Bahan dan Alat
yang Dibutuhkan dalam Pembuatan Kain Batik
A.
Belakang
Di Indonesia
terdapat banyak sekali macam batik seperti batik
tulis,batik cap,batik printing,dan lain-lain. Batik
juga memiliki motif yang beragam.Di Indonesia
disetiap daerah menciptakan berbagai motif
yang berbeda antar daerah,seperti motif batik Solo,motif
batik Yogyakarta (keraton),motif batik pekalongan,motif
batik Jawa Tengah,motif batik Jawa
Timur,dan lain-lain.
Proses pembuatan batik memerlukan
tahapan- tahapan yang tidak mudah,apalagi ketika
pembuatan batik
tulis.Dimulai dari bahan mori hingga proses ngelorod
perlu waktu yang lama dan tahapan-tahapan yang tidak mudah. Oleh karenanya,kami sebagai penulis tertarik untuk membahas
proses pembuatan batik dengan tujuan menambah
wawasan para pembaca mengenai batik yang juga
merupakan kebudayaan milik
indonesia.
Zaman sekarang batik sudah mulai berkembang tidak dipakai di keraton saja
atau dipakai oleh bangsawan saja.Namun rakyat
biasapun sudah tidak canggung lagi untuk
memakainya.Batik tidak
hanya dibuat untuk berbagai hiasan atau pernak-pernik
lainnya,seperti tas,topi,dompet,dan lain
sebagainya. Pabrik batik Danar Hadi Solo merupakan
salah satu yang sudah terkenal di Indonesia.Tidak
hanya di Solo juga buka di Jakarta.
B.
Asal Usul Batik
Batik adalah salah satu cara
pembuatan bahan pakaian.
Selain itu batik bisa mengacu pada dua hal. Yang
pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan
malam untuk mencegah pewarnaan sebagian
dari kain. Dalam literatur internasional, teknik
ini dikenal sebagai wax-resist dyeing. Pengertian
kedua adalah kain atau busana yang dibuat
dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif
tertentu yang memiliki kekhasan. Batik Indonesia,
sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta
pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh
UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan
untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces
of the Oral and Intangible Heritage of Humanity)
sejak 2 Oktober, 2009.
C.
Sejarah
Teknik Batik
Detail ukiran kain yang dikenakan Prajnaparamita, arca yang berasal dari
Jawa Timur abad ke-13.
Ukiran pola lingkaran dipenuhi kembang dan
sulur tanaman yang rumit ini mirip dengan pola batik
tradisional Jawa.
Seni pewarnaan kain dengan teknik
perintang pewarnaan
menggunakan malam adalah salah satu bentuk
seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa
teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM,
dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang
juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia,
teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa
Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang
semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik
seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria,
serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal.
Di Indonesia, batik dipercaya sudah
ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi
sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad
XIX. Batik yang dihasilkan
ialah semuanya batik tulis sampai awal
abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang
Dunia I atau sekitar tahun 1920-an.
Walaupun kata "batik"
berasal dari bahasa Jawa,
kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat.
G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik
ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka
pada abad ke-6 atau ke-7. [2]Di sisi lain, J.L.A.
Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog
Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah
asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera,
dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut
bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme
tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat
batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa
pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12
di Kediri, Jawa Timur. Dia
menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya
bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting,
sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan
di Jawa pada masa sekitar itu.[4] Detil ukiran
kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh
Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis
dari Jawa Timur abad ke-13. Detil pakaian menampilkan
pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan
kini. Hal ini menunjukkan
bahwa membuat pola batik yang rumit yang
hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal
di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Legenda dalam literatur Melayu abad
ke-17, Sulalatus Salatin menceritakan Laksamana
Hang Nadim yang diperintahkan oleh Sultan
Mahmud untuk berlayar ke India agar mendapatkan
140 lembar kain serasah dengan
pola 40 jenis bunga pada setiap lembarnya.
Karena tidak mampu memenuhi perintah itu,
dia membuat sendiri kain-kain itu. Namun sayangnya
kapalnya karam dalam perjalanan pulang dan
hanya mampu membawa empat lembar sehingga membuat
sang Sultan kecewa.[5] Oleh beberapa penafsir,who?
serasah itu ditafsirkan sebagai batik.
Dalam literatur Eropa, teknik batik
ini pertama kali diceritakan
dalam buku History of Java (London, 1817)
tulisan Sir Thomas Stamford Raffles. Ia pernah menjadi
Gubernur Inggris di Jawa semasa Napoleon menduduki
Belanda. Pada 1873 seorang saudagar Belanda
Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang
diperolehnya saat berkunjung ke Indonesia ke Museum
Etnik di Rotterdam dan pada awal abad ke-19
itulah batik mulai mencapai masa keemasannya.
Sewaktu dipamerkan di Exposition Universelle
di Paris pada tahun 1900, batik Indonesia memukau
publik dan seniman.
Semenjak industrialisasi dan
globalisasi, yang memperkenalkan
teknik otomatisasi, batik jenis baru muncul,
dikenal sebagai batik cap dan batik cetak, sementara
batik tradisional yang diproduksi dengan teknik
tulisan tangan menggunakan canting dan malam
disebut batik tulis. Pada saat yang sama imigran
dari Indonesia ke Persekutuan Malaya juga membawa
batik bersama mereka.
Batik adalah kerajinan yang
memiliki nilai seni tinggi
dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia
(khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau
menjadikan keterampilan
mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian,
sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik
adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai
ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan
masuknya laki-laki ke dalam bidang ini.
Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu
batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti
yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung",
dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan
membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya
merupakan tradisi yang
turun temurun, sehingga kadang kala suatu
motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu.
Beberapa motif batik dapat menunjukkan status
seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif
batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga keraton
Yogyakarta dan Surakarta.
Ragam corak dan warna Batik
dipengaruhi oleh berbagai
pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki
ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa
corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu.
Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh
luar, seperti para pedagang asing dan juga pada
akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti
merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga
memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik,
dan hasilnya adalah corak bebungaan yang
sebelumnya tidak dikenal
(seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung
atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna
kesukaan mereka seperti warna biru.
D.
Macam-macam
Batik di Indonesia
Sebagai warga Negara Indonesia kita
harus bisa berbangga hati. Karena di Indonesia
banyak sekali keanekaragaman suku, budaya, adat
istiadat, agama, dan
kesenian yang begitu beraneka ragam. Salah
satunya dalam bidang fashion. Di Indonesia terdapat
kain bermotif yang tidak dapat dikunjungi di negara
lain dan memiliki corak yang unik sekaligus menarik.
Kain tersebut biasa kita sebut dengan kain batik.
Corak dan motif batik Indonesia sendiri sangat banyak,
ada yang merupakan motif asli dari nenek moyang
bangsa kita dan ada juga yang merupakan
akulturasi dengan bangsa lain. Di bawah ini merupakan macam-macam batik yang terdapat di Indonesia :
Batik
Kraton
Batik Kraton awal mula dari semua
jenis batik yang berkembang
di Indonesia. Motifnya mengandung makna
filosofi hidup. Batik-batik ini dibuat oleh para putrid kraton dan juga pembatik-pembatik ahli
yang hidup di lingkungan
kraton. Pada dasarnya motifnya terlarang untuk
digunakan oleh orang “biasa” seperti motif Parang Barong, Parang Rusak termasuk Udan
Liris, dan beberapa motif
lainnya.
Batik
Sudagaran
Motif larangan dari kalangan
keraton merangsang seniman
dari kaum saudagar untuk menciptakan motif baru
yang sesuai selera masyarakat saudagar. Mereka juga
mengubah motif larangan sehingga motif tersebut dapat
dipakai masyarakat umum. Desain batik Sudagaran umumnya
terkesan “berani” dalam pemilihan bentuk, stilisasi
atas benda-benda alam atau satwa, maupun kombinasi
warna yang didominasi warna soga dan biru tua.
Batik Sudagaran menyajikan kualitas dalam proses pengerjaan
serta kerumitan dalam menyajikan ragam hias yang
baru. Pencipta batik Sudagaran mengubah batik keraton
dengan isen-isen yang rumit dan mengisinya dengan
cecek (bintik) sehingga tercipta batik yang amat indah.
Batik
Petani
Batik yang dibuat sebagai selingan
kegiatan ibu rumah tangga di
rumah di kala tidak pergi ke sawah atau saat
waktu senggang. Biasanya batik ini kasar dan kagok serta tidak halus. Motifnya turun
temurun sesuai daerah masing-masing
dan batik ini dikerjakan secara tidak profesional
karena hanya sebagai sambilan. Untuk pewarnaan
pun diikutkan ke saudagar.
Batik
Belanda
Warga keturunan Belanda banyak yang
tertarik dengan batik Indonesia. Mereka membuat
motif sendiri yang disukai
bangsa Eropa. Motifnya berupa bunga-bunga Eropa, seperti tulip dan motif
tokoh-tokoh cerita dongeng
terkenal di sana.
Batik
Jawa Hokokai
Pada masa penjajahan Jepang di
pesisir Utara Jawa lahir ragam
batik tulis yang disebut batik Hokokai. Motif
dominan adalah bunga seperti bunga sakura dan
krisan. Hampir semua batik Jawa Hokokai memakai
latar belakang (isen-isen) yang sangat detail
seperti motif parang dan
kawung di bagian tengah dan tepiannya masih
diisi lagi, misalnya motif bunga padi.
Marilah kita jaga semua kekayaan
yang ada di negeri kita.
Jangan sampai timbul lagi masalah yang sama
seperti masalah Malaysia menghakpatenkan kekayan
bangsa kita untuk negaranya. Mari kita lestarikan
semua kekayaan di negeri kita.
E.
Proses
Pembuatan Batik di Danar Hadi Solo
Dari dulu hingga sekarang, proses
pembuatan batik tidak
banyak mengalami perubahan. Kegiatan membatik
merupakan salah satu kegiatan tradisional yang
terus dipertahankan agar tetap konsisten seperti
bagaimana asalnya. Walaupun motif dan corak
batik di masa kini sudah beraneka ragam, proses
pembuatan batik pada dasarnya masih sama. Berikut
ini adalah uraian lebih detailnya:
A.
Perlengkapan Membatik
Perlengkapan membatik tidak banyak mengalami perubahan. Dilihat dari
peralatan dan cara
mengerjakannya, membatik dapat digolongkan
sebagai suatu kerja yang bersifat tradisional.
1.
Gawangan
Gawangan adalah perkakas untuk menyangkutkan dan membentangkan mori
sewaktu dibatik. Gawangan terbuat dari kayu atau bambu. Gawangan harus dibuat sedemikian rupa hingga kuat, ringan, dan mudah dipindah-pindah.
2.
Bandul
Bandul dibuat dari timah, kayu,
atau batu yang dimasukkan
ke dalam kantong. Fungsi pokok
bandul adalah untuk menahan agar mori
yang baru dibatik tidak mudah tergeser saat
tertiup angin atau tertarik oleh si pembatik
secara tidak sengaja.
3.
Wajan
Wajan adalah perkakas utuk
mencairkan malam. Wajan
dibuat dari logam baja atau tanah
liat. Wajan sebaiknya bertangkai supaya
mudah diangkat dan diturunkan dari perapian
tanpa menggunakan alat lain.
4.
Kompor
Kompor adalah alat untuk membuat
api. Kompor yang biasa digunakan adalah kompor berbahan bakar minyak. Namun terkadang kompor ini bisa diganti dengan kompor gas kecil, anglo yang menggunakan arang, dan lain-lain. Kompor ini
berfungsi sebagai perapian
dan pemanas bahan-bahan yang
digunakan untuk membatik.
5.
Taplak
Taplak adalah kain untuk menutup
paha si pembatik agar tidak terkena tetesan
malam panas sewaktu canting ditiup atau waktu membatik.
6.
Saringan Malam
Saringan adalah alat untuk
menyaring malam panas yang
memiliki banyak kotoran. Jika
malam tidak disaring, kotoran dapat mengganggu
aliran malam pada ujung canting.
Sedangkan bila malam disaring, kotoran
dapat dibuang sehingga tidak mengganggu
jalannya malam pada ujung canting
sewaktu digunakan untuk membatik.
Ada bermacam-macam bentuk saringan, semakin halus semakin baik karena
kotoran akan semakin banyak tertinggal. Dengan demikian, malam panas akan semakin
bersih dari kotoran saat digunakan untuk
membatik.
7.
Canting
Canting adalah alat yang dipakai
untuk memindahkan atau mengambil cairan, terbuat dari tembaga dan bambu sebagai pegangannya. Canting ini dipakai untuk menuliskan pola batik dengan cairan
malam. Saat ini, canting perlahan menggunakan bahan teflon.
8.
Mori
Mori adalah bahan baku batik yang terbuat dari katun. Kualitas mori
bermacam-macam dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan.
Mori yang dibutuhkan disesuaikan dengan panjang pendeknya kain yang diinginkan.
Tidak ada ukuran pasti dari panjang
kain mori karena biasanya kain tersebut
diukur secara tradisional. Ukuran tradisional tersebut dinamakan kacu. Kacu adalah
sapu tangan, biasanya berbentuk bujur
sangkar.
Jadi, yang disebut sekacu adalah
ukuran persegi mori, diambil dari ukuran lebar
mori tersebut. Oleh karena itu, panjang
sekacu dari suatu jenis mori akan berbeda
dengan panjang sekacu dari mori jenis lain.
Namun di masa kini, ukuran tersebut jarang digunakan. Orang lebih mudah menggunakan ukuran meter persegi untuk menentukan panjang dan lebar kain mori. Ukuran ini sudah berlaku secara nasional
dan akhirnya memudahkan konsumen saat membeli kain batik. Cara ini dapat mengurangi kesalahpahaman dan digunakan untuk menyamakan persepsi di dalam system perdagangan.
9.
Malam (Lilin)
Malam (lilin) adalah bahan yang dipergunakan untuk membatik. Sebenarnya
malam tidak habis (hilang) karena pada akhirnya malam akan diambil kembali pada proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan menjadi kain.
Malam yang dipergunakan untuk membatik berbeda dengan malam (lilin) biasa.
Malam untuk membatik bersifat cepat diserap
kain, tetapi dapat dengan mudah lepas ketika proses pelorodan.
10.
Dhingklik (Tempat Duduk)
Dhingklik (tempat duduk) adalah
tempat untuk duduk pembatik. Biasanya terbuat
dari bambu, kayu, plastik, atau besi. Saat
ini, tempat duduk dapat dengan mudah dibeli
di toko-toko.
11.
Pewarna Alami
Pewarna alami adalah pewarna yang digunakan untuk membatik. Pada beberapa tempat pembatikan, pewarna alami ini
masih dipertahankan, terutama kalau mereka
ingin mendapatkan warna-warna yang khas, yang tidak dapat diperoleh dari warna-warna buatan. Segala sesuatu yang alami memang istimewa, dan teknologi yang canggih pun tidak bisa menyamai sesuatu yang alami.
Itulah jenis perlengkapan membatik
yang harus ada. Proses membatik memerlukan waktu yang cukup lama, terlebih kalau
kain yang dibatik sangat luas dan coraknya
cukup rumit.
F.
Proses
Membatik
` Di masa kini, pengusaha
batik juga menyediakan
pendidikan batik kilat pada anak-anak sekolah dan masyarakat umum. Yang diajarkan adalah tata cara membatik
dengan benar, dan biasanya menggunakan kain
selebar saputangan sebagai percobaan. Dengan demikian, proses membatik itu dapat
dikerjakan hanya dalam
beberapa jam dan biaya yang diperlukan
pun sangat kecil. Tradisi ini sangat bagus
untuk memperkenalkan proses membatik kepada
masyarakat, terutama generasi muda.
Berikut ini adalah proses membatik
yang berurutan dari awal hingga akhir. Penamaan atau penyebutan cara kerja di tiap
daerah pembatikan bisa berbeda-beda, tetapi
inti yang dikerjakannya
adalah sama.
1.
Ngemplong
Ngemplong merupakan tahap paling awal atau pendahuluan, diawali dengan
mencuci kain mori. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kanji. Kemudian
dilanjutkan dengan
pengeloyoran, yaitu memasukkan kain
mori ke minyak jarak atau minyak kacang
yang sudah ada di dalam abu merang.
Kain mori dimasukkan ke dalam minyak
jarak agar kain menjadi lemas, sehingga
daya serap terhadap zat warna lebih
tinggi.
Setelah melalui proses di atas,
kain diberi kanji dan dijemur. Selanjutnya, dilakukan proses pengemplongan, yaitu kain mori dipalu untuk menghaluskan lapisan kain agar mudah dibatik.
2.
Nyorek atau Memola
Nyorek atau memola adalah proses menjiplak atau membuat pola di atas kain mori dengan cara meniru pola motif yang sudah ada, atau biasa disebut dengan ngeblat. Pola biasanya dibuat di atas
kertas roti terlebih dahulu, baru dijiplak
sesuai pola di atas kain
mori. Tahapan ini dapat dilakukan secara
langsung di atas kain atau menjiplaknya
dengan menggunakan pensil atau
canting. Namun agar proses pewarnaan bisa
berhasil dengan baik, tidak pecah, dan sempurna,
maka proses batikannya perlu diulang
pada sisi kain di baliknya. Proses ini disebut
ganggang.
3.
Mbathik
Mbathik merupakan tahap berikutnya, dengan cara menorehkan malam batik ke kain mori, dimulai dari nglowong (menggambar garis-garis di luar pola)
dan isen-isen (mengisi pola dengan berbagai macam bentuk). Di dalam proses isen-isen
terdapat istilah nyecek, yaitu membuat isian dalam pola yang sudah dibuat dengan cara memberi titik-titik (nitik). Ada pula
istilah nruntum, yang hampir sama dengan
isen-isen, tetapi lebih rumit.
4.
Nembok
Nembok adalah proses menutupi
bagian-bagian yang tidak boleh terkena warna dasar, dalam hal ini warna biru, dengan menggunakan malam. Bagian tersebut ditutup dengan lapisan malam yang tebal seolah-olah merupakan tembok penahan.
5.
Medel
Medel adalah proses pencelupan kain yang sudah dibatik ke cairan warna secara berulang-ulang sehingga mendapatkan
warna yang diinginkan.
6.
Ngerok dan Mbirah
Pada proses ini, malam pada kain
dikerok secara hati-hati dengan menggunakan lempengan logam, kemudian kain dibilas dengan air bersih. Setelah itu, kain
diangin-anginkan.
7.
Mbironi
Mbironi adalah menutupi warna biru
dan isen-isen pola yang berupa cecek atau
titik dengan menggunakan malam. Selain itu,
ada juga proses ngrining, yaitu proses
mengisi bagian yang belum diwarnai dengan motif tertentu. Biasanya, ngrining dilakukan
setelah proses pewarnaan dilakukan.
8.
Menyoga
Menyoga berasal dari kata soga,
yaitu sejenis kayu yang digunakan untuk
mendapatkan warna cokelat. Adapun caranya adalah dengan mencelupkan kain ke dalam campuran warna cokelat tersebut.
9.
Nglorod
Nglorod merupakan tahapan akhir
dalam proses pembuatan sehelai kain batik
tulis maupun batik cap yang menggunakan perintang warna (malam). Dalam tahap
ini, pembatik melepaskan seluruh malam
(lilin) dengan cara memasukkan kain yang sudah cukup tua warnanya ke dalam air
mendidih. Setelah
diangkat, kain dibilas dengan air bersih
dan kemudian diangin-arginkan hingga kering.
Proses membuat batik memang cukup
lama. Proses awal hingga proses akhir bisa
melibatkan beberapa orang, dan penyelesaian
suatu tahapan proses juga memakan
waktu. Oleh karena itu, sangatlah wajar
jika kain batik tulis berharga cukup tinggi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian yang langsung
dilaksanakan di lapangan
menghasilkan berbagai kesimpulan sebagai berikut:
Batik merupakan kebudayaan milik
indonesia yang harus
dilestarikan dan kita selaku generasi penerus harus bangga dengan macam-macam batik yang
ada. Di Indonesia berbagai macam jenis dan
motifbatik.Disetiap daerah memiliki motif yang berbeda.
Proses pengolahan batik memerlukan
tahapan yang panjang dan
ketelitian yang cukup sehingga menghasilkan
motif batik yang sempurna. Berbagai
macam batik mulai banyak zaman sekarang seperti
batik tulis,batik cap,batik printing,dan lain-lain.
Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah
kami buat,maka beberapa saran penulis
diajukan sebagai berikut.
a.
Batik sangatlah penting bagi indonesia
karena batik merupakan ciri khas bangsa
indonesia dan merupakan
budaya,identitas yang tidak bias dilepaskan
dari bangsa indonesia.
b.
Mengingat bahwa batik telah diklaim oleh
Negara lain,maka kita dianjurkan bahkan
diwajibkan menjaga
kebudayaan batik yang kita miliki.
c.
Mengingat indonesia khususnya yogyakarta
dan sekitarnya sangat identik dengan batik
ada baiknya jika kebudayaan batik Indonesia dilestarikan oleh rakyat indonesia itu
sendiri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya