TEKS HASIL OBSERVASI TUMBUHAN
ECENG GONDOK
Eceng Gondok (Eichhornia Crasssipes), hidup dengan media tanam air. Tumbuhan ini
mengapung di permukaan air.
Eceng
Gondok bukan tanaman asli Indonesia. Menurut sejarah penemuannya, tanaman Eceng
Gondok ditemukan oleh Carl Friedrich Philipp Von Martius. Penemu tersebut
adalah seorang ilmuan botani yang berasal dari Jerman.
Eceng
Gondok ditemukan di sungai Amazon, Brazil pada tahun 1924. Eceng Gondok
mempunyai nama berbeda di tiap daerah, misalnya Ringgek (Lampung), Tumpe
(Manado), Ilung-Ilung (Dayak), dan Kelipuk (Palembang).
Eceng
Gondok memiliki akar serabut dan tidak memiliki batang penyangga daun.
Daun
Eceng Gondok termasuk daun tunggal berbentuk oval. Daun tersebut akan meruncing
pada pangkal dan ujung daun. Namun, pada pangkal tangkai daun akan
menggelembung karena berisi rongga udara. Permukaan daun tanaman yang licin
menyebabkan daun Eceng Gondok tidak basah oleh air di sekelilingnya. Warna daun
Eceng Gondok hijau muda hingga hijau tua.
Meskipun
Eceng Gondok termasuk tumbuhan liar, tanaman ini memiliki bunga yang tak kalah
indahnya dengan tanaman hias.
Eceng
Gondok di tanam di pot dan di letakkan di atas meja akan menambah keindahan
rumah, akan tetapi tidak akan bertahan lama, jika terkena matahari. Pada
umumnya, bunga Eceng Gondok mekar di pagi hari dan layu di sore harinya.
Eceng
Gondok memiliki biji yang berwarna hitam. Biji ini berbentuk bulat dan buahnya
berbentuk kotak dan memiliki ruang atau rongga-rongga. Buah Eceng Gondok
berwarna hijau seperti warna daun.
Habitat
Eceng Gondok adalah di perairan air tawar. Eceng Gondok akan tumbuh subur di
perairan yang aliran airnya lambat atau tenang (lentik), seperti danau, sungai,
rawa, telaga, kolam dangkal, dan tanah basah.
Eceng
Gondok di ibaratkan seperti mata uang yang memiliki dua sisi yang berbeda.
Selain dapat menimbulkan dampak negative bagi lingkungan, Eceng Gondok juga
memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan.
Menurut
penelitian Eceng Gondok dapat dimanfaatkan sebagai pembersih polutan logam
berat. Eceng Gondok memiliki daya serap yang tinggi terhadap beberapa logam
berat, seperti besi (Fe) dan timbal (Pb) yang sering di temukan pada perairan
di sekitar industri. Selain dua jenis logam berat tersebut, Eceng Gondok
ternyata mampu menyerap dengan baik logam seperti merkuri (Hg), Seng(Zn),
tembaga (Cu), dan cadmium (Cd) yang bercampur dengan logam lainnya maupun tidak
tercampur di perairan, serta mampu menyerap pestisida jenis 2.4-D dan paraquat.
Eceng
Gondok yang telah di ambil dari perairan dapat diolah menjadi barang-barang
yang berguna bagi kehidupan manusia. Eceng Gondok memiliki struktur serat yang
baik untuk dijadikan beberapa barang yang berguna, seperti bahan pembuat
kertas, kompos, biogas, perabotan rumah tangga, kerajinan tangan, maupun
sebagai media pertumbuhan bagi jamur merang, dan sebagainya.
Eceng
Gondok yang telah di ambil harus dikeringkan terlebih dahulu agar dapat diolah
menjadi barang-barang kerajinan. Pengeringan Eceng Gondok biasanya dengan
memanfaatkan sinar matahari. Setelah kering, Eceng Gondok akan kerat hingga
menyerupai sebuah tali yang memanjang. Tali-tali inilah yang dirajut atau di
anyah hingga dapat digunakan untuk membuat berbagai macam kerajinan, seperti
tas, sandal, bahkan menjadi sofa, kursi, tempat sampah, dan lain-lain.
Dalam
membuat sofa dari Eceng Gondok, bahan dasar berupa tali yang kering akan
dipadukan dengan besi atau bahan rotan sebagai rangka sofa. Selanjutnya di
vernis menjadi furniatur yang cantik.
Produk
furniatur dengan bahan baku Eceng Gondok akan bertahan lama dan awet jika tidak
terkena air atau hujan. Produk semacam ini telah merambah ke dunia mancanegara
sebagai komoditas ekspor.
Usaha-usaha
semacam ini dapat membuka lapangan pekerjaan baru hingga mampu menyerap tenaga
kerja hingga bisa mampu mengurangi pengangguran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya