Mendeskripsikan Perilaku Manusia
melalui Dialog Naskah Drama
Tokoh
adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa
itu menjalin cerita. Cara penulis menampilkan tokoh disebut
penokohan/perwatakan. Perwatakan adalah penggambaran watak para pelaku melalui
usia, latar belakang social, moral, suasana kejiawaan, agama yang dianut,
aliran politik, ideology, gerak dan tingkah laku, cara berpakaian, jalan
pikiran, atay ketika tokoh itu berhubungan dengan tokoh lain. Watak tokoh ada
beberapa jenis, antara lain sebagai berikut.
1. Berdasarkan
peranan dan keterlibatannya dalam cerita
a. Tokoh
primer (utama) adalah tokoh yang selalu hadir dalam setiap peristiwa dan
dipaparkan dalam cerita serta penentu tema cerita.
b. Tokoh
sekunder (bawahan) adalah tokoh yang mendukung tokoh utama.
c. Tokoh
komplementer (tambahan) adalah tokoh figuran yang membantu tokoh utama, tetapi
tidak begitu aktif.
2.
Berdasarkan perkembangan kepribadian tokoh
a. Pelaku
dinamis yaitu tokoh yang sifatnya senantiasa berubah.
b. Pelaku
statis yaitu tokoh yang sifatnya tetap.
3.
Berdasarkan masalah yang dihadapi
a. Simpel
karakter yaitu tokoh yang megalami masalah tidak sampai merubah jalan hidup.
b. Kompleks
karakter yaitu tokoh yang mengalami masalah yang sifatnya bermacam-macam
sehingga sampai mengubah jalan hidupnya.
4.
Berdasarkan watak yang dimiliki
a. Tokoh
protaginis adalah tokoh yang mendukung cerita (memiliki perwatakan baik).
b. Tokoh
antagonis adalah tokoh yang menentang cerita (memiliki perwatakan buruk)
Watak
tokoh dapat digambarkan melalui tiga sifat yaitu psikis, fisik, sosial
(psikologis, fisiologi, dan sosiologis).
1. Keadaan
fisik tokoh berkaitan dengan umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, suku dan
berkaitan dengan karakter yang juga didukung oleh wujud suara dalam berdialog.
2.
Keadaan psikis berkaitan dengan emosi, ambisi.
3.
Keadaan sosiologis berkaitan dengan jabatan, pekerjaan, dan kelas sosial.
Ada
beberapa cara untuk memahami karakter tokoh dalam suatu drama
1.
Melalui tuturan pengarang terhadap
karakteristik pelakunya;
2.
Gambaran yang diberikan pengarang lewat
gambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaian;
3.
Menunjukkan bagaimana perilakunya;
4.
Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri;
5.
Mamahami bagaimana jalan pikirannya;
6.
Melihat bagaimana tokoh lain berbicara tentang dia;
7.
Melihat tokoh lain berbicara dengannya;
8.
Melihat bagaimana tokoh yang lain member reaksi terhadapnya;
9.
Melihat bagaimanakah tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lain.
Perilaku
tokoh dalam naskah drama tercermin dari dialog atau disertakan dalam bentuk
keterangan lakuan. Keterangan lakuan mendeskripsikan perilaku tokoh. Dalam
naskah drama ditulis di antara tanda kurung dan biasanya dicetak miring.
Setiap
orang mempunyai watak yang spesifik, yang berbeda antara manusia yang satu dan
manusia yang lainnya. Demikian juga watak tokoh dalam drama. Sesuai dengan
perannya masing-masing, ada tokoh yang berwatak sabar, berbelas kasihan, tekun,
rajin, ramah, sopan, beriaku jujur, dan rendah hati. Ada pula tokoh yang
berwatak sombong, keras kepala, egois, culas, tidakteliti, mau menang sendiri,
suka bertindak gegabah, cenderung menyalahkan orang lain, dan tidak
bertanggungjawab.
Watak
seorang tokoh dapat dilihat dari dimensi fisiologis (keadaan fisik), seperti
umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, raut muka, postur tubuh, jangkung
(atletis) atau pendek gemuk (sanguinis), jenis rambut; dimensi psikologis
(kondisi kejiwaan atau ciri kepribadian); dan dimensi sosiologis (status sosial
seorang tokoh), seperti guru, pejabat, direktur, buruh, orang kaya atau miskin,
petani, nelayan, tukang becak. Pemberian watak para tokoh dapat dilakukan
secara langsung (analitik), dapat juga secara tidak langsung (dramatik), atau
kontekstual.
Simaklah
penggalan drama dibawah ini!
Petang
di Taman
Karya: Iwan Simatupang
Karya: Iwan Simatupang
Pelaku:
1.
Orang tua (OT)
2.
Laki-laki separuh baya (LSB)
3.
Penjual balon (PB)
4.
Wanita (W)
Di
sebuah taman, dengan beberapa bangku, OT masuk, batuk-batuk, duduk di bangku.
Masuk LSB, duduk di bangku.
LSB
: “Mau hujan.”
OT
: “Apa?”
LSB
: “Hari mau hujan. Langit mendung.”
OT
: “Bukan. Musim kemarau.”
OT
: “Di musim kemarau hujan takturun,”
LSB
: “Katasiapa?”
(bunyi
guruh)
OT
: “Ini bulan apa?”
LSB
: “Entah.”
OT
: “Kalau begitu saya benar. Ini musim hujan.”
LSB
: “Bulan apa kini rupanya?”
OT
: “Entah.”
LSB
: “Kalau begitu saya benar. Ini musim kemarau.”
OT
: “Tidak, tidak! Yang lebih muda mesti tahu menghormati yang lebih tua. Ini
musim kemarau.”
LSB
: “Tidak, tidak! Yang lebih tua mesti tahu menghormati yang lebih muda. Ini
musim hujan.”
(Terdengarbunyi
guruh)
OT
: “Kita sama-sama salah.”
LSB
: “Maksudmu, bukan musim hujan dan bukan pula musim kemarau?”
OT
: “Habis, mau apa lagi.”
LSB
: “Beginilah, kalau kita terlalu memuja hormat.”
OT
: “Maumu bagaimana?”
LSB
: “Lantas?”
OT
: “Akan lebih jelas, musim apa sebenarnya kini.”
LSB
: “Dan kalau sudah bertambah jelas?”
OT
: (Diam)
LSB
: (Merenung) “Dan kalau segala-galanya sudah bertambah jelas, maka kita pun
sudah saling bengkak-bengkak karena barusan saja telah cakar-cakaran dan siapa
tahu salah seorang dari kita cidera dalam cakar-cakaran itu atau keduanya dari
kita. Dan ini semua hanya oleh karena kita telah mencoba mengambil sikap yang
agak keras terhadap sesama kita (tiba-tiba marah). Bah, masa bodoh dengan
musim! Dengan segala musim.”
(Bunyi
guruh. Tak berapa lama kemudian, masukPB. Balon-balonnya beraneka warna).
Of
: (Kepada PB) “Silakan duduk.”
PB
: (Bimbang, masih saja berdiri)
Of
: “Ayo, silakan duduk!” (menepi di bangku)
LSB
: “Tentu saja dia menjadi ragu-ragu karena Bapak buat.”
OT
: “Kenapa?”
LSB
: “Pakai silakan segala! Ini ‘kan taman?” (tiba-tiba marah) “Dia duduk kalau
dia mau duduk. Dan dia tidak duduk kalau dia memang tak mau duduk. Habis
perkara! Bah!” [melihat dengan geramnya kepada PB)
PB
: (Duduk)
LSB
: (Masih marah) “Mengapa kau duduk?”
PB
: “Eh … saya mau duduk.”
OT
: (Tiba-tiba tertawa terpingkal-pingkaf)
LSB
: (Sangat marah) “Mengapa Bapak tertawa?”
OT
: (Dalam tawa) “Karena … saya mau tertawa ” (terbahak-bahak)
(Bunyi
guruh. Berembus angin. Balon-balon kena embus. Semua mau terlepas. Cepat PB dan
LSB bergumul. Balon-balon lainnya kini lepas semua dari tangan PB, terbang ke
udara. Sebuah balon itu dapat tertangkap oleh OT, yang kemudian bermain-main
gembira, kekanak- kanakan dengannya.)
LSB
: (Lepas dari pergulatan dengan PB, ia berdiri, napasnya satu-satu)
PB
: (Duduk di tanah, menangis)
OT
: (Masih dengan gembira ia bermain dengan balon tadi)
LSB
: (Kepada PB) “Mengapa kau menangis?”
PB
: (Takmenyahut, terns duduk ditariah, menangis)
LSB
: (TimbuL marahnya) “Hei! Mengapa kau menangis?”OT : (Sambil bermain-main
terus dengan balon) “Karena dia memang mau menangis.” (Tiba-tiba) “Bukan! Bukan
karena itu!”
OT
dan LSB: (Tercengang)
LSB
: “Kalau begitu, kamu menangis karena apa?”
PB
: “Karena balon-balon saya terbang.”
OT
: (Mengerti) “Ooo! Dia pedagang yang merasa dirugikan.”
LS
B : “Ooo, itu!” (Merogoh dompetnya dari saku belakangnya. Dia mengeluarkan uang
dua puluh ribuan.) “Nah, ini sekadar pengganti kerugianmu.”
PB
: (Berdin) “tidak!” (Duduk di bangku) “Lari dan tinggalkan aku sendiri.”
(Tangisnya menjadi) “Saya tidak mau dibayar.”
OT
dan LSB: (Serempak) “Tidak mau?”
PB
: (Menggelengkan kepalanya)
LSB
: “Mengapa?”
PB
: “Saya lebih suka balon.”
LSB
: (Takmengerti) “Tapi, kau ‘kan penjualnya?”
PB
: “Itu hanya alasan saya saja untuk dapat memegang-megang balon. Saya pecinta
balon.”
LSB
: “Apa-apaan ini?”
OT
: “Mengapa merasa aneh? Dia pecinta balon, titik. Seperti juga orang lain
pecinta harmonika, pecinta mobil balap. Apa yang aneh dari ini semuanya?”
LSB
: (Masih belum habis herannya) “Jadi, kau sebenarnya bukan penjual balon?”
(Kepada PB) “Ini, terimalah balonmu kembali!”
PB
: “Tidak, Bapak pegang sajalah terus.”
OT
: (Heran) “Saya pegang terUs?”
PB
: “Karena saya lihat bahwa Bapak juga menyukainya. Saya suka melihat orang yang
suka.”
OT
: (Tertawa kecil) “Ah, ini bukan lagi kesukaan namanya, tapi kenangan. Kenangan
kepada dulu. Tidak Nak, sebaiknya kau sudi menerima kembali balonmu ini.”
PB
: “Saya tak sudi dan tak berhak menerima kenangan orang.” (Menolak balon)
(Masuk W, mendorong kereta orok)
W
: (Menggapai ke arah balon) “Berilah kepada saya kalau tak seorang yang
menghendakinya.”
OT
: (Tiba-tiba memecahkan balon itu, lalu melihat geli kepada W)
LSB
: {Sangat marah) “Mengapa Bapak pecahkan?”
OT
: “Karena saya mau memecahkannya. Jelas?” (Tertawa)
LSB
: “Orang tuajahat!” (Menerkam OT)
W
: (Melerai) “Sudah, sudah! Jangan berkelahi hanya karena itu. Bukan itu maksud
saya tadi dengan meminta balon itu.”
Dari
Contoh penggalan Drama diatas kalian dapat menyimpulkan sendiri Deskripsi
dari masing-masing watak para pemain yang diperankan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya