Srikandi
Srikandi
|
|
शिखंडी
|
|
Srikandi sebagai tokoh pewayangan Jawa.
|
|
Tokoh Mahabharata
|
|
Nama
|
Srikandi
|
शिखंडी
|
|
Śikhaṇḍī
|
|
Nama lain
|
Bismahanta
|
Kitab referensi
|
|
Asal
|
|
Kediaman
|
|
Kasta
|
kesatria
|
Ayah
|
|
Ibu
|
Gandawati
|
Anak
|
Kesatradewa[1]
|
Srikandi (Dewanagari: शिकण्ढी; IAST: Śikhaṇḍī) adalah salah satu
putri Raja Drupada dengan Dewi Gandawati
dari Kerajaan Panchala yang muncul dalam kisah wiracarita dari India, yaitu Mahabharata. Ia merupakan
penitisan Putri Amba yang tewas karena
panah Bisma. Dalam kitab Mahabharata diceritakan bahwa ia
lahir sebagai seorang wanita, namun karena sabda dewata, ia diasuh sebagai
seorang pria, atau kadangkala berjenis kelamin netral (waria). Dalam versi pewayangan Jawa terjadi hal yang hampir sama, namun dalam
pewayangan Jawa dikisahkan bahwa ia menikahi Arjuna dan ini merupakan
perbedaan yang sangat jauh jika dibandingkan dengan kisah Mahabharata versi India.
Etimologi
Srikandi merupakan nama Indonesia dari nama Śikhaṇḍin
dalam bahasa Sanskerta, bentuk femininnya adalah Śikhaṇḍinī.
Secara harfiah, kata Śikhandin
atau Śikhandini berarti "memiliki rumbai-rumbai" atau
"yang memiliki jambul".
Riwayat
Di kehidupan sebelumnya, Srikandi terlahir
sebagai wanita bernama Amba. Kisah mengenai Amba
dimuat dalam Mahabharata jilid pertama, yaitu Adiparwa. Bisma—pangeran dari Kerajaan Kuru—memboyong Amba dari
suatu sayembara di Kerajaan Kasi, tanpa mengetahui bahwa
Amba sudah memilih Salwa sebagai calon suaminya. Karena Bisma tidak ingin Amba
menikah secara terpaksa, maka ia memulangkan Amba agar dapat menikah dengan
Salwa. Salwa yang merasa harga dirinya terinjak tidak mau menikahi Amba. Amba
pun kembali ke kediaman Bisma agar dinikahi, namun Bisma menolaknya karena
bersumpah untuk hidup membujang selamanya. Karena merasa terhina, Amba
memutuskan untuk berdoa kepada para dewa agar memperoleh cara untuk membunuh
Bisma.
Menurut Mahabharata yang ditulis ulang
C. Rajagopalachari, Dewa Subramanya memberikannya
puspamala dan bersabda bahwa orang yang bersedia memakainya akan menjadi
pembunuh Bisma. Amba pun mencari orang yang bersedia memakainya, namun tidak
ada yang berani meskipun ada jaminan keberhasilan dari sang dewa. Setelah
ditolak berbagai kesatria, akhirnya Amba tiba di istana Raja Drupada, dan mendapatkan
hasil yang sama. Dengan putus asa, Amba melemparkan puspamala tersebut ke atas
gerbang istana dan tidak ada yang berani menyentuhnya. Setelah itu Amba pergi
dan berdoa dengan keinginan untuk menjadi penyebab kematian Bisma. Keinginannya
terpenuhi sehingga akhirnya Amba bereinkarnasi menjadi Srikandi.
Saat Srikandi masih muda, ia mendapati sebuah
puspamala tergantung di atas gerbang istananya. Ia pun mengalungkan puspamala
tersebut di lehernya. Drupada takut bahwa Srikandi akan menjadi musuh Bisma
sehingga ia mengusir Srikandi agar kemarahan Bisma tidak berdampak pada
kerajaannya. Di tengah hutan, Srikandi berdoa dan berganti jenis kelamin
menjadi laki-laki.[2] Menurut versi lain, ia kabur dari Panchala, lalu bertemu seorang
yaksa yang kemudian menukar
jenis kelaminnya kepada Srikandi. Setelah kematiannya, kejantanannya
dikembalikan kembali kepada yaksa.[3]
Perang di Kurukshetra
Ilustrasi dari kitab Mahabharata terbitan Gorakhpur Geeta
Press—ditulis ulang oleh Ramanarayanadatta Astri—menggambarkan Bisma (kiri) menolak untuk bertarung melawan
Srikandi, sementara Kresna dan Arjuna menyaksikan dari
dekat.
Saat perang di Kurukshetra, Bisma sadar bahwa Srikandi adalah reinkarnasi Amba, dan terlahir sebagai seorang wanita. Oleh
karena Bisma tidak ingin menyerang "seorang wanita", maka ia
menjatuhkan senjatanya.[2] Setelah tahu bahwa
Bisma akan bersikap demikian terhadap Srikandi, Arjuna bersembunyi di
belakang Srikandi dan menyerang Bisma dengan tembakan panah penghancur. Maka
dari itu, hanya dengan bantuan Srikandi, Arjuna dapat memberikan pukulan
mematikan kepada Bisma, yang sebenarnya tak terkalahkan sampai akhir.[3][2] Akhirnya Srikandi
dibunuh oleh Aswatama pada hari ke-18 Bharatayuddha.
Srikandi dalam pewayangan Jawa
Dalam pewayangan Jawa,
dikisahkan bahwa Srikandi lahir karena keinginan kedua orangtuanya, yaitu Prabu Drupada dan Dewi Gandawati,
menginginkan kelahiran seorang anak dengan normal. Kedua kakaknya, Dewi Dropadi dan Drestadyumna, dilahirkan melalui
puja semadi. Dropadi dilahirkan dari bara api pemujaan, sementara asap api itu
menjelma menjadi Drestadyumna.
Dewi Srikandi sangat
gemar dalam olah keprajuritan dan mahir dalam mempergunakan senjata panah.
Kepandaiannya tersebut didapatnya ketika ia berguru pada Arjuna, yang kemudian
menjadi suaminya. Dalam perkawinan tersebut ia tidak memperoleh seorang putra.
Dewi Srikandi menjadi
suri teladan prajurit wanita. Ia bertindak sebagai penanggung jawab keselamatan
dan keamanan kesatrian Madukara dengan segala isinya. Dalam perang Bharatayuddha, Dewi Srikandi tampil
sebagai senapati perang Pandawa menggantikan Resi
Seta, kesatria Wirata yang telah gugur untuk menghadapi Bisma, senapati agung balatentara Korawa. Dengan panah
Hrusangkali, Dewi Srikandi dapat menewaskan Bisma, sesuai kutukan Dewi Amba, putri Prabu Darmahambara, raja negara
Giyantipura, yang dendam kepada Bisma. Dalam akhir riwayat Dewi Srikandi
diceriterakan bahwa ia tewas dibunuh Aswatama yang menyelundup
masuk ke keraton Hastinapura setelah berakhirnya
perang Bharatayuddha.
Srikandi, nama yang sangat sering
dipakai dalam istilah istilah bagi perempuan yang membuat jasa bagi kaumnya
ataupun bagi bangsa dan Negara. Semisal menjadi atlet yang berlaga bagi
olimpiade atau kejuaraan suatu cabang olah raga ataupun hal hal lain yang
mengharumkan nama bangsa dan Negara.
Julukan tersebut juga lekat pada para
wanita yang dengan perjuangannnya bagi kehormatan diri dan keluarga
terutama kegiatan yang biasa dilakukan oleh kaum lelaki. Sosok Srikandi dalam
cerita poewangan merupakan putri kedua dari Prabu Drupada yang merupakan raja
dinegeri Pancawala dengan permaisurinya adalah Dewi Gandawati. Walaupun sebagai
seorang wanita namun Dewi Srikandi sangat menyukai olah kanuragan berupa
kegiatan keprajuritan dan Dewi Srikandi tersebut mempunyai keahlian
memanah, maka tidak heran jika dalam beberapa visualisasi sering ditampilkan
pose srikandi dengan membawa senjata panah. Namun untuk gaya yogyakarta justeru
sering divisualisaikan dengan memegang senjata keris.
Keahlian memanah tersebut diperoleh
Srikandi saat berguru dengan Arjuna, yang akhirnya menjadi suaminya. Namun
perkawinan dengan Arjuna tidak menghasilkan keturunan. Kemampuan memanah
srikandi sangat sulit ditandingi oleh siapapun, karena kemampuannya memang
sangat luar biasa dalam hal memanah.
Dewi Srikandi menjadi ksatria wanita
yang disegani dan menjadi suri tauladan prajurit wanita, ia berttindak sebagai
penanggung jawab keselamatan dan keamanan kerajaan madukara dan seisinya. Saat
perang Bharatayudha dewi Srikandi menjadi salah satu panglima perang Pandawa
menggantikan Resi Seta, seorang satria yang telah gugur ketika berhadapan dengan
Bisma, senopati atau panglima tentara Kurawa. Dengan panah Hrusangkali akhirnya
dewi Srikandi dapat mengalahkan Resi Bisma, hal ini sesuai kutukan Dewi Amba
puteri Prabu Darmahambara, raja negara Giyantipura yang dendam kepada Bisma
karena ditolak untuk menikah. Akhir riwayat Dewi Srikandi sendiri tewas oleh
Aswatama yang masuk menyelinap masuk ke keraton hastinapura setelah
berakhirnya perang Bharatayudha.
Sosok Dewi Srikandi menjadi satu
gambaran seorang wanita yang tidak hanya mempunyai sifat yang lemah lembut,
keibuan, cantik dan emosional, serta sebatas sebagai ibu rumah tangga saja yang
bertanggung jawab mengasuh, mendidik dan melayani suami. Namun sosok wanita
dari Srikandi menjadi satu contoh bahwa keberadaan wanita juga sanggup untuk
menjadi pemimpin yang cukup disegani dan memiliki ketangguhan dan kemampuan
yang hebat. Dan seorang wanita ditakdirkan sebagai seorang manusia yang
melahirkan keturunan yang tidak bisa dilakukan oleh pria.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya