animasi-bergerak-selamat-datang-0276

Selasa, 04 Juli 2017

Perkembangan Seni Tari Di Nusantara



Perkembangan Seni Tari Di Nusantara

A.          Perkembangan Seni Tari
Perjalanan dan bentuk seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan. Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia pada masa lalu.
James R. Brandon tahun 1967, salah seorang peneliti seni pertunjukan Asia Tenggara asal Eropa, membagi empat periode budaya di Asia Tenggara termasuk Indonesia yaitu:
1)           periode pra-sejarah sekitar 2500 tahun sebelum Masehi sampai 100 Masehi (M).
2)           periode sekitar 100 M sampai 1000 M masuknya kebudayaan India,
3)           periode sekitar 1300 M sampai 1750 pengaruh Islam masuk, dan
4)           periode sekitar 1750M sampai akhir Perang Dunia II.
Pada saat itu, Amerika Serikat dan Eropa secara politis dan ekonomis menguasai seluruh Asia Tenggara, kecuali Thailand.
Menurut Soedarsono tahun 1977, salah seorang budayawan dan peneliti seni pertunjukan Indonesia, menjelaskan bahwa, “secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesia tradisional sangat dipengaruhi oleh adanya kontak dengan budaya besar dari luar”. Berdasarkan pendapat Soedarsono tersebut, maka perkembangan seni pertunjukan tradisional Indonesia secara garis besar terbagi atas periode masa pra pengaruh asing dan masa pengaruh asing. Namun apabila ditinjau dari perkembangan masyarakat Indonesia hingga saat ini, maka masyarakat sekarang merupakan masyarakat Indonesia dalam lingkup negara kesatuan. Tentu saja masing-masing periode telah menampilkan budaya yang berbeda bagi seni pertunjukan, karena kehidupan kesenian sangat tergantung pada masyarakat pendukungnya.
Oleh karena itu, tari merupakan bentuk seni fungsional atau "utilitas" bagi masyarakatnya. Tema dan pengungkapan lewat gerak tidak terpisahkan dari kepentingan menyeluruh. Biasanya penyajian tari terkait dengan upacara ritual yang bersifat magis dan sakral. Untuk itu maka diperlukan tempat dan perhitungan
waktu tertentu. Jika mengikuti sistem keadatan, maka pelaku tariannya pun tertentu pula.
Tari di Indonesia pada dasarnya merupakan pengertian yang dikaitkan dengan tari-tarian yang berasal dari berbagai kelompok budaya dari wilayah Indonesia. Sedangkan Sejarah Indonesia berkaitan dengan sejarah perkembangan kebangsaan Indonesia sejak zaman prasejarah hingga kini. Namun demikian studi tentang Sejarah Tari Indonesia dapat dilaksanakan dengan bertolak terlebih dulu dari bidang studi lain seperti Sastra, Antropologi, Arkeologi dan Seni Rupa ataupun dari bidang Teater dan Musik. Bidang-bidang studi tersebut kemudian diproyeksikan dalam konteks Sejarah Indonesia pada umumnya dan Sejarah Kesenian pada khususnya.
Periodisasi Sejarah Tari Indonesia terkait dengan periodisasi Sejarah Kesenian yang pada dasarnya terbagi sebagai berikut :
1)           Kesenian Jaman Prasejarah (mulai sebelum abad Masehi).
2)           Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Hindu (mulai abad 1 Masehi).
3)           Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Islam (mulai abad 13 Masehi).
4)           Kesenian yang mendapat pengaruh Budaya Eropa (mulai abad 15 Masehi).
5)           Kesenian Jaman Pergerakan Nasional (mulai awal abad 20 Masehi).
6)           Kesenian pada Masa Kemerdekaan (mulai 17 Agustus 1945).
Itulah antara lain yang sekurang-kurangnya harus diperhatikan ketika membicarakan tari-tarian di Indonesia. Namun membicarakan tentangnya pada dasarnya meliputi ruang lingkup yang sangat luas, sangat bervariasi dan multi kompleks. Misalnya tari-tarian dari jaman prasejarah hidup berdampingan dengan tari-tarian dari jaman-jaman lainnya maupun dengan berbagai ekspresi jaman kini.
Selain itu kalau kita bicara mengenai masyarakat Indonesia yang mendiami kepulauan Nusantara ini, ia mempunyai sifat plural yang besar dalam hal bahasa dan kebudayaan. Menurut variasi kebudayaannya, mereka dapat digolongkan menjadi bentuk kesatuan sosial yang disebut suku-bangsa. Namun demikian jumlah suku-bangsa di Indonesia itu sukar dihitung karena konsep suku-bangsa dapat mengembang atau menyempit menurut keadaan secara subyektif. Belum lagi kalau kita menggolongkannya sampai pada bentuk kesatuan social yang disebut sub suku-bangsa.




Oleh karena itu sudah selayaknyalah jika sekurang-kurangnya masyarakat Indonesia itu dapat mengenal salah sebuah tarian yang mewakili salah satu suku-bangsa atau sub suku-bangsa yang ada di Indonesia; sekaligus tarian mana dapat dianggap sebagai atribut penunjuk dan pembeda identitas kesuku-bangsaannya, seperti tari Seudati untuk Aceh, Topeng Cirebon untuk sub suku-bangsa Jawa-Indramayu, dan sebagainya. Sehubungan dengan hal itu dalam kesempatan ini penulis tidak bermaksud untuk membicarakannya satu persatu. Untuk maksud itu ada beberapa literatur yang dapat memberikan informasi tentangnya (lihat bibliografi).

B.          Hakekat Seni Tari
Secara universal kebudayaan suatu masyarakat manusia terdiri dari tujuh unsur. Ketujuh unsure kebudayaan tersebut satu sama lain saling berkaitan, saling mempengaruhi dan merupakan satu kesatuan yang utuh; sehingga ketujuh unsur tersebut saling berhubungan dan membentuk sebuah sistem. Dengan demikian unsur kebudayaan kesenian merupakan salah sebuah komponen pembentuk kebudayaan suatu masyarakat. Unsur kebudayaan ini tentu saja berkaitan erat dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain seperti bahasa, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, sistem peralatan dan teknologi serta sistem religi. Karena keberadaan kesenian sangat terkait erat dengan aspek-aspek kehidupan yang lain maka sebagai konsekuensi logisnya jika seseorang hendak memahami kesenian, ia juga harus memahami aspek-aspek kehidupan yang lain, termasuk juga cabang-cabang kesenian lain yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan. Itulah pengertian dan penerapan pendekatan holistik pada pemahaman kesenian.
Pengertian pendekatan holistik juga dipakai untuk memandang sebuah cabang seni itu sendiri, dalam hal ini seni tari. Artinya, karena yang dimaksud dengan tari bukan sekedar kumpulan gerak indah saja, tetapi mencakup unsur tari lainnya, maka sejumlah unsur tari itu juga merupakan satu kesatuan yang utuh bahkan mempunyai hubungan satu sama lain yang serasi dan harmonis sehingga sarat dengan nilai-nilai keindahan.



Unsur-unsur tari tersebut meliputi seperangkat busana tari, ragam hias pada busana tari, tata rias tari, property dan aksesori yang dipakai, musik dan alat yang dipakai untuk mengiringi, tata dan teknik pentas, makna yang melatar-belakangi keseluruhan tari, dan yang paling cocok adalah serangkaian gerak baik yang mengandung makna maupun gerak-gerak kembangan (stilisasi). Itu semua harus dipandang secara holistik dan sistemis. Sehubungan dengan hal itu dalam kesempatan ini ada baiknya jika pertama-tama kita sepakati dahulu pengertian tari. Mengenai pengertian tari, sebenarnya sudah banyak ahli yang mengungkapkannya dari beragam sudut pandang seturut dengan disiplin ilmu yang dikuasainya. Namun demikian dari sejumlah batasan yang coba mengupas tari, terdapat unsur-unsur dan ciri-ciri dalam tari yang selalu hadir dalam setiap batasan. Unsur-unsur tersebut adalah gerak, ruang, ritme, pesan dan nilai estetis. Adapun ciri-ciri yang terkandung dalam tari antara lain adalah ekspresi manusia manusia secara artistik; gerak yang dilakukan oleh manusia; gerak yang berpola, gerak stilisasi dan distorsi; mengandung ritme; di dalam ruang; mengandung pesan dan mengandung simbol.
Dari unsur-unsur dan ciri-ciri tersebut dapat dibuat sebuah batasan tari yakni: tari adalah hasil karya kreatif manusia yang diwujudkan melalui gerak tubuh manusia, disusun secara artistik dengan memperhatikan kaidah-kaidah keindahan di dalam ruang berdasarkan ritme tertentu dan mengandung pesan atau makna tertentu baik secara tersurat maupun tersirat. Itulah yang dikenali sebagai tari oleh masyarakat pendukungnya. Artinya, dalam hal ini tari dipandang sebagai sebuah seni pertunjukan yang ditonton oleh masyarakat pendukungnya.
Dengan demikian, dalam hal ini kesenian dipandang sebagai salah sebuah unsur kebudayaan. Secara umum orang sering menyatakan bahwa kesenian adalah ekspresi jiwa manusia akan keindahan. Sebenarnya tidak semua karya seni dapat dikatakan demikian, karena ada karya seni yang lebih mengutamakan pesan budaya yang mengandung nilai budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Hal ini berarti masyarakat yang bersangkutan bermaksud menjawab atau menginterpretasikan permasalahan kehidupan sosialnya, mendambakan kemakmuran, kebahagiaan dan rasa aman, serta rasa kecewa dan sedih, dalam bentuk karya seni; sehingga karya seni itu sarat dengan berbagai makna yang tersirat di belakang obyek tadi; yang acapkali bersifat simbolis. Itulah beberapa hal yang seyogyanya kita perhatikan manakala hendak memahami seni tari dalam konteks kebudayaan dan masyarakat pendukungnya. Sekarang marilah kita tilik bersama bagaimana dan sampai sejauh mana perkembangan tari di Indonesia kini.
Salah satu tulisan yang memberikan ilustrasi yang paling baik dari guna sejarah tari dalam menambah pemberian klarifikasi konsep antropologi dalam perubahan social budaya adalah studi banding yang dilakukan Kealiinohomoku atas tarian Bali dan Hawaii.
Karena tari adalah bagian dari kebudayaan, tari merupakan subjek yang memiliki kekuatan yang serupa dalam perubahan seperti pada aspek kebudayaan yang lain. Tari mungkin berubah dalam bentuk, fungsi, atu kedua-duanya, dan perubahan dalam wilayah initerjadi secara bebas. Apakah ayunan gerak perubahan itu terjadi dalam suatu gaya tari secara khusus, kita bias mempelajarinya. Tentang tarian ini bentuk dasarnya ada sekitar pertengahan abad ke Sembilan belas. Bahkan
kemudian, hal ini menunjukkan dengan jelas adanya elemen-elemen asing seperti misalnya modifikasi walz dan fandango . Kita bisa menetapkan delapan ciri yang kiranya bisa merupakan potensi daya hidup tari. Adanya keluwesan dalam pengertian penyajiannya yang lebih dari satu fungsi.
Adanya keluwesan dalam pengertiantidak terikat secara eksklusif dalam suatu institusi apapun. Adanya keluwesan dalam pengertian tidak terbatas pada sekelompok elit tertentu berkenaan dengan pertunjukan atau penontonnya.
Adanya sejumlah kaitan dengan aspek-aspek kebudayaan yang lain.
Adanya struktur yang membolehkan adanya improvisasi dan modifikasi.
Memiliki cirri menghibur atau memiliki pasaran secara potensial.
Memiliki potensi untuk menggarisbawahi identitas dalam situasi kontak dengan budaya lain.
Memiliki kemampuan untuk merubah dari suatu bentuk tari yang menghibur menjadi tarian yang bersifat resmi atau sebaliknya.

C.                                  Masa Kerajaan
Masa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing antara lain, kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapat perhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir sama dengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitu nyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya.


Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaan dikatakan imigran dari daratan Asia yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Maka pengaruh budaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, dan Barat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratifikasi sosial yang hirarkis yang ditandai dengan adanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atau istana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan pada sekitar abad ke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajah tari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.
Tarian yang terkenal ciptaan para raja, khususnya di Jawa, adalah bentuk teater tari seperti wayang wong dan bedhaya ketawang. Dua tarian ini merupakan pusaka raja Jawa. Namun selanjutnya wayang wong lebih berkembang di keraton Yogyakarta, sedangkan bedhaya ketawang berkembang di keratin Surakarta. Jika ditinjau dari latar belakang sejarahnya, maka teater tari ini telah hidup sejak abad ke-9 jaman Mataram Kuno, dengan perbedaan nama seperti Wayang Wang, Atapukan, Raket, Patapelan, dan Wayang Topeng sampai Wayang Wong.
Yang dimaksud Wayang Wong adalah teater tari yang mengambil sumber ceritera wayang seperti Ramayana, dan Mahabarata yang biasanya dipentaskan dalam pertunjukan wayang kulit. Dalam teater ini ditampilkan oleh manusia sebagai personifikasi boneka wayang, sedangkan Wayang Topeng adalah teater tari yang penarinya menggunakan penutup muka yang disebut topeng. Teater tari ini tersebar di Jawa, Bali, dan Madura. Puncak kemegahan teater tari Wayang Wong di Jawa terjadi pada masa pemerintahan Hamengku Buwono VIII (1939) di Yogyakarta.
Sedangkan Bedhaya Ketawang adalah tarian yang dicipta oleh raja Mataram ketiga, Sultan Agung (1613-1646) dengan berlatarbelakang mitos percintaan antara raja Mataram pertama (Panembahan Senopati) dengan Kangjeng Ratu Kidul (penguasa laut selatan/Samudra Indonesia). Tarian ini ditampilkan oleh Sembilan penari wanita.






Masuknya pengaruh Islam di Jawa cukup lentur, para penyebar agama telah dipercaya sebagai pengembang kesenian. Wayang topeng tidak berkembang lagi di istana Jawa, tetapi teater ini telah dipergunakan oleh kaum missionari Islam (para wali) pada masa lalu untuk menyebarkan agama dengan cara pentas keliling. Jalur perniagaan melalui daerah pantai merupakan wilayah para penyebaran teater wayang topeng, sehingga teater tari ini akhirnya menjadi seni yang berkembang di sepanjang pantai utara Jawa antara lain, Malang, Tegal, Cirebon dan Indramayu.
Pengaruh kebudayaan barat dalam bidang tari di istana-istana Jawa berhubungan dengan lepasnya kekuasaan politik raja kepada pihak Barat, sehingga
sejak abad ke-18 sampai awal abad ke-20 keraton hanya berperan dalam pengembangan kebudayaan. Oleh karena itu berkembang pula ciptaan-ciptaan tari seperti tari srimpi (tarian yang ditampilkan oleh empat orang penari wanita). Pertunjukan Wayang Wong masih dipentaskan sangat meriah sesuai dengan fungsinya sebagai ritual kenegaraan. Di sisi lain, pengaruh Barat ini menyebabkan munculnya tarian di luar konteks adat. Secara koreografis pengaruh Barat kurang dapat dilihat dalam tarian Indonesia. Kenyataan ini sangat berbeda dengan bidang musik. Bentuk musik hasil sinkretis antara musik rakyat Indonesia dengan pengaruh Barat terdapat pada gambang keromong, tanjidor, langgam jawa, keroncong, dangdut, dan sebagainya. Bahkan alat musik barat seperti trombon masuk pada ansambel gamelan Jawa yang biasa dipergunakan untuk mengiringi tarian. Akan tetapi pengaruh Barat yang terlihat pada tarian terletak pada penggunaan properti tari. Senjata berupa pistol dipergunakan sebagai properti tari srimpi. Pengaruh Barat terlihat juga pada busana Topeng Cirebon yaitu pemakaian dasi.
Di Bali pengaruh Barat terwujud oleh gagasan teater dari Walter Spies (pelukis asal Jerman yang hidup di Bali sejak tahun 1929) untuk tujuan tontonan orang asing. Gagasan ini teraktualisasikan dalam pertunjukan Barong dan Rangda yang dipadu dengan tari keris serta Cak atau Kecak (Soedarsono, 1985). Salah satu gagasan teater dari Barat adalah berkembangnya tari dalam konteks non-adat berupa bentuk-bentuk penyajian teater yang memberi tekanan besar pada unsur penceriteraan dalam bentuk total art, dimana tari menjadi salah satu unsur kuatnya, contohnya: randai di Minangkabau, Wayang Wong dan Langendriya-Langen Wanara dari Jawa, Legong dan Kecak dari Bali. Kenyataan ini mungkin untuk menjadikan teater lebih berkomunikasi dengan penontonnya melalui bahasa gerak.
Budaya tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang kita tak akan pernah lekang dimakan waktu. Seni tari tradisi, seni musik tradisi, seni teater tradisi, tidak berubah. tapi seiring perkembangan jaman seni tradisi sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan oleh masyarakat pemiliknya , mereka mulai berpaling dengan budaya barat yang sedikit-demi sedikit mulai berpengaruh di negeri ini, dengan didukung pula oleh perkembangan teknologi dan informasi, sehingga siapapun dapat dengan mudah menerima informasi-informasi dari luar, terutama budaya dari luar yang lagi ngepop akan mudah masuk terutama pada dunia anak remaja yang sedang mencari jati dirinya.anak-anak muda dan anak remaja sekarang bahkan lebih bangga dengan budaya-budaya barat tersebut. Mereka beranggapan bahwa budaya tradisional kita terutama TARI itu kuno dan Jadul. Sungguh sangat ironois jika putra bangsa ini baru mengetahui "Tari pendet" ketika tarian itu di klaim oleh negara tetangga.

D.          Prospek Tari di Indonesia
Secara administratif pemerintahan Indonesia terbagi atas 26 propinsi. Namun demikian, sebagai wilayah budaya masing-masing propinsi dapat memiliki
kesenian dari berbagai etnik maupun sub-etnik yang jumlahnya bukan saja puluhan tetapi ratusan.
Di dalam kelompok etnik maupuan sub-etnik dapat ditemukan beragam jenis tarian. Tari-tarian ini mempunyai latar belakang sejarah, peranan dan perkembangan kebudayaan yang berbeda. Dalam proses perkembangannya di masa kini, terutama semenjak kemerdekaan Indonesia ada jenis tari-tarian yang dapat mencapai tingkat dan bobot artistik yang tinggi yang dapat dianggap klasik maupun kontemporer. Namun demikian tidak sedikit yang berada di ambang kepunahan dan masih tertinggal sisa-sisanya yang sebagai seni pertunjukan tidak berarti lagi atau telah menjadi hiburan ringan, bahkan ada pula yang hidupnya menempel dan tergantung pada aspek kehidupan lain.
Kemerdekaan bangsa Indonesia pada tahun 1945 dan perjuangan kebangsaan pada masa pergerakan nasional, telah membawa nafas baru pada tari Indonesia. Hal itu muncul melalui suatu kesadaran nasional untuk menghidupkan tari-tarian Indonesia yang bersumber pada berbagai budaya daerah.



Sejak kemerdekaan Indonesia, seni tari tradisional sebagai budaya daerah menjadi bagian dari kebudayaan nasional yang memperkuat identitas bangsa Indonesia. Sehubungan dengan hal itu banyak tari daerah yang hampir punah diangkat kembali melalui program revitalisasi, rehabilitasi dan akhirnya dipreservasi sebagai khasanah budaya Indonesia. Dalam hal ini pusat-pusat kesenian daerah amat sangat diharapkan peran sertanya untuk memacu dan memberikan suasana yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya tari-tarian daerah.
Sudah sejak lama bangsa Indonesia mempunyai kesadaran baru akan suatu kebutuhan terhadap sejenis tarian yang dapat memiliki ciri nasional dan tidak lagi dapat dikategorikan sebagai tari daerah atau tari suku-bangsa tertentu, tapi suatu tari bangsa Indonesia. Pemikiran ini sejalan dengan apa yang terjadi di bidang sastra, bahasa dan lain-lain, di mana kebutuhan kesatuan dan persatuan merupakan masalah yang nyata. Namun demikian kebutuhan yang menyangkut kepentingan tari tidak semudah bidang lainnya. Secara intrinsik tari memiliki kaidahnya tersendiri yang proses pemecahannya sedemikian rupa sehingga memerlukan seperangat permasalahan teknis tersendiri apabila mau dikembangkan ke arah itu.
Dengan demikian apabila kesenian Indonesia, khususnya seni tari ingin terangkat sebagai khasanah bangsa secara menyeluruh maka ia memerlukan sistem
pembinaan secara tersendiri. Pembinaan yang memacu kepada sistem kesenian nasional Indonesia mulai dikembangkan melalui sarana pendidikan formal yang sifatnya kejuruan pada bidang seni tari itu sendiri. Hal ini sudah dilaksanakan melalui pendidikan seni tari di sekolah formal dalam tingkatan menengah, tinggi maupun yang tersebar melalui sanggar dan perkumpulan seni tari. Pada dasarnya memang tari tradisional yang menjadi titik tolak pembinaan. Akan tetapi melalui pembinaan kreativitas dan komposisi serta koreografi, konsepsi nasional dapat tertampung dalam pengembangan tari sebagai seni pertunjukan Indonesia. Selebihnya pembinaan seni tari melalui kegiatan festival, pekan kesenian di tingkat lokal dan nasional membawa serta kepentingan akan pemahaman kesatuan dan persatuan. Pada mulanya jenis kreasi tari sedemikian masih dikategorikan sebagai tari modern, tari kontemporer atau dengan istilah lebih lunak tari kreasi baru. Aspirasi nasional semakin terasa dan sudah mulai terlihat bentuknya melalui seni tari ini. Sering kali unsure etnik atau kedaerahan masih terasa dan masih kuat muatan lokalnya, tapi nafas baru sebagai khasanah nasional lebih terasa daripada kelokalannya atau keetnikannya.
Permasalahannya kemudian menjadi masalah teknis artistik, di mana kesenimanan nasional pada dasarnya juga memerlukan pendidikan dan pembinaan secara tersendiri. Hal ini juga diperkuat ketika seniman tari Indonesia mengikuti berbagai peristiwa internasional dan pengalaman tersebut menjadi bekal dalam berkarya selanjutnya.
Prospek tari di Indonesia adalah suatu proses pengangkatan berbagai aspek warisan budaya menuju makna kekinian yang nasional, regional maupun universal
dan global untuk dapat disumbangkan sebagai khasanah kebudayaan umat manusia yang lintas budaya dan batas geografi. Bhineka Tunggal Ika dalam seni tari sudah mulai terungkap; tidak saja dalam konteks nasional juga di dalam pergaulan internasional, di mana multikulturalisme dan pluralisme dalam berkesenian justru merupakan suatu kekuatan yang menyatu berbagai kepentingan kesenian di dunia dalam memupuk sikap saling mengerti dan saling menghargai antar kehidupan berbangsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian sangat berharga bagi saya

Survey Monkey

Survey Monkey/Monkey Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan umpan balik untuk membantu mengumpulkan informasi & data pelanggan dari surv...