animasi-bergerak-selamat-datang-0276

Sabtu, 19 Mei 2018

Upaya Guru Bk Dalam Meningkatkan Self Control Remaja Di Ma Nurul Azhar Ngawi


UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA DI MA NURUL AZHAR NGAWI

BAB I
PENDAHULUAN

A.           LATAR BELAKANG MASALAH
Istilah pubertas atau adolescensia umum di maknai dengan masa remaja, yaitu masa perkembangan sifat tergantung pada (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri, perhatian pada nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. 
Sedangkan menurut ahli, Harold Alberty (1967:86), remaja adalah masa peralihan antara masa anak dengan masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun hingga 18-20 tahun menurut umur kalender kelahiran seseorang.
Sejauh mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai yang sudah di anutnya serta yang telah dicontohkan kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan yang sangat perlu dilakukukan remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya kemudian menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan sosial tanpa bimbingan, pengawasan, motivasi, serta ancaman sebagaimana pada waktu kecil.
Ia juga di tuntut untuk mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi tanggung jawabguru, orang tua atau orang lain.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilaksanakan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya yang judul “The Developmental of model of moral Think and choice in the years 10 to 16". Menyebutkan tahap-tahap perkembangan moral pada individu bisa di bagi yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Prakonvensional
Dalam tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya dan terhadap ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik atau buruk, benar atau salah. Namun, hal ini semata-mata ditafsirkan dari sudut pandang sebab akibat fisik atau kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
2. Tingkat Konvensional
Dalam tingkat ini, anak hanya menurut pada harapan keluarga, kelompok ataupun bangsa. Ia memandang bahwa hal tersebut penting bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata.
3. Tingkat Pasca-konvensional
Dalam tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai serta prinsip moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, lepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang terhadap prinsip-prinsip tersebut dan terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok itu.
Piaget mengatakan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal dalam kemampuan kognitif. Ia dapat mempertimbangkan semua kemungkinan untuk mengatasi suatu problem dari beberapa sudut pandang serta berani mempertanggung jawabkan.
Sehingga kohlberg juga berpendapat, perkembangan moral ketiga, moralitas pasca-konvensional harus di gapai selama masa remaja. 
Beberapa prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama meyakini kalau dalam keyakinan moral harus ada fleksibilitas sehingga bisa memungkinkan dilakukannya perbaikan dan perubahan standar moral jika menguntungkan semua anggota kelompok; kedua menyesuaikan diri dengan standar sosial serta ideal untuk menjahui hukuman sosial terhadap dirinya pribadi, sehingga perkembangan moralnya tak lagi atas dasar keinginan pribadi, namun mernghormati orang lain.
Tapi, pada kenyataan banyak ditemukan remaja yang belum dapat mencapai tahap pasca-konvensional tersebut, dan pernah juga ditemukan remaja yang baru mencapai tahap prakonvensional.


Fenomena itu banyak dijumpai dalam remaja yang pada umumnya mereka masih duduk di bangku SMA/SMK, seperti:
1.             Berperilaku tidak terpuji, meremehkan peraturan dan disiplin sekolah yang ada
2.             Senang berfoya-foya dan bergerombol/berkelompok
3.             Mentaati peraturan sekolah, karena satu hal, takut pada hukuman

Dan tidak jarang juga kita mendengar/melihat perkelahian,tawuran terjadi antar remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan perkelahian bisa meningkat menjadi permusuhan kelompok, yang dapat menimbulkan korban pada kedua belah pihak.
Jika ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka bisa berbuat kekerasan sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan itu bisa terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak tahu, tidak sadar mengapa mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.
Fenomena di atas menggambarkan kalau upaya remaja untuk menggapai moralitas dewasa; mengganti konsep moral yang bersifat khusus dengan konsep moral yang bersifat umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan dalam kode moral untuk pedoman tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku pribadi, adalah upaya yang tidak mudah dicapai bagi mayoritas remaja.
Menurut Rice (1999), masa remaja yakni masa peralihan, ketika individu yang mempunyai kematangan. Pada masa tersebut, terdapat dua hal penting yang menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri. 
Dua hal itu adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yakni adanya perubahan dalam lingkungan. Pada tahap ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak perubahan dengan begitu cepat yang dapat membawa berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif bagi remaja. 
kedua adalah hal yang bersifat internal, adalah karakteristik dalam diri remaja yang membuat relatif lebih bergejolak dibanding dengan masa perkembangan lainnya (storm and stress period).
Supaya remaja yang sedang mengalami perubahan cepat di dalam tubuhnya itu dapat menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik dari pihak orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, sangat diperlukan.
Salah satu peran konselor yakni sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik, guru harus membantu murid-muridnya supaya mencapai tahap kedewasaan secara optimal. 
Maksudnya kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang dimiliki murid) Dalam peranan ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi pada setiap murid antara lain kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan sebagainya supaya mereka dapat mencapai tingkat perkembangan dan kedewasaan yang optimal.
Dalam hal ini di samping orang tua, konselor di sekolah juga memiliki peranan penting dalam membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya, keterbukaan hati konselor di dalam membantu kesulitan yang dialami oleh remaja, akan menjadikan remaja sadar akan sikap serta tingkah lakunya yang kurang baik.
Dengan kemampuan pengendalian diri (self control) yang matang, remaja diharapkan bisa mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat tidak terpuji dan merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang bertentangan pada norma-norma sosial yang berlaku. 
Remaja/Murid juga diharapkan bisa mengantisipasi akibat-akibat negatif yang akan terjadi pada masa stroom and stress period. Dari fenomena yang terdapat diatas penulis sangat tertarik untuk meneliti bagaimana pendidikan anak dalam keluarga buruh dengan judul “UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA DI MA Nurul Azhar Ngawi"






B.      FOKUS PENELITIAN
Untuk mempermudah penulis untuk menganalisis hasil penelitian, maka Penelitian ini difokuskan terhadap Guru BK dalam rangka meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi yang meliputi tujuan, kegiatan sosial dan keagamaan yang dilakukan dalam meningkatkan self control hasil yang digapai, serta faktor pendukung dan penghambat.

C.      RUMUSAN MASALAH
Dalam sub penelitian ini pelaku peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.             Bagaimanakah Upaya yang dilakukan Guru BK dalam meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
2.             Hasil apa yang digapai dalam meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
3.             Apa faktor saja pendukung dan penghambat terhadap peningkatan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?

D.      TUJUAN PENELITIAN
Berdasar pada latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan Penelitian yang ingin digapai adalah:
1.             Untuk mendiskripsikan serta menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan Guru BK dalam angka meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
2.             Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hasil yang diraih dalam meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
3.             Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan apa faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.



E.      MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menunjukkan bahwa konseling yang dilaksanakan oleh Guru BK di MA Nurul Azhar Ngawi dapat membentuk self control siswa.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini bisa berguna sebagai masukan di dalam menentukan kebijakan lebih lanjut bagi MA Nurul Azhar Ngawi mengenai peranan Guru BK dalam membantu siswa siswa untuk membentuk self control yang baik.





















BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN

Description: manfaat metode kualitatif untuk penelitian kamu

Dalam rangka memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis mengadakan telaah pustaka dengan cara mencari serta menemukan teori-teori yang mau di jadikan landasan penelitian, yaitu:
Self Control (kontrol diri) yaitu kemampuan untuk membimbing tingkah laku/etika sendiri; kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau etika laku impulsif.
Averill (dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebutkan kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yakni terdiri dari tiga jenis kontrol, sebagai berikut:
1.             Behavior Control (kontrol perilaku), yang terdiri dalam dua komponen, adalah kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated administration) serta kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).
2.             Cognitive control (kontrol kognitif), terdiri dari dua komponen, yakni memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal).
3.             Decisional Control adalah kemampuan seseorang dalam memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujui nya, kontrol diri di dalam menentukan pilihan dapat berfungsi dengan baik, dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Dalam mengukur kontrol diri dipakai aspek-aspek yakni sebagai berikut:
1.             Kemampuan dalam mengontrol tingkahlaku
2.             Kemampuan dalam mengontrol stimulus
3.             Kemampuan dalam mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian
4.             Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa atau kejadian.
5.             Kemampuan dalam mengambil keputusan.

Tiga langkah orang dewasa untuk membangun kontrol diri pada anak, berikut:
1.             Langkah pertama yakni memperbaiki perilaku anda, sehingga dapat memberi contoh control diri yang baik untuk anak dan menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan prioritas utama.
2.             Langkah kedua yaitu membantu anak menumbuhkan sistem regulasi internal sehingga bisa menjadi motivator bagi diri mereka sendiri khususnya.
3.             Langkah ketiga yaitu mengajarkan cara membantu anak menggunakan kontrol diri ketika menghadapi masalah dan stres, mengajarkan untuk berfikir dahulu sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu yang aman dan baik untuk dirinya maupun orang lain.












BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

Description: dengan memahami isi dari sebuah novel sang pemimpi

A.           METODE DAN ALASAN MENGGUNAKAN METODE
Pada penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung, deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif serta makna merupakan hal yang esensial.
Terdapat 6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, yakni: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories, serta penelitian tindakan kelas.
Dalam hal ini penelitian yang digunakan yakni penelitian studi kasus (case study), yaitu: suatu penelitian yang dilaksanakan untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang, serta interaksi lingkungan suatu unit sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.



B.            TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini berlokasi di MA Nurul Azhar Ngawi karena di dasarkan pada beberapa pertimbangan:
MA adalah Sekolah Menengah Atas yang mempunyai konotasi perilaku yang tidak begitu baik menurut pandangan masyarakat. sehingga Konselor di MA sangat berperan dalam memantau penyimpangan perilaku para siswa.

C.      INSTRUMEN PENELITIAN
pada penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri.

D.           SAMPEL SUMBER DATA
Sumber data utama dalam penelitian ini yaitu kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah tambahan, seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan sebagai sumber utama, sedangkan sumber data tertulis, foto dan catatan tertulis adalah sumber data tambahan.

E.            TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi serta dokumentasi. Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maksudnya secara baik, jika dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan observasi pada latar, dimana fenomena tersebut terjadi, di samping itu untuk melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh atau tentang subyek).
Wawancara yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara lain:
a)            mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain, 
b)            mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian yang dialami masa lalu.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.

Mengenai jumlah informan yang diambil terdiri dari:
1.             Kepala Sekolah MA Nurul Azhar Ngawi;
2.             Guru Bimbingan dan Konseling MA Nurul Azhar Ngawi;
3.             Seluruh Wali Kelas MA Nurul Azhar Ngawi

Teknik Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan menurut 3 cara. Pertama, pengamat bisa bertindak sebagai partisipan atau nonpartisipan. Kedua, observasi dapat dilaksankan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga, observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi yang pertama di mana pengamat bertindak sebagai partisipan.
Teknik Dokumentasi, menggunakan teknik ini untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.
“Rekaman" sebagai setiap tulisan/pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual atau kelompok dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan “Dokumen" digunakan untuk mengacu atau bukan selain pada rekaman, yakni tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti: surat-surat, buku harian, catatan khusus, foto-foto dan lain sebagainya.

F.            TEKNIK ANALISIS DATA
Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengelolahan dan analisa data. Yang di maksud dengan analisis data ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, jadi dalam analisis data selama di lapangan peneliti menggunakan model spradley, yaitu tehnik analisa data yang di sesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, adalah:
1.             Dalam tahap penjelajahan dengan teknik pengumpulan data grand tour question, yaitu pertama dengan memilih situasi sosial (place, actor, activity),
2.             Kemudian setelah memasuki lapangan, dimulai dengan menetapkan seorang informan “key informant" yang merupakan informan, berwibawa dan dipercaya dapat “membukakan pintu" kepada peneliti untuk memasuki obyek penelitian.Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara yang dilakukan. Setelah itu perhatian peneliti pada obyek penelitian dan memulai untuk mengajukan pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara. Berdasarkan hasil dari analisis wawancara berikutnya peneliti melakukan analisis domain.
3.             Dalam tahap menentukan fokus (dilakukan dengan observasi terfokus) analisa data dilakukan menggunakan analisis taksonomi.
4.             Dalam tahap selection (dilakukan dengan cara observasi terseleksi) kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kontras, yang dilakukan dengan analisis komponensial.
5.             Hasil dari analisis komponensial, melalui analisis tema peneliti menemukan tema-tema budaya. Berdasar pada temuan tersebut, selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian kualitatif.





DAFTAR PUSTAKA

Borba, Michele. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Ghufron, M. Nur. " Hubungan Kontrol diri, persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang tua dengan prokrastinasi akademik." Tesis Ilmu Psikologi UGM Yogyakarta, 2003.


Gunarsa, D. Singgih. Bunga rampai Psikologi Perkembangan; Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.

Sugiyono, Metodologi Penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D Bandung: Alfabeta, 2006.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar kalian sangat berharga bagi saya

Survey Monkey

Survey Monkey/Monkey Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan umpan balik untuk membantu mengumpulkan informasi & data pelanggan dari surv...