KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
alhamdulillahirabbilalamin.
Segala puji bagi Allah yang telah menolong kami
menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan dan menyelesaikan dengan baik.
Shalawat dan salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta yakni nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini memuat tentang “Jenis
Peran dan Perkembangan Tari Tunggal dan Kelompok Kreasi dan Etnis”. Walaupun makalah ini mungkin kurang sempurna tapi
juga memiliki detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih
luas kepada pembaca. Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Saya mohon untuk saran dan kritiknya. Terima kasih.
Taba Penanjung, 24 Juli 2017
penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
Lembar Pengesahan
BAB I PENDUHULUAN
A.
Latar Belakang………………………………………………………………………1
BAB II PEMBAHASAN
A.
Tari Tunggal Kreasi Non
Etnik……………………………………………………...2
B.
Karya Tari Kelompok Kreasi Non
Etnik……………………………………………8
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan………………………………………………………………………...13
B.
Saran………………………………………………………………………………..13
Daftar Pustaka
LEMBAR
PENGESAHAN
Makalah
yang berjudul “Jenis Peran dan Perkembangan Tari Tunggal dan Kelompok Kreasi
dan Etnis”
Di Susun Oleh:
Angga
Caca
Nora
Ririn
Veli
Kelas:
XII IPS
Diterima dan Disahkan Oleh:
Taba Penanjung, 24 Juli 2017
Guru Pembimbing
(………………………………….)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia memiliki kekayaan seni
pertunjukan yang sungguh mengagumkan. Kekayaan ini, antara lain, disebabkan
jumlah penduduk Indonesia lebih dari 200 juta dan keberagaman agama yang dianut
oleh masyarakatnya. Jumlah penduduk yang cukup besar jumlahnya itu
ternyata terdiri lebih dari 500 kelompok etnis. Akibatnya, sebagai satu contoh,
seni pertunjukan yang berkembang di Aceh dan seni pertunjukan yang berkembang
di Sumatera Barat sangat berbeda. Adapun sebabnya, meskipun kedua provinsi yang
berada di Sumatera ini sebagian besar penduduknya beragama Islam, tetapi
keduanya berasal dari etnis yang berbeda. Bayangkan jika setiap etnis memiliki
seni pertunjukan maka kekayaan seni di Indonesia pasti mengagumkan, bukan?
Perbedaan etnis sangat memengaruhi hasil dari seni pertunjukannya. Contoh lain dapat dilihat dari tari Sunda dan tari Jawa. Meskipun kedua karya tari itu sama-sama dipengaruhi oleh budaya priayi, namun pengungkapan bentuknya tetap berbeda. Pada etnis Jawa, budaya priayinya introver. Sebaliknya, etnis Sunda budaya priyayinya ekstrover. Hasilnya, penampilan tari Sunda lebih dinamis daripada tari Jawa.
Perbedaan etnis sangat memengaruhi hasil dari seni pertunjukannya. Contoh lain dapat dilihat dari tari Sunda dan tari Jawa. Meskipun kedua karya tari itu sama-sama dipengaruhi oleh budaya priayi, namun pengungkapan bentuknya tetap berbeda. Pada etnis Jawa, budaya priayinya introver. Sebaliknya, etnis Sunda budaya priyayinya ekstrover. Hasilnya, penampilan tari Sunda lebih dinamis daripada tari Jawa.
Seni
kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari Ballet
dan tari modern Barat. Pada tahun 1954, dua seniman dari Jogjakarta yaitu
Bagong Kussudiarjo dan Wisnuwhardana merantau ke Amerika Serikat untuk belajar
Ballet dan tari modern dengan berbagai sanggar tari disana.
Indonesia
memiliki suku bangsa yang tersebar di seluruh Nusantara. Setiap suku bangsa
tersebut memiliki kebudayaan yang sangat beragam, di antaranya adalah tarian
daerah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Banyak
di antara tarian daerah tersebut yang dimainkan secara kelompok. Tarian
kelompok tersebut memiliki jenis, peranan, dan perkembangan yang berbeda-beda.
Keindahan
seni tari tradisional Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer
di Indonesia, misalnya langgam tari jawa berupa proses dan sikap tubuh serta
keanggunan gerakan seringkali muncul dalam pergelaran seni tari kontemporer di
Indonesia.
Kolaborasi
Internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh
dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.
Tari
nonetnik atau lebih dikenal dengan nama tari kontemporer berasal dari kata
"co" (bersama) dan "tempo" (waktu). Sehingga menegaskan
bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik mereflesikan situasi
waktu yang sedang dilalui.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tari Tunggal
Kreasi Nonetnik
Tari kreasi nonetnik merupakan
karya tari garapan baru yang tidak berpola atau tidak berpatokan pada karya
tari daerah tertentu atau etnis tertentu. Penggarapan karya tari seperti ini
benar-benar terlepas dari tradisi yang ada. Tari kreasi nonetnik banyak
diciptakan oleh para seniman untuk memenuhi kebutuhan akan nilai-nilai
keindahan. Mereka benar-benar mengungkapkan perasaannya melalui gerak-gerak
yang indah.
Namun, meskipun karya tari
nonetnik ini merupakan karya tari yang bebas dalam penciptaannya, para seniman
tetap berpatokan pada tema yang telah mereka pilih. Selain sebagai sarana
mengungkapkan perasaan, karya tari nonetnik pada perkembangannya juga merupakan
karya tari yang dikemas sebagai seni pertunjukan. Karya tari banyak disajikan
dalam sebuah pertunjukan karya seni tari. Jika karya tari sudah berfungsi
sebagai seni pertunjukan, pada akhirnya akan mendapat tanggapan dari
penontonnya sebagai suatu pernyataan tentang karya seni tersebut.
Karya tari kreasi nonetnik yang
diciptakan untuk diperagakan oleh satu orang penari, dinamakan karya tari
tunggal. Di samping ini beberapa contoh karya tari tunggal nonetnik.
Seni
kontemporer Indonesia meminjam banyak pengaruh dari luar, seperti tari Ballet dan
tari modern Barat. Pada tahun 1954, dua seniman dari Jogjakarta yaitu Bagong
Kussudiarjo dan Wisnuwhardana merantau ke Amerika Serikat untuk belajar Ballet
dan tari modern dengan berbagai sanggar tari disana.
Ketika
kembali ke Indonesia pada tahun 1959 mereka membawa budaya berkesenian baru,
yang pada akhirnya mengubah arah, wajah dan pergerakan dan koreografi baru,
mereka memperkenalkan gagasan seni tari sebagai ekspedisi pribadi sang seniman
ke dalam seni tari Indonesia.
Keindahan
seni tari tradisional Indonesia juga banyak memengaruhi seni tari kontemporer
di Indonesia, misalnya langgam tari jawa berupa proses dan sikap tubuh serta
keanggunan gerakan seringkali muncul dalam pergelaran seni tari kontemporer di
Indonesia.
Kolaborasi
Internasional juga dimungkinkan, misalnya kolaborasi seni tari Jepang Noh
dengan seni tari teater tradisional Jawa dan Bali.
Tari
nonetnik atau lebih dikenal dengan nama tari kontemporer berasal dari kata
"co" (bersama) dan "tempo" (waktu). Sehingga menegaskan
bahwa seni kontemporer adalah karya yang secara tematik mereflesikan situasi
waktu yang sedang dilalui.
Dalam
dunia seni di Indonesia istilah kontemporer muncul awal tahun 70-an, ketika
Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai pameran seni
patung pada waktu itu.
Sementara
itu perkembangan seni tari kontemporer ditandai dengan tersisihnya seni tari
tradisional dai acara-acara televisi dan hanya ada di acara yang bersifat
upacara seremonial saja.
1.
Peranan Tari Tunggal Nonetnik
Mengupas tari tunggal kreasi nonetnik
daerah setempat tidak terlepas dari jenis, peran dan perkembangan jenis tari
tunggal Nusantara yang tak terbilang jumlahnya. Demikian juga peran hari
tunggal Nusantara sangatlah beragam.
Perkembangan tari tunggal menyangkut
tentang riwayat terbentuk sampai wujud yang ada sekarang. Jenis tari tunggal
nusantara terdapat dalam berbagai bentuk tarian yang terkadang sulit dipisahkan
dalam peran tertentu.
Dengan kata lain, bisa terjadi satu tari
berperan dalam berbagai keperluan, baik sosial, politik, agama, kepercayaan,
maupun hiburan.
Tari tunggal kreasi nonetnik yang
terdapat di Nusantara ini memiliki peranan yang cukup besar dalam
masyarakat.
Peranan tari tunggal kreasi nonetnik
Nusantara sebagai berikut.
a. Jaipong
Jaipong adalah sebuah genre seni tari
yang lahir dari kreativitas seorang seniman asal Bandung, Gugum Gumbira.
Perhatiannya pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu.
Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari
beberapa kesenian diatas cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau
kesenian yang kini dikenal dengan nama Jaipong.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini
muncul ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini.
Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang
biasanya dalam pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan
ronggeng dan pamogoran.
Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi
berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul.
b. Tari
Wira Pertiwi
Tarian ini merupakan kreasi baru ciptaan
Bagong Kussudiardjo yang menggambarkan sosok kepahlawanan seorang prajurit
putri Jawa. Ketegasan, ketangkasan dan ketangguhan seorang prajurit tergambar
dalam gerakan yang dinamis.
c. Sarana Pertunjukan
Tari pertunjukan
adalah sebuah tari yang menitikberatkan pada segi keindahannya bukan pada seni
hiburannya. Sementara yang termasuk dalam tari pertunjukkan adalah. tari-tari
rakyat, tari upacara, dan tari hiburan yang sudah digarap menjadi sebuah tari
pertunjukan tentu saja dengan mengindahkan kaidah-kaidah keindahannya.
Tari Prawiroguno
adalah contoh tari selain sebagai hiburan juga pertunjukan. Tari Prawiroguno
menggambarkan seorang prajurit yang sedang berlatih diri dengan perlengkapan senjata
berupa pedang untuk menyerang musuh dan juga tameng sebagai alat untuk
melindungi diri.
d. Sarana Upacara
Contoh tari
untuk sarana upacara adalah tari Ronggeng. Tari ronggeng sebenarnya merupakan
bagian dari upacara untuk meminta kesuburan tanah. Upacara ini dilakukan supaya
hasil pertanian warga melimpah ruah.
Pergeseran mulai
terjadi di zaman kolonialis,. Sejak era kolonial Portugis hingga Belanda dan
Jepang, Ronggeng dijadikan sebagai hiburan di daerah perkebunan.
Tak hanya bagi
pekerja perkebunan, Ronggeng merupakan hiburan bagi kaum penjajah saat itu.
alhasil, sejak saat itulah Ronggeng tak lagi sekedar sebagai ritual adat.
2. Akulturasi Tari
Kreasi Nonetnik
Tari tunggal
kreasi nonetnik dapat tercipta melalui pengalaman dan juga perkembangan zaman.
Namun, tentunya tidak terlepas dari unsur-unsur estetika tari dan akulturasi
atau pencampuran dua budaya atau lebih.
Dalam penciptaan
tari kreasi nonetnik, terdapat beberapa unsur yang mendukung proses penciptaan
akulturasi, di antaranya adalah penambahan unsur koreografi tari daerah lain.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya akulturasi budaya khususnya akulturasi
seni tari.
Mari kita
pelajari apa yang dilakukan penari Nusantara, Didik Nini Thowok, yang telah
melanglangbuana ke beberapa negara untuk menciptakan tari kreasi nonetnik.
Berikut ini Tarian Jawa Jogjakarta akulturasi dengan
Tarian Jepang.
a.
Tari Jawa
Gaya Jogjakarta dengan Tari Noh Jepang
Setelah
mengalami penundaan pementasan Kala Kina Kini yang semula dijadwalkan 29-29
Oktober akhirnya Didik Ninik Thowok menggelar acara tersebut pada bulan Maret
2002. Dalam pementasan itu, Didik menampilkan koreografi tari yang bersumber
dari tarian yang dahulu.
Karya tersebut
merupakan hasil persentuhannya dengan budaya Jepang, yakni antara tari Jawa
gaya Jogjakarta dengan Noh, drama tradisional Jepang.
Tari Noh
merupakan jenis tari yang diiringi nyanyian atau musik tradisional dengan
seluruh bagian telapak kaki yang yang tidak pernah diangkat melainkan
diseret-seret (suriashi), walaupun kadang-kadang ada juga gerakan menghentakkan
kaki.
Gerakan tari
bisa dilakukan dengan berputar di dalam ruang gerak yang sempit atau seluruh
panggung sebagai ruang gerak.
Selain itu,
Didik mengaku akan menyuguhkan tiga karya terbarunya, seperti Bedhaya Hagoromo,
tari Kipas, dan tari Panca-Muka Kolaborasi.
b. Tari Bedhaya
Kolaborasi Legenda Jaka Tarub dan Hagoromo
Konsep garapan
tari Bedhaya ini bersumber dari dua legenda yang hampir mirip, yaitu cerita
Jaka Tarub dan Nawangwulan dari sebuah legenda di Jawa yang sangat populer
dengan Hagoromo yang berasal dari Noh Drama yaitu salah satu kesenian Jepang.
Dari kedua
sumber yang hampir mirip itu maka timbullah ide koreografer untuk memadukan
keduanya dalam sebuah garapan tari dengan format Bedhaya, maka terbentuk
Bedhaya Kakung (Bedhaya yang ditarik oleh laki-laki yang berperan sebagai
penari wanita, yang sangat populer pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII
dan VIII, dan pada waktu itu di Kraton Jogyakarta ada Abdi Dalem Bedhaya Kakung
dan Abdi Dalem Bedhaya Putri).
c. Tari Kipas
Kolaborasi dengan Tari Kipas dari Nihon Buyo
Gerakan tari
kipas ini juga memadukan unsur tari kipas yang ada di Bali, Sumatra, Sulawesi
dengan gerakan kipas dan Nihon Buyo (tari tradisional Jepang) ataupun Noh
Drama. Lima penari dengan lima warna kostum yang berlainan menggambarkan lima
elemen yaitu, angin, air, api, kayu, dan tanah.
Dalam komposisi
tari Kipas ini menggambarkan penggunaan kipas secara simbolis, dengan
mengungkapkan gerak dari kelima elemen tersebut, adapun kegunaan kipas untuk
menggambarkan bermacam-macam ungkapan seperti keindahan kipas, senjata, tiruan
sebuah benda atau bintang, dan lain-lain.
d. Tari Topeng
(Jogjakarta) Sesuai Konteks Budaya Daerah Setempat (Bali)
Beberapa seniman
tari yang berkolaborasi dalam sebuah garapan yang bersumber dari topeng Bonders
di Bali, antara lain Alex Dea, Daruni, Ni Nyoman Sudewi, dan Didik Nini Thowok,
akan mengekspresikan karakter topeng yang garapannya dalam format komedi.
e. Tari Panca-Muka
Kolaborasi Unsur Tari Empat Negara
Tari Panca-Muka
Kolaborasi menggambarkan lima wajah dengan karakter berbeda, yang memadukan
unsur tari dari empat negara yaitu, Indonesia, Jepang, India, dan Cina.
3. Koreografi Tari
Kreasi Nonetnik (Kontemporer)
Berikut beberapa
tokoh koreografer tari kreasi populer yang telah banyak melahirkan karya-karya
tari kreasi yang indah dan bernilai seni tinggi.
a. Didik Nini Thowok
Sepenggal kisah
diatas menunjukkan kepada kita bahwa Didik Nini Thowok berupaya memperkaya
khazanah tari Nusantara dengan menciptakan tari Kreasi Baru. Ia sendiri
kemudian melahirkan karya-karya penuh humor seperti tari Dwimuka tahun 1987,
tari Kuda Putih tahun 1987, tari Dwimuka Jepindo tahun 1999, tari Topeng Nopeng
tahun 1988, tari Topeng Walang Kekek di tahun 1980, serta ratusan karya
lainnya.
Karyanya yang
masih sering ia bawakan sampai sekarang tari Dwimuka masih tetap mengundang
decak kagum terhadap gerakan dan polah tingkah para tokoh yang dimainkan Didik
di panggung. Tahun 1980 Didik mendirikan sanggar tari bernama Natya Lakshita
yang artinya tari yang berciri.
b. Fitri Setyaningsih
dari Solo. Karya tarinya yaitu "Jahitan Merah".
c. Kandhi Wirastuti
dari Solo. Karya tarinya yaitu "Indit".
d. Ni Kadek Yulia
Puspasari dari Solo. Karya tarinya yaitu "Glass of Milk, a Plate of
...".
e. Sherly Novalindari
dari Padangpanjang. Karya tarinya yaitu "Tubuhku Butuh".
f. Ikha Ramadhani
dari Padangpanjang. Karya tarinya yaitu "Simarewan jo Perempuan".
g. Wening Iskandar
dari Jakarta. Karya tarinya yaitu "Bertutur Berpijak".
h. Gita Novita dari
Jakarta. Karya tarinya yaitu "Dua dalam Satu".
i. Ninin Tri
Wahyuningsih dari Jogjakarta. Karya tainya yaitu "Mbel".
j. Dian Putri Astuti
dari Surabaya. Karya tarinya yaitu " Rasa".
k. Sardono W. Kusumo
Sardono terkenal
dengan jenis-jenis tariannya yang mencoba menggunakan penari dan lingkungan
sebagai instrumen pernyataan tari. Dapat dikatakan bahwa Sardono paling jauh
melangkah mencari bentuk-bentuk baru.
Dalam
penghayatan tari, ia lebih menekankan pada proses gerakan daripada titik-titik
hentinya berupa pose-pose.
B.
Karya Tari
Kelompok Kreasi Nonetnik
Indonesia
memiliki suku bangsa yang tersebar di seluruh Nusantara. Setiap suku bangsa
tersebut memiliki kebudayaan yang sangat beragam, di antaranya adalah tarian
daerah yang harus dijaga dan dilestarikan.
Banyak
di antara tarian daerah tersebut yang dimainkan secara kelompok. Tarian
kelompok tersebut memiliki jenis, peranan, dan perkembangan yang berbeda-beda.
1. Jenis
Tari Kelompok Nonetnik
Berikut
beberapa jenis tarian nonetnik daerah setempat yang ada di Nusantara.
a. Tari
Joged Tango Khas Bali
Tari ini merupakan tari pergaulan yang
memiliki pola gerak lincah, dinamis dan bebas. Yang dimaksud bebas disini
adalah bahwa gerak-gerak dalam tarian tersebut tidak terikat oleh pakem dan
komposisi yang ketat.
Penari dapat melakukan banyak
improvisasi, terutama saat meladeni partisipasi penonton (laki-laki) yang turut
menari dengannya. Tari ini biasanya dipentaskan untuk suasana sukacita pada musim
panen dan hari-hari besar.
Dasar gerak tari
ini adalah gerakan tari Legong dan Kekebyaran. Ada banyak macam tari Joged di
Bali, yaitu Joged Bumbung, Joged Pingitan, Joged Gebyong, Joged Gadrung, Joged
Leko, dan Joged Dadua.
Kecuali Joged
Pingitan, semua pertunjukan Joged selalu diartikan secara berpasangan. Biasanya
setelah menarikan tarian pembuka, penari akan nyawat (memilih) penonton
laki-laki untuk turut menari (ngibing) bersamanya.
Ditilik dari
penampilannya yang berpasangan, sepintas tari joged dapat disejajarkan dengan
Dansa di Eropa atau Tango dan Salsa di Amerika Latin.
b. Tari Barubah
Tari barubah
merupakan bentuk tari kelompok yang merupakan karya baru yang berlatar belakang
Minangkabau. Dilihat dari pengertian judul tari Barubah yang artinya
"Berubah", jelas di sini bahwa tari ini ingin menampilkan sesuatu
perubahan dan berbagai aspek dan keterikatannya terhadap salah satu etnis yang
melatarbelakanginya.
Tari ini ditata
berbeda dengan tari Minangkabau lainnya, yakni dengan menerobos tatanan tari
tradisional melalui pembuatan pola-pola baru, gerakan-gerakan baru. Namun,
ragam-ragam tari etnis lainnya juga mewarnai tari ini, seperti tari Zapin dan
tari Bali.
Penekanan
kekuatan gerak pencak sangat dominan dalam tari ini, tetapi unsur keindahan
terlalu dipertimbangkan. Selain itu, teknik dan kemampuan penari juga harus
maksimal sehingga bisa menghasilkan karya yang dapat mewakili penyampaian ide
koreografer.
c. Tari Citra Gandewa
Tata Citra
Gandewa merupakan tari kreasi berdasarkan tari daerah Jawa Barat. Tarian ini
dibawakan oleh empat penari wanita tanpa adanya penokohan. Jadi, keempat penari
tersebut perannya sama. Dilihat dari judulnya, dapat diketahui kalau properti
tarian yang digunakan adalah busur panah (gandewa).
Inti dari tarian
kreasi ini menceritakan tentang angkara murka yang merajalela dan sikap sombong
di hati manusia. Jalan menuju kesesatan pun terbentang lebar, tetapi masih ada
kesadaran diantara manusia tersebut. Akan tetapi, tidak dapat dipastikan apakah
masih ada penghargaan bagi kebenaran di dunia ini.
Tari Citra
Gandewa ini dimainkan dengan tempo yang berubah-ubah, kadang pelan dan lembut
serta sedang, tapi kadang cepat dan keras.
2. Pola Lantai Gerak
Tari Kelompok/Berpasangan
Pola lantai
gerak adalah pola yang dibuat untuk memandu gerakan penari ke arah yang
ditentukan. Pemahaman pola lantai harus disertai dengan pemahaman penguasa
panggung karena di atas panggung terdapat area-area yang dapat memberikan kesan
yang berbeda-beda terhadap penonton termasuk diantaranya kesan yang tidak baik.
Pada dasarnya
pola lantai tari berpasangan atau kelompok memiliki pola lantai yang sederhana,
yaitu seperti berikut.
(a)
Pola lantai
lurus horizontal (bergerak menyamping ke kiri/kanan), vertikal (bergerak
maju/mundur), dan atau diagonal (bergerak serong kiri/kanan).
(b)
Pola lantai
lengkungan, seperti melingkar, baik setengah melingkar maupun melingkar penuh,
membentuk lengkung angka delapan, atau spiral.
(c)
Pola lantai
zig-zag.
Secara
etimologis, bimbingan dan konseling terdiri atas dua kata yaitu “bimbingan”
(terjemahan dari kata “guidance”) dan “konseling” (diambil dari kata “counseling”).
Dalam praktik, bimbingan dan konseling merupakan satu kesatuan kegiatan yang
tidak terpisahkan. Keduanya merupakan bagian yang integral (Tohirin, 2011: 15).
Dalam segi keindahannya, karya
tari kelompok kreasi nonetnik diciptakan dengan memerhatikan beberapa hal
mengenai komposisi tari kelompok. Komposisi kelompok yang dimaksud sebagai
berikut.
1.
Kesatuan.
2.
Keseimbangan.
3.
Terpecah.
4.
Selang-seling.
5.
Silih berganti.
Bagaimana eksistensi karya tari
kelompok kreasi nonetnik bagi masyarakat Indonesia? Peranan karya tari ini juga
tidak berbeda dengan tari kreasi nonetnik. Karya tari kelompok nonetnik bagi
seseorang digunakan sebagai sarana pengungkapan perasaannya. Selain itu, karya
tari kelompok kreasi nonetnik juga sebagai seni pertunjukan yang mengedepankan
nilainilai estetis untuk dinikmati oleh masyarakat.
Seni pertunjukan yang berfungsi
sebagai penyajian estetis memerlukan penggarapan yang serius. Mengapa demikian?
Hal ini dikarenakan masyarakat penikmat pada umumnya membeli karcis sehingga
mereka menuntut sajian pertunjukan yang baik. Berikut contoh karya tari
kelompok nonetnik.
1.
Tari Ah
Karya tari Ah merupakan salah
satu contoh karya tari nonetnik. Penggarapan karya tari tersebut tidak
berpatokan pada etnis tertentu. Karya tari Ah ditarikan oleh empat orang
penari. Namun, satu penari hanya muncul di panggung pada awal dan akhir
pertunjukan. Karya tari ini menggarap ide dari kehidupan para remaja pengisap
narkoba. Selain gerak-gerak tari yang disusun tanpa terpola oleh nilai-nilai
tradisi etnis tertentu, busana dan tata riasnya juga menunjukkan bahwa karya
tari Ah merupakan karya tari kreasi nonetnik. Berikut penataan busana dan rias
dalam tari Ah.
2.
Tari Pethoi
Pethoi merupakan karya tari
hasil penciptaan dari interpretasi koreografer dalam menyikapi kondisi hutan
yang rusak akibat penebangan liar. Setiap adegan dalam karya tari ini menggarap
suasana-suasana keresahan. Busana dalam karya tari ini tampak unik dengan
penataan menyerupai pepohonan.
3.
Tari Tirai
Tirai dapat menjadi pelengkap
interior yang manis. Tirai dapat dijadikan pelindung ruangan dari panas sinar
matahari. Tirai dapat menandakan bahwa ruangan di dalam bersifat pribadi.
Ada juga tirai
yang menjadi tempat untuk menyembunyikan perilaku orang-orang di baliknya.
Namun, tirai yang dimaksud dalam karya tari ini adalah penutup yang luwes.
Koreografer karya tari Tirai bernama Adisna Kumara.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Tari nonetnik atau lebih dikenal dengan
nama tari kontemporer berasal dari kata "co" (bersama) dan
"tempo" (waktu). Sehingga menegaskan bahwa seni kontemporer adalah
karya yang secara tematik mereflesikan situasi waktu yang sedang dilalui.
2.
Dalam dunia seni di Indonesia istilah
kontemporer muncul awal tahun 70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan
istilah kontemporer untuk menamai pameran seni patung pada waktu itu.
3.
Perkembangan tari tunggal menyangkut
tentang riwayat terbentuk sampai wujud yang ada sekarang. Jenis tari tunggal
nusantara terdapat dalam berbagai bentuk tarian yang terkadang sulit dipisahkan
dalam peran tertentu.
4.
Dalam segi keindahannya, karya
tari kelompok kreasi nonetnik diciptakan dengan memerhatikan beberapa hal
mengenai komposisi tari kelompok. Komposisi kelompok yang dimaksud sebagai
berikut.
a.
Kesatuan.
b.
Keseimbangan.
c.
Terpecah.
d.
Selang-seling.
e.
Silih berganti.
B.
Saran
Dengan mengenal lebih banyak Tarian adat di seluruh
provinsi di indonesia mudah-mudahan membuat kita lebih mencintai negeri kita
ini. Sekolah seni tertentu di
Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di Bandung, Institut
Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni
Indonesia (ISI) yang tersebar di Denpasar, Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya
mendukung dan menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni
tari tradisional di Indonesia.
Beberapa festival tertentu seperti Festival Kesenian
Bali dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk menampilkan
tari kreasi baru karya mereka. Semoga
seluruh masyarakat Indonesia dapat terus menjaga dan melestarikan seni tari lewat
perannya dalam segala upacara adat dan upacara lainnya serta menemukan
cara-cara terbaru untuk mengatasinya agar tarian suatu daerah di Indonesia
dapat terjaga sampai generasi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Seni Budaya untuk SMA. Solo: CV. HK
MJ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentar kalian sangat berharga bagi saya