. Konsep Ruang
Ruang adalah tempat permukaan bumi, baik
secara keseluruhan maupun hanya kebahagiaan ruang tidak hanya sebatas udara
yang bersentuhan dengan permukaan bumi, tetapi juga lapisan atmosfer terbawah
yang mempengaruhi permukaan bumi. Ruang juga mencakup perairan yang ada di
permukaan bumi (laut, sungai, dan danau) dan dibawah permukaan bumi (air dan
tanah).
Konsep
ruang mempunyai arti tempat terjadinya peristiwa sejarah. Tidak ada peristiwa
yang berlangsung tanpa medium ruang. Segala peristiwa pastilah terjadi di dunia
dalam ruang tertentu. Adanya ruang membuat penulis sejarah mengkategorikan
sejarah berdasarkan tempat, seperti sejarah lokal, daerah, nasional, dunia, dll
Dalam
sejarah selalu berhubungan antara peristiwa sekarang dan sebelumnya. Di sinilah
terkandung konsep kesinambungan, artinya waktu masa lalu sangat menentukan apa
yang terjadi di masa sekarang, dan masa sekarang menentukan apa yang terjadi di
masa yang akan datang.
Ruang
juga mencakup berbagai lapisan tanah dan batuan pada lapisan tertentu yang
menjadi sumber daya bagi kehidupan. Berbagai organisme dan makhluk hidup juga
merupakan bagian dari ruang. Dengan demikian, ruang dapat diartikan sebagai
tempat dan unsur-unsur lainnya yang mempengaruhi kehidupan di permukaan bumi.
Dunia
adalah ruang (dimensi spasial) terjadinya peristiwa-peristiwa, yaitu perubahan-perubahan
karena tindakan manusia atau perubahan spesifik pelaku sejarah dalam proses
perjalanan waktu. Ruang mencakup seluruh permukaan bumi dalam dimensi ruang,
manusia melakukan sebagai aktivitasnya dan menciptakan sebuah sejarah.
Konsep Ruang dalam Memelajari
Sejarah.
Ruang
(dimensi Spasial), merupakan tampat terjadinya berbagai peristiwa alam maupun
peristiwa sosial dan peristiwa sajarah dalam proses perjalanan waktu. Konsep ruang
juga dapat diartikan, sebagai konsep yang paling melekat dengan waktu. Berikut
secara umum penjabaran konsep ruang dalam memelajari sejarah.
a.
Ruang merupakan tampat terjadinya
berbagai peristiwa - peristiwa dalam perjalan waktu.
b.
Penelaahan sautu peristiwa berdasarkan
dimensi waktunya tidak dapat terlepaskan
dari ruang waktu terjadinya peristiwa tersebut.
c.
Jika waktu menitikberatkan pada aspek
kapan peristiwa itu terjadi, maka konsep ruang menitikberatkan pada aspek
tempat, di mana peristiwa itu terjadi.
Proses
sejarah berlangsung dalam batasan ruang dan waktu. Dengan batasan ruang,
diadakan tinjauan terhadap perubahan-perubahan menurut tempat atau lokasi
terjadinya peristiwa-peristiwa sejarah. Dengan demikian, pembagian sejarah
berdasarkan konsep ruang dapat di klasifikasikan sebagai berikut.
1.
Sejarah
Lokal
Sejarah local merupakan suatu peristiwa
sejarah yang terjadi dalam lingkup geografis terbatas dan tidak menimbulkan
pengaruh besar terhadap daerah-daerah lainnya. Sejarah local cenderung lahir
dari suatu peristiwa yang sangat di junjung tinggi di daerah terjadinya
peristiwa sejarah.
Sejarah local tentang suatu daerah
membuat masalah awal suatu daerah tersebut seperti asal-usul daerah
bersangkutan sampai kepada perkembangan daerah itu pada masa berikutnya. Dalam
sejarah local, biasanya mengangkat tokoh-tokoh setempat yang memiliki jasa dan
peran besar dalam perjuangan dan perkembangan daerahnya. Misalnya adalah
perjuangan Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah dan perjuangan Sultan Hasanudin
di Makassar.
Sejarah lokal merupakan sebuah disiplin
ilmu, yang harus menunjau aspek-aspek metodologinya. Di lihat dari sifat
pendekatan objek dan wujud penggambaan peristiwanya, sejarah lokal juga
bersifat tidak seragam. Dalam kenyataannya sejarah lokal bervariasi dari yang
bersifat tradisoinal dan bersifat akademik, akan tetapi tergantung dari tujuan,
dan latar belakang dari penulisan sejarah lokal itu sendiri.
Sejarah lokal bisa dikatakan sebagai
suatu bentuk penulisan sejarah dalam lingkup yang terbatas yang meliputi suatu
lokalitas tertentu. Keterbatasan lingkup itu biasanya dikaitkan dengan unsur
wilayah (unsur spatial). Di indonesia sejarah lokal bisa disebut pula
sebagai sejarah daerah. Sejarah lokal sudah ada dan lama berkembang sebelum ada
Sejarah Nasional. Sejarah lokal itu berkaitan dengan kajian tentang asal-usul
tempat tinggal (daerah) atau suku bangsa/etnis maupun kebudayaannya.Uraian
tentang ini cukup banyak di Indonesia yang termaktub dalam kitab cerita, di
antaranya bernama Babad, Riwayat, Hikayat, Tambo dan macam-macam tersebut bisa
juga disebut sebagai Sejarah Tradisional.
Masa prasejarah hingga pertengahan awal
abad ke-20, penulisan sejarah tidak menunjukkan keindonesiaan, tetapi lebih
mencirikan masyarakat yang masih menjunjung tinggi kesukuan (etnisitas)
dari pada nasionalitas. Periode panjang itu lebih tepat dinamakan sebagai
Sejarah Nusantara.
Masalah anakronisme memang cenderung
mengacaukan antara pengujian disiplin ilmu sejarah dengan konsensus. Istilah
yang harus ditinjau ulang adalah persoalan jenjang hirarki daerahsecara
administratif politik, yang meliputi provinsi, kabupaten, kewedanan, kecamatan,
atau desa, atau kelurahan.
Secara historis, desa merupakan salah
satu jenjang administratif politik yang telah memiliki akar kesejarahan dan
kebudayaan yang cukup beragam di seluruh Indonesia, tetapi sejak Orde Baru
melakukan penyeragaman dari desa menjadi kelurahan, maka kekacauan itu semakin
bertambah. Desa mempunyai sejarahnya sendiri-sendiri yang unik danmenarik
karena mereka mempunyai karakteristik masyarakatnya berdasarkan latar belakang
historisnya.
Jadi, istilah sejarah daerah sebagai
sejarah yang wilayahnya dipertentangkan dengan nasional atau pusat telah
memberi pengertian bahwa istilah itu ambigu. Untuk menjembatani kekacauan
konsensus terhadap unsur ruangatau spatial dalam sejarah lokal,
maka ada tiga pengertian, di antaranya : (1) unit administratif politis, (2)
unit kesatuan etniskultural, dan (3) daerah administratif politis bisa
merupakan kumpulan etniskultural, perlu dipertimbangkan.
a.
Unit
Administratif Politis
Konsep pertama adalah administratif
politis, yang dapat diterima sebagai ruang sejarah lokal apabila penelitian dan
penulisan sejarah itu berkaitan dengan sejarah politik yang menyangkut wilayah
lokal, seperti provinsi, karesidenan, kabupaten, kawedanan, dan kecamatan,
serta kelurahan. Konsep yang pertama bisa juga dilakukan terhadap sejarah masa kini
atau sejarah kontemporer.
Sebagai contoh, Banyumas sejak 1831
dibentuk sebagai karesidenan, yang kemudian secara hirarki juga dibentuk
kabupaten (regentschappen), kawedanan (distrik), dan kecamatan (onderdistrik).
Pembentukan itu mengandung konsekuensi pengadaan jabatan bupati, patih, wadana,
kolektur, pangulu, mantripolisi, (asisten wedana), mantra kabupaten, mantri
cacar, di kalangan pribumi. Di samping itu, ada jabatan residen dan asisten
residen di pihak Belanda. Tentu saja konsep karesidenan sebagai ruang tidak
dapat diberlakukan untuk wilayah yang sama sebelum perang Jawa. Banyumas
menjadi bagian dari daerah mancanegara kilen Mataram (Kuta Ghede,
Plered, Karta, dan Surakarta). Konsep mancanegara kilen lebih tepat dari
pada karesidenan Banyumas. Ketika palihan nagari pada1755, Banyumas
menjadi daerahmancanegara kilen Surakarta. Negara Daerah paguhan lebih
tepat diposisikan sebagai wilayah Majapahit. Wilayah Banyumas pada zaman Demak,
sudah berubah dengan kemunculan Pasir dan Wirasaba sebagai Negara daerah, yang
disusul Banyumas sebagai Negara Daerah Pajang.Ahli sejarah belum memakai
istilah mancanegara kilen pada masa Demak-Pajang.Contoh judul, misalnya,
Sejarah Kabupaten Purwakerta (1832-1936) menunjukkan periode kolonial
Belanda setelahlepas dari Kasunanan Surakarta dan tidak ada anakronisme.
2.
Unit
Kesatuan Etniskultural
Konsep yang kedua adalahunit kesatuan
etniskultural, yang memang bisa diberlakukan dengan mudah di daerahBanyumas
karena pada masa lampau mempunyai identitas masing-masing sebagai kesatuan
etniskultural, misalnya, Negara Daerah Paguhan, Kerajaan Pasirluhur, dan
Selarong. Ruang Banyumas secara legendaris di nyatakan oleh babad Banyumasversi
Mertadiredjan dan babad Pasir dengan ungkapan Tugu Mengangkang Sindara-Sumbing
sebagai batas timur dan udhug-udhug Krawang sebagai batas barat. Wilayah
itu diklaim oleh Raden Kaduhupada zaman Majapahit dan Pangeran Senaapati
Mangkubumin I pada zamanDemak.
Ruang Banyumas yang begitu luas karena
belum ada data yang tepat mengenai pembagian wilayah sehingga kadang-kadang
para penulis historiografi tradisional menciptakan ruang yang agak semau-maunya
untuk kepentingan legitimasi orang-orang lokal. Ada pula konsep ruang Banyumas
dengan penyebutan sepanjang Kali Lanang. Kali Lanang adalah Sungai Serayu sebagai
symbol kebanyumasan, yang wilayahnya meliputi wilayah yang sama seperti
Karesidenan Banyumas. Sepanjang Sungai Seraayu atau Daerah Aliran Sungai serayu
merupakan ruang yang rasional untuk menyebut Banyumas masa lampau.
Kemudian, ada konsep Selarong untuk
ruang Banyumas. Ruang yang terakhir ini bersentuhan dengan kehadirankota lama
Banyumas yang terakhir sebelum dibuka oleh Adipati Warga Utama II atau Adipati
Mrapat. Selarong adalah legenda pra-Banyumas sebagai ruang yang berada di suatu
wilayah yang dikelilingi bukit dan gunung-gunung kecil.Konsep Selarong identik
dengan sangsang buwana(tempat yang di kelilingi bukit) atau kawula
katubing kala (masyarakat yang dijauhkan dari malapetaka).
3.
Unit
Administratif sebagai Kumpulan Etniskultural
Konsep yang ketiga adalah unit
administratif sebagai kumpulan etniskultural. Konsep yang ketiga ini sering
tidak disadari bahwa dalam ruang tertentu terdapat dua atau berbagai etnis.
Sejarah kabupaten Dayeuhluhur misalnya, menunjukkan keterkaitan antara clien
(local) dengan patron Kasunanan Surakarta. Padahal, masyarakat
Dayeuhluhur merupakan masyarakat yang berbasis kebudayaan Sunda. Tokoh nenek
moyangnya adalah Banyak Ngampar atau Gagak Ngampar. Gagak Ngamparadalah anak
Prabu Silihwangi yang berada di daerah Banyumas, yangada waktu itu disebut
Pasir luhur. Penyebutan pasirluhur-Dayeuhluhur merupakan pasangan kakak-beradik
yang bertahan di seberang kebudayaannya. Mereka sering di umpamakan sebagai
Kasepuhan dan Kanoman. Pada penulisan sejarah kontemporer, di kabupaten seperti
Cilacapterdapat sejarahetnis-etnis, baik Jawa maupun Sunda. Kabupaten Cilacap
sendiri secara administratif politik baru hadir pada dua pertiga abad ke-19,
sedangkan pada masa sebelumnya memang ada kabupaten Majenang dihapuskan tahun
1832 dan Raden Tumenggung Prawiranegara dibuang ke Padang. Majenang digabungkan
dengan Kabupaten Ajibarang.
Secara umum sejarah lokal mempunyai dua
aspek kesejarahan yaitu, bersifat ‘lisan dan tulisan’. Akan tetapi di Indonesia
sendiri studi sejarah lokal tidak bisa lepas dari sumber-sumber sejarah yang
berasal dari lisan. Kenyataan ini sempat untuk menulis dan hanya
mengingat-ingatnya saja. Ini lah yang menimbulkan bidang studi sejarah lisan (oral
story) yang sangat terkait dengan studi sejarah lokal karena banyak objek
sejarah lisan terutama peristiwa-peristiwa di suatu lingkungan terbatas atau
lokal tertentu.
Tradisi lisan yang meliputi dongeng,
legenda dan mitos ini merupakan cerita sejarah sebagai bagian kebudayaan suatu
masyarakat. Tradisi penyusunan sejarah tidak bisa dilepaskan dari budaya suatu
masyarakat. Menurut Sartono Kartodirjo, penulisan sejarah sebagai salah satu
bentuk perwujudan kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan kultur
karena itu senantiasan hidup dan bergerak. Sebagai suatu aspek budaya untuk
menjelaskan atau memahami lingkungan sekitar itu, sekaligus sebagai usaha untuk
memberi pegangan pada masyarakat terutama generasi berikutnya, maka tradisi
lisan berfungsi sebagai alat untuk merekam, menyususn dan menyimpan pengetahuan
demi pegajaran dan pewarisnya dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Tradisi lisan (oral traditian),
yaitu berkaitan dengan usaha mengabadikan pengalaman-pengalaman kelompok di
masa lampau melalui cerita yang diteruskan secara turun-temurun dari generasi
ke generasi. Unsur yang terpenting dalam sejarah lisan adalah pesan-pesan
verbal yang berupa pernyataan-pernyataan yang pernah dibuat di masa lampau oleh
generasi yang hidup sebelum gnerasi yang sekarang ini. Hubungan tradisi lisan
adalah menyangkut pesan-pesan yang berupa pernyataan-pernyataan lisan yang
diucapkan, dinyanyikan atau disampaikan lewat musik.
Tradisi lisan berasal dari generasi
sebelumnya. Peranan tradisi lisan dalam penulisan sejarah local yaitu
menghubungkan tradisi lisan dengan keterbatasan-keterbatasan, yang antara lain
bersifat anakronisme dari urutan peristiwa, yaitu tidak diperhatikan
urutan-urutan waktu terjadi peristiwa secara benar. Waktu hakikatnya hanya
untuk menunjukan pergeseran atau peralihan dari satu posisi ke posisi yang lain
dalam rangka klasifikasi kosmis. Maka dari itu konsep waktu yang mereka
miliki umumnya yang bersifat siklus.
Yang menjadi masalah dalam tradisi lisan
ialah penerapan konsep kualitas dalam uraian ceritanya. Beberapa hal positif
yang dimiliki tradisi lisan sebagai sumber sejarah. bahwa tradisi lisan
sebenarnya memuat informasi yang sangat luas tentang kehidupan suatu komunitas
dengan berbagai aspeknya. Dibandingkan dengan tradisi lisan, sumber sejarah
tertulis tradisional ini memang lebih menguntungkan bagi sejarawan lokal yang
menggunakannya, karena uraiannya dalam bentuk tulisan ,jadi langsung bisa
dibaca naskahnya.
Kelebihan dari
penelitian sejarah lisan:
a.
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan
adanya komunikasi dari dua arah (antara peneliti dengan tokoh) sehingga jika
ada hal yang kurang jelas bisa langsung ditanyakan pada nara sumber.
b.
Penulisan sejarah menjadi lebih
demokratis (terbuka) karena memungkinkan sejarawan untuk mencari informasi dari
semua golongan masyarakat (baik rakyat biasa sampai pejabat)
c.
Melengkapi kekurangan data atau
informasi yang belum termuat dalam sumber tertulis atau dokumen.
Kekurangan dari Sejarah
Lisan:
a.
Keterbatasan daya ingat seorang
pelaku/saksi sejarah terhadap suatu peristiwa.
b.
Memiliki subjektifitas yang tinggi
dikarenakan sudut pandang yang berbeda dari masing-masing pelaku dan saksi
terhadap sebuah peristiwa. Sehingga mereka akan cenderung memperberbesar
peranannya dan menutupi kekurangannya.
Tipe-tipe
Sejarah Lokal
Dalam
tipologi sejarah lokal ini, tentu saja yang menjadi masalah adalah kriteria
yang kita gunakan sebagai dasar pengelompokannya.Pengelompokan tipologi sejarah
lokal tidak perlu berarti menarik garis tegas di antara berbagai kelompok yang
terlibat dalam penulisan sejarah lokal tersebut. Dengan demikian usaha untuk mengembangkan
pengertian tipologi sejarah lokal adalah dengan, menumbuhkan saling pengertian
di berbagai pihak yang terlibat dalam bidang sejarah lokal ini. Penyusunan
tipologi sejarah didasarkan pada tujuan penulisan yang berkaitan dengan latar
belakang pendidikan penulis. Penyusunan di Indonesia sendiri di bedakan menjadi
5 jenis penulisan sejarah lokal:
1.
Sejarah
Lokal Tradisional
Merupakan hasil penyusunan sejarah dari
berbagai kelompok etnik dari seluruh Indonesia yang sudah bersifat tertulis.
Sejarah lokal tradisional boleh dikatakan merupakan tipe sejarah lokal yang
baru pertama kali muncul di Indonesia. Sifat uraian kitab-kitab tradisional di
Indonesia bisa dibandingkan dengan kitab modern karena yang dipentingkan adalah
tujuan untuk mengabdikan pengalaman kelompok masyarakat tersebut sesuai dengan
alam pikiran masyarakat tersebut.
Penyusun sejarah lokal tradisional ini
diduga adalah tokoh-tokoh intektual tradisional yang tidak bisa dibandingkan
dengan sejarahwan profesional, karena latar belakang pendidikan yang khusus. Di
lain pihak bagi sejarawan lokal modern, sejarah lokal tradisional mempunyai
nilai tersendiri bagi sumber sejarah.
2.
Sejarah
Lokal Diletantis.
Karakteristik yang menonjol dari tipe
sejarah ini adalah tujuan penyusunan umumnya terutama untuk memenuhi rasa estetis
individual melalui lukisan peristiwa masa lampau, Maka sejarah lokal dilentatis
ini lebih bersifat memenuhi tuntutan keingintahuan pribadi. Kalangan yang
mengembangkan diri sebagai sejarawan dilentatis adalah mereka yang terdidik baik
tradisional maupun modern di lingkungan masyarakatnya, karena itu mempunyai
pandangan yang luas dan mampu membaca sumber-sumber sejarah terutama berupa
dokumen, dan melukiskan lukisan sejarah dengan baik. Hanya saja mereka umumnya
tidak mendapat pendidikan khusus kesejarahan.
Namun gambaran sejarah lokal yang
dihasilkan mereka biasanya bersifat naratif kronologis dengan sedikit bumbu
emosional yang mencerminkan patriotisme lokal. Di Amerika tipe ini sangat
berkembang, akan tetapi sangat disayangkan di Indonesia tipe ini sangat jarang
sehingga para sejarawan dilentatis ini biasanya begerak secara pribadi. Dengan
kata lain sejarawan lokal dilentatis ini sedikit banyak berperan membantu
sejarahwan profesional dalam usaha untuk membuat analisis lebih lanjut dari
sejarah lokal yang sedang mereka susun.
3.
Sejarah
Lokal Edukatif Inspiratif
Merupakan jenis sejarah yang memang
disusun dalam rangka mengembangkan kecintaan sejarah, terutama pada sejarah
lingkungan. Penjelasan sejarah lokal di atas tercermin pada kata edukatif dan
inspiratif, yang merupakan aspek penting mempelajari aspek sejarah. Yang
dimaksud edukatif dari sejarah berarti menyadari makna sejarah sebagai gambaran
peristiwa masa lampau yang penuh arti. Yang berarti nilai-nilai sejarah berupa
ide maupun konsep-konsep kreatif sebagai sumber motivasi bagi pemecahan masalah
masa kini dan merealisasikan masa depan.
4.
Sejarah
Lokal Kolonial.
Sejarah lokal kolonial ini mempunyai
kategori yang khas pada tipologi sejarah lokal. Karakteristik yang pertama
adalah sebagian besar dari penyusunannya oleh para pejabat atau kolonial
seperti Residen, Asusten Residen, Kontrolir, atau oleh pejabat pribumi
tapi atas dorongan pejabat kolonial Belanda.
Kedua adalah sebagian besar tulisan ini
berupa laporan dari pejabat-pejabat kolonial di daerah-daerah, laporan itu bisa
berupa memori serah jabatan, atau laporan khusus kepada pemerintah pusat
tentang perkembangan yang terjadi.
Sejarah lokal jenis ini memang merupakan
hasil studi yang dalam dan bersifat akademis dan bersifat sebagai arsip
laporan. Dan tulisannya banyak yang sangat menarik. Pada umumnya ada usaha
untuk mengemukakan data yang cermat, meskipun dengan sendirinya ada unsur
subyektif atas dasar kepentingan kolonial yang mendasari berbagai macam tulisan
itu. Terlepas adanya unsur subyektif semacam itu, secara khusus bisa
dikemukakan beberapa unsur uraian yang cukup berbobot.
5.
Sejarah
Lokal Kritis Analitis
Sifat uraian tipe ini telah menggunakan
pendekatan metodologis sejarah yang bersifat ketat. Mulai dari pemilihan objek
sejarah sampai konsep dan susunan penulisan laporan. Yang mudah dikenali ialah
bahwa pelaksanaan penelitian ini umumnya ditangani oleh sejarawan profesional.
Profesional di sini bukan saja dilihat dari latar belakang pendidikan, tetapi
juga dari keterampilan di lapangannya. Taufik Abdullah membedakan empat corak
penulisan pada tipe ini karena, dilihat dari fokus serta metodologinya.
a.
Corak yang pertama di sebut sebagai,
“studi yang di fokuskan pada suatu peristiwa tertentu (studi peristiwa khusus
atau disebut ‘evenemental l’evenemental’), seperti contoh tentang
pemberontakan petani di Banten 1888, karya Sartono Kartodirdjo. Penulisan
semacam ini tidak bersifat ideologis dan filosofis, akan tetapi memberikan
gambaran yang jelas mengenai masa silam yang ditopang dengan tradisi akademik.
Tulisan semacam ini tidak semata-mata dibuat dalam bentuk kisah, melainkan
cenderung bersifat struktural, cenderungholistik. Menggunakan pendekatan
ilmu sosiologi, antropologi, ilmu politik dan ilmu-ilmu sosial lainnya.
b.
Corak kedua dari tipe ini adalah, “studi
yang lebih menekankan pada struktur” sebagai contoh suatukota kecil di Jawa
Timur karya Clifford Geertz. Geertz melukiskan bahwakota Mojokuto yang
ditelitinya berdiri pada abad ke-19 dijalan dimana perusahaan-perusahaan
pertanian mulai beroperasi.Kota ini dapat menjadi contoh bagi banyak kota di
ujung Jawa Timur,yang merupakan wilayah frontier yang baru dibuka bersamaan
dengan pembukaan perkebunan.Penduduk kota-kota itu adalah migran dari
tempat-tempat lain yang tenaga kerjanya mengalami tekanan karena Tanam Paksa.
c.
Corak ketiga adalah “studi yang
mengambil perkembangan tertentu dalam kurun waktu tertentu (studi tematis) dari
masa ke masa”. Di sini ditekankan pada pembahasan suatu aspek dan proses sosial
tertentu yang kemudian dicarikan penjelasan dan kaitannya pada struktur yang
lebih luas yang dianggap sebagai pangkal bagi aspek serta proses sosial yang
teliti. Seperti contoh : studi Mitzue Nakamura tentang sejarah sosial kota Gede
di Yogyakarta. Ini termasuk sejarah keluarga. Dengan melacak sebuah keluarga
yang banyak anggotanya dan dalam waktu yang relatif panjang, setidaknya kita
perlu berharap menjangkau empat generasi. Dengan empat generasi itu kita akan
dapat gambaran mengenai kota Gede, terutama soal bagaimana orang tumbuh.
d.
Corak keempat adalah, “studi sejarah
umum, yang menguraikan perkembangan daerah tertentu (provinsi, kota, kabupaten)
dari masa ke masa”. Sifat populer dari sejarah lokal jenis ini ialah ditunjukan
dengan corak uraian yang kronoligis. Maka studi sejarah lokal jenis ini memang
lebih cocok dimasukan dalam kategori edukatif inspratif.
Contoh William H Frederick melakukan
penulisan kembali mengenai Sejarah Indonesia yang berjudul Pandangan Dan
Gejolak; Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi Indonesia (Surabaya 1926-1946).
Pada pemaparan dijelaskan mengenai
keberadaan kelas, golongan, peran pemuda, sistem ekonomi, pemerintahan,
perebutan kekuasaan yang terlihat pada kedatangan Belanda pasca kemerdekaan
Indonesia dengan membonceng tentara Inggris. Seluruh aspek yang menyangkut
tatanan kehidupan diuraikan pada buku ini, namun demikian diantara hal yang
diuraikan respons masyarakat Surabaya atas kemerdekaan Indonesia lah yang
merupakan bagian terpenting. Dimana semangat kemerdekaan yang ada kemudian akan
terwujud pada peristiwa 10 Nopember yang sampai saat ini dikenal sebagai Hari
Pahlawan. Adapun hal yang menjadikan semangat masyarakat Surabaya
berkobar-kobar karena kaum terpelajar Surabaya menekankan bahwa tanggung jawab
atas kemerdekaan itu sangatlah berat.Pada masa itu terdapat golongan kampung
Surabaya yang melawan perusahaan Belanda. Adapun golongan tersebut ada yang
berprofesi sebagai buruh kereta api, kuli pelabuhan dan sebagainya. Bahkan pada
tahun 1931 terjadi kerusuhan besar di kampung karena terdapat pertentangan
dengan pemerintah.
Demikianlah beberapa tipe sejarah lokal
yang berkembang di Indonesia. Dan harus di sadari, dari semua jenis tipologi
ini hanyalah sekedar usaha untuk memberikan gambaran kategori umum dari seluruh
kegiatan sejarah lokal di Indonesia. Hal lain yang harus disadari pula dalam
hubungan dengan tipologi yang dikemukakan tersebut tidak ada maksud untuk
perumusan klasifikasi untuk menyatakan bahwa lima tipe sejarah lokal itu
menggambarkan sepenuhnya tahap-tahap perkembangan sejarah lokal di Indonesia.
Maka tujuan utama dari usaha membuat tipologi sejarah lokal ialah untuk
menunjukan posisi dari pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan sejarah lokal.
Kekurangan
dan kelebihan Sejarah Lokal
Kebanyakan
penulisan sejarah lokal, sekedar menuliskan untuk memberikan informasi tentang
asal usul daerahnya, yang terkadang prinsip penulisan dengan menggunakan sumber
yang sesuai sering diabaikan. Tradisi penulisan sejarah local dengan tekanan
pada daerah-daerah tertentu masih berlanjut sampai sekarang. Tradisi penulisan
tersebut disebut dengan nama karya sejarah amatiran oleh kalangan
sejarahwan profesional dianggap kurang bermutu dilihat dari disiplin ilmu
sejarah. Dikarenakan penulisan sejarah mereka tersebutmerupakan hasil belajar
sendiri yang dengan mudah mencampuradukan antara fakta dan fiksi dengan cerita
bikinan. Sejarawan amatir ini pun dikritik namun karya-karya mereka
bukan tidak diperhatikan bahkan diusahakan untuk ditingkatkan. Ini berarti
karya-karya para sejarawan amatir ini tidak perlu dipermasahlan dan
dipandang merusak penulisan sejarah.
Para
sejarawan amatir telah memberikan sumbangsih kepada kita karena
karya-karya mereka dibuat tidak monoton, mereka banyak mengangkat unsur
kedaerahan bahkan sampai kepada unsur kedaerahan yang kuno. Di Amerika ada
sebuah komunitas yang namanya Local Historical Society merupakan kelompok
pecinta sejarah lokal, mereka tersebar luas di berbagai daerah di Amerika
Serikat. Namun di sini para sejarawan profesional perlu mengadakan bimbingan
terhadap para amatir ini. Meskipun keduanya berbeda dalam latar belakang
pendidikan ataupun minat kerja yang menyangkut masalah pencarian sumber serta
interpetasinya. Semestinya tidak perlu terjadi adanya jurang pemisah antara apa
yang disebut dengan kolompok sejarawan Profesional dan yang amatir. Karena pada
dasarnya sejarah itu berawal dari sejarah lokal yang disini para amaturis
sangatlah berperan.
Penelitian
tentang sejarah lokal, kita tidak hanya memperkaya pembendaharaan sejarah
Nasional, tapi lebih penting lagi memperdalam pengetahuan kita tentang dinamika
sosiokultural dari masyarakat Indonesia yang majemuk ini secara lebih
mendalam. Dengan begini kita makin menyadari pula bahwa ada berbagai corak
penghadapan manusia dengan lingkungannya dan dengan sejarahnya. Selanjutnya
pengenalan yang memperdalam pula kesadaran sejarah Kita. Dengan demikian
terdapat kemungkinan untuk mendapatkan makna dari berbagai peristiwa sejarah
yang dilalui.Di bawah ini merupakan arti penting dari sejarah lokal di
antaranya :
a.
Pengembangan sejarah yang bersifat
nasional seperti sekarang ini, sering kurang memberi makna bagi orang-orang
tertentu terutama yang menyangkut sejarah daerahnya sendiri. Banyak sejarah
nasional tidak menggali lebih mendalam tentang suatu kajiannya, biasanya bersifat
umum saja. Oleh karenanya sejarah daerah kita sendiri terkadang luput dari
pengetahuan kita. Selain itu juga sejarah lokal juga bisa diguankan untuk
mengoreksi generalisasi-generalisasi dari Sejarah nasional.
b.
Sejarah lokal dibuat sengaja, dibuat
untuk orang-orang dari zaman kemudian dari hidup pembuatnya. Sebagai sorotan
berikutnya dari Sejarah lokal yaitu lingkungan studi Sejarah sebagai kritik
sejarah. Kritik sejarah ini biasa dibedakan menjadi dua yaitu Kritik ekstern
dan kritik Intern. Mengenai kritik intern, secara teoritis
langkah ini baru baru dilaksanakan sesudah kritik ekstern selesai
menentukan bahwa dokumen yang kita hadapai memang dokumen yang kita cari, yang
bukan saja berarti relevan dengan topik yang sedang disusun, tapi lebih penting
lagi bahwa sumber-sumber itu adalah sumber yang autentik. Dari sana kita
bisa melihat bahwa dengan kritik sejarah jejak-jejak sejarah itu kemudian dapat
diwujudkan sebagai fakta sejarah, yaitu sesudah jejak-jejak itu lolos dari
pengujian kritis. Dengan demikin fakta Sejarah itu sebenarnya adalah keterangan
atau kesimpulan yang kita peroleh dari jejak-jejak sejarah setelah disaring
atau diuji kebenarannya melalui kritik sejarah.
c.
Sejarah lokal mempelajari manusia lebih
mendetail. Tidak hanya manusia yang berperan sebagai tokoh sentral/besar dalam
sebuah peristiwa namun juga manusia dengan setiap dinamika kehidupannya.
Sejarah lokal di negara Barat penggunaan istilah sejarah lokal (local
history) dikenal pula sebagai neighborhood history atau community
history. Diartikan sebagai “the entire range of possibilities in a
person’s immediate environment”. Pembatasan tidak hanya dari ruang lingkup
spasial atau keruangan seperti desa, kota, kabupaten, dan provinsi namun juga
pranata-pranata sosial serta unit-unit budaya yang ada di lingkungan tersebut.
Unsur sosial dan budaya tersebut seperti keluarga, pola pemukiman, mobilitas
sosial, pasar, teknologi pertanian, lembaga pemerintahan setempat. Sejarah
lokal sebagai studi tentang kehidupan masyarakat atau komunitas khusus dari
sebuah lingkungan tertentu dalam dinamika perkembangannya dalam berbagai aspek
kehidupan manusia.
4.
Sejarah
Nasional
Sejarah nasional merupakan suatu
peristiwa yang terjadi pada kawasan yang lebih luas dari sejarah local. Sejarah
nasional meliputi suatu peristiwa yang terjadi dalam suatu Negara dan rapat
memegaruhi kehidupan di berbagai aspek tersebut, misalnya politik, ekonomi,
social, budaya, dan sebagiannya.
Sejarah nasioanal di Indonesia sendiri
dapat kita amati dengan membaca buku-buku sejarah nasional daerah. Terdapat
banyak peristiwa sejarah di Indonesia yang mempengaruhi terhadap kehidupan
bangsa dan Negara, diantaranya adalah peristiwa dekrit presiden 5 Juli 1959,
peristiwa G30-SPKI, terjadinya krisis moneter pada tahun 1998 yang menyebabkan
reformasi dalam kehidupan masyarakat, serta peristiwa-peristiwa lainnya.
Sejarah nasional digunakan sebagai suatu
konsep resmi negara. Sejarah nasional lebih bersifat konsepsi umum yang
mendukung penanaman nilai nasionalisme, biasanya merupakan hal-hal lokal yang
dianggap memiliki pengaruh secara nasional dan kebangsaan.
Sejarah nasional Indonesia terpusat
kajiannya di pulau Jawa. Penempatan kerajaan Majapahit sebagai titik awal dari
nasionalisme dan terpusatnya kekuasaan kolonial di pulau Jawa menjadi kajian
sejarah nasional lebih dominan terjadi di pulai tersebut. Sementara
sejarah-sejarah lainnya di daerah (terutama diluar pulau Jawa) dianggap sebagai
sejarah lokal atau sejarah daerah.
Polemik antara sejarah nasional dan
sejarah lokal, penulisan sejarah nasional didominasi oleh kajian sejarah
politik sehingga menyebabkan masyarakat kecil tidak mendapatkan tempat dalam
narasi sejarah.Penulisan sejarah yang sangat politis berkosekuensi juga pada
upaya generalisasi terhadap konten sejarah. Dampak dari pendekatan politik juga
bisa dilihat dari materi sejarah berisi baik-buruk dan benar salah. Dengan kata
narasi sejarah hanya akan melihat pada dua sisi nilai tersebut saja.Yang baik
akan selalu ditonjolkan sementara yang buruk ditinggalkan atau paling tidak dinarasikan
secara negatif.
Sebagai contoh, penulisan sejarah
pemberontakan di Indonesia yang menempatkan posisi pemberontak pihak yang
tertuduh dan pemerintah sebagai pihak yang selalu benar. Dalam kasus
pemberontakan DI/TII Aceh tahun 1953, terjadi pembantaian dan kekerasan oleh
pihak militer terhadap masyarakat Cot pulot dan Desa Jeumpa di Aceh Besar yang
dilakukan oleh Batalyon 142 dari Sumatera Barat anak buah Mayor Sjuib, pasukan
ini dibawah batalyon B pimpinan Kolonel Simbolon. Penembakan pertama pada Sabtu,
26 Februari 1955 terhadap 25 petani di Cot Pulot. Penembakan kedua pada Senin,
28 Februari 1955 64 nelayan di Jeumpa. Penembakan ketiga pada tanggal 4 Maret
1955 di Kruengkala menewaskan 99 jiwa dengan rincian di Cot Jeumpa 25 jiwa, di
Pulot Leupung 64 dan Kruengkala 10 jiwa. Usia termuda yang wafat yakni 11 tahun
dan paling tua berusia 100 tahun. Pembantaian ini sebagai balas dendam terhadap
rekan-rekannya yang ditembak oleh tentara Darul Islam.Cerita seperti ini sama
sekali tidak tercatat dalam sejarah nasional Indonesia karena mungkin dianggap
akan mencoreng nama baik negara oleh sebab pelanggaran alat negara terhadap
rakyatnya. Namun di sisi lain nasib rakyat sebagai korban sama sekali tidak
diperhatikan dan diabaikan. Pola penulisan politik seperti sarat dengan
kepentingan pemerintah dan rezim yang berkuasa. Ironinya, kepentingan tersebut
dibalut dengan rasa nasionalisme dan alasan kepentingan negara.
Pengembangan sejarah nasional sekarang
ini sering kurang memberi makna bagi orang-orang tertentu terutama sejarah
daerahnya sendiri. Banyak sejarah nasional tidak dapat
menggali lebih mendalam tentang kajiannya dan bersifat umum saja.
Sejarah daerah kita sendiri terkadang luput dari pengetahuan kita dan sejarah
lokal juga bisa digunakan untuk mengoreksi generalisasi-generalisasi dari
Sejarah nasional. Sejarah lokal sengaja dibuat untuk orang-orang dari zaman
kemudian dari hidup pembuatnya.
Sejarah
Lokal dalam Melengkapi Sejarah Nasional
Sejarah
lokal seringkali dipahami sebagai bagian dari sejarah nasional. Hal ini
dilatarbelakangi oleh fakta bahwa studi sejarah lokal diperlukan untuk mencari
bahan sebagai penyusun nasional yang akhirnya hanya menghasilkan sejarah
nasional versi lokal. Realitas yang muncul di daerah-daerah dapat berubah,
sehingga kadang-kadang peristiwa nasional yang penting dalam kategori sejarah
nasional bisa saja tidak memiliki arti apa-apa pada sejarah lokal. Sejarah
nasional ditentukan oleh faktor-faktor ekstra lokal, bukan sekedar
kumpulan-kumpulan peristiwa local, atau peristiwa lokal yang strategis namun
juga tergantung pada kekuatan politik saat itu dan faktor internasional.
Penyusunan sejarah nasional tidak hanya sekedar berdasarkan “pantas tidaknya”
peristiwa untuk menjadi unsur dari sejarah nasional, namun juga berdasarkan logika
keterkaitan peristiwa tersebut dengan latar belakang yang berlaku secara
nasional.
Sejarah
lokal dapat melengkapi sejarah nasional, karena sejarah nasional hanya
membicarakan sesuatu secara umum sehingga sifatnya terbatas. Sejarah lokal
memberikan detail sehingga mampu melengkapi kekurangan sejarah nasional.
Misalkan sejarah nasional membicarakan proklamasi 1945, pasti hanya
membicarakan kisah di Jakarta. Hal ikhwal proklamasi di daerah/lokal akan
menjadi fungsi pelengkap sejarah nasional. Hasil studi khusus pada sejarah
lokal akan memberikan pengetahuan lebih umum terhadap kejadian-kejadian
historis di tingkat lokal yang merupakan dimensi sejarah nasional.
Untuk
menggambarkan contoh hubungan sejarah lokal dengan sejarah nasional, penulis
mengangkat daerah Jawa Barat yang sungguh kaya akan peristiwa sejarah dari masa
ke masa, baik yang bersifat lokal maupun nasional. Sejak masa kerajaan hingga
kini, di daerah Jawa Barat terjadi berbagai peristiwa sejarah penting yang
mengandung berbagai makna pula, sesuai dengan gejolak jamannya. Peristiwa atau
moment penting itu di antaranya adalah Kerajaan Tarumanagara (abad ke-5 hingga
abad ke-8), Kerajaan Sunda/Pajajaran (abad ke-8 hingga abad ke-16), Kerajaan
Galuh (abad ke-8 hingga abad ke-15), dan Kerajaan Sumedang Larang (1580-1620).
Pada
awal masa kerajaan, daerah Jawa Barat masuk pengaruh budaya Hindu-Budha.
Sementara itu muncul Kesultanan Cirebon (1479-1809) dan Kesultanan Banten
(1552-1832). Dengan berdirinya kedua kesultanan itu, Jawa Barat menjadi salah
satu pusat penyebaran agama Islam di Pulau Jawa. Pada abad ke-17, sebagian
wilayah Jawa Barat, khususnya daerah Priangan berada di bawah pengaruh
kekuasaan Mataram (1620-1677). Selanjutnya Jawa Barat semakin memiliki arti
penting karena menjadi pusat kegiatan/kekuasaan kolonial Belanda di Nusantara,
yaitu pusat kegiatan Kompeni/VOC (abad ke-17 hingga akhir abad ke-18) dan pusat
pemerintahan Hindia Belanda (awal abad ke-19 hingga Maret 1942) serta pusat
pemerintahan Pendudukan Jepang di Jawa (awal Maret 1942 hingga pertengahan
Agustus 1945).
Pada
awal abad ke-20 hingga menjelang proklamasi kemerdekaan, Jawa Barat juga
menjadi pusat kegiatan pergerakan nasional, sehingga bangsa Indonesia berhasil
menetuskan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Peristiwa yang disebut
terakhir juga terjadi di daerah Jawa Barat. Dalam perjuangan bangsa Indonesia
mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan, Jawa Barat menjadi pusat perjuangan,
sekaligus sebagai pusat kegiatan Pemerintah Republik Indonesia dalam rangka
mengisi kemerdekaan dengan berbagai program pembangunan. Dalam setiap kurun
waktu tersebut, banyak peristiwa sejarah yang memiliki arti penting, baik bagi
masyarakat dan daerah Jawa Barat khususnya maupun bagi kepentinan nasional
bangsa dan pemerintah Indonesia pada umumnya.Bahkan dalam masa tertentu di Jawa
Barat terjadi peristiwa sejarah yang berskala internasional, misalnya
Konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955.
Berdasarkan
ruang lingkup spasialnya, sejarah Jawa Barat termasuk kategori sejarah lokal.
Namun demikian, studi sejarah lokal penting artinya bagi suatu bangsa seperti
Indonesia yang menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan. Untuk mengetahui
kesatuan yang lebih besar, bagian yang lebih kecil jangan diabaikan, melainkan
harus dimengerti dengan baik. Seringkali hal-hal yang ada/terjadi di tingkat
nasional baru dapat dimengerti dengan lebih baik apabila perkembangan di
tingkat lokal dipahami dengan baik pula. Hal-hal di tingkat yang lebih luas
(nasional) biasanya hanya memberikan gambaran dari pola-pola serta masalah
umum, sedangkan situasinya yang lebih konkret dan mendalam baru dapat diketahui
melalui gambaran sejarah lokal.
Dengan
kata lain, studi sejarah Jawa Barat bukan hanya penting artinya bagi
kelengkapan sejarah nasional, tetapi penting pula untuk memperdalam pengetahuan
tentang dinamika sosiokultural masyarakat yang bersangkutan. Dalam pada itu,
selain peran keilmuannya, kajian sejarah lokal seperti sejarah Jawa Barat
memiliki arti praktis bagi pembangunan, baik pembangunan daerah maupun pembangunan
nasional, termasuk pembangunan bidang budaya dalam arti luas. Untuk keperluan
itu, pemahaman akan berbagai jenis sumber sejarah Jawa Barat dan sikap kritis
terhadapnya, mutlak diperlukan.
Fungsi
Sejarah Lokal Sebagai Dimensi Mikro Terhadap Sejarah Nasional
Dalam
studi sejarah, salah satu masalah yang dihadapi sejarawan ialah penentuan
kesatuan kerangka peristiwa yang menjadi pusat perhatiannya dalam melihat
proses persambungan peristiwa-peristiwa. Dalam hubungan ini dikenal istilah
unit-unit sejarah. Sejarawan perlu menentukan batas-batas yang akan
memungkinkan mereka membatasi ruang lingkup kegiatannya. Misalnya membedakan
antara yang disebut kejadian historis dengan kejadian non-historis. Cara yang
lain yang juga bisa dijadikan dasar kategorisasi peristiwasejarah, yaitu
melihat peristiwa-peristiwa itu dalam rangka apa yang disebut sebagai “unit
sejarah”. Yang penting dalam kategorisasi peristiwa sejarah adalah adanya
kerangka kesatuan yang di dalamnya mengandung pola-pola dari fakta-fakta yang
berada dalam satu kerangka tersebut, di dalamnya juga mengandung aspek kesatuan
temporal serta kesatuan spatial dari rangkaian peristiwanya. Dengan demikian,
unit-unit historis itu terwujud dari berbagai kategori yangmenyebabkan adanya
variasi lingkup sejarah.Sejarawan Inggris, A.J Toynbee meskipun mengakui adanya
unit historisyang merupakan kesatuan negara dan bangsa, tapi lebih cenderung
pada unithistoris makro. Sebaliknya kelompok sejarawan praktis lebih melihat
kesatuan lapangan studi sejarah yang bisa dipahami itu berada pada lingkungan
sejarah mikro.
Keterkaitan
antara sejarah lokal dengan sejarah nasional tidak dapat dikatakan bahwa
kumpulan-kumpulan dari sejarah lokal itu dapat diartikan sejarah nasional.
Karena sejarah lokal sebagai penyempurnakan sejarah nasional dan memberi
hubungan timbal balik.
Terdapat
pula kelemahan umum terjadi dalam beberapa tulisan tentang sejarah Jawa Barat,
pada sifat uraian yang kurang memberikan eksplanasi tentang makna peristiwa.
Salah satu contoh kesalahan pemilihan topik adalah tulisan berjudul Prabu
Siliwangi. Topik itu dikatakan salah, karena Prabu Siliwangi bukan tokoh
sejarah melainkan tokoh mitos (tokoh sastra). Kasus ini juga menunjukkan
kesalahan interpretasi, verifikasi, dan penulisan. Campuraduknya antara sejarah
dengan mitos memang merupakan gejala umum di kalangan masyarakat. Mungkin hal
itu terjadi karena mereka (rakyat) banyak mengetahui cerita yang mirip sejarah
dari sumber berupa babad atau wawacan. Hal ini menunjukkan lemahnya pemahaman
akan pengertian sejarah.
Contoh
lain dari kelemahan pengumpulan sumber dan kesalahan interpretasi serta
lemahnya kesadaran sejarah, terjadi dalam sejarah kabupaten yang menari hari
jadi kabupaten yang bersangkutan, misalnya Kabupaten Sumedang dan Kabupaten
Bandung. Kabupaten Sumedang memilih hari jadinya tanggal 22 April 1578. Hal ini
berarti kabupaten itu berdiri pada akhir masa Kerajaan Sunda/Pajajaran, padahal
fakta sejarah menunjukkan bahwa Kabupaten Sumedang berdiri jauh setelah
Kerajaan Sunda/Pajajaran runtuh (1580). Berdasarkan pengertian kabupaten atau
secara administratif, Kabupaten Sumedang berdiri kira-kira tahun 1620, dibentuk
oleh Sultan Agung, penguasa Mataram (1613-1645) dalam usahanya menguasai daerah
Priangan. Kabupaten Bandung pun dibentuk oleh Sultan Agung berdasarkan piagam
bertanggal 9 Muharam Tahun Alip. F. de Haan dalam bukunya berjudul Priangan; De
Preanger Regentshappen Onder het Nederlandsch Bestuur Tot 1811, jilid III
(1912) menafsirkan tanggal piagam itu bertepatan dengan tanggal 20 April 1641.
Tanggal inilah yang dipilih sebagai hari jadi Kabupaten Bandung. Kasus ini
merupakan kelemahan dalam pengumpulan dan penggunaan sumber, karena ternyata
ada sumber lain yang memuat tafsiran lain terhadap tanggal piagam tersebut,
yaitu tanggal 16 Juli 1633.
Seperti
yang sudah diketahui bahwa sejarah lokal merupakan bagian sejarah yang bersifat
mikro sedangkan untuk sejarah nasional sendiri bersifat makro. Yang mana
sejarah nasional lebih bersifat konsepsi umum yang mendukung penanaman nilai
nasionalisme. Dan untuk sejarah lokal sebagai mikro dapat memberikan bantuan
dalam kajian sejarah nasional yang membicarakan sesuatu secara umum.
Hubungan
erat keduanya dalam sejarah bisa pula dilihat dalam hubungan studi sejarah di
Indonesia. Menurut Kartodirdjo bahwa banyak peristiwa-peristiwa sejarah
yang bersifat lokal, sebenarnya hanya bisa dimengerti dengan baik apabila
dihubungan dengan dimensi sejarah nasional. Menurutnya sebagai contoh yaitu
hal-hal yang dibawa oleh proses westernisasi seperti diperkenalkannya
sistem pajak, sewa tanah, birokrasi modern yang membawa fenomena baru dalam
kehidupan penduduk pedesaan.
Dan
dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah nasional lebih ditekankan pada gambaran
yang lebih meluas serta lebih menyeluruh dari suatu lingkungan bangsa yang
bersifat umum dengan tidak terlalu memperhatikan hal-hal kecil dalam peristiwa
lokal, sedangkan dalam sejarah lokal yang lebih diperhatikan adalah
peristiwa-peristiwa di lingkungan sekitar yang mencangkup suatu lokalitas dan
menempatkan sejarah nasional sebagai latar belakang dari peristiwa-peristiwa
khusus di lokalitas tersebut. Dengan demikian sejarah nasional yang hanya
membicarakan sesuatu secara umum dan sifatnya terbatas. Sejarah Lokal
memberikan detail sehingga mampu melengkapi kekurangan sejarah nasional.
5.
Sejarah
Dunia
Sejarah dunia merupakan suatu peristiwa
sejarah yang terjadi dalam skala global dan pengaruh besar terhadap
perkembangan dunia Internasioana. Peristiwa-peristiwa yang termasuk dalams
sejarah dunia merupakan peristiwa yang kejadiannya melibatkan Negara-negara
lain.
Contoh yang termasuk kategori sejarah
dunia adalah terjadinya perang dunia I Dan Perang dunia II. Namun dampak perang
tersebut telah menimbulkan kehancuran antara lain di bidang ekonomi. Sehingga
muncul krisis ekonomi sedunia (Malaise) pada tahun 1929.
Demikian juga dengan terjadi perang
dunia II yang telah membawa kehancuran, kebinasaan, dan Negara Jepang. Di akhir
perang dunia II, kondisi kota Hirosima dan Nagasaki luluhlantak akibat dijatuhi
bom atom oleh pasukan sekutu. Akhirnya perang dengan menggunakan bom atom
memicu trauma bagi seluruh bangsa di dunia atas ancaman perang.
Sejarah dunia adalah sejarah
umat
manusia di seluruh dunia,
di semua daerah di Bumi,
dirunut dari era Paleolitikum (zaman batu tua).
Berbeda dengan sejarah Bumi (yang mencakup sejarah
geologis
Bumi dan era sebelum keberadaan manusia), sejarah dunia terdiri dari kajian
rekam arkeologi
dan catatan tertulis, dari zaman
kuno
hingga saat ini. Pencatatan sejarah dimulai sejak aksara
dan sistem tulisan diciptakan, tetapi asal mula peradaban bertolak dari periode
sebelum penciptaan tulisan, atau zaman prasejarah.
Prasejarah dimulai dari Paleolitikum
(zaman batu tua), diikuti dengan Neolitikum
(zaman batu muda) dan Revolusi Pertanian (antara 8000–5000 SM) di kawasan Hilal
Subur. Revolusi tersebut merupakan titik perubahan besar
dalam sejarah umat manusia karena sejak masa itu mereka telah mampu
membudidayakan tumbuhan dan hewan.
Seiring
dengan perkembangan pertanian, gaya hidup nomad
berubah menjadi gaya hidup menetap sebagai petani. Kemajuan pertanian
mengakibatkan pembagian strata pekerja dalam usaha panen.
Strata pekerja menyebabkan munculnya strata masyarakat dan perkembangan
kota-kota. Banyak kota kuno berkembang di tepi-tepi kumpulan air (danau
dan sungai)
yang dapat menyokong kehidupan. Pada masa 3000
tahun sebelum
Masehi, telah muncul peradaban di lembah Mesopotamia
(dataran di antara sungai Tigris
dan Efrat)
di Timur Tengah, di tepi Sungai
Nil,
Mesir,
dan di lembah Sungai Indus.
Selain itu, peradaban juga muncul di lembah Sungai Kuning.
Di tempat-tempat perkembangan peradaban kuno, pertumbuhan masyarakat yang
semakin kompleks menyebabkan penciptaan aksara
untuk mempermudah usaha administrasi dan niaga.
Sejarah Dunia
Lama
(khususnya Eropa
dan Mediterania) umumnya terbagi
menjadi Abad Kuno, yang terhitung dari
zaman sebelum 476
Masehi;
Abad Pertengahan,
dari abad
ke-5
hingga abad ke-15, meliputi Zaman Kejayaan Islam
(sekitar 750 M hingga sekitar 1258 M) dan Zaman Renaisans
Eropa Awal (bermula sekitar 1300 M); Abad
Modern Awal, dari abad ke-15 sampai akhir abad
ke-18, mencakup Abad
Pencerahan; dan Abad
Modern Akhir, dari masa Revolusi
Industri hingga sekarang, termasuk sejarah
kontemporer. Dalam sejarah Eropa
Barat, "Kejatuhan Roma"
tahun 476 M umumnya dipandang sebagai penanda akhir Zaman Kuno dan permulaan
Abad Pertengahan. Sebaliknya, di Eropa
Timur terjadi transisi dari Kekaisaran
Romawi menjadi Kekaisaran Bizantium,
yang tidak runtuh sampai berabad-abad kemudian.
Pada pertengahan abad ke-15, teknik cetak
modern yang ditemukan Johannes Gutenberg
merevolusi metode komunikasi, dan berperan dalam
mengakhiri Abad Pertengahan
serta menjadi perintis dalam Revolusi
Ilmiah. Pada abad ke-18, akumulasi pengetahuan
dan teknologi—khususnya
di Eropa—telah mencapai massa genting yang menuju kepada Revolusi
Industri.
Di tempat lain, meliputi Timur
Dekat Kuno, Tiongkok
Kuno,
dan India Kuno,
terjadi rentang sejarah berbeda-beda. Pada abad ke-18, karena perdagangan internasional
dan kolonisasi
yang ekstensif, sejarah berbagai peradaban menjadi terjalin secara signifikan
(lihat: globalisasi). Dalam waktu sekitar
seperempat milenium,
angka pertumbuhan jumlah penduduk, pengetahuan, teknologi, perekonomian,
tingkat kerugian senjata, dan kerusakan lingkungan meningkat drastis, mendatangkan
risiko bagi kelayakhunian Bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya