KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
alhamdulillahirabbilalamin.
Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan dan menyelesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini memuat tentang “Perkembangan
Tari Tunggal dan Kelompok Kreasi Non Etnik”. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail
yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Saya mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Taba Penanjung, 14 Agustus 2017
penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Lembar Pengesahan
BAB I PENDUHULUAN
A.
Latar Belakang…………………………………………………………………….. 1
B.
Rumusan
Masalah…………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Sejarah………...…………………………………………………………………... 3
B.
Perkembangan……………………………………………………………………... 4
C.
Penyebaran di Indonesia….……………………………………………………….. 7
D.
Penyebaran di Negara
Lain………………………………………………………... 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan………………………………………………………………………... 16
B.
Saran………………………………………………………………………………. 16
Daftar Pustaka
LEMBAR
PENGESAHAN
Makalah
yang berjudul
“Perkembangan
Tari Tunggal dan Kelompok Kreasi Non Etnik”
Di Susun Oleh:
Arif Brilian. M
Erika Dwi Ulandari
Tatang Riswanto
Yuli Hartati
Yuni Efriyanti
Kelas:
XII IPA
Diterima dan Disahkan Oleh:
Taba Penanjung, 14 Agustus 2017
Guru Pembimbing
FITRIYANTI, S.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia
memiliki kekayaan seni pertunjukan yang sungguh mengagumkan. Kekayaan ini,
antara lain, disebabkan jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta dan
keberagaman agama yang dianut oleh masyarakatnya. Jumlah penduduk yang cukup
besar jumlahnya itu ternyata terdiri lebih dari 500 kelompok etnis. Akibatnya,
sebagai satu contoh, seni pertunjukan yang berkembang di Aceh dan seni
pertunjukan yang berkembang di Sumatera Barat sangat berbeda. Adapun sebabnya,
meskipun kedua provinsi yang berada di Sumatera ini sebagian besar penduduknya
beragama Islam, tetapi keduanya berasal dari etnis yang berbeda. Bayangkan jika
setiap etnis memiliki seni pertunjukan maka kekayaan seni di Indonesia pasti
mengagumkan, bukan?
Perbedaan
etnis sangat memengaruhi hasil dari seni pertunjukannya. Contoh lain dapat
dilihat dari tari Sunda dan tari Jawa. Meskipun kedua karya tari itu sama-sama dipengaruhi
oleh budaya priayi, namun pengungkapan bentuknya tetap berbeda. Pada etnis
Jawa, budaya priayinya introver. Sebaliknya, etnis Sunda budaya priyayinya
ekstrover. Hasilnya, penampilan tari Sunda lebih dinamis daripada tari Jawa.
1.
Tari Tunggal Kreasi Nonetnik
Tari kreasi nonetnik merupakan karya
tari garapan baru yang tidak berpola atau tidak berpatokan pada karya tari
daerah tertentu atau etnis tertentu. Penggarapan karya tari seperti ini
benar-benar terlepas dari tradisi yang ada. Tari kreasi nonetnik banyak
diciptakan oleh para seniman untuk memenuhi kebutuhan akan nilai-nilai
keindahan. Mereka benar-benar mengungkapkan perasaannya melalui gerak-gerak
yang indah.
Namun, meskipun karya tari nonetnik ini
merupakan karya tari yang bebas dalam penciptaannya, para seniman tetap
berpatokan pada tema yang telah mereka pilih. Selain sebagai sarana
mengungkapkan perasaan, karya tari nonetnik pada perkembangannya juga merupakan
karya tari yang dikemas sebagai seni pertunjukan. Karya tari banyak disajikan dalam
sebuah pertunjukan karya seni tari. Jika karya tari sudah berfungsi sebagai
seni pertunjukan, pada akhirnya akan mendapat tanggapan dari penontonnya
sebagai suatu pernyataan tentang karya seni tersebut.
Karya tari kreasi nonetnik yang
diciptakan untuk diperagakan oleh satu orang penari, dinamakan karya tari
tunggal. Di samping ini beberapa contoh karya tari tunggal nonetnik.
2.
Karya Tari Kelompok Kreasi Nonetnik
Karya tari nonetnik tidak hanya
berbentuk tari tunggal. Karya tari nonetnik juga dapat berbentuk tari kelompok.
Tari kelompok diperagakan oleh lebih dari dua orang penari.
Penciptaan karya tari kelompok kreasi
nonetnik pada dasarnya sama dengan karya tari tunggal kreasi nonetnik. Kedua
karya tari tersebut diciptakan tidak berpatokan pada nilai-nilai budaya etnis
tertentu.
Dalam segi keindahannya, karya tari
kelompok kreasi nonetnik diciptakan dengan memerhatikan beberapa hal mengenai
komposisi tari kelompok. Komposisi kelompok yang dimaksud sebagai berikut.
1.
Kesatuan.
2.
Keseimbangan.
3.
Terpecah.
4.
Selang-seling.
5.
Silih berganti.
Bagaimana eksistensi karya tari kelompok
kreasi nonetnik bagi masyarakat Indonesia? Peranan karya tari ini juga tidak
berbeda dengan tari kreasi nonetnik. Karya tari kelompok nonetnik bagi
seseorang digunakan sebagai sarana pengungkapan perasaannya. Selain itu, karya
tari kelompok kreasi nonetnik juga sebagai seni pertunjukan yang mengedepankan
nilainilai estetis untuk dinikmati oleh masyarakat.
Seni pertunjukan yang berfungsi sebagai
penyajian estetis memerlukan penggarapan yang serius. Mengapa demikian? Hal ini
dikarenakan masyarakat penikmat pada umumnya membeli karcis sehingga mereka
menuntut sajian pertunjukan yang baik. Berikut contoh karya tari kelompok
nonetnik.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana sejarah perkembangan tari tunggal
dan kelompok kreasi nonetnik?
2.
Bagaimana perkembangan perkembangan tari
tunggal dan kelompok kreasi nonetnik?
3.
Bagaimana perkembangan tari tunggal dan
kelompok kreasi nonetnik?
4.
Bagaimana cara penyebaran perkembangan
tari tunggal dan kelompok kreasi nonetnik di Negara lain?
5.
Apa saja tahap-tahap perkembangan tari
tunggal dan kelompok kreasi nonetnik?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Sejarah
menunjukkan bahwa bangsa-bangsa dari India, Arab, Cina, dan Barat (dataran
Eropa) berpengaruh terhadaptumbuh kembangnya seni budaya, khususnya seni tari
diIndonesia. Sentuhan dan ide kreatif para seniman bangsa inisangat berpengaruh
terhadap budaya bangsa lain sehingga tidaklagi terlihat ciri budaya asingnya.
Sikap
jemari tangan ngruji, nyempurit, dan ngiting pada Tari
Jawa (gaya Yogyakarta dan Solo) merupakan pengaruh sikap tangan paham India.
Ketiganya mengandung arti yangberbeda pada kitab seni Tari India, yaitu Natya
Sastra karya Baratha Muni.
Pengaruh
ini sejalan dengan proses perkembangan budaya menjadi larut dalam kultur
masyarakat setempat. Sebagai contoh kecil, pembauran dan larutnya kultur
antarbangsa yang berbeda pada seni tari tradisional Anda, terdapat pada bentuk
gerak tari yang satu sama lain menyerupai, tetapi dengan nama yang berbeda.
Pada tari gaya Yogyakarta, gerak seperti ngruji yang dipakai untuk
bentuk gerak tangan yang juga dipakai untuk salah satu gerak tari Bali. Bentuk
gerak yang sama dipakai istilah ngruyung untuk gaya Solo, dan di Sunda
digunakan istilah nanggre.
Istilah
mudra pataka atau ngruji, atau ngruyung pada ajaran India
yang bersumber dari Natya Sastra, mengandung arti sebagai berikut:
-
hutan
-
sungai atau laut
-
kuda
-
waktu malam
-
bulan purnama
-
hari hujan
-
sinar matahari
-
bulan atau tahun
Pada
umumnya, pemakaian sikap tangan mudra ini mengutamakan segi estetisnya
dibanding ekspresi secara simbolis. Dengan kata lain, meskipun bentuk gerak
sama dengan simbol ajaran Hindu di India, gerakan yang dilakukan tidak
mengandung arti tertentu bagi Anda. Gerakan dipakai dan ditempatkan dalam
koreografi dengan alasan hanya karena bentuknya yang dinilai indah.
Setelah
melewati fase feodalisme, kondisi sosial ekonomi di Indonesia membaik,
perkembangan seni tari tradisional mendapat tempat yang ‘membaik’ pula.
Masyarakat tidak lagi ragu untuk berkreativitas menuangkan ide dan karya yang
inovatif, setelah selama ini dibelenggu oleh status sosial yang menganggap
bahwa pribumi (inlander) bodoh. Sebelumnya, tari hanya diperuntukkan
bagi kaum bangsawan dan para pejabat kolonial, sebagai sebuah hiburan yang
memuaskan mereka. Pada saat bangsa terlepas dari kolonialisme, dunia seni tari
tradisional merebak bak jamur di musim semi, setiap daerah memiliki
sanggar-sanggar tari yang dipenuhi para peminat.
Berpuluh-puluh–bahkan
beratus-ratus tarian–di setiap daerah dipelajari, diperkenalkan, dan masuk ke
kalangan pejabat sebagai hiburan atau tari persembahan. Hal ini menimbulkan
gairah bagi para koreografer untuk semakin menambah kekayaan seni tari
Indonesia. Mereka menyelenggarakan festival-festival tari daerah, juga kursus
tari bagi semua kalangan.
Tarian
yang berkembang karena efek sosial dan psikologis, menempatkan tari menjadi
sebuah media ungkapan jiwa yang dapat memberikan profit, juga media kritik,
media refleksitas hidup masyarakat, media ungkap bagi jiwa yang memiliki
kebebasan hidup. Hal ini menciptakan tarian yang pada saat itu dikenal dengan
sebutan tari kreasi baru, mengembangkan tari tradisional menjadi lebih modern
pada masa itu dengan sentuhan koreografi yang tetap berakar pada tari tradisi.
Misalnya, tari tunggal/kelompok dari Bali pada Tari Kebyar Duduk; tari
berpasangan dari Melayu Sumatra, yaitu Tari Serampang Dua Belas; tari kelompok
dari Aceh, yaitu Tari Saman.
B.
Perkembangan
Tari
merupakan gerak tubuh secara berirama yang dilakukan di tempat dan waktu
tertentu untuk keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud dan pikiran.
Bunyi-bunyian yang disebut musik pengiring tari mengatur gerakan penari
dan memperkuat maksud yang ini disampaikan. Gerakan tari berbeda dari gerakan
sehari-hari seperti berlari, berjalan atau senam.
Apresiasi
seni adalah aktivitas mental yang mencakup penghargaan yang bersifat subjektif.
Seni tari merupakan gerak yang mengandung makna simbol, yaitu gerak yang
mengalami proses tertentu atau telah mengalami perubahan dari bentuk gerakan
alami Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa karya seni tari adalah
gerakan-gerakan yang telah mengalami stimulasi dan ritmis.
Tari
Nusantara sangat banyak dan beragam. Setiap tarian mempunyai cirri yang
mencerminkan kekhasan daerah masing-masing. Ciri itu bisa dilihat dari ragam
gerak, tat arias, tata busana. Perkembangan tari Nusantara daerah setempat
berkaitan erat dengan sejarah perkembangan kerajaan yang ada di Indonesia. Hal
ini terjadi sebab tari pada mulanya tumbuh dalam lingkungan keraton. Raja dan
penghuni keraton biasanya menyaksikan tarian sebagai pengisi hiburan. Berbagai
bentuk tarian diciptakan oleh para koreografer istana yang mendapatkan
fasilitas khusus untuk tinggal dan berekspresi di lingkungan istana, sehingga
keberadaan tari terus berkembang mengikuti perkembangan zaman.
Para
pencipta tari mempunyai kebebesan untuk menciptakan gerak sesuai dengan
keinginan masing-masing. Pada masa sekarang, banyak bermunculan sanggar-sanggar
tari yang msih mengkhususkan diri untuk mengajarkan tarian tradisional.
Keberadaan sanggar-sanggar tari ini jelas membantu bagi pelestarian tari
tradisional.
1.
Perkembangan Tari di Nusantara
Pada zaman kerajaan, tarian diciptakan
untuk melengkapi upacara sakral kerajaan. Pengelompokanan tari kreasi daerah
dapat ditelusuri berdasar sejarah atau periodisasi perkembangannya, yaitu
sebagai berikut.
a)
Sejarah
Perkembangan Tari Tradisi
Tari Topeng dicatat sebagai cikal bakal
tari tradisi di Jawa. Tari Topeng diperkirakan mengalami puncak perkembangan
pada zaman Kerajaan Majapahit. Dalam Kitab Negarakertagama, dijelaskan adanya
atraksi besar-besaran tari dan nyanyian di Kerajaan Majapahit. Dijelaskan pula
adanya tokoh-tokoh punakawan dan beberapa penari menggunakan tutup kepala
(irah-irahan) yang disebut tekes. Sampai sekarang, tekes digunakan pada semua
Tari Tradisi Topeng, terutama Tari Topeng Panji.
Selanjutnya, Tari Topeng juga memperoleh
perhatian dari Kerajaan Mataram tetapi, pada akhirnya tarian ini tersisihkan
oleh Tari Bedhaya dan Tari Srimpi yang sekarang menjadi simbol keagungan dan
budaya Kerajaan Mataram.
Pada tahun 1918, Pangeran Tedjo Kusuma
dan Pangeran Suryadiningrat mendirikan sekolah yang bernama Sekolah Tari Krida
Beksa Birama di Yogyakarta. Kreator terkemuka yang berasal dari sekolah ini
diantaranya, Wisnoe Wardhana dan Bagong Kussudiardjo.
Pada tahun 1961 muncul seni tari Jawa
baru yang disebut Sendratari Ballet Ramayana, istilah ini dibuat oleh G.P.H
Jatikusumo. Dari sini, muncullah kreator tari diantaranya, Sardono W. Kusumo,
Sal Mugiyanto, dan Retno Maruti.
Di Bali sekitar 1930-an, I Ketut Mario
menciptakan gaya kebyar dalam karawitan dan Tari Bali. Terdapat dua seniman
legendaris di Priangan yang mengembangkan Tari Kupu-Kupu dan Merak, yaitu
Martakusuma dan Raden Tjetje Soemantri. Selanjutnya tari ini mengilhamkan
terciptanya Tari Merak gaya Bagong Kussudiardjo dan S. Maridi (Surakarta). Tahun
1975-1980, Gugum Gumbira menciptakan Tari Ketuk Tilu menjadi Tari Jaipongan.
Tokoh lainnya yang menciptakan tari
kreasi diantaranya Suprapto Suryodarmono dan Sardono W. Kusumo yang menggunakan
spirit. Di Yogyakarta muncul Ben Suharto (alm) yang menggunakan konsep Mandala.
Di Solo, Gendhon Humardani melakukan perubahan besar-besaran pada seni tari.
Contohnya, pemadatan koreografi Tari Gambyong, Adaniggar, Bedhaya, Srimpi, dll.
b)
Sejarah
Perkembangan Tari Kreasi Baru
Diawali oleh I Ketut Mario tahun 1930-an,
Bagong Kussudiardjo dan Wisnoe Wardhana tahun 1950-1958. Terdapat juga seniman
baru, seperti Sal Murgiyanto, I Wayan Dibya, Gusmiati Suid, Endo Suanda, dan
Sardono W. Kusumo.
Awalnya tema diambil dari derakan dasar
tari tradisi. Namun, perkembangan selanjutnya tema diambil dari kejadian nyata
yang tengah berkembang di masyarakat.
Pembaruan tari di Indonesia terus
berkembang, terutama setelah para senior menimba ilmu di Amerika. Karya tari
hasil pembaruan mereka, diantaranya Bedhaya Gendheng , dan Lorong karya Bagong
Kussudiardjo. Selain itu, Meta Ekologi dan Hutan Plastik karya Sardono W.
Kusumo.
c)
Sejarah
dan Perkembangan Tari Kontemporer
Sejarah perkembangan tari kontemporer
dimulai menjelang dasawarsa akhir 70-an. Diperkenalkan oleh individu dan perguruan
tinggi, seperti STSI Surakarta, dan ASTI Yogyakarta. Selain itu terdapat
event-event yang mendukung perkembangan tari kontemporer.
C.
Penyebaran
di Indonesia
Berbicara
mengenai tarian Indonesia, tentu jumlahnya sangat banyak. Indonesia ialah
negara kepulauan nan terdiri lebih dari tujuh ratus suku bangsa nan tersebar di
berbagai pulau dari ujung barat ke ujung timur negeri. Keberagaman suku bangsa
ini melahirkan kekayaan budaya, termasuk dalam bidang olah mobilitas tubuh atau
seni tari.
Dengan asal-muasal nan bhineka
(menurut sejarah, suku bangsa di Indonesia berasal dari keturunan Austronesia
dan Melanesia) ditambah dengan pengaruh budaya asing, seperti budaya dari
India, Cina, negara-negara Asia lainnya serta negara-negara Barat, Indonesia
memiliki lebih dari 3000 jenis tarian tradisional nan kemudian disebut sebagai
tarian Indonesia .
Pada saat ini, banyak tarian
Indonesia nan dipelajari di sekolah-sekolah tari dan menjadi bagian dari
kurikulum di sekolah-sekolah, tak hanya di Indonesia tetapi juga di luar
Indonesia. Menilik dari sisi sejarah dan perkembangannya, tarian Indonesia bisa
diklasifikasikan dalam beberapa era, yaitu era prasejarah, era penyebaran
Hindu-Budha, era penyebaran Islam, serta era tarian kontemporer.
1.
Tarian Indonesia di Era Prasejarah
Sejak
zaman dahulu, penduduk di Kepulauan Indonesia telah melakukan interaksi
perdagangan dengan global luar. Interaksi ini kemudian memperkaya dan
memengaruhi budaya Indonesia, termasuk dalam bidang seni tari. Pada masa
prasejarah, tarian Indonesia sudah tersebar di berbagai daerah, seperti di
Kalimantan (Dayak, Punan, Iban), Jawa (Badui), Sumatra (Batak, Nias, Mentawai),
Sulawesi (Toraja, Minahasa), Papua (Dani, Amungme), dan Kepulauan Maluku.
Bentuk
tariannya pun beragam, mulai dari nan sangat sederhana hingga nan rumit dengan
ketukan-ketukan. Banyak peneliti konfiden bahwa tari-tarian Indonesia awalnya
digunakan sebagai pelengkap kegiatan/ritual keagamaan dan pemujaan pada
leluhur. Contoh dari tarian semacam ini ialah tari perang, tari ritual nan
dibawakan oleh dukun setempat, tarian pemanggil hujan, dan berbagai tarian nan
dikembangkan terkait kehidupan agrikultural masyarakatnya.
Tarian
Indonesia juga lekat dengan unsur mistis, seperti pemanggilan arwah leluhur ke
dalam tubuh si penari. Dalam tari-tarian semacam ini, penari biasanya bergerak
liar dan tak menentu—bahkan kadang melakukan tindakan ekstrem seperti menari di
atas barah atau memakan barang pecah belah setelah dukun merapalkan mantra
pemanggil arwah.
Contoh
dari tarian Indonesia nan melibatkan pemanggilan arwah ialah Tari Kuda Lumping
dan Tari Keris (penarinya bergerak seperti orang nan kerasukan), serta Tari
Sanghyang Dedari dari Bali, sebuah tarian buat gadis nan menginjak masa remaja.
Selain ritual kepercayaan, alam juga banyak menginspirasi masyarakat di
Kepulauan Indonesia buat mencipta tari-tarian, seperti Tari Merak dari Jawa
Barat nan terinspirasi dari kecantikan dan keanggunan burung merak.
2.
Tarian Indonesia di Era Hindu-Budha
Pada
masa penyebarannya, agama Hindu dan Budha memiliki pengaruh nan besar dalam
ritual-ritual dan kesenian. Kisah-kisah keagamaan seperti Ramayana,
Mahabharata, kisah-kisah reinkarnasi, dan kisah lainnya diakulturasi dalam
bentuk tarian Indonesia nan memiliki cerita atau Sendratari. Sendratari sering
kali disebut tari baletnya Indonesia.
Selain
itu, tarian Indonesia zaman Hindu-Budha juga dikembangkan menjadi kesenian
wayang orang, nan menggabungkan unsur tari dan drama secara lebih kuat. Sering
kali wayang orang menceritakan kisah kepahlawanan dewa-dewa. Sekali lagi, kisah
nan paling populer dan paling sering dipertunjukkan ialah kisah Ramayana dan
Mahabharata.
Meski
terpengaruh oleh kebudayaan Hindu-Budha dari India, tarian Indonesia pada zaman
ini tetap memiliki karakteristik khasnya dan mempertahankan ilmu tari
tradisionalnya, yaitu banyaknya gerakan gemulai lengan nan mendominasi dalam
tarian. Tari-tarian zaman Hindu-Budha kental dengan perbedaan makna kerajaan.
Ini terlihat dari gerakan-gerakan tariannya nan anggun dan gemulai tetapi
tegas.
Tarian
semacam ini masih sering dipertunjukkan di masa sekarang, baik di Pulau Jawa
(di candi-candi seperti Candi Prambanan) maupun Bali, sebagai hiburan bagi para
wisatawan. Disparitas antara tarian zaman Hindu-Budha di Pulau Jawa dan Bali
terletak pada koreografinya. Tarian Indonesia nan berkembang di Jawa lebih
lembut, anggun, dan monoton.
Contoh
dari tarian nan terpengaruh oleh budaya Hindu-Budha di Jawa ialah Tari Bedhaya,
nan diyakini sudah ada sejak zaman Majapahit (atau mungkin lebih lama dari itu).
Tari Bedhaya merupakan tari pemujaan nan ditarikan oleh beberapa orang gadis
perawan dan diperuntukkan bagi Dewa Siwa, Brahma, dan Wisnu. Sementara itu,
tarian Indonesia nan berkembang di Bali lebih bergerak maju dan ekspresif
tetapi tetap anggun dan gemulai.
Di
Bali, tarian memiliki peran besar dalam ritual keagamaan Hindu. Para pakar
menyatakan bahwa tarian Indonesia nan ada di Bali sesungguhnya merupakan
turunan dari tarian tradisional di Jawa. Hal ini bisa terlihat dari gerakan
hingga baju dan aksesori nan dikenakan sang penari. Hanya saja, beberapa tarian
era Hindu-Budha di Bali masih dianggap sakral hingga hari ini. Misalnya saja,
ada tarian-tarian ritual nan hanya boleh ditarikan di candi-candi nan dianggap
kudus dan hanya dipertunjukkan pada hari keagamaan tertentu.
Contoh
dari tarian Indonesia jenis ini ialah Tarian Sanghyang Dedari dan Tari Barong
nan melibatkan pemanggilan arwah, serta Tari Legong dan Tari Kecak nan
mengisahkan kisah-kisah populer. Ada juga tarian nan hanya difungsikan sebagai
tarian selamat datang seperti Tari Pendet, serta tari muda-mudi seperti Tari
Joged.
Dari
semua tarian Indonesia era Hindu-Budha, nan paling populer hingga hari ini
ialah Tari Topeng. Baik Jawa (Cirebon) maupun Bali memiliki budaya Tari Topeng.
Tari ini disebut-sebut bermula saat masa kejayaan Kerajaan Kediri, yakni pada
abad ke-12.
3.
Tarian Indonesia di Era Penyebaran
Islam
Sebagai
agama nan baru dan asing pada saat itu, Islam mampu menembus kebudayaan
Indonesia nan telah ada. Pada masa penyebaran Islam, berbagai tarian Indonesia,
baik itu tarian lokal, tradisional, dan sarat akan budaya Hindu-Budha masih
sering dipertunjukkan dan tetap populer. Para penarinya masih menggunakan ilmu
tari dan gaya sinkron era Hindu-Budha. Akan tetapi, perubahan terletak pada
jalan cerita (pada sendratari) nan banyak mengisahkan kisah-kisah Islam serta
kostum nan lebih tertutup dan sinkron nilai-nilai Islam.
Perubahan
nan signifikan bisa dilihat pada Tari Persembahan, sebuah tarian Indonesia dari
Jambi. Pada Tari Persembahan, penarinya masih mengenakan aksesori keemasan dan
gemerlap dari era Hindu-Budha tetapi mereka mengenakan kostum tari nan lebih
sopan dan tertutup. Selain membawa perubahan terhadap tarian nan sudah ada, era
ini juga menginspirasi lahirnya jenis tarian Indonesia baru, seperti Tari Saman
dari Nangroe Aceh Darussalam.
Tari
Saman mengadopsi ilmu tari dan jenis musik khas Arab dan Persia lalu
mengakulturasikannya dengan kebudayaan setempat. Pada 19 November 2011, UNESCO
menetapkan Tari Saman sebagai warisan budaya dunia. Tarian Indonesia ini
dinilai unik sebab tak menggunakan instrumen musik apa pun; hanya memanfaatkan
nyanyian dari para penarinya serta tepukan tangan mereka nan menciptakan
harmoni antara gerakan tari dan suara.
Terlepas
dari karakteristik khas Tari Saman nan tak menggunakan alat musik apa pun, alat
musik khas Persia, seperti rebana, tambur, dan gendang menjadi instrumen musik
primer dalam tarian-tarian Indonesia lainnya pada era Islam.
4.
Tarian Indonesia Komtemporer
Seiring
perkembangan zaman, tarian Indonesia juga terpengaruh oleh budaya lainnya nan
datang dari luar negeri, seperti Tari Balet dan tari-tarian modern. Pada 1954
dua orang artis dari Jogjakarta, yaitu Bagong Kusudiarjo dan Wisnuwardhana,
berangkat ke Amerika Perkumpulan buat mempelajari Tari Balet dan tarian modern
dengan beberapa sanggar tari.
Ketika
kembali ke Indonesia pada 1959, mereka membawa rona baru dalam kesenian
Indonesia nan mengubah gerakan dan ilmu tari konvensional tarian Indonesia
serta memperkenalkan gagasan tentang aktualisasi diri individual penari dalam
tarian Indonesia. Lebih jauh lagi, budaya pop saat ini juga turut mewarnai
ragam tarian Indonesia.
D.
Penyebaran di Negara Lain
Diantara
3 pilar utama dalam membangun Komunitas ASEAN, pilar Sosial-Budaya telah
mencapai hasil-hasil yang menonjol, khususnya di bidang temu pergaulan rakyat,
pertukaran seni - budaya dan lain-lain. Selama ini, negara-negara anggota ASEAN
telah mendorong temu pergaulan budaya, pagelaran-pegelaran kesenian yang khas
dari masing-masing negara guna menyosialisasikan kebudayaan-nya. Setiap negara
anggota ASEAN mempunyai tari-tarian yang khas. Dan tari-tarian ini
memanifestasikan kehidupan materiil dan spirituil masing-masing bangsa. Melalui
setiap tarian, para penonton bisa lebih mengerti ciri budaya yang indah dari
masing-masing negara. Dalam pembahasan kali ini, kami memperkenalkan berbagai
tari dari 3 negara ASEAN, yaitu: Laos, Thailand, dan Kamboja.
1.
Thailand
|
Tari Lilin bunga: merupakan tari
tradisional yang memanifestasikan penghormatan di Thailand. Bunga teratai
dianggap sebagai simbol keberuntungan. Oleh karena itu, dengan memasang lilin
wangi di tengah-tengah bunga teratai untuk menciptakan gerak-gerak tari, para
penari ingin memanifestasikan penghormatan kepada para penonton, memohon
kebahagiaan dan kesehatan untuk semua orang.
|
|
Tari persembahan untuk Yang Maha
Kuasa: Ini merupakan tari yang terinspirasi dari Festival Kerajaan India pada
zaman sebelum zaman Kerajaan Ayutthaya. Festival itu bertujuan menyatakan
penghormatan kepada Raja yang dianggap sebagai Yang Maha Kuasa dari India.
|
|
Tari“Choi Kai”: atau Tari Menyabung
ayam dianggap sebagai satu permainan hiburan yang bersifat olahraga dari
orang Thailand dari zaman dulu. Semua gerak para penari membuat para penonton
membayangkan persabungan antara dua ayam.
|
2.
Kamboja
|
Tari Apsara: Lahir sedikit-dikitnya
pada 2.000 tahun lalu, gambar-gambar pertama dari tarian Apsara disimpan di
banyak relief di bangunan-bangunan keagamaan di Kamboja.
|
|
Pada tahun 2003, tari Apsara diakui
oleh UNESCO sebagai pusaka budaya non-bendawi dunia. Apsara merupakan tari
klasik, lemah-gemulai dan terkenal elegant dan keanggunannya, gaya dan
gerak tubuh yang halus.
|
|
Tari Apsara merupakan asset dan jiwa
negara Kamboja. Pada setiap pertunjukan, setiap penari harus memakai satu
busana yang sangat rumit, beratnya kira-kira 10 kg, dipasang dengan emas yang
mengeluarkan cahaya berkelap-kelip. Setiap busana ini bernilai kira-kira
1.500 dolar Amerika Serikat.
|
3.
Laos
|
Tari Lamvong: merupakan tari yang
sangat populer dalam kalangan rakyat Laos. Lamvong bergerak menurut bentuk
lingkaran dan berlawanan dengan arah jarum jam.
|
|
Tari
Cham Pa: merupakan manifestasi dari ketulusan dan kegembiraan dalam
kehidupan, keramahan dan kehaliman dari penduduk di kawasan Champa.
(Foto: biencamranh) |
|
Tari Lam Toi: merupakan bentuk tari
kolektif, memanifestasikan jiwa orang Laos yang tenang, gembira dan antusias.
Dengan tarian ini, semua orang bisa ikut serta pada semua saat manapun dari
tari ini.
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Seni
tari yang berkembang pada zaman penjajahan memilik peranan yang sama seperti
tari yang ada pada zaman sekarang. . Pada zaman ini tari memiliki berbagai
fungsi antara lain tari upacara, tari hiburan, tari pertunjukan. Tari yang
diciptakan oleh penata tari dan bangsawan antara lain tari bedhaya, Srimpi,
beksan, wireng, dan drama tari (sendratari). Pada zaman feodal / penjajahan
juga banyak muncul tari yang bertemakan kepahlawanan / heroik antara lain tari
pejuang, bandayuda, prawiroguna, keprajuritan.
Perkembangan
tari terjadi menjadi 5 tahap:
1)
Kehidupan yang terpencil dalam wilayah-wilayah etnik.
2)
Masuknya pengaruh-pengaruh luar sebagai unsur asing.
3)
Penembusan secara sengaja atas batas-batas kesukuan [etnik].
4)
Gagasan mengenai perkembangan tari untuk taraf nasional.
5)
Kedewasaan baru yang ditandai oleh pencarian nilai-nilai.
B.
Saran
Dengan
mengenal lebih banyak Tarian adat di seluruh provinsi di indonesia
mudah-mudahan membuat kita lebih mencintai negeri kita ini.
1.
Kegiatan ekstrakulikuler agar tetap diadakan dan berkembang.
2.
Sebaiknya memberikan kesempatan bagi siswa yang memiliki bakat dalam menari.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya