KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur ke hadirat Allah SWT. karena atas taufik dan rahmat-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW di
Madinah ini. Shalawat serta salam senantiasa kita sanjungkan kepada junjungan
kita, Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta semua umatnya hingga kini.
Dan Semoga kita termasuk dari golongan yang kelak mendapatkan syafaatnya.
Dalam kesempatan ini,
kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan
membantu pada tahap penyusunan hingga selesainya makalah Meneladani Perjuangan
Dakwah Rasulullah SAW di Madinah ini. Harapan kami semoga makalah Meneladani
Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW di Madinah yang telah tersusun ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu rujukan maupun pedoman bagi para pembaca,
menambah wawasan serta pengalaman, sehingga nantinya saya dapat memperbaiki
bentuk ataupun isi makalah Meneladani Perjuangan Dakwah Rasulullah SAW di
Madinah ini menjadi lebih baik lagi.
Kami sadar bahwa kami
ini tentunya tidak lepas dari banyaknya kekurangan, baik dari aspek kualitas
maupun kuantitas dari bahan penelitian yang dipaparkan. Semua ini murni
didasari oleh keterbatasan yang dimiliki kami. Oleh sebab itu, kami membutuhkan
kritik dan saran kepada segenap pembaca yang bersifat membangun untuk lebih
meningkatkan kualitas di kemudian hari.
Bengkulu
Tengah, Januari 2020
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lingkungan yang baik
semestinya menjadi tempat ideal bagi kaum muslimin untuk dijadikan tempat tinggal.
Lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pribadi dan perilaku
seseorang. Orang yang tinggal di lingkungan yang baik akan memiliki karakter
dan pribadi yang baik pula. Sementara orang yang hidup dan tinggal di
lingkungan yang buruk, maka lambat atau cepat akan terpengaruh perilaku buruk
dari lingkungannya. Orang yang baik adalah orang yang berada di lingkungan yang
buruk, namun dia tidak begitu saja akan terpengaruh oleh lingkungan yang buruk.
Bahkan lebih dari itu, ia akan berupaya mengubah lingkungan buruk tersebut
menjadi lingkungan yang baik.
Demikian halnya dengan
Rasulullah SAW, Ia hidup dan tinggal di dalam lingkungan yang saat itu jauh
dari peradaban. Lingkungan yang oleh para sejarawan disebut dengan lingkungan
jahiliah. Ia lahir di tengah-tengah masyarakat yang sangat jauh dari
nilai-nilai kesusilaan. Mabuk-mabukan, merampok, memperkosa, membunuh, berzina, dan
bahkan mereka menyembah benda yang sama sekali tidak memberikan kebaikan buat
mereka sendiri, yaitu berhala. Namun demikian, lingkungan yang buruk tersebut
sama sekali tidak menjadikan Nabi Muhammad SAW terpengaruh karenanya. Ia bahkan
menjadi orang yang sangat membenci perilaku jahiliah lingkungannya tersebut. Bahkan,
tidak hanya membencinya, Nabi Muhammad SAW pun, berupaya memberikan pemahaman
kepada masyarakat jahiliah agar meninggalkan perbuatan-perbuatan jahil
tersebut.
Keteladan Rasulullah
SAW dalam membina lingkungannya, mestilah menjadi perhatian kaum muslimin
sebagai umatnya. Rasulullah SAW mengajarkan bagaimana sikap yang harus
ditunjukkan oleh orang-orang yang beriman agar ia tidak ikut terbawa arus
negatif lingkungan sekitarnya. Ia bahkan diwajibkan menjadi bagian perubahan
positif bagi lingkungan sekelilingnya. Tentu saja hal tersebut memerlukan
usaha-usaha cerdas agar mencapai hasil yang maksimal.
Hijrahnya Rasulullah
SAW ke Madinah sesungguhnya adalah upaya cerdas beliau dalam membangun kekuatan
dakwah yang lebih baik. Kekuatan dan strategi yang beliau bangun atas dasar
keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. mampu mengubah keadaan Mekah menjadi masyarakat
yang hidup dalam kedamaian dan rahmat Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana perjuangan dakwah Rasulullah SAW di Madinah?
2.
Bagaimana substansi dakwah Rasulullah SAW di Madinah?
3.
Bagaimana strategi dakwah Rasulullah SAW di Madinah?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Memahami Perjuangan Dakwah
Nabi Muhammad SAW
1. Hijrah Rasulullah SAW di
Madinah
Wafatnya istri
tercinta Siti Khadijah dan pamannya Abu Thalib, yang selalu menjadi pembela
utama dari ancaman para kafir Quraisy, beban Rasulullah SAW dalam berdakwah
menyebarkan ajaran Islam makin berat. Di sisi lain, kesediaan penduduk Madinah
(Yașrib) memikul tanggung jawab bagi keselamatan Rasulullah SAW merupakan tanda
yang jelas bagi kelanjutan dakwah Rasulullah SAW. Beberapa faktor yang
mendorong Rasulullah SAW hijrah ke Madinah antara lain sebagai berikut.
a.
Pada tahun 621 M, telah datang 13 orang penduduk Madinah menemui
Rasulullah SAW di bukit Aqaba. Mereka berikrar memeluk agama Islam.
b.
Pada tahun berikutnya, 622 M datang lagi sebanyak 73 orang dari
Madinah ke Mekah yang terdiri atas suku Aus dan Khazraj yang pada awalnya
mereka datang untuk melakukan ibadah haji, tetapi kemudian menjumpai Rasulullah
SAW dan mengajak beliau agar hijrah ke Madinah. Mereka berjanji akan membela
dan mempertahankan Rasulullah SAW dan pengikutnya serta melindungi keluarganya
seperti mereka melindungi anak dan istri mereka.
Faktor lain yang
mendorong Rasulullah SAW untuk hijrah dari Kota Mekah adalah pemboikotan yang
dilakukan oleh kafir Quraisy kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya (Bani
Hasyim dan Bani Mutolib). Pemboikotan yang dilakukan oleh para kafir Quraisy
mencakup hal-hal berikut.
a.
Melarang setiap perdagangan dan bisnis dengan pendukung Nabi
Muhammad SAW.
b.
Tidak seorang pun berhak mengadakan ikatan perkawinan dengan
orang muslim.
c.
Melarang keras bergaul dengan kaum muslim.
d.
Musuh Nabi Muhammad SAW harus didukung dalam keadaan bagaimana
pun.
2. Titik Awal Dakwah Rasulullah
SAW di Madinah
Pemboikotan tersebut
tertulis di atas kertas sahifah atau plakat yang digantungkan di dinding Ka’bah
dan tidak akan dicabut sebelum Nabi Muhammad SAW menghentikan dakwahnya. Teks
perjanjian tersebut disahkan oleh semua pemuka Quraisy dan diberlakukan dengan
sangat ketat. Blokade tersebut berlangsung selama tiga tahun dan sangat
dirasakan dampaknya oleh kaum Muslimin. Kaum Muslimin merasakan derita dan
kepedihan atas blokade ekonomi tersebut. Namun, semua itu tidak menyurutkan
kaum muslimin untuk tetap bertahan dan membela Rasulullah SAW.
Setelah melalui
pemikiran yang mendalam disertai perintah langsung dari Allah SWT. untuk
berhijrah ke Madinah, disusunlah rencana Rasulullah SAW dan seluruh kaum
muslimin untuk hijrah ke Madinah. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW dari Mekah ke
Madinah dilakukan dengan perencanaan yang sangat matang. Kaum muslimin
diperintahkan terlebih dahulu untuk menuju Madinah tanpa membawa harta benda
yang selama ini menjadi milik mereka. Sementara Rasulullah SAW dan beberapa
sahabat merupakan orang terakhir yang hijrah ke Madinah. Hal itu dilakukan
mengingat begitu sulitnya beliau keluar dari pantauan kaum kafir Quraisy.
B. Substansi Dakwah Nabi SAW di
Madinah
1. Membina Persaudaraan antara
Kaum Ansar dan Kaum Muhajirin
Kehadiran Rasulullah
SAW dan Kaum Muhajirin (sebutan bagi pengikut Rasulullah SAW yang hijrah dari
Mekah ke Madinah) mendapat sambutan hangat dari penduduk Madinah (Kaum Ansar).
Mereka memperlakukan Nabi Muhammad SAW dan para Muhajirin seperti saudara
mereka sendiri. Mereka menyambut Rasulullah SAW dengan kaum Muhajirin dengan
penuh rasa hormat selayaknya seorang tuan rumah menyambut tamunya. Bahkan,
mereka mengumandangkan syair yang begitu menyentuh kalbu. Bunyi syair yang mereka
kumandangkan adalah seperti berikut.
“Telah muncul bulan purnama dari Șaniyatil Wadai’, kami wajib
bersyukur selama ada yang menyeru kepada Tuhan, Wahai yang diutus kepada kami.
Engkau telah membawa sesuatu yang harus kami taati.”
Sejak itulah, Kota Ya¡rib
diganti namanya oleh Rasulullah SAW dengan sebutan “Madinatul
Munawwarah”.
Strategi Nabi
mempersaudarakan Muhajirin dan Ansar untuk mengikat setiap pengikut Islam yang
terdiri atas berbagai macam suku dan kabilah ke dalam suatu ikatan masyarakat
yang kuat, senasib, seperjuangan dengan semangat persaudaraan Islam. Rasulullah
SAW mempersaudarakan Abu Bakar dengan Kharijah Ibnu Zuhair Ja’far, Abi Ţalib
dengan Mu’az bin Jabal, Umar bin Khaţţab dengan Ibnu bin Malik dan Ali bin Abi
Ţalib dipilih untuk menjadi saudara beliau sendiri. Selanjutnya, setiap kaum
Muhajirin dipersaudarakan dengan kaum Ansar dan persaudaraan itu dianggap
seperti saudara kandung sendiri. Kaum Muhajirin dalam penghidupan ada yang
mencari nafkah dengan berdagang dan ada pula yang bertani mengerjakan lahan
milik kaum Ansar.
Setelah kaum Muhajirin
menetap di Madinah, Nabi Muhammad SAW mulai mengatur strategi untuk membentuk
masyarakat Islam yang terbebas dari ancaman dan tekanan (intimidasi). Pertalian
hubungan kekeluargaan antara penduduk Madinah (kaum Ansar) dan kaum Muhajirin
dipererat dengan mengadakan perjanjian untuk saling membantu antara kaum
muslimin dan non-muslim. Nabi Muhammad SAW juga mulai menyusun strategi
ekonomi, sosial, serta dasar-dasar pemerintahan Islam.
Kaum Muhajirin adalah
kaum yang sabar. Meskipun banyak rintangan dan hambatan dalam kehidupan yang
menyebabkan kesulitan ekonomi, namun mereka selalu sabar dan tabah dalam
menghadapinya dan tidak berputus asa. Nabi Muhammad SAW dalam menciptakan
suasana agar nyaman dan tenteram di Kota Madinah, dibuatlah perjanjian dengan
kaum Yahudi. Dalam perjanjiannya ditetapkan dan diakui hak kemerdekaan
tiap-tiap golongan untuk memeluk dan menjalankan agamanya. Isi perjanjian yang
dibuat Nabi Muhammad SAW dengan kaum Yahudi sebagai berikut.
a.
Kaum Yahudi hidup damai bersama-sama dengan kaum Muslimin.
b.
Kedua belah pihak bebas memeluk dan menjalankan agamanya
masing-masing.
c.
Kaum muslimin dan kaum Yahudi wajib tolong-menolong dalam
melawan siapa saja yang memerangi mereka.
d.
Orang-orang Yahudi memikul tanggung jawab belanja mereka sendiri
dan sebaliknya kaum muslimin juga memikul belanja mereka sendiri.
e.
Kaum Yahudi dan kaum muslimin wajib saling menasihati dan
tolong-menolong dalam mengerjakan kebajikan dan keutamaan.
f.
Kota Madinah adalah kota suci yang wajib dijaga dan dihormati
oleh mereka yang terikat dengan perjanjian itu.
g.
Kalau terjadi perselisihan di antara kaum Yahudi dan kaum
muslimin yang dikhawatirkan akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan,
urusan itu hendaklah diserahkan kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya.
h.
Siapa saja yang tinggal di dalam ataupun di luar Kota Madinah
wajib dilindungi keamanan dirinya kecuali orang zalim dan bersalah sebab Allah
SWT. menjadi pelindung bagi orang-orang yang baik dan berbakti.
2. Membentuk Masyarakat yang
Berlandaskan Ajaran Islam
a. Kebebasan Beragama
Tujuan ajaran yang
dibawa Nabi Muhammad SAW adalah memberikan ketenangan kepada penganutnya dan
memberikan jaminan kebebasan kepada kaum Muslimin, Yahudi, dan Nasrani dalam
menganut kepercayaan agama masing-masing. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW
memberikan jaminan kebebasan beragama kepada Yahudi dan Nasrani yang meliputi
kebebasan berpendapat, kebebasan beribadah sesuai dengan agamanya, dan
kebebasan mendakwahkan agamanya. Hanya kebebasan yang memberikan jaminan dalam
mencapai kebenaran dan kemajuan menuju kesatuan yang integral dan terhormat.
Menentang kebebasan
berarti memperkuat kebatilan dan menyebarkan kegelapan yang pada akhirnya akan
mengikis habis cahaya kebenaran yang ada dalam hati nurani manusia. Cahaya
kebenaran yang menghubungkan manusia dengan alam semesta (sampai akhir zaman),
yaitu hubungan rasa kasih sayang dan persatuan, bukan rasa kebencian dan
kehancuran.
b. Azan, Salat, Zakat, dan
Puasa
Ketika Nabi Muhammad
SAW tiba di Madinah, bila waktu salat tiba, orang-orang berkumpul bersama tanpa
dipanggil. Lalu terpikir untuk menggunakan trompet, seperti Yahudi, tetapi Nabi
tidak menyukainya; lalu ada yang mengusulkan menabuh genta, seperti Nasrani.
Menurut satu sumber atas usul Umar bin Khaţţab dan kaum muslimin serta menurut
sumber lain berdasarkan perintah Allah SWT. melalui wahyu, panggilan salat
dilakukan dengan azan. Selanjutnya Nabi Muhammad SAW memerintahkan kepada
Abdullah bin Zaid bin Sa’labah untuk membacakan lafaz azan kepada Bilal dan
menyerukannya manakala waktu salat tiba karena Bilal memiliki suara yang merdu.
Kewajiban salat yang
diterima pada saat mi’raj, menjelang berakhirnya periode Mekah terus
dimantapkan kepada para pengikut Nabi Muhammad SAW Sementara itu, puasa yang
telah dilakukan berdasarkan syariat sebelumnya, kini telah pula diwajibkan
setiap bulan Ramadhan. Demikian pula halnya dengan zakat. Bahkan, setelah kekuasaan Islam berkembang
ke seluruh jazirah Arab, Nabi Muhammad SAW mengutus pasukannya ke negeri di
luar Madinah untuk memungut zakat.
c. Prinsip-prinsip Kemanusiaan
Pada tahun ke-10 H
(631 M) Nabi Muhammad SAW melaksanakan haji wada’ (haji terakhir). Dalam kesempatan
ini, Nabi Muhammad SAW menyampaikan khotbah yang sangat bersejarah. Ketika
matahari telah tergelincir, dengan menunggang untanya yang bernama al-Qaswa’,
Nabi Muhammad SAW berangkat dan tiba di lembah yang berada di Uranah. Di tempat
ini, dari atas untanya Nabi Muhammad SAW memanggil orang-orang dan
diulang-ulang panggilan itu oleh Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf.
Setelah berucap syukur
dan puji kepada Allah SWT., Nabi Muhammad SAW menyampaikan pidatonya. Khotbah
Nabi SAW itu antara lain berisi larangan menumpahkan darah kecuali dengan hak
dan larangan mengambil harta orang lain dengan batil karena nyawa dan harta
benda adalah suci; larangan riba dan larangan menganiaya; perintah untuk
memperlakukan para istri dengan baik dan lemah lembut dan perintah menjauhi
dosa; semua pertengkaran antara mereka di zaman jahiliah harus saling
dimaafkan; balas dendam dengan tebusan darah sebagaimana berlaku dalam zaman
jahiliah tidak lagi dibenarkan; persaudaraan dan persamaan di antara manusia
harus ditegakkan; hamba sahaya harus diperlakukan dengan baik, mereka makan
seperti apa yang dimakan tuannya dan berpakaian seperti apa yang dipakai
tuannya; dan yang terpenting adalah umat Islam harus selalu berpegang kepada
al-Qur’ān dan sunah.
Badri Yatim, dalam
bukunya Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II,
menyimpulkan isi khotbah Nabi tersebut dengan menyatakan bahwa khotbah Nabi
Muhammad SAW berisi prinsip-prinsip kemanusiaan, persamaan, keadilan sosial,
keadilan ekonomi, kebajikan, dan solidaritas.
d. Mengajarkan Pendidikan
Politik, Ekonomi, dan Sosial
Dalam bukunya 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah,
Michael H. Hart yang menempatkan Rasulullah SAW Nabi Muhammad SAW pada urutan
pertama menyatakan bahwa beliau adalah satu-satunya orang dalam sejarah yang
sangat berhasil, baik dalam hal keagamaan maupun keduniaan. Dalam urusan
politik Rasulullah SAW menjadi pemimpin politik yang amat efektif. Hingga saat
ini, empat belas abad pasca wafatnya, pengaruhnya sangat kuat dan merasuk.
C. Strategi Dakwah Nabi SAW di
Madinah
1. Meletakkan Dasar-dasar
Kehidupan Bermasyarakat
Sesampainya di
Madinah, Nabi Muhammad SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat. Dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yang dibangun Nabi adalah
seperti berikut.
a.
Membangun masjid. Masjid yang dibangun Nabi Muhammad SAW tidak
saja dijadikan sebagai pusat kehidupan beragama (beribadah), tetapi sebagai
tempat bermusyawarah, tempat mempersatukan kaum muslimin agar memiliki jiwa
yang kuat, dan berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
b.
Membangun ukhuwah Islamiyah. Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW
mempersaudarakan Kaum Ansar (Muslim Madinah) dengan Kaum Muhajirin (Muslim
Mekah). Beliau mempertemukan dan mengikat Kaum Ansar dan Muhajirin dalam satu
hubungan kekeluargaan dan kekerabatan. Dengan demikian, Nabi Muhammad SAW telah
membangun sebuah ikatan persaudaraan tidak saja semata-mata dikarenakan
hubungan darah, tetapi oleh ikatan agama (ideologi).
c.
Menjalin persahabatan dengan pihak-pihak lain yang non-muslim.
Untuk menjaga stabilitas di Madinah, Nabi Muhammad SAW menjalin persahabatan
dengan orang-orang Yahudi dan Arab yang masih menganut agama nenek moyangnya.
Sebuah piagam pun dibuat yang kemudian dikenal dengan Piagam Madinah. Dalam
piagam itu ditegaskan persamaan hak dan menjamin kebebasan beragama bagi
orang-orang Yahudi. Setiap orang dijamin keamanannya dan diberikan kebebasan
dalam hak-hak politik dan keagamaan. Setiap orang wajib menjaga keamanan
Madinah dari serangan luar. Dalam piagam itu dicantumkan pula bahwa Nabi
Muhammad SAW menjadi kepala pemerintahan dan karena itu otoritas mutlak
diserahkan kepada beliau.
Terbentuknya negara
Madinah membuat Islam makin kuat. Pada sisi lain, timbul kekhawatiran dan
kecemasan yang amat tinggi di kalangan Quraisy dan musuh-musuh Islam lainnya.
Kenyataan ini mendorong orang Quraisy dan yang lainnya melakukan berbagai macam
bentuk ancaman dan gangguan. Untuk itu, Nabi Muhammad SAW mengatur siasat dan
membentuk pasukan perang serta mengadakan perjanjian dengan berbagai kabilah
yang ada di sekitar Madinah. Upaya kaum muslimin mempertahankan Madinah
melahirkan banyak peperangan. Berikut diuraikan beberapa peperangan yang
terjadi antara kaum muslimin dengan musuh-musuh mereka.
a. Perang Badar
Perang Badar merupakan
peperangan yang pertama kali terjadi dalam sejarah Islam. Perang ini
berlangsung antara kaum muslimin melawan musyrikin Quraisy. Peperangan ini
terjadi pada tanggal 8 Ramadhan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang
sederhana, Nabi Muhammad SAW dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar
Madinah. Kira-kira 120 km dari Madinah, tepatnya di Badar, pasukan Nabi bertemu
dengan pasukan Quraisy berjumlah antara 9001.000 orang. Dalam peperangan ini,
Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan.
Setelah kemenangan
ini, salah satu suku Badui yang kuat tertarik untuk mengikat perjanjian damai
dengan Nabi Muhammad SAW Tak lama kemudian, Nabi menyerang suku Yahudi Madinah
dan Qainuqa’ yang turut berkomplot dengan orang Quraisy Mekah. Orang-orang
Yahudi ini akhirnya meninggalkan Madinah dan menetap di Aḍri’at, perbatasan
Syria.
b. Perang Uhud
Kekalahan dalam Perang
Badar makin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum muslimin. Karena itu,
mereka bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut. Pada tahun ke-3
Hijrah, mereka berangkat ke Madinah dengan membawa 3.000 pasukan berunta, 200
pasukan berkuda, dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi. Pasukan ini
dipimpin oleh Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy ini disambut Nabi Muhammad
SAW dengan sekitar 1.000 pasukan.
Ketika pasukan Nabi
Muhammad SAW melewati batas kota, Abdullah bin Ubay menarik 300 pasukan yang
terdiri atas orang Yahudi dan kembali ke Madinah. Dengan pasukan yang masih
tersisa 700 orang, Nabi Muhammad SAW melanjutkan perjalanan. Pasukan Nabi
Muhammad SAW dan pasukan Quraisy bertemu di Bukit Uhud. Perang besar pun
berkobar. Mula-mula pasukan berkuda Khalid bin Walid gagal menembus dan
menaklukkan pasukan pemanah Nabi. Pasukan Quraisy kocar-kacir. Namun, kemenangan
yang sudah di ambang pintu gagal diraih karena pasukan Nabi Muhammad SAW,
termasuk pasukan pemanah, tergoda oleh harta peninggalan musuh.
Pasukan Khalid bin
Walid berbalik menyerang; pasukan pemanah dapat dilumpuhkan dan satu per satu
pasukan Nabi berguguran di medan pertempuran. Dalam pertempuran ini, sekitar 70
orang pasukan Nabi gugur sebagai syuhada’. Setelah peperangan ini, Nabi
Muhammad SAW menindak tegas Abdullah bin Ubay dan pasukannya. Bani Nadir, satu
dari dua suku Yahudi Madinah yang berkomplot dengan Abdullah bin Ubay, diusir
dari Madinah. Kebanyakan mereka pergi dan menetap di Khaibar.
c. Perang Ahzab/Khandaq
Bani Nadir yang
menetap di Khaibar berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah.
Pasukan gabungan mereka berkekuatan 24.000 pasukan. Pasukan ini berangkat ke
Madinah pada tahun ke-5 Hijrah. Atas usul Salman al-Farisi, umat Islam menggali
parit untuk pertahanan. Oleh karena itu, perang ini disebut dengan Perang
Khandaq (Parit). Selain itu, peperangan ini disebut dengan Perang Ahzab (sekutu
beberapa suku) karena Bani Nadir (orang Yahudi yang terusir dari Madinah),
musyrikin Quraisy, dan beberapa suku Arab yang masih musyrik berkomplot melawan
pasukan Islam.
Pasukan musuh yang
hendak masuk ke Madinah tertahan oleh parit. Karena itu, mereka mengepung
Madinah dengan membangun kemah-kemah di luar parit. Pengepungan ini berlangsung
selama satu bulan dan berakhir setelah badai kencang menerpa dan
memorak-porandakan kemah-kemah mereka. Kenyataan ini memaksa pasukan Ahzab
menghentikan pengepungan dan kembali ke negeri masing-masing tanpa mendapat
hasil apa pun.
Dalam suasana kritis,
orang-orang Yahudi dan Bani Quraizah di bawah pimpinan Ka’ab bin Asad melakukan
pengkhianatan. Setelah musuh menghentikan pengepungan dan meninggalkan Madinah,
para pengkhianat itu dihukum mati.
d. Perang Hunain
Meskipun Mekah telah
ditaklukkan, tidak semua suku Arab bersedia tunduk kepada Nabi Muhammad SAW.
Ada dua suku yang masih melakukan perlawanan terhadap Nabi Muhammad SAW, yaitu
Bani Ţaqif di Ţaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Ţaif. Kedua suku ini
berkomplot melawan Nabi Muhammad SAW dengan alasan menuntut balas atas
berhala-berhala mereka (yang ada di Ka’bah) yang dihancurkan oleh tentara Islam
ketika penaklukan Mekah.
Dengan kekuatan 12.000
pasukan di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW, tentara Islam berangkat menuju
Hunain. Dalam waktu singkat Nabi Muhammad SAW dan pasukannya dapat menumpas
pasukan musuh. Dengan takluknya Bani Ţaqif dan Bani Hawazin, seluruh jazirah
Arab di bawah kekuasaan Nabi Muhammad SAW.
e. Perang Tabuk
Perang Tabuk merupakan
perang terakhir yang diikuti oleh Nabi Muhammad SAW. Perang ini terjadi karena
kecemburuan dan kekhawatiran Heraklius atas keberhasilan Nabi Muhammad SAW
menguasai seluruh jazirah Arab. Untuk itu, Heraklius menyusun kekuatan yang
sangat besar di utara Jazirah Arab dan Syria yang merupakan daerah taklukan
Romawi. Dalam pasukan besar ini bergabung Bani Gassan dan Bani Lachmides.
Menghadapi peperangan
ini, banyak sekali kaum muslimin yang “mendaftar” untuk turut berperang. Oleh
karena itu, terhimpun pasukan yang sangat besar. Melihat besarnya jumlah
tentara Islam, pasukan Romawi menjadi ciut nyalinya dan kemudian menarik diri,
kembali ke negerinya. Nabi Muhammad SAW tidak melakukan pengejaran, tetapi berkemah
di Tabuk. Dalam kesempatan ini, Nabi membuat perjanjian dengan penduduk
setempat. Dengan demikian, wilayah perbatasan itu dapat dikuasai dan dirangkul
masuk dalam barisan Islam.
2. Surat Nabi Muhammad SAW
kepada Para Raja
Gencatan senjata
antara Nabi Muhammad SAW dan musyrikin Quraisy telah memberi kesempatan kepada
Nabi Muhammad SAW untuk melirik negeri-negeri lain sambil memikirkan cara
berdakwah ke sana. Salah satu cara yang ditempuh Nabi Muhammad SAW adalah
dengan berkirim surat kepada raja-raja, para penguasa negeri-negeri tersebut.
Di antara raja-raja yang dikirimi surat oleh Nabi Muhammad SAW adalah raja
Gassan, Mesir, Abisinia, Persia, dan Romawi. Tidak satu pun dari raja-raja
tersebut menyambut dan menerima ajakan Nabi Muhammad SAW. Semuanya menolak
dengan cara yang beragam. Ada yang menolak dengan baik dan simpati dan ada pula
yang menolak dengan kasar seperti yang dilakukan oleh Raja Gassan. Ia tidak
sekadar menolak, bahkan utusan Nabi Muhammad SAW ia bunuh dengan kejam.
Untuk membalas perlakuan
Raja Gassan, Nabi Muhammad SAW menyiapkan 3.000 orang pasukan. Peperangan
terjadi di Mu’tah, sebelah utara Jazirah Arab. Pasukan Islam kesulitan
menghadapi tentara Raja Gassan yang dibantu oleh Romawi. Beberapa orang pasukan
muslim gugur sebagai syuhada’ dalam pertempuran itu. Melihat kenyataan ini,
komandan pasukan, Khalid bin Walid menarik pasukannya dan kembali ke Madinah.
3. Penaklukan Mekah
Pada tahun ke-6
Hijrah, ketika haji telah disyariatkan, Nabi
Muhammad SAW dengan 1.000 orang kaum muslimin berangkat ke Mekah untuk
melaksanakan ibadah haji. Karena itu, Nabi Muhammad SAW beserta kaum muslimin
berangkat dengan pakaian ihram dan
tanpa senjata. Sebelum sampai di Mekah, tepatnya di
Hudaibiyah, Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin tertahan dan tidak boleh masuk
ke Mekah. Sambil menunggu izin untuk masuk ke Mekah, Nabi SAW dan kaum muslimin
berkemah di sana. Nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin tidak mendapat izin
memasuki Mekah dan akhirnya dibuatlah Perjanjian Hudaibiyah.
Perjanjian Hudaibiyah
berisi lima kesepakatan, yaitu (1) kaum muslimin tidak boleh mengunjungi Ka’bah
pada tahun ini dan ditangguhkan sampai tahun depan, (2) lama kunjungan dibatasi
sampai tiga hari saja, (3) kaum muslimin wajib mengembalikan orang-orang Mekah
yang melarikan diri ke Madinah. Sebaliknya, pihak Quraisy menolak untuk
mengembalikan orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah, (4) selama sepuluh
tahun dilakukan gencatan senjata antara masyarakat Madinah dan Mekah, dan (5)
tiap kabilah yang ingin masuk ke dalam persekutuan kaum Quraisy atau kaum
muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapat rintangan.
Dengan adanya
perjanjian ini, harapan untuk mengambil alih Ka’bah dan menguasai Mekah kembali
terbuka. Ada dua faktor yang mendorong Nabi Muhammad SAW untuk menguasai Mekah.
Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab. Apabila Mekah dapat
dikuasai, penyebaran Islam ke seluruh Jazirah Arab akan dapat dilakukan. Kedua,
orang-orang Quraisy adalah orang-orang yang mempunyai kekuasaan dan pengaruh
yang besar. Dengan dikuasainya Mekah, kemungkinan besar orang-orang Quraisy,
yang merupakan suku Nabi Muhammad SAW sendiri, akan memeluk Islam. Dengan
Islamnya orang-orang Quraisy, Islam akan mendapat dukungan yang besar. Setahun
kemudian, Nabi Muhammad SAW bersama kaum muslimin melaksanakan ibadah haji
sesuai dengan perjanjian. Dalam kesempatan ini banyak penduduk Mekah yang masuk
Islam karena melihat kemajuan yang diperoleh oleh penduduk Madinah.
Dua tahun Perjanjian
Hudaibiyah berlangsung, dakwah Islam telah menjangkau seluruh Jazirah Arab dan
mendapat tanggapan positif. Prestasi ini, menurut orang Quraisy, dikarenakan
adanya Perjanjian Hudaibiyah. Oleh karena itu, secara sepihak mereka
membatalkan perjanjian tersebut. Nabi Muhammad SAW segera berangkat ke Mekah
dengan 10.000 orang tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad SAW dan pasukannya
memasuki Mekah dan berhala-berhala di semua sudut negeri dihancurkan. Setelah
itu, Nabi Muhammad SAW berkhotbah memberikan pengampunan bagi orang-orang
Quraisy. Dalam khotbah itu Nabi Muhammad SAW menyatakan “siapa yang menyarungkan pedangnya ia akan aman, siapa yang masuk
ke Masjidil Haram ia akan aman, dan siapa yang masuk ke rumah Abu Sufyan ia
juga akan aman.” Setelah khotbah itu, penduduk Mekah datang
berbondong-bondong dan menyatakan diri sebagai muslim. Sejak peristiwa itu,
Mekah berada di bawah kekuasaan Nabi Muhammad SAW.
Keislaman penduduk
Mekah memberikan pengaruh yang sangat besar kepada suku-suku di berbagai
pelosok Arab. Oleh karena itu, pada tahun ke-9 dan ke-10 Hijrah (630–631 M)
Nabi Muhammad SAW menerima berbagai delegasi suku-suku Arab sehingga tahun itu
disebut dengan tahun perutusan. Sejak itu, peperangan antarsuku telah berubah
menjadi saudara seagama dan persatuan Arab pun terwujud. Nabi Muhammad SAW
kembali ke Madinah. Ia mengatur organisasi masyarakat Arab yang telah memeluk
Islam. Petugas keamanan dan para dai dikirim ke daerah-daerah untuk mengajarkan
Islam, mengatur peradilan, dan memungut zakat. Dua bulan kemudian, Nabi
Muhammad SAW jatuh sakit, dan pada 12 Rabiul Awwal 11 H bertepatan dengan 8
Juni 632 M ia wafat di rumah istrinya, Aisyah.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sesampainya di
Madinah, Nabi Muhammad SAW langsung membangun masjid. Masjid ini berfungsi
sebagai pusat peribadatan dan pemerintahan. Langkah pertama yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW di Madinah adalah mempersatukan suku Aus dan Khazraj serta
mempersaudarakan orang Ansar (Madinah) dan Muhajirin (Mekah). Setelah itu, Nabi
Muhammad SAW pun membuat perjanjian damai dengan orang-orang Yahudi dan
suku-suku yang berada di sekitar Madinah. Berkembangnya dakwah Nabi Muhammad
SAW di Madinah menimbulkan kekhawatiran orang-orang Quraisy. Karena itu,
terjadilah Perang Badar.
Peperangan ini terjadi
pada 8 Ramadhan tahun ke-2 Hijrah. Dengan perlengkapan yang sederhana Nabi
Muhammad SAW dengan 305 orang pasukannya berangkat ke luar Madinah. Kira-kira
120 km dari Madinah, tepatnya di Badar pasukan Nabi Muhammad SAW bertemu dengan
pasukan Quraisy berjumlah antara 900–1.000 orang. Dalam peperangan ini, Nabi
dan kaum muslimin berhasil memperoleh kemenangan. Kekalahan dalam perang Badar
semakin menimbulkan kebencian Quraisy kepada kaum Muslimin. Karena itu, mereka
bersumpah akan menuntut balas kekalahan tersebut. Pada tahun ke-3 Hijrah mereka
berangkat ke Madinah dengan membawa 3.000 pasukan berunta, 200 pasukan berkuda,
dan 700 orang di antara mereka memakai baju besi. Pasukan ini dipimpin oleh
Khalid bin Walid. Kedatangan pasukan Quraisy ini disambut Nabi Muhammad SAW
dengan sekitar 1.000 pasukan.
Pada tahun ke-5
Hijrah, terjadilah Perang Ahzab/Khandaq. Bani Nadir yang menetap di Khaibar
berkomplot dengan musyrikin Quraisy untuk menyerang Madinah. Pasukan gabungan
mereka berkekuatan 24.000 pasukan. Meskipun Mekah telah ditaklukkan, tetapi
Bani Ţaqif di Ţaif dan Bani Hawazin di antara Mekah dan Ţaif tidak mau tunduk.
Bahkan, mereka menyerang Mekah dan menuntut bela atas perusakan berhala-berhala.
Dengan kekuatan 12.000 pasukan, Nabi Muhammad SAW menyambut kedatangan pasukan
Bani Ţaqif dan Bani Hawazin. Perang ini dikenal dengan Perang Hunain.
Perang Tabuk merupakan
perang terakhir yang diikuti Nabi Muhammad SAW. Perang ini melawan Raja Gasan
yang telah membunuh secara sadis utusan yang membawa surat Nabi Muhammad SAW
Peperangan ini terjadi di Mu’tah dan Nabi Muhammad SAW datang dengan membawa
3.000 pasukan. Orang-orang Mekah telah membatalkan secara sepihak Perjanjian
Hudaibiyah. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW segera berangkat ke Mekah dengan
10.000 orang tentara. Tanpa kesulitan, Nabi Muhammad SAW dan pasukannya
memasuki Mekah dan berhala-berhala di seluruh sudut negeri dihancurkan. Setelah
itu Nabi berkhotbah memberikan pengampunan bagi orang-orang Quraisy. Peristiwa
ini dikenal dengan Fatdu Makkah (penaklukan Mekah).
B. Saran
Melalui persaudaraan,
ketakutan, dan kekerdilan dapat pula dihapuskan. Oleh karena itu, jalinlah
ukhuwah, sambungkan tali persaudaraan sebanyak-banyaknya. Ingatlah ungkapan
seribu teman itu sedikit dan satu musuh itu banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Agama RI.
2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian Agama
RI.
Kementerian Agama RI.
2012. Tafsir al-Qur’ān Tematik. Jakarta: Kementerian Agama
RI.
Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Khairiyah, Nelty &
Zen, Endi Suhendi. 2017. Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Halo kak! Blog makalahnya berguna banget. Kebetulan aku lagi mau belajar materi dakwah Rasulullah di Madinah. Seenggaknya dari sini saya bisa lebih mahamin materinya, karena rumusan masalah yang kakak cantum cukup penting buat dipelajari nih kak :D
BalasHapus