animasi-bergerak-selamat-datang-0276

Sabtu, 04 April 2020

Perbankan


BAB I
PENDAHULUAN

Munculnya berbagai lembaga keuangan dengan basis syariah seperti bank syariah, pegadaian syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, mutilevel marketing syariah, dan lain-lain di indonesia., menperlihatkan adanya keinginan yang kuat dari kaum muslim untuk hidup sesuai dengan syariah. Memandang hal demikian, Direktoran jenderal Bank sebagai salah satu institusi keuangan, sudah waktunya di perkenalkan, sebagaimana “Bank menurut syariah”.
Islam sebagai ad-din memiliki seperangkat aturan atau syariah, yang mengatur tatacara hubungan antara manusia dengan al-khaliq (ibadah), dan hubungan antar sesama manusia (mu’amalah) dalam seluruh aspek, baik aspek ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanan negara, teknologi, dan lain-lain.
Dalam bidang ekonomi (majal iqtishadi), Al-Qur’an dan hadist mengatur bagaimana tatacara individu dan negara memperoleh pendapatan (mawarid), sehingga terpenuhi berbagai kebutuhan seluruh umat manusia (kolektif), baik kebutuhan pribadi maupun kebutuhan negara (daulah). Terpenuhi nya berbagai kebutuhan itu sangat di perlukan untuk mengabdi secara sempurna kepada Allah.














BAB I
PEMBAHASAN

A.      Pengertian islam
Islam sebagia sistem kehidupan mengatur hubungan manusia dengan Allah. Dan hubungan manusia dengan makhluk dalam seluruh Aspek; ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan dan keamanaan negara. Dalam hal, islam memiliki sistem ekonomi sendiri yang disebut sistem ekonomi islam (SEI), yang sangat berbeda dengan sistem ekonomi ciptaan manusia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme(SEK) dan sistem ekonomi sosial (SES).
Islam adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir Zaman.
Islam beasal dari bahasa arab al-islama yakni berserah diri kepada tuhan, adalah yang mengimani satu tuhan, yakni Allah SWT.
Pengertian islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu  S (sin), L (lam), M (mim). Yang bermakna dasar “selamat” (salama).
Pengertian islam menurut bahasa, kata islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata salama ini. Pengertian islam menurut al-qur’an adalah sebagai berikut:
1.        Islam berasal dari kata ‘salm’ yang berarti damai atau kedamaian. (Q.s 8: 61)
2.        Islam berasal dari kata ‘aslama’ yang berarti berserah diri atau pasrah (Q.s 4: 125)
3.        Islam berasal dari kata istaslama-mustaslimun : penyerahan total kepada Allah (Q.s 37 : 26, Q.s 2: 208)
4.        Islam berasal dari kata ‘saliim’ yang berarti bersih dan suci (Q.s 26 : 89, Q.s 26 : 89)
5.        Islam berasal dari ‘salam’ yang berarti selamat dan sejahtera. (Q.s 19 : 47).[2]






B.       Pengertian perbankan syariah
Keinginan kaum muslim untuk menegakkan syariat islam di indonesia, khususnya di bidang ekonomi, di wujudkan dengan munculnya Bank syariah, Asuransi syariah, pegadaian syariah, dan MLM syariah, serta “pajak menurut syariah” (insya Allah). Sebelum membahas lebih dalam tentang pajak menurut syariah, perlu di bahas terlebih dahulu secara ringkas, apa makna kata syariat.
Secara etimologi, syariat berasal dari syara’a – yasra’u – syar’an, yang artinya membuat peraturan, menerangkan, menjelaskan, merencanakan, atau menggariskan.
Kata syra’a adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan bentuk kata bendanya (isim) adalah syariah yang berarti hukum, peraturan, atau undang-undang. Segala sesuatu di katakan disebut syar’i(....) karena sesuatu itu  telah sesuai dengan peraturan, sah atau lega.
Kata dengan kata dasar syara’a banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya, Artinya, kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu) (QS. Al-jastiyah [45]: 18), atau artinya, Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama (QS.  Al-syura [42]: 13), atau umat diantara kamu, Kami beriakan aturan  dan jalan yang terang (QS. Al-maidah [5]: 48).
Secara lughawi, syariat dapat berarti jalan yang lurus. Orang yang menjalankan syariat berarti ia berjalan diatas jalan yang benar (lurus). Sebaliknya, orang yang tidak menjalankan syariat, berarti ia berjalan melalui jalan yang salah. Syariat bisa juga berarti mata air. Orang yang tidak memegang syariat berarti ia jauh dari mata air. Ia akan terancam kehausan dan kekeringan.

Ø  Definisi syariat menurut tokoh:
1.        Abdul karim zaidan mendifinisikan bahwa, “syariat adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah, untuk hamba-Nya, baik melalui Al-Qur’an ataupun dengan sunnah Nabi. Berupa perkataan, perbuatan, dan pengakuan.”
2.        Yusuf Qardhawi mendifinisikan bahwa, “syariat adalah apa saja ketentuan Allah yang dapat di buktikan melalui dalil-dalil Al-Qur’an mauoun sunnah atau juga melalui dalil-dalil ikutan lainnya seperti ijma’, Qiyas, dan lain sebaginya.


3.        Dari kedua pendapat ini dapat di simpulkan bahwa syariat adalah hukum/peraturan yang datang dari Allah, baik melalui Al-Qur’an, sunnah Nabi-Nya, maupun ikutan dari keduanya berupa ijma dan Qiyas. Jika aturan itu bukan datang dari Allah, ia tidaklah di sebut syariat.
4.        Secara umum, bank adalah lembaga keuangan yang melaksanakan tiga fungsi, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman rasulullah. Praktik-pratik seperti menitipkan harta, meminjamkan harta untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman rasulullah saw. Dengan demikian. Fungsi-fungsi utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.
5.        Bank Syariah menurut Ensiklopedia bebas adalah (al-Mashrafiyah al-Islamiyah) Yaitu suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya berdasarkan hukum Islam (syariah).  Pembentukan sistem ini berdasarkan adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
6.        Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI), membedakan bank berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

C.       Fungsi bank syariah.
Fungsi Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing).

D.   Ruang lingkup syariat
Dr. Syafi’i Antonio berpendapat bahwa syariat adalah bagian dari islam, di mana islam itu terbagi atas tiga hal pokok, yaitu; Aqidah, Syariat, dan Akhlak. Prof. Dr. Mahmud syaltut berpendapat bahwa syariat juga bagian dari islam hanya terdiri dari dua bagian besar saja, yaitu Aqidah dan Syariat. Sedangkan Dr. Daud Rasyid berpendapat bahwa syariat adalah islam itu sendiri, dimana syariat (islam) terdiri dari aqidah dan ‘amaliyah. Dari ketiga pendapat di atas, yang paling mudah dan banyak (umum) di pahami menurut penulis adalah pendapat pertama, yaitu islam terdiri atas Aqidah, Syariat, dan Akhlak. Selanjutnya, syariat itu sendiri terbagi pula atas dua bagian, yaitu hukum ‘ibadah Mahdhan dan mu’amalah.


E.   Karektiristik syariat
Syariat memiliki beberapa karektiristik (ciri khas), yang tidak di miliki oleh aturan lain, yaitu:
1.        Sumbernya adlah Allah.(Al-Qur’an) dan hadis Nabi Muhammad. Aturan yang bukan bersumber dari Allah dan Rasulnya tidak di sebut syariat.
2.        Sanksinya bersifat duniawi dan ukhrawi, sesuai dengan rukun Iman ke lima yaitu meyakini pasti adanya hari perhitungan (Yaumul Hisab).
3.        Universal, yaitu berlaku untuk semua orang, tidak hanya berlaku untuk umat islam saja atau ornag arab saja, namun dpat di terapkan di semua tempat, baik di arab, Amerika, Asia, dan lain-lqin, dan di seluruh wa ktu, baikdi masa Rasulullah maupun zaman sekarng, sampai hari kiamat. Allah menurunkan Al-Qur’an adalah untuk seluruh makhluk, dan memerintahkan kaum muslim untuk adil terhadap seluruh umat manusia, sebagaimana firman Allah:
     Artinya:
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-furqan (Al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.(QS. Al-Furqan [25]: 1)
4.        Komprehensif, mengatur semua aspek kehidupan,mulai dari hubungan manusia dengan Allah, (ibadah) hingga hubungan manusia dengan sesama manusia dan makhluk lainnya (mu’amalah). Ia meliputi aspek politik, sosial budaya, pertahankan keamanan, dan sebagainya. Ilmu dan teknologi, ekonomi, dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan perintah Allah dalam QS. Al-baqarah [2]: 208, agar orang- orang mukmin menjalankan islam dalam keseluruhan aspek (kafah).

F.    Sejarah dan perkembangan perbankan Syariah
       a.perbankan pada masa rasulullah Saw.
Rasulullah yang dikenal dengan julukan Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat makkah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini, pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.

Seorang sahabat Rasulullah saw, Zubair bin Awwam r.a., memilih tidak menerima harta titipan harta. Ia lebih suka menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi yang berbeda, yakni pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia mempunyai hak untuk memanfaatkan, kedua, karena bentuknya pinjaman, ia berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh. Dalam riwayat yang lain disebutkan, ibnu Abbas r.a. juga pernah melakukan pengiriman uang ke Kuffah dan Abdullah bin Zubair melakukan pengiriman uang dari makkah ke adiknya Mis'ab bin Zubair r.a. yang tinggal di Irak.
Pengunaan cek juga di kenal luas sejalan dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada masa pemerintahannya, Khalifah Umar bin al- Khatab r.a. menggunakan cek untuk membayar kepada mereka yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di baitul mal yang ketika itu diimpor dari Mesir. Disamping itu, pemberian modal untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, muzara'ah, musaqoh, telah dikenal sejak awal di antara kaum muhajirin dan kaum anshor.
Dan Rasulullah saw pun mejalankan praktisi itu sebelumnya, yaitu ketika ia bertindak sebagai mudharib (pengelola investasi) untuk Khadijah. Dan Khalifah Umar bin Khatab menginvestasikan uang anak yatim kepada para saudagar yang berdagang di jalur perdagangan antara Madinah dan Irak. Kemitraan bisnis berdasarkan system bagi hasil sederhana semacam ini terus dipraktekan selama berabad-abad tanpa perlu perubahan bentuk sama sekali. Dengan demikian, jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah melaksakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah saw, meskipun individu tersebut tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam, ada yang melaksankan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.




b.  perkembangan perbankan di luar indonesia
Di dalam menguraiakan tentang sejarah perkembangan bank syariah di bawah ini akan diperhatiakan dari perkembangan teoritis, kelembagaan dan hukum  positif mengenai perbankan syarah. Namun mengingat perbankan syariah bukan merupakan fenomena kas indonesia serta perkembangannya tidak mungkin terjadi tampa pengaruh dunia luar, maka akan di uraiakan terlebih dahulu mengenai perkembangan perbankan syariah secara umum di luar indonesia dan secara internasional.
Berdasarkan sumber dari bank indonesia, pengembangan perbankan syariah secara internasional di mulai pada tahun 1890, yaitu kekeberadaan the badarclays bank yang membuka cabang di kairo mesir dan pertama kali mendapat kritik tentang bunga bank. Pada tahun 1900-1930 mulai tersebar adanya pemahamam bahwa bunga bank adalah riba. Pada tahun 1930-1950, pertama kalinya ekonomi islam memberikan alternatif aktivitas partnership yang sesuai dengan syariah.
Konsep teoritis mengenai bank syariah muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan syariah  yang di tandai dengan banyaknya pemikiran-pemikiran muslim yang menulis tentang keberadaan bank syariah, misalnya; Anwar Qureshi (1946), Naeim Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Uraiakan yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan islam ditulis oleh ulama besar pakistan, yakni Abul A’la AL-mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962). Dalam perkembangan sejarah pada awal abad ke-2- merupakan masa kebangkitan dunia islam dari “ketertidurannya” di tengah pergolakan dunia. Kondissi ini membawa kepada kesadaran baru untuk menerap prinsip dan nilai-nilai syariah dalam kehidupan nyata. Salah satu upayanya adalah dalam penerapan lembaga keuangan syariah yang didsarkan atas prinsip islam. Perintisan penerapan prinsip profit and lost sharing, sebagai inti bisnis lembaga keuangan syariah, tercatat telah ada sejak tahun 1940-an, yaitu upaya mengelola dana jemaah haji secara nonkonvesional dipakistan dan malayasia. Dalanjutkan pada tahun 1950, ekonomi islam mulai menawarkan teori perbankan dan keuangan pengganti sistem buang berdasarkan konsep two-tier  mudharabah.

Secara kelembagaan yang merupakan bank islam pertama adalah Islamic ruyal bank yang didirikan di daerah myt gham oleh Dr. Ahmed El najar yang permadalannya dibantu oleh raja faisal pada tahun 1963 hingga 1967 di kairo, mesir, walau pada akhirnya operasionalnya di ambil alih oleh National bakn of egypt dan central bankof egypt. Myt ghamr bank di anggap berhasil memadukan manajemen perbankan jerman dengna prinsip muamalah islam dengan menterjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar oreintasinya adalah industri pertanian. Namun karena persoalan politik, pada tahun 1971 di mesir berhasil didirikan kembali bank islam dengan nama besar nasser social bank, hanya tujuannya lebih bersifat social daripada komersil.
Untuk pertama kalinya, pembentukan bank syari’ah didirikan di mesir pada tahun 1963 dengan nama Bank Syari’ah Myt-Ghamr, yang permodalannya dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi. Pendirian Bank Syari’ah Myt-Ghamr dipelopori oleh Ikhwanul Muslim, tetapi tidak berlangsung lama karena segera dibubarkan oleh Gamal Abdul Nashr. namun demikian, eksperimen pendirian Bank  Bank Syari’ah Myt-Ghamr (1963-1967) ini telah mampu merangsang pemikiran tentang kemungkinan didirikannya lembaga islam yang bergerak dibidang keuangan dan investasi dengan keuntungan yang layak.
Secara kolektif gagasan berdirinya berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam koferensi negara-negara islam sedunia di kuala lumpur, malaysia, bulan april 1969, yang diikuti oleh 19 negara-negara peserta. Konferensi tersebut menghasilkan beberapa hal yaitu:
1.         Tiap keuntungan haruslah tunduk pada hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba sedikit atau banyak haram hukumnya.
2.         Diusulkan supaya dibentuk bank syariah yang bersih dari sistim riba dalam waktu yang secepat mungkin.
3.         Sementara waktu menunggu berdirinya bank syariah, bank-bank yang menerapkan bunga dibolehkan beroperasi, namun jika benar-benar dalam keadaan darurat


Pada tahun 1970, mulai bermunculan bank dan lembaga keuangan syariah lainnya di beberapa negara muslim serta aktivitas keilmuan dan institusi-institusi, srategi  seperti konferensi ekonomi islam. Pada bulan desember 1970, di karaci, pakistan, diawali dengan sidang menteri luar negeri negara-negara organisasi konferensi islam (OKI) ketika mesir melalui tahapan-tahapan tertentu dan persetujuan negara-negara OKI pada tahun 1975 berdirilah islamic development the bank (IDB) yang beranggotakan negara islam 22 negara islam pendiri. IDB berperan penting dalam mememnuhi kebutuhan negara-negara islam untuk pembangunan dan secara aktif memberikan pinjaman bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. IDB juga berperan penting dalam memotivasi negara lain untuk mendirikan keuangan syariah pada 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di mesir, sudan, negara-negara teluk-gulf states: negara-negara arab, pakistan, iran, malaysia, dan turki.
Perbankan syariah telah merambah dan di terima bukan saja di negara-negara muslim tetapi juga di negara-negara non-muslim. Negara-negara yang sebagiannya penduduk non muslim telah pula mengembangka perbankan syariah. Kesempan perkembangannya pun ternyata cukuo besar. Ketika diadakan islamic banking confenrese. Di toronto, kanada,  pada tanggal 25 mei 1995, dont balankarn, mantan ketua pesiar komite on banks and banking mengemukakan: “there is a huge opportunity for islamic bangking and finance in canada”.
Perbankan syariah di indonesia memprentasiakan dengan berdirinya bank muamalat indonesia yang mulai di beroperasi pada tangga  1 mei 1992. Pengaperasian bank tersebut berdasar pada undang-undang no. 7 pada tahun 1992. Indonesin memasuki era dual bangking sistem dengan dimungkinkannya suatu bank beroperasi dengan prinsip bagi hasil berdasarkan pasal 13 ayat (c) undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan yang menyatakan bahwa salah satu bank perkreditan rakyat (BPR) menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasrkan prinsip bagi hasil sesuai deang ketentuan yang ditetapkan dalam pasal 6 peraturan pemerintah no. 27 1992 tentang bank bedasarkan prinsip bagi hasil (selanjutnya ditulis pp no. 72 1992). Dan dundangkan pada tanggal 30 oktober 1992 dalam lembaran negara RI no. 119 tahun 1992.[13]


G.    Dasar yuridis perbankan syariah di indonesia
Di dalam mengoperasionalkan bank syariah, dasar hukum pertama adalah Al Quran dan Hadis. Beberapa ayat di dalam Al Quran sebagai dasar operasional bank syariah, antara lain
1.        Al Baqarah : 275, yang artinya: “orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”
2.        Al Imran : 130, yang artinya: “Hai, orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
3.        An Nisa’ : 29, yang artinya : “Hai, orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bhatil”.

Selain beberapa ayat Al Quran di atas maka berdasarkan hukum positif, landasan dalam mengoperasionalkan bank syariah adalah undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah (sebelum lahinya undang-undang ini, landasan operasional bank syariah adalah UU no 10 tahun1998 tentang perubahan atas UU no 7 tahun 1992 tentang perbankan dimana sebatas diakomodirnya prinsip syariah dalam operasional bank, yakni dalam pasal 1 ayat (3) jo. Pasal 1 butir (13).
Peraturan pemerintah nomor 72 tahun1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, didalamnya antara lain mengatur ketentuan tentantg proses pendirian bank umum nirbunga. Berdasrka pasl 28 dan 29 surat keputusan direksi bank indonesia nomor  32/34/KEP/DIR tanggal 12 mei 1999 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil, mengatur tentang beberapa kegiatan usaha yang dapat dilakukan banka syariah. Peraturan lainnya yang khusus mengatur tentang akad dalam kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah adalah peraturan bank indonesia nomor 7/46/PBI/2005 tentang akad perhimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang melaksanakan kegiatan uasaha berdasarkan prinsip sayriah sebagaimana tekah diubah dengan peraturan bank indonesia nomor 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syariah.
Dasar hukum lainnya yang dpat digunakan dalam pembuatan ataupun peklaksanaan akad dengan prinsip murabahahdidasrlan pada pasal 1338 ayat 1 dan 3 buku III KUHperdata.
Peraturan lain yang memberikan dasar bagi beroperasionalnnya perbankan syariah khussnya dalam hal mempertahankan hak dari para pihak yang dalam ilmu hukum dukenal sebagai hukum formalnya adalah undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang alternatif penyelesaia sengketa di luar pengadilan dan undang-undang nomor 30 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama yang digunakan dalam penyelesaian sengketa para pihak melalui peradilan atau jalur literasi. Di dalam undang-undang tersebut terdapat pengertian ekonomi syariah dan adanya kompetensi absolutpengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Dalam perkembangan aktivitas keuangan modern bank islam (syariah) mengalami empat tahapan, yaitu tahap percobaan secara lokal, tahap antar bangsa, tahap penyebaran dan tahap masa kini, (Aries Muftie, 2003). Tahap percobaan dimulai pada tahun 1940 di Malaysia, dan pada tahun 1950 di kawasan pedalaman pakistan. Namun  kedua percobaan ini mengalami kegagalan, kemudian pada tahun 1963, Mit ghamr local safings bank di lebah sungai nil, cukup berhasil. Namun karena situasi politik pada saat itu, mit ghamr local safings bank di bubarkan  (sudin Haroon, 1996:8). Tahap kedua atau tahap antar bangsa mulai pada bulan Agustus 1974 pada saat draf  persetujuan islamic development bank disetujui  oleh menteri-menteri keuangan negara islam. Tahap ketiga atau tahap penyebaran di mulai pada tahun 1975 dengan didirikannya bank islam Dubai, lalu di susul dengan JAAME di juhanessburg, afrika selatan pada tahun 1976, kemudian bank faesal pada tahun 1977. Tahap keempat atau tahap masa kini di mulai dari revolusi iran pada tahun 1979, yang kemudian berusahan untuk mengsyariahkan ekonominya secara keseluruhan. Pada tahun 1983, kemudian di susul oleh pakistan dimana presiden zia ulhaq pada tanggal 10 januari 1979 berjanji akan menghapuskan riba dari sistem perekonomiannya dalam waktu 3 tahun (akhmad z.,1986: 8).
Sejak pembayaran dan penerimaan bunga dalam islam di larang, maka lembaga-lembaga keuangan islam (bank dan lembaga-lembaga keuangan non bank ) mendorong atau mengaktifkan pendapatan melalui jasa pelayanan bagi hasil dengan partisipasi modal, perdagangan komoditi, membangun dan mengelolah industri, dan bisnis hasil pertanian, leasing dan transaksi-transaksi lainya yang mengakibatkan resiko dan keuntungan tampa melanggar prinsip-prinsip islam (rodney wilson, 1990:33).

Sistem keuangan yang penting adalah menghilangkan tingkat bunga. Persyaratan utama yang harus di penuhi untuk mengganti sistem bunga ke sistem islami adalah  mekanisme pengalokasian keuangan dalam aktivitas ekonomi yang riil (akhmad z., 1986:8). Munculnya institusi yang bebas bunga terutama di negara-negara muslim telah melahirkan dimensi baru model ekonomi. Secara umum perbankan syariah merupakan lembaga intermediary keuangan operasinya sesuai dengan ajaran islam. (sudin haroon, 1996: 88). Praktek ekonomi bebas bunga telah di praktekan sejak islam lahir. Sistem tidak berpihak pada paham kapitalis mapun komunisme, akan tetapi sistem ini (islam). Terbaik di antara keduanya. Masyarakat mengumpulkan kekayaan itu tidak terpusat pada satu tangan, tidak ada penimbunan dan tidak ada pengambilan keuntungan secara berlebihan (Muhammad muslehudin, 2000:29).
Bank tanpa bunga akan  menyediakan fasilitas pembiayaan dan melaksanakan semua fungsi bank komersial. Adanya koperasi perdagangan dan perusahaan akan dapat mengawasi kemajuan kerja dan dibawah kontrol aparat bank, maka kemungkinan rugi dapat kurangi. Prinsip bagi hasil akan mendorong infestor untuk menanam uang mereka di bank. Konsi dalam bank ini akan menanggung untung dan rugi bersma ,yang berbeda dengan sistem perbankan modern dimana  kerugian  hanya akan di tangggung oleh peminjam,sedangkan pemberi pinjaman di bebaskan dari segala kerugian (sudin haroon, 1996:88).
Bank tidak membebankan melainkan mengajak untuk berpatisipasi dalam bidang usaha yang di danai.para deposan sama- sama mendapatkan keuntungan dengan bank sesuai dengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian, ada kemintraan antara bank islam dan deposan di satu pihak dan para nasaba enfektasi di pihak lain (mervynk. Lewis dan latifah m.al-goud, 2001:1). Dengan prinsip tidak ada pembagian keuntungan tanpa keuntungan resiko dan prinsip ini sebagai alasan pembenar dalam kerja sama ekonomi dan konstribusi ekonomi (fuad al-omar dan muhammad abdul haq).
Dalam hubungannya dengan pengeluaran, islam memerintahkan kepada pengikutnya untuk mendatangkan kekayaan, tapi tidak untuk pemborosan dan aktivitas yang berhungan denagn kesengan semata. Dalam hubungannya dengan pelanggan bank islam (syariah) diharapkan untuk menetapkan transaksi supaya mendapatkan manfaat antara keduanya (bank dan nasaba) dan menegakkkan keadilan.


Keadialan empat bentuk:
1.        keadilan dalam membuat keputusan-keputusan. “....keputusan apabila kamu hendak menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan secara adil....” (An-Nisa: 5).
2.        keadilan dalam perkataan, “....apabila kamu berkata mak hendaklah kamu berlaku  adil kendatipun dia adalah kerabatmu....” (Al-An’am:152).
3.        keadilan dalam mencari keselamatan “....takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak di terima suatu tebusan dari padanya dan tidak memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak pula mereka akan di tolong” (Al-Baqarah:123).
4.        keadilan dalam pengertian tidak mempersekukan Allah (majid kadduri, 1999:10-11), “..... namun orang- orang yang kafir mepersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka” (Al-An’am:1).

Dalam rangka merealisasikan nilai-nilai keadilan (m.amis rais,1989:16) maka perbankan islam beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.        semua transaksi tidak di dasarkan kepada praktek riba. Pembicaraan tentang riba tidak dapat di lepaskan dari konsep tentang uang, khususnya riba di kaitkan dengan lembaga keuangan. Berbedaan sistem ekonomi lahir dari perbedaan pandangan tentang uang. Dlam teori ekonomi konfesional, uang di pandang sebagai sesuatu yang berharga , tidak saja sebagai alat tukar tetapi juga merupakan komoditi yang di perjaul belikan. Ekonomi konfesional menganut prinsip money deman for speculation. Motif ini di dasarkan pada alasan adanya tingkat bunga. Konsep bunga dalam ekonnomi konfesional lahir dari konsep time value of money yang memandang uang dapat bertambah dan berkurang dalam jangka waktu tertentu (naska akademik RUU perbankan syariah, 2002:53).
2.        Prinsip transaksi usaha di dasarkan kepada kemitraan (syirkah) dengan berbagi keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing) dengan adanya larangan riba dan aktivitas ekonomi para yuris islam bersepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dasar dalam perbankan syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing) (M.najattullah siddiqie,1997:2). Prinsip profit and loss sharing (PLS) ini menjadikan para pihak menerima dan menanggung resiko secara bersama-sama terhadap infetasi usaha yang di lakukan (naska akademik RUU perbankan ,2002:53).
3.        Prinsip usaha dan perdagangan yang halal dan thayyib (baik) prinsip halal ini wajib dijalankan oleh  perbankan syariah, baik berkaitan denagn jenis yang akan dijalankan, seperti jual beli, sewa menyewa, dan atau pemberian jasa maupun yang berkaitan dengan obyek transaksi pembiayaannya (naska akademik  RUU perbankan syariah, 2002:53).
4.        Prinsip persesuain kehendak timbal balik. Prinsip ini merupakan landasan hukum yang menjamin agar dalam tansaksi perbankan syariah tidak terjadi pemaksaan kehendak secara sepihak (naskah akademik RUU perbankan syariah, 2002:53). Prinsip-prinsip ini meliputi:
a.         Asas ridhaiyyah (rela sama rela), yaitu bahwa transaksi ekonomi dalam bentuk apapun yang di lakukan perbankan dengan pihak lain, terutama harus di dasarkan atas prinsip rela sama rela, buka suka sama suka yang bersifat hakiki.
b.         Asas manfaat, maksudnya akad yang di lakukan oleh bank berkenaan dengan hal-hal (obyek) yang bermanfaat bagi kedua belapihak. Oleh karena itu, islam mengharamkan akad yang berkaitan dengan hal-hal yang bersifat mudharat/mafsadat, seperti jual beli benda-benda yang di haramkan dan atau benda-benda yang tidak bermanfaat  apalagi yang membahyakan.
c.         Asas keadilan, yaitu kedua bela pihak yang melakukan transaksi ekonomi  (bank dan nasaba) harus berlaku dan di perlakukan secara adila dalamkonteks kemitraan (Muhammad Amin suma, 2002:18-19).

H.  Tinjauan kelembagaan perbankan syariah di indonesia
Perbankan syariah di indonesia dari segi kelembagaan dimulai dengan didirikannya bank muamalah indonesia pada tahun   1991 , kemudian menyusul bank syariah mandiri yang merupakan konversi dari bank susila bakti. Kedua bank tersebut adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan syariah secara murni.Bank sebagai sebuah lembaga keuangan merupakan badan hukum sehingga oleh hukum di anggap sebagai pendukung hak dan kewajiban  atau sebagai subjek hukum.


Mengenai keberadaan lembaga pengawas yang ada di perbankan syariah secara lebih detail tugas dan kewenangannya dapat di uraikan sebagai berikut :
a.    Dawan syariah nasional
Dewan syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin keislaman kauangan syariah di seluruh dunia. Di indonesia, peran ini di jalankan oleh dewan syariah nasional ( DSN ) yang dibentuk oleh majelis ulama indonesia (MUI) pada tahun 1998  yang di kukuhkan oleh SK dewamn pimpinan MUI Nomor kep-754/MUI/ II/ 1999 lanjut tanggal 10 februari 1999.  berdasarkan surat keputusan dewan pimpinan majelis ulama indonesia tentang susunan pengurus dewan syriah nasional MUI No: kep- 98/MUI/III/2001  maka pengertian, kedudukan, tugas dan wewenang DSN adalah:
Pengertian DSN adalah dewan yang di bentuk oleh MUI yang bertugas menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.
Keanggotaan DSN, ditunjukan dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. Setelah jangka waktu tersebut, yang bersangkutan dapat dipertimbangkan untuk di angkat kembali selama-lamanya dua periode. DSN beranggotakan para ulama, praktisi dan para pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan muamalah syariah serta memiliki ahlak karimah.
Adapun fungsi dari dewan syariah nasional adalah:
a)        Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan syariah;
b)        Meneliti dan memberi fatwa bagi produk-produk ang dikembangkan lembaga keuangan syariah;
c)        Memberikan rekomendasi para ulama yang akan ditugaskan sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah;
d)       Memberi teguran kepada lembaga keuangan syariah jika terjadi penyimpangan dari garis panduan yang telah di tetapkan.

b.     Dewan pengawas syariah
Dalam upaya memurnikan pelayanan institusi keuangan syariahagar benar-benar sejalan dengan ketentuan syariah islam, keberadaan dewan pengawas syariah (DPS) mutlak diperluka. Merujuk pada surat keputusan dewan syariah nasional Nomor 3 tahun 2000, bahwa dewan pengawas syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah yang bersangkutan, yang penepatannya atas persetujuan dewan syariah nasional (DSN).
Dewan pengawas syariah (DPS) adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan keputuasan DSN dilembaga keuangan syariah. DPS di angkat dan di berhentikn di lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapatkan rekomendasi dari DSN.




























BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Bank adalah lembaga atau institusi yang melakukan tiga tugas pokok yaitu menerima simpanan, Meminjamkan uang dan melakukan jasa pengiriman uang.
Pada masa Rasulullah SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu.  Meskipun individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya. Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra., memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya.













DAFTAR PUSTAKA

fahmi, Gus. 2007. Pajak menurut syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Musjtari, Dewi nurul. 2012.  Penyelesaian senketa dalam praktik perbankan syariah. Yogyakarta: Nuha medika.
Nuddin, Hirsa. 2008. Hukum perbankan syariah di indonesia (Pembiayaan bisnis dengan prinsip kemitraaan). Yogyakarta: Genta press,
Ham, il. 2011. Praktik Perbankan di Zaman Nabi dan Sahabat Kumpulan Makalah,http://fileperbankansyariah.blogspot.co.id/2011/03/praktik-perbankan-di-zaman-nabi-dan.html Diakses tanggal 21 februari 2018 pukul 12.30.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian sangat berharga bagi saya

Survey Monkey

Survey Monkey/Monkey Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan umpan balik untuk membantu mengumpulkan informasi & data pelanggan dari surv...