UPAYA GURU BK DALAM
MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA DI MA NURUL AZHAR NGAWI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG MASALAH
Istilah
pubertas atau adolescensia umum di maknai dengan masa remaja,
yaitu masa perkembangan sifat tergantung pada (dependence) terhadap orang tua
kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri,
perhatian pada nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
Sedangkan
menurut ahli, Harold Alberty (1967:86), remaja adalah masa peralihan antara
masa anak dengan masa dewasa yakni berlangsung 11-13 tahun hingga 18-20 tahun
menurut umur kalender kelahiran seseorang.
Sejauh
mana remaja dapat mengamalkan nilai-nilai yang sudah di anutnya serta yang
telah dicontohkan kepada mereka? Salah satu tugas perkembangan yang sangat perlu
dilakukukan remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompoknya
kemudian menyesuaikan tingkah lakunya dengan harapan sosial tanpa bimbingan,
pengawasan, motivasi, serta ancaman sebagaimana pada waktu kecil.
Ia
juga di tuntut untuk mampu mengendalikan tingkah lakunya karena dia bukan lagi
tanggung jawabguru, orang tua atau orang lain.
Berdasarkan
penelitian empiris yang dilaksanakan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus
menjadi disertasi doktornya yang judul “The Developmental of model of moral
Think and choice in the years 10 to 16". Menyebutkan tahap-tahap
perkembangan moral pada individu bisa di bagi yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat Prakonvensional
Dalam
tingkat ini anak tanggap pada aturan-aturan budaya dan terhadap
ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik atau buruk, benar atau salah. Namun, hal
ini semata-mata ditafsirkan dari sudut pandang sebab akibat fisik atau
kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan).
2. Tingkat Konvensional
Dalam
tingkat ini, anak hanya menurut pada harapan keluarga, kelompok ataupun bangsa.
Ia memandang bahwa hal tersebut penting bagi dirinya sendiri, tanpa
mengindahkan akibat yang segera dan nyata.
3. Tingkat Pasca-konvensional
Dalam
tingkatan ini ada usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai serta prinsip
moral yang dimiliki keabsahan dan dapat diterapkan, lepas dari otoritas
kelompok atau orang yang berpegang terhadap prinsip-prinsip tersebut dan
terlepas pula dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok itu.
Piaget
mengatakan bahwa masa remaja sudah mencapai tahap pelaksanan formal dalam
kemampuan kognitif. Ia dapat mempertimbangkan semua kemungkinan untuk mengatasi
suatu problem dari beberapa sudut pandang serta berani mempertanggung jawabkan.
Sehingga
kohlberg juga berpendapat, perkembangan moral ketiga, moralitas
pasca-konvensional harus di gapai selama masa remaja.
Beberapa
prinsip di terimanya melalui dua tahap; pertama meyakini kalau dalam keyakinan
moral harus ada fleksibilitas sehingga bisa memungkinkan dilakukannya perbaikan
dan perubahan standar moral jika menguntungkan semua anggota kelompok; kedua
menyesuaikan diri dengan standar sosial serta ideal untuk menjahui hukuman
sosial terhadap dirinya pribadi, sehingga perkembangan moralnya tak lagi atas
dasar keinginan pribadi, namun mernghormati orang lain.
Tapi,
pada kenyataan banyak ditemukan remaja yang belum dapat mencapai tahap
pasca-konvensional tersebut, dan pernah juga ditemukan remaja yang baru mencapai
tahap prakonvensional.
Fenomena
itu banyak dijumpai dalam remaja yang pada umumnya mereka masih duduk di bangku
SMA/SMK, seperti:
1.
Berperilaku tidak terpuji, meremehkan
peraturan dan disiplin sekolah yang ada
2.
Senang berfoya-foya dan
bergerombol/berkelompok
3.
Mentaati peraturan sekolah, karena satu hal, takut
pada hukuman
Dan
tidak jarang juga kita mendengar/melihat perkelahian,tawuran terjadi antar
remaja yang tidak jelas sebabnya. Bahkan perkelahian bisa meningkat menjadi
permusuhan kelompok, yang dapat menimbulkan korban pada kedua belah pihak.
Jika
ditanyakan kepada mereka, apa yang menyebabkan mereka bisa berbuat kekerasan
sesama remaja, dan apa masalahnya sehingga peristiwa yang memalukan itu bisa
terjadi, banyak yang menjawab bahwa mereka tidak tahu, tidak sadar mengapa
mereka secepat itu menjadi marah dan ikut berkelahi.
Fenomena
di atas menggambarkan kalau upaya remaja untuk menggapai moralitas dewasa;
mengganti konsep moral yang bersifat khusus dengan konsep moral yang bersifat
umum, merumuskan konsep yang baru dikembangkan dalam kode moral untuk pedoman
tingkah laku, dan mengendalikan tingkah laku pribadi, adalah upaya yang tidak
mudah dicapai bagi mayoritas remaja.
Menurut
Rice (1999), masa remaja yakni masa peralihan, ketika individu yang
mempunyai kematangan. Pada masa tersebut, terdapat dua hal penting yang
menyebabkan remaja melakukan pengendalian diri.
Dua
hal itu adalah, pertama hal yang bersifat eksternal, yakni adanya perubahan
dalam lingkungan. Pada tahap ini, masyarakat dunia sedang mengalami banyak
perubahan dengan begitu cepat yang dapat membawa berbagai dampak, baik dampak
positif maupun dampak negatif bagi remaja.
kedua
adalah hal yang bersifat internal, adalah karakteristik dalam diri remaja yang
membuat relatif lebih bergejolak dibanding dengan masa perkembangan lainnya (storm
and stress period).
Supaya
remaja yang sedang mengalami perubahan cepat di dalam tubuhnya itu dapat
menyesuaikan diri dengan keadaan perubahan tersebut, maka berbagai usaha baik
dari pihak orang tua, guru maupun orang dewasa lainnya, sangat diperlukan.
Salah
satu peran konselor yakni sebagai pembimbing dalam tugasnya yaitu mendidik,
guru harus membantu murid-muridnya supaya mencapai tahap kedewasaan secara
optimal.
Maksudnya
kedewasaan yang sempurna (sesuai dengan kodrat yang dimiliki murid) Dalam peranan
ini guru harus memperhatikan aspek-aspek pribadi pada setiap murid antara lain
kematangan, kebutuhan, kemampuan, kecakapannya dan sebagainya supaya mereka
dapat mencapai tingkat perkembangan dan kedewasaan yang optimal.
Dalam
hal ini di samping orang tua, konselor di sekolah juga memiliki peranan penting
dalam membantu remaja untuk mengatasi kesulitanya, keterbukaan hati konselor di
dalam membantu kesulitan yang dialami oleh remaja, akan menjadikan remaja sadar
akan sikap serta tingkah lakunya yang kurang baik.
Dengan
kemampuan pengendalian diri (self control) yang matang, remaja diharapkan bisa
mengendalikan dan menahan tingkah laku yang bersifat tidak terpuji dan
merugikan orang lain atau mampu mengendalikan serta menahan tingkah laku yang
bertentangan pada norma-norma sosial yang berlaku.
Remaja/Murid
juga diharapkan bisa mengantisipasi akibat-akibat negatif yang akan terjadi
pada masa stroom and stress period. Dari fenomena yang terdapat diatas penulis
sangat tertarik untuk meneliti bagaimana pendidikan anak dalam keluarga buruh
dengan judul “UPAYA GURU BK DALAM MENINGKATKAN SELF CONTROL REMAJA DI MA Nurul
Azhar Ngawi"
B. FOKUS PENELITIAN
Untuk
mempermudah penulis untuk menganalisis hasil penelitian, maka Penelitian ini
difokuskan terhadap Guru BK dalam rangka meningkatkan Self Control siswa di MA
Nurul Azhar Ngawi yang meliputi tujuan, kegiatan sosial dan keagamaan yang
dilakukan dalam meningkatkan self control hasil yang digapai, serta faktor
pendukung dan penghambat.
C.
RUMUSAN MASALAH
Dalam
sub penelitian ini pelaku peneliti mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah Upaya yang dilakukan Guru BK
dalam meningkatkan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
2.
Hasil apa yang digapai dalam meningkatkan self
control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
3.
Apa faktor saja pendukung dan penghambat
terhadap peningkatan Self Control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi?
D.
TUJUAN PENELITIAN
Berdasar
pada latar belakang masalah dan fokus penelitian, maka Tujuan Penelitian yang
ingin digapai adalah:
1.
Untuk mendiskripsikan serta menjelaskan
upaya-upaya yang dilakukan Guru BK dalam angka meningkatkan self control siswa
di MA Nurul Azhar Ngawi.
2.
Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan hasil
yang diraih dalam meningkatkan self control siswa di MA Nurul Azhar Ngawi.
3.
Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan apa
faktor pendukung dan penghambat terhadap peningkatan self control siswa di MA
Nurul Azhar Ngawi.
E. MANFAAT PENELITIAN
1.
Manfaat teoritis
Penelitian
ini diharapkan bisa menunjukkan bahwa konseling yang dilaksanakan oleh Guru BK
di MA Nurul Azhar Ngawi dapat membentuk self control siswa.
2.
Manfaat praktis
Penelitian
ini bisa berguna sebagai masukan di dalam menentukan kebijakan lebih lanjut
bagi MA Nurul Azhar Ngawi mengenai peranan Guru BK dalam membantu siswa siswa
untuk membentuk self control yang baik.
BAB II
STUDI
KEPUSTAKAAN
Dalam
rangka memperkuat masalah yang akan di teliti maka penulis mengadakan telaah
pustaka dengan cara mencari serta menemukan teori-teori yang mau di jadikan
landasan penelitian, yaitu:
Self
Control (kontrol diri) yaitu kemampuan untuk membimbing tingkah laku/etika
sendiri; kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri; kemampuan untuk
menekan atau merintangi impuls-impuls atau etika laku impulsif.
Averill
(dalam, Herlina Siwi, 2000) Menyebutkan kontrol diri dengan sebutan kontrol
personal, yakni terdiri dari tiga jenis kontrol, sebagai berikut:
1.
Behavior Control (kontrol perilaku), yang
terdiri dalam dua komponen, adalah kemampuan mengatur pelaksanaan (regulated
administration) serta kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).
2.
Cognitive control (kontrol kognitif), terdiri
dari dua komponen, yakni memperoleh informasi (information gain) dan melakukan
penilaian (appraisal).
3.
Decisional Control adalah kemampuan seseorang
dalam memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini
atau disetujui nya, kontrol diri di dalam menentukan pilihan dapat berfungsi
dengan baik, dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan atau kemungkinan pada
diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.
Dalam
mengukur kontrol diri dipakai aspek-aspek yakni sebagai berikut:
1.
Kemampuan dalam mengontrol tingkahlaku
2.
Kemampuan dalam mengontrol stimulus
3.
Kemampuan dalam mengantisipasi suatu peristiwa
atau kejadian
4.
Kemampuan dalam menafsirkan peristiwa atau
kejadian.
5.
Kemampuan dalam mengambil keputusan.
Tiga langkah orang dewasa untuk membangun kontrol diri pada anak, berikut:
Tiga langkah orang dewasa untuk membangun kontrol diri pada anak, berikut:
1.
Langkah pertama yakni memperbaiki perilaku
anda, sehingga dapat memberi contoh control diri yang baik untuk anak dan
menunjukkan bahwa hal tersebut merupakan prioritas utama.
2.
Langkah kedua yaitu membantu anak menumbuhkan
sistem regulasi internal sehingga bisa menjadi motivator bagi diri mereka
sendiri khususnya.
3.
Langkah ketiga yaitu mengajarkan cara membantu
anak menggunakan kontrol diri ketika menghadapi masalah dan stres, mengajarkan
untuk berfikir dahulu sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu
yang aman dan baik untuk dirinya maupun orang lain.
BAB III
PROSEDUR PENELITIAN
A.
METODE
DAN ALASAN MENGGUNAKAN METODE
Pada
penelitian ini digunakan Metodologi dengan pendekatan kualitatif, yang
mempunyai karakteristik alami (natural setting) sebagai sumber data langsung,
deskriptif, proses lebih dipentingkan dari pada hasil, analisis dalam
penelitian kualitatif cenderung dilakukan secara analisa induktif serta makna
merupakan hal yang esensial.
Terdapat
6 (enam) macam metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif,
yakni: etnografis, studi kasus, grounded theory, interaktif, partisipatories,
serta penelitian tindakan kelas.
Dalam
hal ini penelitian yang digunakan yakni penelitian studi kasus (case study),
yaitu: suatu penelitian yang dilaksanakan untuk mempelajari secara intensif
tentang latar belakang keadaan sekarang, serta interaksi lingkungan suatu unit
sosial: individu, kelompok, lembaga, atau masyarakat.
B.
TEMPAT
PENELITIAN
Penelitian
ini berlokasi di MA Nurul Azhar Ngawi karena di dasarkan pada beberapa
pertimbangan:
MA
adalah Sekolah Menengah Atas yang mempunyai konotasi perilaku yang tidak begitu
baik menurut pandangan masyarakat. sehingga Konselor di MA sangat berperan
dalam memantau penyimpangan perilaku para siswa.
C. INSTRUMEN PENELITIAN
pada
penelitian ini, yang menjadi instrumen utama adalah peneliti sendiri.
D.
SAMPEL
SUMBER DATA
Sumber
data utama dalam penelitian ini yaitu kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah
tambahan, seperti dokumen dan lainnya. Dengan demikian sumber data dalam penelitian
ini berupa kata-kata dan tindakan sebagai sumber utama, sedangkan sumber data
tertulis, foto dan catatan tertulis adalah sumber data tambahan.
E.
TEKNIK
PENGUMPULAN DATA
Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi serta dokumentasi.
Sebab bagi peneliti kualitatif fenomena dapat di mengerti maksudnya secara
baik, jika dilakukan interaksi dengan subyek melalui wawancara mendalam dan
observasi pada latar, dimana fenomena tersebut terjadi, di samping itu untuk
melengkapi data diperlukan dokumentasi (tentang bahan-bahan yang ditulis oleh
atau tentang subyek).
Wawancara
yaitu percakapan dengan maksud tertentu. Maksud digunakannya wawancara antara
lain:
a)
mengkonstruksi mengenai orang, kejadian,
kegiatan organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan
lain-lain,
b)
mengkonstruksikan kebulatan-kebulatan demikian
yang dialami masa lalu.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.
Pada penelitian ini teknik wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara mendalam maksudnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan fokus permasalahan. Sehingga data-data yang dibutuhkan dalam penelitian bisa terkumpul secara maksimal sedangkan subjek peneliti dengan teknik Purposive Sampling yakni pengambilan sampel bertujuan, sehingga memenuhi kepentingan peneliti.
Mengenai
jumlah informan yang diambil terdiri dari:
1.
Kepala Sekolah MA Nurul Azhar Ngawi;
2.
Guru Bimbingan dan Konseling MA Nurul Azhar
Ngawi;
3.
Seluruh Wali Kelas MA Nurul Azhar Ngawi
Teknik
Observasi, dalam penelitian kualitatif observasi diklarifikasikan menurut 3
cara. Pertama, pengamat bisa bertindak sebagai partisipan atau nonpartisipan.
Kedua, observasi dapat dilaksankan secara terus terang atau penyamaran. Ketiga,
observasi yang menyangkut latar penelitian dan dalam penelitian ini menggunakan
teknik observasi yang pertama di mana pengamat bertindak sebagai partisipan.
Teknik Dokumentasi, menggunakan teknik ini untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.
Teknik Dokumentasi, menggunakan teknik ini untuk mengumpulkan data dari sumber non insani, sumber ini terdiri dari dokumen dan rekaman.
“Rekaman"
sebagai setiap tulisan/pernyataan yang dipersiapkan oleh atau untuk individual
atau kelompok dengan tujuan membuktikan adanya suatu peristiwa. Sedangkan
“Dokumen" digunakan untuk mengacu atau bukan selain pada rekaman, yakni
tidak dipersiapkan secara khusus untuk tujuan tertentu, seperti: surat-surat,
buku harian, catatan khusus, foto-foto dan lain sebagainya.
F.
TEKNIK
ANALISIS DATA
Setelah
semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah pengelolahan dan analisa
data. Yang di maksud dengan analisis data ialah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori,
menjabarkannya kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusunnya ke dalam pola,
memilih mana yang penting dan akan dipelajari, serta membuat kesimpulan
sehingga mudah dipahami oleh dirinya sendiri atau orang lain.
Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif, jadi dalam
analisis data selama di lapangan peneliti menggunakan model spradley, yaitu
tehnik analisa data yang di sesuaikan dengan tahapan dalam penelitian, adalah:
1.
Dalam tahap penjelajahan dengan teknik
pengumpulan data grand tour question, yaitu pertama dengan memilih situasi sosial
(place, actor, activity),
2.
Kemudian setelah memasuki lapangan, dimulai
dengan menetapkan seorang informan “key informant" yang merupakan
informan, berwibawa dan dipercaya dapat “membukakan pintu" kepada peneliti
untuk memasuki obyek penelitian.Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada
informan tersebut, dan mencatat hasil wawancara yang dilakukan. Setelah itu
perhatian peneliti pada obyek penelitian dan memulai untuk mengajukan
pertanyaan deskriptif, dilanjutkan dengan analisis terhadap hasil wawancara.
Berdasarkan hasil dari analisis wawancara berikutnya peneliti melakukan
analisis domain.
3.
Dalam tahap menentukan fokus (dilakukan dengan
observasi terfokus) analisa data dilakukan menggunakan analisis taksonomi.
4.
Dalam tahap selection (dilakukan dengan cara
observasi terseleksi) kemudian peneliti mengajukan pertanyaan kontras, yang
dilakukan dengan analisis komponensial.
5.
Hasil dari analisis komponensial, melalui
analisis tema peneliti menemukan tema-tema budaya. Berdasar pada temuan tersebut,
selanjutnya peneliti menuliskan laporan penelitian kualitatif.
DAFTAR PUSTAKA
Borba,
Michele. Membangun Kecerdasan Moral; Tujuh Kebajikan Utama Agar Anak Bermoral
Tinggi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Ghufron, M. Nur. " Hubungan Kontrol diri, persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang tua dengan prokrastinasi akademik." Tesis Ilmu Psikologi UGM Yogyakarta, 2003.
Gunarsa, D. Singgih. Bunga rampai Psikologi Perkembangan; Dari anak sampai usia lanjut. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.
Moleong,
Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif . Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002.
Sugiyono,
Metodologi Penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D Bandung: Alfabeta,
2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya