BAB I
PENDAHULUAN
Munculnya
berbagai lembaga keuangan dengan basis syariah seperti bank syariah, pegadaian
syariah, asuransi syariah, reksadana syariah, mutilevel marketing syariah, dan
lain-lain di indonesia., menperlihatkan adanya keinginan yang kuat dari kaum
muslim untuk hidup sesuai dengan syariah. Memandang hal demikian, Direktoran
jenderal Bank sebagai salah satu institusi keuangan, sudah waktunya di
perkenalkan, sebagaimana “Bank menurut syariah”.
Islam
sebagai ad-din memiliki seperangkat aturan atau syariah, yang mengatur tatacara
hubungan antara manusia dengan al-khaliq (ibadah), dan hubungan antar sesama
manusia (mu’amalah) dalam seluruh aspek, baik aspek ekonomi, politik, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan negara, teknologi, dan lain-lain.
Dalam
bidang ekonomi (majal iqtishadi), Al-Qur’an dan hadist mengatur bagaimana
tatacara individu dan negara memperoleh pendapatan (mawarid), sehingga
terpenuhi berbagai kebutuhan seluruh umat manusia (kolektif), baik kebutuhan
pribadi maupun kebutuhan negara (daulah). Terpenuhi nya berbagai kebutuhan itu
sangat di perlukan untuk mengabdi secara sempurna kepada Allah.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
Pengertian islam
Islam
sebagia sistem kehidupan mengatur hubungan manusia dengan Allah. Dan hubungan
manusia dengan makhluk dalam seluruh Aspek; ekonomi, politik, sosial budaya,
pertahanan dan keamanaan negara. Dalam hal, islam memiliki sistem ekonomi
sendiri yang disebut sistem ekonomi islam (SEI), yang sangat berbeda dengan
sistem ekonomi ciptaan manusia, yaitu sistem ekonomi kapitalisme(SEK) dan
sistem ekonomi sosial (SES).
Islam
adalah agama yang diturunkan Allah kepada Nabi muhammad SAW sebagai Nabi dan
Rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir Zaman.
Islam
beasal dari bahasa arab al-islama yakni berserah diri kepada tuhan, adalah yang
mengimani satu tuhan, yakni Allah SWT.
Pengertian
islam secara harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata islam
terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim). Yang bermakna
dasar “selamat” (salama).
Pengertian
islam menurut bahasa, kata islam berasal dari kata aslama yang berakar dari
kata salama. Kata islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata salama
ini. Pengertian islam menurut al-qur’an adalah sebagai berikut:
1.
Islam berasal dari kata ‘salm’ yang
berarti damai atau kedamaian. (Q.s 8: 61)
2.
Islam berasal dari kata ‘aslama’ yang
berarti berserah diri atau pasrah (Q.s 4: 125)
3.
Islam berasal dari kata
istaslama-mustaslimun : penyerahan total kepada Allah (Q.s 37 : 26, Q.s 2: 208)
4.
Islam berasal dari kata ‘saliim’ yang
berarti bersih dan suci (Q.s 26 : 89, Q.s 26 : 89)
5.
Islam berasal dari ‘salam’ yang berarti
selamat dan sejahtera. (Q.s 19 : 47).[2]
B.
Pengertian perbankan syariah
Keinginan
kaum muslim untuk menegakkan syariat islam di indonesia, khususnya di bidang
ekonomi, di wujudkan dengan munculnya Bank syariah, Asuransi syariah, pegadaian
syariah, dan MLM syariah, serta “pajak menurut syariah” (insya Allah). Sebelum
membahas lebih dalam tentang pajak menurut syariah, perlu di bahas terlebih
dahulu secara ringkas, apa makna kata syariat.
Secara
etimologi, syariat berasal dari syara’a – yasra’u – syar’an, yang artinya
membuat peraturan, menerangkan, menjelaskan, merencanakan, atau menggariskan.
Kata
syra’a adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan bentuk kata bendanya (isim)
adalah syariah yang berarti hukum, peraturan, atau undang-undang. Segala
sesuatu di katakan disebut syar’i(....) karena sesuatu itu telah sesuai
dengan peraturan, sah atau lega.
Kata
dengan kata dasar syara’a banyak sekali terdapat dalam Al-Qur’an, misalnya, Artinya,
kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan
(agama itu) (QS. Al-jastiyah [45]: 18), atau artinya, Dia telah mensyariatkan
bagi kamu tentang agama (QS. Al-syura [42]: 13), atau umat diantara kamu,
Kami beriakan aturan dan jalan yang terang (QS. Al-maidah [5]: 48).
Secara
lughawi, syariat dapat berarti jalan yang lurus. Orang yang menjalankan syariat
berarti ia berjalan diatas jalan yang benar (lurus). Sebaliknya, orang yang
tidak menjalankan syariat, berarti ia berjalan melalui jalan yang salah.
Syariat bisa juga berarti mata air. Orang yang tidak memegang syariat berarti
ia jauh dari mata air. Ia akan terancam kehausan dan kekeringan.
Ø Definisi syariat menurut
tokoh:
1.
Abdul karim zaidan mendifinisikan bahwa,
“syariat adalah hukum-hukum yang ditetapkan oleh Allah, untuk hamba-Nya, baik
melalui Al-Qur’an ataupun dengan sunnah Nabi. Berupa perkataan, perbuatan, dan
pengakuan.”
2.
Yusuf Qardhawi mendifinisikan bahwa,
“syariat adalah apa saja ketentuan Allah yang dapat di buktikan melalui
dalil-dalil Al-Qur’an mauoun sunnah atau juga melalui dalil-dalil ikutan
lainnya seperti ijma’, Qiyas, dan lain sebaginya.
3.
Dari kedua pendapat ini dapat di simpulkan
bahwa syariat adalah hukum/peraturan yang datang dari Allah, baik melalui
Al-Qur’an, sunnah Nabi-Nya, maupun ikutan dari keduanya berupa ijma dan Qiyas.
Jika aturan itu bukan datang dari Allah, ia tidaklah di sebut syariat.
4.
Secara umum, bank adalah lembaga
keuangan yang melaksanakan tiga fungsi, yaitu menerima simpanan uang,
meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Di dalam sejarah
perekonomian umat islam, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai
syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat islam sejak zaman rasulullah.
Praktik-pratik seperti menitipkan harta, meminjamkan harta untuk keperluan
konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah
lazim dilakukan sejak zaman rasulullah saw. Dengan demikian. Fungsi-fungsi
utama perbankan modern, yaitu menerima deposit, menyalurkan dana, dan melakukan
transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat
islam, bahkan sejak zaman Rasulullah.
5.
Bank Syariah menurut Ensiklopedia bebas adalah
(al-Mashrafiyah al-Islamiyah) Yaitu suatu sistem perbankan yang pelaksanaannya
berdasarkan hukum Islam (syariah). Pembentukan sistem ini berdasarkan
adanya larangan dalam agama Islam untuk meminjamkan atau memungut pinjaman
dengan mengenakan bunga pinjaman (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada
usaha-usaha berkategori terlarang (haram). Sistem perbankan konvensional tidak
dapat menjamin absennya hal-hal tersebut dalam investasinya, misalnya dalam
usaha yang berkaitan dengan produksi makanan atau minuman haram, usaha media
atau hiburan yang tidak Islami, dan lain-lain.
6.
Secara umum pengertian Bank Islam
(Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip
syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas
Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga
(Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a
Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis
penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang
secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Undang-undang
Perbankan Indonesia, yakni Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya
untuk kepentingan tulisan ini disingkat UUPI), membedakan bank berdasarkan
kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13 Pasal 1 UUPI memberikan batasan
pengertian prinsip syariah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara Bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara
lain, pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang
dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
C.
Fungsi bank syariah.
Fungsi
Bank Syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni
sebagai lembaga intermediasi (intermediary institution) yang mengerahkan dana
dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat
yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya
terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang
dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan
bunga, maka Bank Syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa
jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil
(loss and profit sharing).
D. Ruang lingkup
syariat
Dr.
Syafi’i Antonio berpendapat bahwa syariat adalah bagian dari islam, di mana
islam itu terbagi atas tiga hal pokok, yaitu; Aqidah, Syariat, dan Akhlak.
Prof. Dr. Mahmud syaltut berpendapat bahwa syariat juga bagian dari islam hanya
terdiri dari dua bagian besar saja, yaitu Aqidah dan Syariat. Sedangkan Dr.
Daud Rasyid berpendapat bahwa syariat adalah islam itu sendiri, dimana syariat
(islam) terdiri dari aqidah dan ‘amaliyah. Dari ketiga pendapat di atas, yang
paling mudah dan banyak (umum) di pahami menurut penulis adalah pendapat
pertama, yaitu islam terdiri atas Aqidah, Syariat, dan Akhlak. Selanjutnya, syariat
itu sendiri terbagi pula atas dua bagian, yaitu hukum ‘ibadah Mahdhan dan
mu’amalah.
E. Karektiristik
syariat
Syariat
memiliki beberapa karektiristik (ciri khas), yang tidak di miliki oleh aturan
lain, yaitu:
1.
Sumbernya adlah Allah.(Al-Qur’an) dan
hadis Nabi Muhammad. Aturan yang bukan bersumber dari Allah dan Rasulnya tidak
di sebut syariat.
2.
Sanksinya bersifat duniawi dan ukhrawi,
sesuai dengan rukun Iman ke lima yaitu meyakini pasti adanya hari perhitungan
(Yaumul Hisab).
3.
Universal, yaitu berlaku untuk semua
orang, tidak hanya berlaku untuk umat islam saja atau ornag arab saja, namun
dpat di terapkan di semua tempat, baik di arab, Amerika, Asia, dan lain-lqin,
dan di seluruh wa ktu, baikdi masa Rasulullah maupun zaman sekarng, sampai hari
kiamat. Allah menurunkan Al-Qur’an adalah untuk seluruh makhluk, dan
memerintahkan kaum muslim untuk adil terhadap seluruh umat manusia, sebagaimana
firman Allah:
Artinya:
Maha
suci Allah yang telah menurunkan Al-furqan (Al-qur’an) kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.(QS.
Al-Furqan [25]: 1)
4.
Komprehensif, mengatur semua aspek
kehidupan,mulai dari hubungan manusia dengan Allah, (ibadah) hingga hubungan
manusia dengan sesama manusia dan makhluk lainnya (mu’amalah). Ia meliputi
aspek politik, sosial budaya, pertahankan keamanan, dan sebagainya. Ilmu dan
teknologi, ekonomi, dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan perintah Allah dalam
QS. Al-baqarah [2]: 208, agar orang- orang mukmin menjalankan islam dalam
keseluruhan aspek (kafah).
F. Sejarah dan
perkembangan perbankan Syariah
a.perbankan pada masa rasulullah Saw.
Rasulullah yang dikenal dengan julukan
Al-Amin, dipercaya oleh masyarakat makkah menerima simpanan harta, sehingga
pada saat terakhir sebelum hijrah ke Madinah, ia meminta Ali bin Abi Thalib r.a
untuk mengembalikan semua titipan itu kepada para pemiliknya. Dalam konsep ini,
pihak yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan.
Seorang sahabat Rasulullah saw, Zubair
bin Awwam r.a., memilih tidak menerima harta titipan harta. Ia lebih suka
menerimanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan Zubair ini menimbulkan implikasi
yang berbeda, yakni pertama, dengan mengambil uang itu sebagai pinjaman, ia
mempunyai hak untuk memanfaatkan, kedua, karena bentuknya pinjaman, ia
berkewajiban untuk mengembalikannya secara utuh. Dalam riwayat yang lain
disebutkan, ibnu Abbas r.a. juga pernah melakukan pengiriman uang ke Kuffah dan
Abdullah bin Zubair melakukan pengiriman uang dari makkah ke adiknya Mis'ab bin
Zubair r.a. yang tinggal di Irak.
Pengunaan cek juga di kenal luas sejalan
dengan meningkatnya perdagangan antara negeri Syam dengan Yaman, yang paling
tidak berlangsung dua kali dalam setahun. Bahkan pada masa pemerintahannya,
Khalifah Umar bin al- Khatab r.a. menggunakan cek untuk membayar kepada mereka
yang berhak. Dengan menggunakan cek ini, mereka mengambil gandum di baitul
mal yang ketika itu diimpor dari Mesir. Disamping itu, pemberian modal
untuk modal kerja berbasis bagi hasil, seperti mudharabah, muzara'ah, musaqoh,
telah dikenal sejak awal di antara kaum muhajirin dan kaum anshor.
Dan Rasulullah saw pun mejalankan
praktisi itu sebelumnya, yaitu ketika ia bertindak sebagai mudharib (pengelola
investasi) untuk Khadijah. Dan Khalifah Umar bin Khatab menginvestasikan uang
anak yatim kepada para saudagar yang berdagang di jalur perdagangan antara
Madinah dan Irak. Kemitraan bisnis berdasarkan system bagi hasil sederhana
semacam ini terus dipraktekan selama berabad-abad tanpa perlu perubahan bentuk
sama sekali. Dengan demikian, jelas bahwa terdapat individu-individu yang telah
melaksakan fungsi perbankan di zaman Rasulullah saw, meskipun individu tersebut
tidak melaksanakan seluruh fungsi perbankan. Ada sahabat yang melaksanakan
fungsi menerima titipan harta, ada sahabat yang melaksanakan fungsi pinjam
meminjam uang, ada yang melaksanakan fungsi pinjam-meminjam, ada yang
melaksankan fungsi pengiriman uang, dan ada pula yang memberikan modal kerja.
b. perkembangan
perbankan di luar indonesia
Di dalam menguraiakan tentang sejarah
perkembangan bank syariah di bawah ini akan diperhatiakan dari perkembangan
teoritis, kelembagaan dan hukum positif mengenai perbankan syarah. Namun
mengingat perbankan syariah bukan merupakan fenomena kas indonesia serta
perkembangannya tidak mungkin terjadi tampa pengaruh dunia luar, maka akan di
uraiakan terlebih dahulu mengenai perkembangan perbankan syariah secara umum di
luar indonesia dan secara internasional.
Berdasarkan sumber dari bank indonesia,
pengembangan perbankan syariah secara internasional di mulai pada tahun 1890,
yaitu kekeberadaan the badarclays bank yang membuka cabang di kairo mesir dan
pertama kali mendapat kritik tentang bunga bank. Pada tahun 1900-1930 mulai
tersebar adanya pemahamam bahwa bunga bank adalah riba. Pada tahun 1930-1950,
pertama kalinya ekonomi islam memberikan alternatif aktivitas partnership yang
sesuai dengan syariah.
Konsep teoritis mengenai bank syariah
muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan
syariah yang di tandai dengan banyaknya pemikiran-pemikiran muslim yang
menulis tentang keberadaan bank syariah, misalnya; Anwar Qureshi (1946), Naeim
Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Uraiakan yang lebih terperinci
mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan islam ditulis oleh ulama besar
pakistan, yakni Abul A’la AL-mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah
(1944-1962). Dalam perkembangan sejarah pada awal abad ke-2- merupakan masa
kebangkitan dunia islam dari “ketertidurannya” di tengah pergolakan dunia.
Kondissi ini membawa kepada kesadaran baru untuk menerap prinsip dan
nilai-nilai syariah dalam kehidupan nyata. Salah satu upayanya adalah dalam
penerapan lembaga keuangan syariah yang didsarkan atas prinsip islam.
Perintisan penerapan prinsip profit and lost sharing, sebagai inti bisnis
lembaga keuangan syariah, tercatat telah ada sejak tahun 1940-an, yaitu upaya
mengelola dana jemaah haji secara nonkonvesional dipakistan dan malayasia.
Dalanjutkan pada tahun 1950, ekonomi islam mulai menawarkan teori perbankan dan
keuangan pengganti sistem buang berdasarkan konsep two-tier mudharabah.
Secara kelembagaan yang merupakan bank
islam pertama adalah Islamic ruyal bank yang didirikan di daerah myt gham oleh
Dr. Ahmed El najar yang permadalannya dibantu oleh raja faisal pada tahun 1963
hingga 1967 di kairo, mesir, walau pada akhirnya operasionalnya di ambil alih
oleh National bakn of egypt dan central bankof egypt. Myt ghamr bank di anggap
berhasil memadukan manajemen perbankan jerman dengna prinsip muamalah islam
dengan menterjemahkannya dalam produk-produk bank yang sesuai untuk daerah
pedesaan yang sebagian besar oreintasinya adalah industri pertanian. Namun
karena persoalan politik, pada tahun 1971 di mesir berhasil didirikan kembali
bank islam dengan nama besar nasser social bank, hanya tujuannya lebih bersifat
social daripada komersil.
Untuk pertama kalinya, pembentukan bank
syari’ah didirikan di mesir pada tahun 1963 dengan nama Bank Syari’ah
Myt-Ghamr, yang permodalannya dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Pendirian Bank Syari’ah Myt-Ghamr dipelopori oleh Ikhwanul Muslim, tetapi tidak
berlangsung lama karena segera dibubarkan oleh Gamal Abdul Nashr. namun
demikian, eksperimen pendirian Bank Bank Syari’ah Myt-Ghamr (1963-1967)
ini telah mampu merangsang pemikiran tentang kemungkinan didirikannya lembaga
islam yang bergerak dibidang keuangan dan investasi dengan keuntungan yang
layak.
Secara kolektif gagasan berdirinya
berdirinya bank syariah di tingkat internasional muncul dalam koferensi
negara-negara islam sedunia di kuala lumpur, malaysia, bulan april 1969, yang
diikuti oleh 19 negara-negara peserta. Konferensi tersebut menghasilkan
beberapa hal yaitu:
1.
Tiap keuntungan haruslah tunduk pada
hukum untung dan rugi, jika tidak ia termasuk riba dan riba sedikit atau banyak
haram hukumnya.
2.
Diusulkan supaya dibentuk bank syariah
yang bersih dari sistim riba dalam waktu yang secepat mungkin.
3.
Sementara waktu menunggu berdirinya bank
syariah, bank-bank yang menerapkan bunga dibolehkan beroperasi, namun jika
benar-benar dalam keadaan darurat
Pada tahun 1970, mulai bermunculan bank
dan lembaga keuangan syariah lainnya di beberapa negara muslim serta aktivitas
keilmuan dan institusi-institusi, srategi seperti konferensi ekonomi
islam. Pada bulan desember 1970, di karaci, pakistan, diawali dengan sidang
menteri luar negeri negara-negara organisasi konferensi islam (OKI) ketika
mesir melalui tahapan-tahapan tertentu dan persetujuan negara-negara OKI pada
tahun 1975 berdirilah islamic development the bank (IDB) yang beranggotakan
negara islam 22 negara islam pendiri. IDB berperan penting dalam mememnuhi
kebutuhan negara-negara islam untuk pembangunan dan secara aktif memberikan
pinjaman bebas bunga berdasarkan partisipasi modal negara tersebut. IDB juga
berperan penting dalam memotivasi negara lain untuk mendirikan keuangan syariah
pada 1970-an dan awal dekade 1980-an, lembaga keuangan syariah bermunculan di
mesir, sudan, negara-negara teluk-gulf states: negara-negara arab, pakistan,
iran, malaysia, dan turki.
Perbankan syariah telah merambah dan di
terima bukan saja di negara-negara muslim tetapi juga di negara-negara
non-muslim. Negara-negara yang sebagiannya penduduk non muslim telah pula
mengembangka perbankan syariah. Kesempan perkembangannya pun ternyata cukuo
besar. Ketika diadakan islamic banking confenrese. Di toronto, kanada,
pada tanggal 25 mei 1995, dont balankarn, mantan ketua pesiar komite on banks
and banking mengemukakan: “there is a huge opportunity for islamic bangking and
finance in canada”.
Perbankan syariah di indonesia memprentasiakan
dengan berdirinya bank muamalat indonesia yang mulai di beroperasi pada
tangga 1 mei 1992. Pengaperasian bank tersebut berdasar pada
undang-undang no. 7 pada tahun 1992. Indonesin memasuki era dual bangking
sistem dengan dimungkinkannya suatu bank beroperasi dengan prinsip bagi hasil
berdasarkan pasal 13 ayat (c) undang-undang no. 7 tahun 1992 tentang perbankan
yang menyatakan bahwa salah satu bank perkreditan rakyat (BPR) menyediakan
pembiayaan bagi nasabah berdasrkan prinsip bagi hasil sesuai deang ketentuan
yang ditetapkan dalam pasal 6 peraturan pemerintah no. 27 1992 tentang bank
bedasarkan prinsip bagi hasil (selanjutnya ditulis pp no. 72 1992). Dan
dundangkan pada tanggal 30 oktober 1992 dalam lembaran negara RI no. 119 tahun
1992.[13]
G. Dasar yuridis
perbankan syariah di indonesia
Di
dalam mengoperasionalkan bank syariah, dasar hukum pertama adalah Al Quran dan
Hadis. Beberapa ayat di dalam Al Quran sebagai dasar operasional bank syariah,
antara lain
1.
Al Baqarah : 275, yang artinya:
“orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila”
2.
Al Imran : 130, yang artinya: “Hai,
orang yang beriman janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
3.
An Nisa’ : 29, yang artinya : “Hai,
orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang bhatil”.
Selain
beberapa ayat Al Quran di atas maka berdasarkan hukum positif, landasan dalam
mengoperasionalkan bank syariah adalah undang-undang nomor 21 tahun 2008
tentang perbankan syariah (sebelum lahinya undang-undang ini, landasan
operasional bank syariah adalah UU no 10 tahun1998 tentang perubahan atas UU no
7 tahun 1992 tentang perbankan dimana sebatas diakomodirnya prinsip syariah
dalam operasional bank, yakni dalam pasal 1 ayat (3) jo. Pasal 1 butir (13).
Peraturan
pemerintah nomor 72 tahun1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil,
didalamnya antara lain mengatur ketentuan tentantg proses pendirian bank umum
nirbunga. Berdasrka pasl 28 dan 29 surat keputusan direksi bank indonesia
nomor 32/34/KEP/DIR tanggal 12 mei 1999 tentang bank berdasarkan prinsip
bagi hasil, mengatur tentang beberapa kegiatan usaha yang dapat dilakukan banka
syariah. Peraturan lainnya yang khusus mengatur tentang akad dalam kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah adalah peraturan bank indonesia nomor
7/46/PBI/2005 tentang akad perhimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang
melaksanakan kegiatan uasaha berdasarkan prinsip sayriah sebagaimana tekah
diubah dengan peraturan bank indonesia nomor 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan
prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa bank syariah.
Dasar
hukum lainnya yang dpat digunakan dalam pembuatan ataupun peklaksanaan akad
dengan prinsip murabahahdidasrlan pada pasal 1338 ayat 1 dan 3 buku III
KUHperdata.
Peraturan
lain yang memberikan dasar bagi beroperasionalnnya perbankan syariah khussnya
dalam hal mempertahankan hak dari para pihak yang dalam ilmu hukum dukenal
sebagai hukum formalnya adalah undang-undang nomor 30 tahun 1999 tentang
alternatif penyelesaia sengketa di luar pengadilan dan undang-undang nomor 30
tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 7 tahun 1989
tentang peradilan agama yang digunakan dalam penyelesaian sengketa para pihak
melalui peradilan atau jalur literasi. Di dalam undang-undang tersebut terdapat
pengertian ekonomi syariah dan adanya kompetensi absolutpengadilan agama dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Dalam
perkembangan aktivitas keuangan modern bank islam (syariah) mengalami empat
tahapan, yaitu tahap percobaan secara lokal, tahap antar bangsa, tahap
penyebaran dan tahap masa kini, (Aries Muftie, 2003). Tahap percobaan dimulai
pada tahun 1940 di Malaysia, dan pada tahun 1950 di kawasan pedalaman pakistan.
Namun kedua percobaan ini mengalami kegagalan, kemudian pada tahun 1963,
Mit ghamr local safings bank di lebah sungai nil, cukup berhasil. Namun karena
situasi politik pada saat itu, mit ghamr local safings bank di bubarkan
(sudin Haroon, 1996:8). Tahap kedua atau tahap antar bangsa mulai pada
bulan Agustus 1974 pada saat draf persetujuan islamic development bank
disetujui oleh menteri-menteri keuangan negara islam. Tahap ketiga atau
tahap penyebaran di mulai pada tahun 1975 dengan didirikannya bank islam Dubai,
lalu di susul dengan JAAME di juhanessburg, afrika selatan pada tahun 1976,
kemudian bank faesal pada tahun 1977. Tahap keempat atau tahap masa kini di
mulai dari revolusi iran pada tahun 1979, yang kemudian berusahan untuk
mengsyariahkan ekonominya secara keseluruhan. Pada tahun 1983, kemudian di susul
oleh pakistan dimana presiden zia ulhaq pada tanggal 10 januari 1979 berjanji
akan menghapuskan riba dari sistem perekonomiannya dalam waktu 3 tahun (akhmad
z.,1986: 8).
Sejak
pembayaran dan penerimaan bunga dalam islam di larang, maka lembaga-lembaga keuangan
islam (bank dan lembaga-lembaga keuangan non bank ) mendorong atau mengaktifkan
pendapatan melalui jasa pelayanan bagi hasil dengan partisipasi modal,
perdagangan komoditi, membangun dan mengelolah industri, dan bisnis hasil
pertanian, leasing dan transaksi-transaksi lainya yang mengakibatkan resiko dan
keuntungan tampa melanggar prinsip-prinsip islam (rodney wilson, 1990:33).
Sistem
keuangan yang penting adalah menghilangkan tingkat bunga. Persyaratan utama
yang harus di penuhi untuk mengganti sistem bunga ke sistem islami adalah
mekanisme pengalokasian keuangan dalam aktivitas ekonomi yang riil (akhmad z.,
1986:8). Munculnya institusi yang bebas bunga terutama di negara-negara muslim
telah melahirkan dimensi baru model ekonomi. Secara umum perbankan syariah
merupakan lembaga intermediary keuangan operasinya sesuai dengan ajaran islam.
(sudin haroon, 1996: 88). Praktek ekonomi bebas bunga telah di praktekan sejak
islam lahir. Sistem tidak berpihak pada paham kapitalis mapun komunisme, akan
tetapi sistem ini (islam). Terbaik di antara keduanya. Masyarakat mengumpulkan
kekayaan itu tidak terpusat pada satu tangan, tidak ada penimbunan dan tidak
ada pengambilan keuntungan secara berlebihan (Muhammad muslehudin, 2000:29).
Bank
tanpa bunga akan menyediakan fasilitas pembiayaan dan melaksanakan semua
fungsi bank komersial. Adanya koperasi perdagangan dan perusahaan akan dapat
mengawasi kemajuan kerja dan dibawah kontrol aparat bank, maka kemungkinan rugi
dapat kurangi. Prinsip bagi hasil akan mendorong infestor untuk menanam uang
mereka di bank. Konsi dalam bank ini akan menanggung untung dan rugi bersma
,yang berbeda dengan sistem perbankan modern dimana kerugian hanya
akan di tangggung oleh peminjam,sedangkan pemberi pinjaman di bebaskan dari segala
kerugian (sudin haroon, 1996:88).
Bank
tidak membebankan melainkan mengajak untuk berpatisipasi dalam bidang usaha
yang di danai.para deposan sama- sama mendapatkan keuntungan dengan bank sesuai
dengan rasio yang telah di tetapkan sebelumnya. Dengan demikian, ada kemintraan
antara bank islam dan deposan di satu pihak dan para nasaba enfektasi di pihak
lain (mervynk. Lewis dan latifah m.al-goud, 2001:1). Dengan prinsip tidak ada
pembagian keuntungan tanpa keuntungan resiko dan prinsip ini sebagai alasan
pembenar dalam kerja sama ekonomi dan konstribusi ekonomi (fuad al-omar dan
muhammad abdul haq).
Dalam
hubungannya dengan pengeluaran, islam memerintahkan kepada pengikutnya untuk
mendatangkan kekayaan, tapi tidak untuk pemborosan dan aktivitas yang berhungan
denagn kesengan semata. Dalam hubungannya dengan pelanggan bank islam (syariah)
diharapkan untuk menetapkan transaksi supaya mendapatkan manfaat antara
keduanya (bank dan nasaba) dan menegakkkan keadilan.
Keadialan
empat bentuk:
1.
keadilan dalam membuat
keputusan-keputusan. “....keputusan apabila kamu hendak menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan secara adil....” (An-Nisa: 5).
2.
keadilan dalam perkataan, “....apabila
kamu berkata mak hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabatmu....” (Al-An’am:152).
3.
keadilan dalam mencari keselamatan
“....takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat
menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak di terima suatu tebusan dari
padanya dan tidak memberi manfaat sesuatu syafaat kepadanya dan tidak pula
mereka akan di tolong” (Al-Baqarah:123).
4.
keadilan dalam pengertian tidak
mempersekukan Allah (majid kadduri, 1999:10-11), “..... namun orang- orang yang
kafir mepersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka” (Al-An’am:1).
Dalam
rangka merealisasikan nilai-nilai keadilan (m.amis rais,1989:16) maka perbankan
islam beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.
semua transaksi tidak di dasarkan kepada
praktek riba. Pembicaraan tentang riba tidak dapat di lepaskan dari konsep
tentang uang, khususnya riba di kaitkan dengan lembaga keuangan. Berbedaan
sistem ekonomi lahir dari perbedaan pandangan tentang uang. Dlam teori ekonomi
konfesional, uang di pandang sebagai sesuatu yang berharga , tidak saja sebagai
alat tukar tetapi juga merupakan komoditi yang di perjaul belikan. Ekonomi
konfesional menganut prinsip money deman for speculation. Motif ini di dasarkan
pada alasan adanya tingkat bunga. Konsep bunga dalam ekonnomi konfesional lahir
dari konsep time value of money yang memandang uang dapat bertambah dan
berkurang dalam jangka waktu tertentu (naska akademik RUU perbankan syariah,
2002:53).
2.
Prinsip transaksi usaha di dasarkan
kepada kemitraan (syirkah) dengan berbagi keuntungan dan kerugian (profit and
loss sharing) dengan adanya larangan riba dan aktivitas ekonomi para yuris
islam bersepakat bahwa transaksi yang perlu dijadikan dasar dalam perbankan
syariah adalah prinsip bagi hasil dan rugi (profit and loss sharing)
(M.najattullah siddiqie,1997:2). Prinsip profit and loss sharing (PLS) ini
menjadikan para pihak menerima dan menanggung resiko secara bersama-sama
terhadap infetasi usaha yang di lakukan (naska akademik RUU perbankan
,2002:53).
3.
Prinsip usaha dan perdagangan yang halal
dan thayyib (baik) prinsip halal ini wajib dijalankan oleh perbankan
syariah, baik berkaitan denagn jenis yang akan dijalankan, seperti jual beli,
sewa menyewa, dan atau pemberian jasa maupun yang berkaitan dengan obyek
transaksi pembiayaannya (naska akademik RUU perbankan syariah, 2002:53).
4.
Prinsip persesuain kehendak timbal
balik. Prinsip ini merupakan landasan hukum yang menjamin agar dalam tansaksi
perbankan syariah tidak terjadi pemaksaan kehendak secara sepihak (naskah
akademik RUU perbankan syariah, 2002:53). Prinsip-prinsip ini meliputi:
a.
Asas ridhaiyyah (rela sama rela), yaitu
bahwa transaksi ekonomi dalam bentuk apapun yang di lakukan perbankan dengan
pihak lain, terutama harus di dasarkan atas prinsip rela sama rela, buka suka
sama suka yang bersifat hakiki.
b.
Asas manfaat, maksudnya akad yang di
lakukan oleh bank berkenaan dengan hal-hal (obyek) yang bermanfaat bagi kedua
belapihak. Oleh karena itu, islam mengharamkan akad yang berkaitan dengan
hal-hal yang bersifat mudharat/mafsadat, seperti jual beli benda-benda yang di
haramkan dan atau benda-benda yang tidak bermanfaat apalagi yang
membahyakan.
c.
Asas keadilan, yaitu kedua bela pihak
yang melakukan transaksi ekonomi (bank dan nasaba) harus berlaku dan di
perlakukan secara adila dalamkonteks kemitraan (Muhammad Amin suma,
2002:18-19).
H. Tinjauan kelembagaan
perbankan syariah di indonesia
Perbankan
syariah di indonesia dari segi kelembagaan dimulai dengan didirikannya bank
muamalah indonesia pada tahun 1991 , kemudian menyusul bank syariah
mandiri yang merupakan konversi dari bank susila bakti. Kedua bank tersebut
adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan syariah secara
murni.Bank sebagai sebuah lembaga keuangan merupakan badan hukum sehingga oleh
hukum di anggap sebagai pendukung hak dan kewajiban atau sebagai subjek
hukum.
Mengenai
keberadaan lembaga pengawas yang ada di perbankan syariah secara lebih detail
tugas dan kewenangannya dapat di uraikan sebagai berikut :
a. Dawan syariah
nasional
Dewan
syariah merupakan sebuah lembaga yang berperan dalam menjamin keislaman
kauangan syariah di seluruh dunia. Di indonesia, peran ini di jalankan oleh
dewan syariah nasional ( DSN ) yang dibentuk oleh majelis ulama indonesia (MUI)
pada tahun 1998 yang di kukuhkan oleh SK dewamn pimpinan MUI Nomor
kep-754/MUI/ II/ 1999 lanjut tanggal 10 februari 1999. berdasarkan surat
keputusan dewan pimpinan majelis ulama indonesia tentang susunan pengurus dewan
syriah nasional MUI No: kep- 98/MUI/III/2001 maka pengertian, kedudukan,
tugas dan wewenang DSN adalah:
Pengertian
DSN adalah dewan yang di bentuk oleh MUI yang bertugas menangani
masalah-masalah yang berhubungan dengan aktifitas lembaga keuangan syariah.
Keanggotaan
DSN, ditunjukan dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. Setelah jangka
waktu tersebut, yang bersangkutan dapat dipertimbangkan untuk di angkat kembali
selama-lamanya dua periode. DSN beranggotakan para ulama, praktisi dan para
pakar dalam bidang-bidang yang terkait dengan perekonomian dan muamalah syariah
serta memiliki ahlak karimah.
Adapun
fungsi dari dewan syariah nasional adalah:
a)
Mengawasi produk-produk lembaga keuangan
syariah agar sesuai dengan syariah;
b)
Meneliti dan memberi fatwa bagi
produk-produk ang dikembangkan lembaga keuangan syariah;
c)
Memberikan rekomendasi para ulama yang
akan ditugaskan sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah;
d) Memberi
teguran kepada lembaga keuangan syariah jika terjadi penyimpangan dari garis
panduan yang telah di tetapkan.
b. Dewan
pengawas syariah
Dalam
upaya memurnikan pelayanan institusi keuangan syariahagar benar-benar sejalan
dengan ketentuan syariah islam, keberadaan dewan pengawas syariah (DPS) mutlak
diperluka. Merujuk pada surat keputusan dewan syariah nasional Nomor 3 tahun
2000, bahwa dewan pengawas syariah adalah bagian dari lembaga keuangan syariah
yang bersangkutan, yang penepatannya atas persetujuan dewan syariah nasional
(DSN).
Dewan
pengawas syariah (DPS) adalah suatu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan
keputuasan DSN dilembaga keuangan syariah. DPS di angkat dan di berhentikn di
lembaga keuangan syariah melalui RUPS setelah mendapatkan rekomendasi dari DSN.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bank
adalah lembaga atau institusi yang melakukan tiga tugas pokok yaitu menerima
simpanan, Meminjamkan uang dan melakukan jasa pengiriman uang.
Pada masa Rasulullah SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu. Meskipun individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya. Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra., memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya.
Pada masa Rasulullah SAW ketiga bagian ini telah di praktekkan dalam kehidupan sehari-hari walaupun ketiga fungsi perbankan tersebut tidak dilakukan oleh satu institusi perbankan seperti lazimnya sekarang. Ketiga fungsi perbankan tersebut di lakukan oleh para individu-individu. Meskipun individu-individu tersebut tidak mempraktekkan seluruh fungsi perbankan. Rasulullah SAW yang mendapat gelar Al-amin, di percaya oleh masyarakat Mekah untuk menerima simpanan harta mereka. Dalam konsep ini penerima titipan tidak berhak untuk memanfaatkan hartanya. Kemudian salah seorang sahabat Rasulullah SAW bernama Zubair bin al-Awwam ra., memilih untuk menerima harta yang dititipkan kepadanya dalam bentuk pinjaman. Tindakan yang mengakibatkan akibat yang berbeda ketika menerima harta tersebut sebagai titipan amanah. Sebab dengan menerima harta yang dititipkan kepadanya maka ia wajib untuk mengembalikannya serta yang paling penting harta tititpan itu dapat dimanfaatkan olehnya.
DAFTAR PUSTAKA
fahmi,
Gus. 2007. Pajak menurut syariah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Musjtari, Dewi nurul. 2012. Penyelesaian
senketa dalam praktik perbankan syariah. Yogyakarta: Nuha medika.
Nuddin, Hirsa. 2008. Hukum perbankan
syariah di indonesia (Pembiayaan bisnis dengan prinsip kemitraaan).
Yogyakarta: Genta press,
Ham, il. 2011. Praktik Perbankan di Zaman Nabi dan Sahabat Kumpulan
Makalah,http://fileperbankansyariah.blogspot.co.id/2011/03/praktik-perbankan-di-zaman-nabi-dan.html
Diakses tanggal 21 februari 2018 pukul 12.30.
Risalah islam, Kamus islam. 2013. Pengertian Islam Menurut
Bahasa, Istilah, dan Al-Quran - Risalah Islam,http://www.risalahislam.com/2013/11/pengertian-islam-menurut-al-quran.html
Diakses tanggal 21 februari 2018 pukul 12. 32.
Firdaus, Royna.
2016. sejarah dan perkembangan
bank syariah di dunia internasional, http://bacaanmykuliah.blogspot.co.id//07/sejarah-dan-perkembangan-bank-syariah.html.
Diaksas tanggal 21 Februari 2018 pukul 12. 35.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya