainkan dengan rebab
bersama seruling. Peran yang paling penting dalam gamelan adalah pemain kendang
lanang atau disebut juga kendang pemimpin. Dia memberi aba-aba pada penari dan
penabuh.
Arja
Arja merupakan jenis teater tradisional yang
bersifat kerakyatan, dan terdapat di Bali. Seperti bentuk teater tradisi Bali
lainnya, arja merupakan bentuk teater yang penekanannya pada tari dan nyanyi.
Semacam gending yang terdapat di daerah Jawa Barat (Sunda), dengan porsi yang
lebih banyak diberikan pada bentuk nyanyian (tembang). Apabila ditelusuri, arja
bersumber dari gambuh yang disederhanakan unsur-unsur tarinya, karena
ditekankan pada tembangnya. Tembang (nyanyian) yang digunakan memakai bahasa
Jawa Tengahan dan bahasa Bali halus yang disusun dalam tembang macapat.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Nilai Estestis
Nilai
Estestis - Dalam karya seni nilai adalah makna, yang disampaikan
melalui media atau sarana simbol. Nilai di dalam
simbol dapat dibagi menjadi nilai bentuk dan nilai
isi, nilai pesan. Nilai estetis adalah nilai bentuk, bersifat
subjektif. Adapun nilai
isi, nilai pesan bersifat objektif. Nilai estetis
bersifat subjektif. Artinya, sangat tergantung
kepada orang yang menilainya.
Oleh
karena itu nilai estetis yang ditampilkan sang kreator
atau pelaku seni sangatlah berbeda tergantung ukuran nilai
estetis dari sundut
pandang mana mereka rasakan atau pakai ketika
menikmati atau mengapresiasi
pertunjukan
teater.
Berbicara
nilai estetis atau nilai keindahan yang dipancarkan karya seni oleh para
pelakunya, termasuk karya teater dapat dianalisis melalui unsur dan struktur
pembentuk seninya. Hal ini terjadi, karena sifat seni pertunjukan hadir
karena sifat spontan, sesaat dan kolektif. Yakni karya yang ada karena dilakukan
secara langsung dengan kasat mata, terbatas oleh ruang dan waktu
di atas panggung, dilakukan atas kerjasama dan kerja bersama antar beberapa
awak pentas dalam mewujudkan karya teater.
Untuk
menilai karya teater, apakah indah atau tidak indah sangat tergantung
pada jenis dan
bentuk seninya. Apakah seni tradisi atau non tradisi, masing–masing pembentuk
seninya memiliki idiom atau pakem atau pola yang tetap dan
baku yang mengikat secara khas. Justru kekhasan atau keunikan dari bentuk
seni teater melalui pola, struktur dan unsur-unsur pertunjukan teater yang
terkandung di dalamnya adalah daya tarik tersendiri dalam memaknai nilai
estetik seni teater tradisional, baik teater tradisional yang tumbuh dan berkembang
di tengah masyarakat pedesaan maupun teater tradisi yang ada di
keraton. Sebagai contoh, bentuk teater tradisional yang ada di Jawa Barat, antara
lain; Longser (Bandung), Topeng Banjet (Karawang, Subang), Topeng Cisalak
(Bogor), Uyeg (Sukabumi) dst. Adapun contoh untuk teater
tradisional keraton
atau disebut adilung, yakni; Wayang Golek, Wayang Kulit,
Topeng Cirebon,
dst. Dengan nilai keindahan yang
terpancar adanya
olahan unsur-unsur pertunjukannya
kearah nilai estetika tinggi yang dipandang untuk prestisius kebesaran
raja. Oleh karena itu, tidak heran apabila teater tradisional
yang tumbuh
dan berkembang di tengah masyarakat
keraton cenderung rumit dan terkesan glamour menakjubkan
karena dikerjakan
oleh para empu atau ahli dibidang
seni. Dengan ciri atau tanda yang ada sebagai identitas teater
keratin adalah
unsur-unsur pembentuk seninya berkembang kearah estetika tinggi
dan bersifat
adiluhung.
Lain
halnya dengan seni teater non tradisi yang sangat
dipengaruhi oleh budaya barat.
Dimana nilai keindahan yang dimunculkan memiliki fungsi di
luar untuk kepentingan
atau kebesaran raja atau untuk
kepentingan upacara sebagaimana teater yang tumbuh dan berkembang
di tengah
masyarakat tradisi kerakyatan, seperti Topeng Banjet, Topeng
Cisalak, Teater
Ardja, Mamanda, dst. Dengan
demikian ukuran nilai keindahan yang ada pada teater non tradisi
atau teater
tradisi yang telah dikembangkan cenderung untuk kepentingan
hiburan, dan
menjadi media pencerahan bagi penontonnya sebagai tanggapan
atas kenyataan hidup yang serba kacau balau dikemas
dengan teknik pertunjukan modern mengarah pada sifat individualistik
kesenimanannya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian nilai-nilai estetis dan tentang teater yang telah kita diskusikan. Dapat
kami simpulkan bahwa setiap pementasan teater tak luput dari nilai-nilai
estetis yang selalu menempel pada teater, karena tujuan utama teater adalah
sebagai salah satu media untuk memberikan contoh kepada penonton sehingga
penonton dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai
Estestis - Dalam karya seni nilai adalah makna, yang disampaikan
melalui media atau sarana simbol. Nilai di dalam
simbol dapat dibagi menjadi nilai bentuk dan nilai
isi, nilai pesan. Nilai estetis adalah nilai bentuk, bersifat
subjektif. Adapun nilai
isi, nilai pesan bersifat objektif. Nilai estetis
bersifat subjektif. Artinya, sangat tergantung
kepada orang yang menilainya.
Oleh
karena itu nilai estetis yang ditampilkan sang kreator
atau pelaku seni sangatlah berbeda tergantung ukuran nilai
estetis dari sundut
pandang mana mereka rasakan atau pakai ketika
menikmati atau mengapresiasi
pertunjukan
teater.
GLOSARIUM
Aktor / Aktris : Orang yang berperan
dalam suatu kejadian penting.
Alur : Rangkaian peristiwa dari awal
hingga klimaks
Apresiasi : kesadaran terhadap nilai seni
& budaya atau penilaianterhadap sesuatu.
Dalang
: Orang yang
mengatur (merencanakan, mengatur) suatu gerakan dengan sembunyi-sembunyi.
Etimologis
: Bersangkutan
dengan etimologi (ilmu yang menyelidiki asal usul kata serta perubahan dalam bentuk & makna.
Fiktif : Hanya terdapat dalam khayalan atau cerita
belaka (bohongan).
Komedi
:Sandiwara riang
yang penuh dengan kelucuan meskipun kadang bersifat menyindir.
Manifestasi : Perwujudan sebagai suatu pernyataan
perasaan atau pendapat.
Melodramatik : Mengetarkan perasaan hati atau kisah yang menyedihkan tetapi sangat mengesankan.
Pantomim : Pertunjukan drama tanpa kata-kata yang
dimainkan dengan gerak dan ekspresi
wajah (biasanya diiringi musik)
Pentas
: Lantai yang agak tinggi di gedung
pertunjukan tempat memainkan sandiwara tersebut.
Kabaret : Pertunjukan hiburan berupa nyanyian dan
tarian.
Teater
: Pertunjukan
lakon yang dimainkan diatas pentas dan disaksikan penonton.
DAFTAR
PUSTAKA
https://www.google.com/search?q=pengertian+teater+menurut+para+tokoh&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a
http://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0CCoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fpengertianadalahdefinisi.blogspot.com%2F2013%2F09%2Fpengertian-teater-definisi-menurut-para.html&ei=TZRLU4ivHsz7rAfyjID4DQ&usg=AFQjCNHG1taLfbeObeyQ4Y4Pkq4MXn6rxA
http://www.e-bookspdf.org/download/jenis-teater-modern-tradisional.html
https://www.google.com/search?q=berbagai+contoh+teater&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a#q=contoh-contoh+teater+indonesia&rls=org.mozilla:id:official
http://seninusantaraelly.blogspot.com/2013/02/10-seni-teater-tradisional.html
http://www.bimbingan.org/contoh-teater.html
https://www.google.com/search?q=contoh+teater+mancanegara&ie=utf-8&oe=utf-8&aq=t&rls=org.mozilla:id:official&client=firefox-a#q=kumpulan+teater+mancanegara&revid=1482920426&rls=org.mozilla:id:official
http://adina-111.blogspot.com/2013/12/bab-10-teater-mancanegara.html
http://www.e-bookspdf.org/download/jenis-teater-mancanegara.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya